NovelToon NovelToon

POSESIF SUGAR DADDY

Bab 1

“Come on, Baby! Puaskan aku!” seru seorang pria tampan yang kini tengah berada dibawah tubuh seorang gadis cantik berambut hitam panjang, dengan tubuh nan sintal tengah menaik turunkan tubuhnya diatas tubuh sang pria.

“Dad! Aku…..”

“Bersama, Baby!” seru pria itu.

Erangan panjang keluar dari mulut keduanya, ranjang yang sudah berantakan menunjukkan bahwa baru saja terjadi perang nikmat sepasang pria dan wanita di ranjang itu, ranjang berukuran king size di sebuah kamar apartemen nan mewah.

“Baby, kamu selalu membuat aku puas, terima kasih,” kata pria itu sambil menciumi gadis cantik yang kini tiduran diatas dadanya.

“Dad, aku capek,” rengek gadis itu.

“Tidurlah,” balas pria itu sambil mengecup singkat kening gadis itu, “I love you.”

Dalam sekejam, gadis cantik itu terlelap dalam dekapannya, karena lelah setelah bertempur nikmat tadi.

Renaya Aquila Gabriella, gadis yang baru saja menginjak usia 20 tahun itu, sudah hampir satu tahun ini menjalin hubungan dengan seorang pria. Dialah Mario Martino Jatana, pria berusia matang, 35 tahun yang telah memenangkan hati gadis cantik itu.

Pertemuan mereka diawali dari sebuah club malam, dimana keduanya memiliki kesamaan hobi, Mario suka clubbing, sedangkan Renaya selain suka clubbing dia juga seorang DJ. Perbedaan usia 15 tahun tidak menjadi masalah untuk keduanya, bahkan diantara teman-teman Renaya, hal itu wajar terjadi, jadi simpanan sugar daddy.

Namun tidak untuk Mario. Mario benar-benar menjadikan Renaya ratunya, apalagi dia juga belum menikah, jadi tidak ada dalam kamus Mario menjadikan Renaya simpanan sugar daddy. Renaya benar-benar menjadi wanita kesayangan Mario, bahkan kesucian Renaya pun menjadi yang pertama untuk Mario.

Renaya sejak usia 19 tahun memang sudah mandiri mencari uang sendiri untuk biaya hidup dan kuliahnya. Hidup di dalam keluarga pengusaha kaya ternyata tidaklah membuat Renaya bahagia, apalagi sejak sang Papi kembali menikah setelah Maminya meninggal karena serangan jantung.

Memiliki ibu tiri yang sebenarnya baik hati ternyata tidaklah membuat Renaya bahagia, maka dia memilih tinggal di apartemen sejak mulai duduk di bangku kuliah. Sejak itu, kehidupan Renaya menjadi sangat bebas bersama teman-teman dugemnya, hingga akhirnya mengenal Mario.

“Baby, bangun… sudah sore,” kata Mario sambil menciumi Renaya yang masih terlelap dibalik selimutnya.

“Masih sore, Dad,” rengek gadis itu sambil menggeliat manja, membuat Mario semakin gemas melihatnya.

“Jangan seperti itu, sayang. Kamu membuatku ingin menerkammu lagi,” balas Mario, “Ayo bangun! Kamu harus menemaniku ke club mala mini, aku ada pertemuan dengan relasi bisnis disana! Kamu tidak mau kan melihatku tahu-tahu memangku wanita lain.”

“Nggak boleh, Dad!” teriak Renaya yang langsung membuka matanya kemudian duduk. Mario tampak juga belum mandi ternyata.

“Satu ronde, sayang… lalu kita mandi bersama,” bisik Mario.

Renaya sudah tidak bisa menolak jika tangan-tangan kekar nan lembut seorang Mario sudah mulai menjamah setiap jengkal tubuhnya. Desahan kecil keluar dari bibir mungilnya.

“Dad….”

“Mendesah, baby,” bisik Mario sambil menciumi tengkuknya.

Tangan Mario sudah menjalar kesana kemari hingga akhirnya, tiba di titik inti seorang Renata, membuat Renata berteriak dan menggelinjang hebat gara-gara sentuhan jari jemari pria itu.

“Daddy! Ampun…”

“Apa? Minta lagi sayang. Daddy belum dengar,”

“Daddy! Stop it!” teriak Renata

“Keluarkan dulu, baby!”

Tubuh Renaya menegang karena merasakan hebatnya arus bawah yang mengalir begitu deras karena ulah sang kekasih, napasnya tersengal. Mario tidak berhenti, segera dia mengungkung tubuh sintal itu hingga sesuatu yang menegangkan di bawah sana Renaya rasakan melesak semakin dalam dan penuh.

“Renaya, kanapa kamu selalu membuatku bergairah setiap waktu,” bisik Mario.

Renaya tidak bisa menjawab apapun, hanya desahan-desahan panjang dan semakin membuat Mario bergairah untuk semakin menghujamkan senjata kebanggaanya ke dalam lembah penuh kenikmatan sang kekasih.

Mandi bersama, adalah rutinitas selanjutnya pasangan kekasih itu. Kali ini cukuplah mandi bersama, karena Mario sudah ada janji dengan cliennya di sebuah club malam. Ternyata pergulatan mereka sore itu tidaklah cukup satu jam saja, tanpa terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul delapan malam.

Renaya sesungguhnya lelah, namun dia harus ikut Mario ke club malam, dia tidak akan rela sang kekasih didekati wanita-wanita malam yang pastinya bertebaran di setiap sudut club malam.

Malam ini, ia memutuskan untuk tampil berani dan memukau, mengenakan gaun hitam ketat yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Pakaian yang ia pilih menonjolkan lekuk tubuhnya yang ramping, memperlihatkan bahu indahnya dan sedikit belahan dada yang membuat penampilannya semakin menggoda. Kakinya yang jenjang tampak elegan dalam balutan sepatu hak tinggi berwarna hitam mengilap, setiap langkahnya diiringi gemerisik halus.

Rambut panjangnya yang tergerai bebas berkilau di bawah sorotan lampu, menambah kesan glamor. Renaya melirik dirinya di cermin sekali lagi, mengatur sedikit riasannya—lipstik merah menyala yang kontras dengan kulitnya yang cerah. Malam ini ia siap untuk bersenang-senang di klub malam, bersama Mario-sugar daddynya.

“Dad! Aku sudah siap!” teriak Renaya.

Mario yang baru saja keluar dari ruang ganti, tampak terkejut melihat penampilan sang kekasih.

Mario baru saja keluar dari ruang ganti, menepikan sedikit kerah kemeja hitam yang dikenakannya. Saat pandangannya jatuh pada Renaya, yang sudah berdiri anggun di ujung ruangan dengan pakaian malam yang memukau, dia terhenti sejenak, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Renaya tampak luar biasa, gaunnya yang ketat menonjolkan setiap detail dari kecantikan alaminya, dan kilau rambut panjangnya menambah sentuhan sempurna pada keseluruhan penampilannya. Mario tidak bisa menahan senyum bangga yang perlahan muncul di wajahnya.

“Wow…” gumamnya pelan, matanya masih terpaku pada sosok Renaya. Ia melangkah mendekat, penuh kekaguman yang tersirat jelas dalam sorot matanya. "Kamu terlihat... luar biasa malam ini, Baby," ucapnya, suaranya terdengar rendah.

Renaya menoleh dengan senyum lembut, sedikit mengangkat alisnya sambil menatap Mario yang tampak terpesona. “Daddy suka?” tanyanya sambil memainkan ujung rambutnya dengan lembut, sedikit malu-malu meski dalam hati merasa senang dengan reaksi kekasihnya.

"Suka?" Mario menggeleng pelan sambil terkekeh, lalu mengulurkan tangan untuk meraih jemarinya. “Kamu cantik setiap saat, tapi malam ini… kamu benar-benar menakjubkan. Aku bahkan merasa beruntung bisa berdiri di sebelahmu.”

Renaya tertawa kecil, wajahnya sedikit memerah, namun tak bisa menyembunyikan kebahagiaan dalam senyumnya. "Kamu juga terlihat keren, Daddy. Sepertinya kita akan jadi pasangan paling menarik di club malam nanti."

Mario meremas tangan Renaya dengan lembut, matanya masih terpaku pada wajah cantiknya. “Percayalah, mereka tidak akan bisa melihat yang lain selain kamu malam ini.”

Mario lalu mencium kening Renaya, “Nanti jangan jauh-jauh dari aku, aku tidak mau kamu di pegang pria lain.”

Renaya tertawa, sambil membalas mencium pipi kekasihnya yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus karena memang sengaja belum dicukur.

“Mana ada yang berani menyentuhku, Dad. Semua orang tahu aku ini milikmu, sang penguasa kota ini,” balas Renaya.

Memang benar, Mario termasuk penguasa di kota tersebut dengan kerajaan bisnis yang menggurita, siapa tidak kenal dengan Mario.

Mario menggenggam tangan Renaya sedikit lebih erat saat mereka bersiap untuk berangkat. Ia menatapnya dengan serius, meskipun senyum tipis masih terlukis di wajahnya. "Sayang, nanti jangan jauh-jauh dariku ya," katanya lembut namun tegas, matanya mengisyaratkan kekhawatiran yang tersirat di balik kata-katanya.

Renaya menatap Mario sejenak, tersenyum sambil mengangkat bahu dengan santai. "Tenang aja, aku kan udah besar, bisa jaga diri," ujarnya sambil tertawa kecil, berusaha meredakan kekhawatiran Mario.

Tapi Mario tidak teralihkan. Ia mendekatkan wajahnya sedikit, menatap Renaya dengan penuh perhatian. "Aku tahu kamu bisa jaga diri, tapi tempat itu ramai dan bisa sedikit berbahaya. Aku cuma nggak mau kamu hilang di keramaian atau ada yang mendekat yang nggak kita inginkan," ucapnya dengan nada lembut

“Ih! Daddy nggak asyik! Aku kan udah besar, Dad! Posesif amat!” gerutu Renaya

“Itu aku lakukan karena kamu milikku, milik Mario seorang, paham? Daddy tidak rela kamu disentuh pria lain.”

Renaya hanya menghembuskan napas kasar saja.

“Susah amat punya cowok posesif,” gerutunya dalam hati.

Bab 2

Mario dan Renaya tiba di Paxel, sebuah klub malam yang terkenal sebagai salah satu tempat paling mewah di kota. Dari luar, bangunan klub tersebut sudah memancarkan cahaya gemerlap dengan lampu neon yang berkilauan, memberikan nuansa eksklusif. Saat mereka memasuki pintu besar klub, suara musik bass yang menggetarkan terasa memenuhi udara, mengiringi setiap langkah mereka. Di dalam, suasana penuh kemewahan—lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, memancarkan cahaya redup yang memberikan kesan intim namun elegan. Lantai dansa yang luas dikelilingi oleh meja-meja VIP yang dipenuhi tamu berpakaian glamor, sementara bartender sibuk di bar dengan dinding kaca yang memajang berbagai jenis minuman berkelas.

Mario menggandeng Renaya dengan lembut, memastikan mereka tidak terpisah di tengah keramaian. Mereka berjalan menuju salah satu meja di sudut yang dikelilingi oleh beberapa orang. Di meja itu, seorang pria duduk dengan santai, mengamati suasana sekitar dengan gelas koktail di tangannya.

“Hai, Jason! Maaf terlambat!” sapa Mario dengan senyuman ramah begitu mereka tiba di depan meja.

Jason, pria yang dipanggil itu, menoleh dan tersenyum lebar. "It’s okay, aku paham," jawabnya santai, mengangkat gelasnya sedikit sebagai tanda sapaan. Mata Jason kemudian melirik Renaya yang berdiri di samping Mario. Malam itu, Renaya tampak memukau dalam balutan gaunnya yang elegan, membuatnya tak luput dari perhatian.

Jason tersenyum, lalu mengangkat alisnya sedikit. "Kekasihmu?" tanyanya, nada suaranya menunjukkan rasa penasaran yang tak bisa disembunyikan.

Mario menatap Renaya sejenak dengan bangga sebelum mengangguk. “Sure,” jawabnya singkat, tangannya meremas lembut jemari Renaya.

Mario menoleh ke arah Renaya dengan senyum kecil, lalu memperkenalkannya kepada Jason. "Ini Renaya," katanya singkat namun penuh makna. Renaya mengangguk sopan, tersenyum tipis sambil menatap Jason.

Jason, yang dari tadi pandangannya sudah tidak lepas dari Renaya, tersenyum lebih lebar. Namun, matanya masih terpaku pada penampilan memukau Renaya, membuat suasana sedikit canggung. Mario bisa merasakan sedikit ketidaknyamanan merayap di dalam dirinya, tapi ia tetap menjaga sikapnya yang tenang. Ia tahu Jason tidak bermaksud kurang ajar, meskipun sorot mata itu terasa lebih dari sekadar sekilas pandang.

Sementara itu, Renaya mendekatkan wajahnya ke telinga Mario dan berbisik, "Daddy, ternyata ada temanku, Ivanka. Boleh aku ke tempat Ivanka?"

Mario menatap Renaya sejenak sebelum menganggukkan kepala pelan, masih dengan ekspresi tenang. "Ya, kamu sama Ivanka saja," jawabnya lembut. "Nanti kalau Daddy sudah selesai, akan Daddy susul. Jangan terlalu banyak minum, Baby."

Renaya tersenyum manis, kemudian mencium pipi Mario sebelum berbalik menuju tempat Ivanka. Mario memperhatikannya pergi sejenak, memastikan Renaya akan baik-baik saja, lalu kembali berfokus pada Jason.

Jason tersenyum penuh arti setelah Renaya pergi, matanya masih sedikit terarah ke tempat Renaya berjalan. “Kekasihmu cantik sekali, Mario,” ujarnya dengan nada memuji, namun ada sesuatu yang tersirat di balik kata-katanya.

Mario hanya tersenyum tipis, menatap Jason sejenak sebelum berkata, "Dia gadis yang baik. Jangan harap aku akan melepaskannya untukmu." Ada nada tegas dalam suaranya, meskipun ia berusaha tetap tenang.

Jason tertawa terbahak-bahak, kepalanya sedikit menunduk saat ia terhibur oleh ucapan Mario. "Ternyata kamu sudah bisa menebak pikiranku, ya!" katanya sambil melirik Mario dengan pandangan nakal. "Tapi, aku penasaran... apakah dia juga se-hot itu kalau di ranjang?"

Mario menahan napas sejenak, merasakan ketidaknyamanan yang semakin kuat. Ia tak berniat melanjutkan percakapan ke arah yang lebih vulgar. Bagi Mario, urusan di ranjang adalah hal yang sangat pribadi, sesuatu yang tidak pantas dibicarakan dengan orang lain, apalagi di depan teman. Dengan nada tenang, namun jelas tidak ingin memperpanjang topik itu, Mario menjawab, “Yang penting aku nyaman dengan dia.”

Mario mengalihkan pembicaraan dengan cepat, menyadari bahwa Jason sudah terlalu jauh melangkah dalam percakapan sebelumnya. "Ngomong-ngomong, kita sudah harus mulai membahas proyek klub malam itu," ujar Mario, mencoba fokus pada bisnis yang sedang mereka rencanakan. Mereka berbicara tentang detail rencana, mulai dari lokasi hingga konsep eksklusif yang akan mereka terapkan untuk membuat klub tersebut berbeda dari yang lain di kota. Suara musik yang keras di Paxel sedikit mengaburkan percakapan mereka, tapi obrolan mereka tampak mengalir dengan baik.

Namun, sesekali matanya secara refleks melirik ke arah Renaya yang tengah duduk dengan Ivanka di meja lain. Ia melihat kekasihnya tampak ceria, tertawa ringan sambil mengobrol dengan temannya. Senyum cerah di wajah Renaya memberikan Mario sedikit kelegaan di tengah kesibukan malam itu.

Sementara itu, Renaya dengan santai mengobrol dengan Ivanka, teman kuliahnya yang sudah lama tidak ia temui. Ivanka, yang juga terlihat stylish malam itu, menatap Renaya dengan penasaran. "Kamu kesini sama siapa?" tanya Ivanka sambil menyesap minumannya.

Renaya tersenyum sambil menoleh sekilas ke arah Mario yang masih berbicara dengan Jason di meja seberang. "Sama Daddy Mario," jawabnya santai. "Dia lagi urusan bisnis sama temennya."

Ivanka tersenyum jahil sambil menatap Mario dari kejauhan. “Daddy Mario-mu semakin tampan dan mempesona, Ren. Boleh dong sesekali aku mencobanya?” katanya sambil terkekeh, nadanya bercanda namun memancing respons spontan.

Renaya langsung melotot, berusaha terlihat jengkel meski tahu Ivanka hanya bercanda. “Dia bukan kekasih bergilir ya,” jawab Renaya cepat dengan suara tegas namun bercampur tawa.

Ivanka langsung terbahak, dan Renaya pun tak bisa menahan tawa. Suasana antara mereka kembali santai, dengan Renaya menyadari bahwa komentar Ivanka hanyalah bagian dari canda ringan di antara teman-teman lama. "Ih, serius amat sih," Ivanka menggodanya lagi sambil memukul pelan lengan Renaya.

"Tapi tetep, Daddy Mario nggak akan ke mana-mana," jawab Renaya, matanya sesekali melirik ke arah Mario, yang tetap asyik berbicara dengan Jason di seberang.

Tak lama kemudian Mario menghampirinya, lalu mencium puncak kepala Renaya.

“Baby, maaf lama. Mau pulang atau masih mau di sini?” tanyanya lembut, suaranya terdengar penuh perhatian.

Renaya yang sudah merasa lelah sebenarnya, terutama karena pergulatan panas mereka sore tadi, menatap Mario dengan mata sedikit mengantuk. Ia menghela napas kecil, lalu berkata, "Pulang saja, Dad. Aku ngantuk."

Mario tersenyum lembut, memahami kondisi Renaya. “Baik, kita pulang sekarang,” jawabnya sambil mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari Renaya dengan lembut.

Ivanka menatap mereka dengan senyum jahil. “Sudah ngantuk ya, Ren? Ya udah, hati-hati di jalan. Kapan-kapan ketemuan lagi!”

Renaya mengangguk sambil tersenyum, kemudian berpamitan pada Ivanka. Mario pun menggandengnya keluar dari club.

Begitu Mario dan Renaya masuk ke dalam mobil, Mario langsung menyalakan mesin, sementara Renaya duduk bersandar di kursi dengan mata setengah terpejam. Udara malam yang sejuk di dalam mobil membuatnya semakin mengantuk, dan ia mulai menguap beberapa kali.

Mario meliriknya dengan senyum menggoda. "Baby, kalau sampai rumah nggak langsung tidur, aku garap lho nanti," ucapnya setengah bercanda namun dengan nada penuh godaan.

Renaya, yang sudah sangat lelah, menoleh pelan ke arah Mario dengan mata sayu. "Aku mau tidur, Dad," rengeknya dengan suara manja, bibirnya sedikit manyun sambil mengusap matanya yang mengantuk. "Sumpah, kali ini benar-benar capek," lanjutnya, menegaskan.

Mario tertawa pelan, merasa senang melihat sisi manja Renaya. "Oke, oke," katanya lembut, satu tangannya menyentuh kepala Renaya, mengusap rambutnya dengan sayang. "Nanti Daddy pastikan kamu bisa tidur nyenyak."

Malam itu, jalanan ibu kota mulai lengang, suasana sunyi seiring berkurangnya hiruk pikuk di sekitar. Mario dengan tenang menyetir, sesekali melirik Renaya yang sudah terlelap di kursinya, kepalanya bersandar nyaman pada jendela. Keletihan jelas terlihat di wajahnya, tetapi ia tampak damai, seolah merasa aman sepenuhnya bersama Mario.

Saat mobilnya berhenti di lampu merah, Mario tanpa sengaja melirik ke mobil di sebelahnya. Pandangannya seketika terpaku ketika melihat sosok yang familiar duduk di kursi penumpang mobil itu. Dahinya berkerut seketika. "Bukankah itu Bella?" pikirnya, merasa ada yang aneh dengan situasi ini. "Malam-malam begini, masih keluyuran dengan pria lain?" gumam Mario dalam hati, pandangannya penuh tanda tanya.

"Kemana suaminya?” tanyanya lagi dalam hati.

Mario kembali melajukan mobilnya dan tibalah di basement apartement.

“Baby, sudah sampai,” bisik Mario mencoba membangunkan Renaya.

“Uh, Daddy… enak…” Renaya malah mengigau sendiri.

“Astaga! Mimpi apa anak ini!?” seru Mario dalam hati.

Bab 3

Mario membuka pintu mobil dan membopong tubuh mungil Renaya keluar. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati, tak ingin membangunkan kekasihnya yang sudah terlihat sangat lelah.

Renaya sedikit bergerak dalam pelukannya, tapi tidak sepenuhnya terbangun. Mario tersenyum lembut sambil berjalan menuju pintu masuk apartemen. Di dalam, suasana tenang menyelimuti lorong menuju lift, hanya suara langkah kaki Mario yang terdengar. Dia menekan tombol lift dan menunggu dengan sabar hingga pintu terbuka.

Begitu lift terbuka, Mario melangkah masuk dengan Renaya masih dalam dekapannya, menuju lantai tempat mereka tinggal. Saat lift bergerak naik, ia sesekali melirik wajah kekasihnya yang tertidur

Setelah sampai di lantai tujuan, pintu lift terbuka dengan suara lembut, dan Mario melanjutkan perjalanannya menuju pintu apartemen mereka. Dengan cekatan, ia membuka pintu tanpa membangunkan Renaya, dan membawanya masuk ke dalam kamar tempat dimana mereka biasa tidur bersama. Mario merebahkan tubuh sang kekasih dengan perlahan di ranjang supaya tidak terbangun, kemudian membantu melepaskan sepatunya, dan menyelimutinya, tak lupa sebuah kecupan lembut mendarat di kening Renaya.

“Tidur yang nyenyak, sayang,” bisiknya.

Mario berjalan menuju sofa di ruang tamu, duduk dengan santai sambil meraih ponselnya. Ia membuka akun media sosialnya, jempolnya bergerak cepat di layar. Entah mengapa, pikirannya kembali tertuju pada pertemuan singkatnya dengan Bella di jalan tadi. Tanpa sadar, ia mencari nama itu di kotak pencarian: Bella Savera.

Saat hasilnya muncul, ia mengetuk akun yang muncul paling atas, dan di sana terpampang beberapa foto Bella—wanita yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Foto-foto itu memperlihatkan sosok Bella yang masih saja memikat, seperti yang ia ingat. Senyuman Bella yang dulu pernah membuat hatinya berdebar kini terasa asing dan jauh.

Mario tersenyum samar, menatap layar. "Kamu masih saja cantik, Bella," bisiknya pada dirinya sendiri. Namun senyum itu tak lama bertahan. Sebuah bayangan masa lalu kembali mengusik pikirannya. "Sayangnya, kamu mengkhianati aku," lanjutnya pelan, suara batinnya dipenuhi oleh perasaan kecewa yang masih tersisa.

Mario masih duduk di sofa dengan pikiran yang bergelora, menatap layar ponselnya yang menunjukkan foto-foto Bella. Pikirannya kemudian melayang ke Renaya, dan ia memandang tas yang dibawa kekasihnya tadi. Rasa penasaran membuatnya mengambil tas tersebut dan membuka ponsel Renaya yang ada di dalamnya.

Dengan hati-hati, Mario membuka aplikasi WhatsApp dan mulai menelusuri pesan-pesan di ponsel Renaya. Beberapa pesan sudah terbaca dan dibalas, tetapi salah satu pesan menarik perhatiannya. Pesan itu berasal dari Arnold, yang Mario tahu adalah ayah Renaya.

Pesan dari Arnold berbunyi: “Renaya sayang, Papi sedang di Paris, kamu minta oleh-oleh apa, sayang?”

Renaya membalas dengan singkat: “Belikan tas saja, Pi.”

Mario membaca pesan tersebut dengan perasaan campur aduk. Ia menutup ponsel Renaya dan meletakkannya kembali di dalam tas, kemudian memandang layar ponselnya sendiri. “Pantas saja Bella bisa keluyuran bebas malam, suaminya sedang di Paris,” pikir Mario dengan nada sinis, menyadari bahwa situasi yang dilihatnya tadi malam mungkin tidak seperti yang terlihat pada pandangan pertama.

Setelah menaruh ponsel Renaya kembali di tasnya, Mario perlahan-lahan naik ke ranjang. Dia duduk di samping kekasihnya yang tertidur sangat nyenyak, wajah Renaya tampak damai dan tenang. Dengan lembut, Mario merentangkan tangannya dan memeluk Renaya dari belakang, merasakan kehangatan tubuhnya yang nyaman.

Dia memandang wajah Renaya dengan penuh kasih sayang, meresapi setiap detail dari ekspresi yang cerah meskipun sedang tidur. “Aku tidak akan membiarkan kamu sendiri, baby,” bisiknya lembut, suaranya penuh dengan ketulusan. “Aku akan selalu menemanimu. Suatu saat aku pastikan kita akan menikah, sekalipun mungkin Arnold,  tidak akan pernah setuju dengan hubungan kita.”

Mario memeluk Renaya lebih erat, berusaha menenangkan dirinya sebelum akhirnya memejamkan mata, siap untuk tidur di samping orang yang sangat dicintainya.

Pagi itu, Renaya bangun lebih awal dari Mario, seperti biasanya, dan memutuskan untuk menyiapkan sarapan sederhana di dapur. Suasana pagi yang cerah menyelimuti apartemen, dan aroma kopi serta roti panggang mulai memenuhi udara. Renaya sibuk mempersiapkan sarapan, senyumnya terlihat cerah meskipun masih setengah mengantuk.

Sementara itu, Mario yang baru terbangun merasakan aroma sarapan dan beranjak dari tempat tidur. Dengan langkah santai, ia menuju ke dapur dan menemukan Renaya yang sedang sibuk di sana. Tanpa ragu, Mario mendekat dan memeluk Renaya dari belakang, menikmati kehangatan tubuhnya.

“Kenapa tidak membangunkan aku, Baby?” Mario bertanya lembut, suaranya penuh kehangatan dan kekaguman. “Daddy tidurnya nyenyak banget ya!?”

Renaya menoleh sedikit, tersenyum manis saat merasakan pelukan Mario. “Aku tahu kamu lelah, Daddy. Aku pikir biarkan kamu tidur sedikit lebih lama,” jawabnya lembut, sambil melanjutkan menyiapkan sarapan.

Mario menyandarkan dagunya di bahu Renaya, merasakan kedekatannya yang menyenangkan. “Terima kasih, sayang,” katanya sambil memeluknya lebih erat. “Sarapan ini pasti enak sekali, seperti kamu.”

Renaya tertawa kecil, merasa bahagia dengan perhatian Mario. “Ayo, duduklah. Sarapan siap,” ujarnya sambil menyajikan hidangan di meja. Mereka berdua duduk bersama, menikmati sarapan pagi yang sederhana itu.

Setelah mereka selesai sarapan, Mario dan Renaya duduk bersama di meja, menikmati sisa-sisa makanan dan berbicara ringan. Mario, penasaran tentang rencana Renaya hari itu, bertanya sambil memandangi kekasihnya dengan penuh perhatian.

“Jadi, hari ini libur kuliah kan? Mau kemana?” tanya Mario, mencoba memahami apa yang ada di rencana Renaya.

Renaya tersenyum, menatap Mario sambil mengaduk cangkir kopinya. “Mau pulang ke rumah sebentar, Dad. Daddy mau ikut?”

Mario tampak mengerutkan keningnya, ekspresinya menunjukkan ketidaksetujuan yang samar. “Mau apa pulang ke rumah? Kenapa?”

Renaya menghela napas kecil, menyadari kekhawatiran Mario. “Papi sedang di Paris,” jelasnya, “Aku di minta Mbok Sanah ke rumah karena, biasalah... istri muda Papi, kata si mbok, pulang pagi entah dari mana.”

Mario mengerutkan dahi, perasaan cemburu dan rasa tidak nyaman mulai timbul. “Oh, jadi ada masalah di rumah?” tanyanya dengan nada sedikit prihatin.

Saat Mario dan Renaya bersiap untuk berangkat, Renaya melanjutkan percakapan dengan Mario, mengungkapkan sedikit kekhawatirannya tentang situasi di rumahnya.

“Tante Bella itu sebenarnya baik dan lembut,” kata Renaya, “tapi kalau nggak ada Papi, kok kayaknya bebas banget. Mbok Sanah jadi takut, Dad.”

Mario mendengarkan dengan seksama, wajahnya menunjukkan kepedulian. “Jadi, ada ketegangan antara Tante Bella dan Mbok Sanah, ya?” tanyanya sambil mengemudikan mobil menuju rumah Renaya.

Renaya mengangguk. “Iya, sepertinya begitu. Mbok Sanah bilang Tante Bella lebih berani melakukan hal-hal yang tidak biasa ketika Papi tidak ada di rumah. Dia merasa tidak nyaman dan khawatir tentang apa yang mungkin terjadi.”

Mario menghela napas panjang, merasa beban tanggung jawab yang tidak ringan. Dengan nada yang penuh keputusan, ia berkata, “Kalau begitu, Daddy ikut saja ke rumahmu. Toh lagi nggak ada Papi kamu!”

Renaya menoleh ke arah Mario, terkejut namun juga merasa lega. “Benar, Dad? Terima kasih! Aku merasa lebih tenang kalau kamu ada di sana.”

Mario mengangguk, ekspresinya menunjukkan ketulusan dan kepedulian. “Tentu saja, Baby. Aku ingin memastikan kamu dan Mbok Sanah merasa aman. Kita hadapi ini bersama-sama.”

Mario membawa mobilnya menuju sebuah kawasan perumahan elite, di mana rumah-rumah mewah berdiri megah dengan harga milyaran rupiah. Ia memasuki salah satu gerbang rumah yang memiliki desain yang sangat elegan, lalu memarkirkan mobilnya di area parkir pribadi.

Renaya segera turun dari mobil dan melangkah menuju rumah dengan langkah cepat, disusul oleh Mario yang mengikuti di belakangnya. Mereka memasuki rumah yang sangat luas dan bergaya modern, dengan interior yang menawan. Begitu masuk ke dalam, mereka disambut oleh Mbok Sanah, yang sudah menunggu di ruang tamu.

“Non, akhirnya datang juga,” kata Mbok Sanah dengan nada lega, wajahnya menunjukkan campuran rasa senang dan khawatir.

Renaya tersenyum dan menghampiri Mbok Sanah. “Tante Bella mana, Mbok?”

Mbok Sanah menjawab, “Ada di kamarnya. Tapi...” dia terhenti sejenak, tampak ragu.

Belum sempat Renaya melangkah lebih jauh menuju tangga untuk naik ke lantai dua, sebuah suara lembut terdengar dari arah tangga. “Tumben kamu pulang, Ren?”

Renaya menatap Bella. “Ada barang yang mau aku ambil, Tante,” katanya, lalu langsung menaiki tangga menuju lantai dua dan masuk ke kamarnya tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut.

Mario berdiri di ruang tamu, matanya tetap tertuju pada Bella dengan ekspresi terlihat dingin. Setelah Renaya pergi, dia melangkah mendekati Bella,“Ternyata kamu tidak pernah berubah di balik sikap lembutmu, Bel.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!