Dengan tergesa-gesa Cladia keluar dari kamarnya.
Besok hari wisudanya, dan itu artinya laki-laki itu hari ini akan datang ke rumahnya, bertemu dengan semua anggota keluarganya dan membicarakan pernikahan mereka, hal yang paling ditakuti oleh Cladia.
Cladia melirik jam di tangannya, masih jam 4 sore, masih ada waktu, 1 jam untuk dia melarikan diri sebelum bertemu dengan laki-laki itu.
Cladia segera menuruni anak tangga rumahnya, berusaha tidak mengeluarkan suara, tapi...
"Sore Cladia." Sebuah suara terdengar memanggil namanya lembut namun tegas, sontak Cladia langsung memalingkan wajahnya ke arah sumber suara, dan sudah bisa diduga, Cladia harus menghentikan langkahnya dan melihat laki-laki itu, yang langsung tersenyum begitu mata mereka bertemu.
Seorang laki-laki tampan, ah, sebenarnya kalo Cladia mau mengakui laki-laki yang sangat tampan, sedang duduk dengan menyilangkan kakinya, kedua telapak tangannya menyatu di atas lututnya, di sebelah kanannya duduk seorang laki-laki juga yang usianya hampir sama, cukup tampan juga walaupun masih kalah dibanding laki-laki yang menyapanya tadi.
"Sore." Cladia menjawab dengan ogah-ogahan.
Benar-benar sial, padahal harusnya dia datang jam 5.
Umpat Cladia dalam hati. Dia sama sekali tidak menyangka kalo laki-laki itu akan datang 60 menit lebih awal, tidak memberinya kesempatan untuk mencari alasan melarikan diri.
"Hai, sudah lama Ad?" Sebuah suara membuat Cladia kembali memalingkan wajahnya. Dengan senyum lebar Jeremy, kakak Cladia satu-satunya berjalan dengan langkah lebar, tangan kanannya memberi salam pada laki-laki tampan yang dipanggilnya "Ad", sedang tangan kirinya memeluk laki-laki itu dengan hangat.
Hah, melihat mereka sudah seperti melihat kakak adik lama tidak bertemu.
Cladia berkata dalam hati sambil menarik nafas panjang.
"Eh, Cladia, ayo duduklah disini, kenapa berdiri bengong disana? Apa kamu sudah tidak sabar menikah dengan pangeranmu sampai bengong sendiri disana?" Mata Cladia sedikit membeliak mendengar candaan Jeremy, sedang Ornado Xanderson, laki-laki yang dipanggil Ad itu hanya tersenyum.
Dan harus diakui sebenarnya senyum laki-laki itu sungguh menawan, tapi tidak bagi Cladia.
Dengan langkah malas Cladia berjalan menuju kursi kosong di depan Ornado, di sebelah kanan Jeremy yang sudah duluan duduk.
"Hai, apa kabar juga James?" Jeremy menyapa pria yang duduk di sebelah Ornado, saudara sepupu sekaligus tangan kanan Ornado Xanderson, CEO dari grup Xanderson yang menguasai berbagai bidang usaha baik manufaktur, properti dan fashion.
"Seharusnya hari ini aku harus menghadiri meeting dengan klien di Ausie, tapi apa daya bos besar merajuk minta diantar menemui calon istri tercinta." Tanpa menunggu lama perkataan James Xanderson sukses membuat James meringis karena serangan dari Ornado di tulang keringnya.
Jeremy hanya tertawa melihat kejadian di depannya. Tapi tidak dengan Cladia, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi, berharap bisa melarikan diri dari tempat itu secepatnya.
Pembicaraan mereka selanjutnya didominasi oleh ketiga pria itu, Ornado, James dan Jeremy.
Mereka sibuk membicarakan persiapan pernikahan antara Cladia dan Ornado.
Cladia lebih banyak melamun dan berusaha tidak mendengarkan pembicaraan mereka yang semakin membuatnya tidak nyaman dan ingin lari.
Cladia tahu, dia tidak akan bisa menghindari pernikahan itu, tapi tetap saja dia terus berusaha mencari jalan keluar.
Kalo saja bukan karena wasiat almarhum orangtuanya, Cladia tidak akan sudi menikah dengan Ornado.
Kedua orang tua Cladia bersahabat dengan kedua orang tua Ornado, bahkan jauh saat Grup Xanderson belum sehebat sekarang, bahkan di masa-masa sulit, mereka saling membantu, sampai terjadi kesepakatan yang bagi Cladia benar-benar tidak masuk akal.
Mereka sepakat menjodohkan anak mereka, supaya tali persaudaraan mereka menjadi lebih kuat. Benar-benar perintah dari orangtua yang tidak bisa ditolak mentah-mentah oleh Cladia.
Ibu kandung Ornado asli wanita cantik asal Indonesia, 15 tahun yang lalu meninggal karena penyakit kelainan jantung dan kanker paru-paru. Dulunya Ornado tinggal bersama ibunya di Indonesia, ayahnya yang asli orang Itali sebulan sekali selama seminggu pasti datang mengunjungi istri dan anaknya.
Tapi begitu ibu Ornado meninggal, ayah kandung Ornado membawa Ornado ke Italia. Sedangkan orangtua Cladia, meninggal 6 tahun lalu karena kecelakaan mobil.
Sekilas Cladia mencuri pandang ke arah Ornado, dan dia menarik nafas panjang. Laki-laki di depannya, dengan darah Italia dan Indonesia asli yang dipadukan, benar-benar harus diakui menjadikannya laki-laki paling tampan yang pernah dia lihat.
Benar bila ada orang yang pernah berkata perpaduan dari dua ras yang berbeda akan menghasilkan anak yang tampan dan cantik, itu terbukti dengan adanya Ornado, peranakan Eropa dan Asia.
Ornado, dengan tinggi sekitar 180 cm lebih, tepatnya 186 cm, hidung mancung, mata biru gen dari ayahnya, dan rambut hitam legam gen dari ibunya, benar-benar perpaduan yang sempurna.
Tapi Cladia benar-benar tidak ada minat melihat laki-laki itu, bahkan pernah terbersit dalam otaknya, berapa banyak wanita cantik yang bisa dia pilih dari negara asal ayahnya, tapi kenapa dia tetep mau mengikuti surat wasiat orangtuanya untuk memilihnya yang jelas-jelas tidak pernah bersikap bersahabat sejak mereka bertemu 3 bulan lalu.
Kalaupun dia bisa memilih, memang bagi Cladia pria yang paling mungkin membuatnya jatuh cinta adalah Ornado
Laki-laki itu, tampan, sukses, lembut tapi tegas, mau mencari info dengan cara apapun tidak pernah akan ditemukan kabar miring tentang laki-laki itu, baik skandal percintaan ataupun skandal dalam bisnisnya, padahal Cladia sudah berusaha mengorek info dari berbagai sumber untuk menemukan kekurangan Ornado, sehingga itu bisa menjadi alasan untuk membatalkan surat wasiat itu.
Sampai dengan detik ini tidak ada satupun yang dia dapat, yang ada justru berita-berita tentang kehebatan laki-laki itu, tapi bagi Cladia dia tidak akan pernah membiarkan dirinya jatuh cinta pada Ornado, atau pria manapun, selama itu adalah makhluk yang dinamakan pria.
Tanpa sadar Cladia merasakan badannya panas dingin gara-gara pikirannya yang melayang kemana-mana, sehingga tidak menyadari ada sepasang mata yang memandangnya dengan lembut.
Penantianku selama 15 tahun.... akan segera berakhir, dan kita akan segera bisa hidup bersama selamanya.
Ornado berkata dalam hati sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya dari Cladia, tidak ingin gadis itu sadar ada yang mengamatinya.
Cladia melirik jamnya, jam 16:50, ah, dia menarik nafas panjang. Dan sebelum dia sempat berdiri untuk mencari alasan pergi, pintu rumahnya sudah terbuka, paman, bibi, dan sepupu-sepupunya berhamburan masuk ke ruang keluarga, yang artinya, dia tidak akan pernah bisa lagi menghindari pernikahan ini, membayangkan itu tiba-tiba tangan Cladia menjadi dingin, dadanya merasa sesak, dan bayangan kejadian 5 tahun lalu kembali melintas di otaknya, dan itu cukup membuat Cladia menggigil ketakutan.
Jeremy yang awalnya begitu serius membicarakan tentang persiapan pernikahan adiknya langsung memutar kepalanya ke arah Cladia, karena mata Ornado yang sedikit membeliak saat melihat Cladia yang tiba-tiba menggigil.
"Cla, kamu tidak apa-apa?" Jeremy sebagai kakak yang sudah 8 tahun selalu setia menjaga adiknya sejak kematian kedua orangtuanya langsung memegang bahu Cladia. Cladia seperti seorang yang sedang menghadap pintu neraka, dan tiba-tiba ada tangan kakaknya yang menyeretnya kembali menjauhi pintu itu.
"Tidak, tidak apa-apa kak, kalian lanjutkan saja, aku cuma merasa agak kurang sehat." Cladia memandang Jeremy, berusaha meyakinkan agar kakaknya tidak perlu kuatir tentangnya.
"Ah, besok hari wisudamu, kamu harus benar-benar jaga kesehatanmu." Tante Indah yang sedari tadi serius ikut mendengarkan pembicaraan tentang pernikahan keponakannya memandang Cladia dengan tersemyum.
"Besok masih hari wisudamu, belum hari pernikahanmu, kok sudah tegang duluan?" Mendengar candaan tantenya Cladia hanya bisa memaksakan senyumnya, berbeda dengan Ornado yang berusaha keras menahan senyumnya, karena dia tahu betul, kalo sampai dia tersenyum dia akan mendapatkan bonus pelototan mata dari Cladia.
Ornado teringat 3 bulan lalu, saat pertama kalinya dia menginjakkan kaki di rumah calon istrinya ini. Saat itu dia juga bersama James datang ke rumah ini. Saat pertama kali mengetuk pintu, yang membukakan kebetulan Cladia sendiri.
Begitu melihat gadis itu Ornado sebenarnya ingin langsung memeluknya, tapi Cladia langsung mundur dengan kedua tangan membuat tanda stop di depan dada Ornado.
"Hai, kamu siapa? Kok tiba-tiba mau nyelonong aja?" James yang berdiri di belakang Ornado sontak menahan tawa.
Hah, sepertinya calon istri big boss bukan orang yang mudah ditangani.
James membatin dalam hati. Pelan, James maju ke depan.
"Selamat sore nona Cladia, perkenalkan, saya James, asisten pribadi tuan Ornado Xanderson" James, mengarahkan tangan kanannya ke arah Ornado, menunjukkan bahwa pria yang disampingnya bernama Ornado Xanderson, dan itu cukup membuat Cladia mundur beberapa langkah, karena masih jelas diingatannya sebulan lalu kakaknya Jeremy menjelaskan tentang wasiat yang berisi perjanjian perjodohan antara dia dan laki-laki yang dinamakan Ornado Xanderson.
"Cladia, siapa yang datang?" Suara Jeremy memecah suasana hening di antara Cladia dan dua tamunya.
"Eh, ah, maaf, aku mau ke dalam." Cladia buru-buru membalikkan badan dan berencana berjalan dengan cepat ke arah kamarnya di lantai 2, namun tangan Jeremy lebih cepat dari gerakan Cladia.
"Eh, tunggu Cla, yang ditunggu sudah datang, kamu mau kemana?" Kedua tangan Jeremy memegang bahu Cladia, memutar badan gadis itu dan membiarkan dia berhadap-hadapan lagi dengan Ornado.
"Maaf Ad, inilah akibatnya gara-gara sejak papa mama tidak ada aku terlalu memanjakan Cladia, jadi sedikit seenaknya sendiri." Mendengar kata-kata Jeremy, Ornado hanya tersenyum tipis tanpa melepaskan pandangan matanya dari wajah gadis di depannya.
Setelah sekian lama, akhirnya kita bertemu kembali Cladia, gadisku tercinta.
Ornado berkata dalam hati sambil menggelengkan kepalanya di depan Jeremy.
" Tidak apa-apa, sejak 15 tahun lalu kami baru bertemu lagi, mungkin dia sudah lupa denganku." Ornado tersenyum ke arah Jeremy.
Dengan jelas Ornado ingat, 15 tahun lalu saat dia harus kembali ke Itali, Cladia kecil dulu dengan erat memeluk kakinya dan menangis sejadi-jadinya karena tidak mau melepasnya pergi.
Begitu juga Ornado yang saat itu sudah lebih mengerti karena perbedaan 6 tahun usia mereka berdua, berusaha melepas tangannya dari genggaman papanya agar bisa tetap bersama Cladia.
"Ad, lepaskan Cladia, kalau nanti kamu sudah menjadi pria dewasa yang bisa membahagiakannya, kembalilah kesini untuknya, untuk membuatnya bangga padamu" Tuan Alberto Xanderson berbisik ke telinga anak laki-laki satu-satunya dengan lembut, yang akhirnya membuat Ornado membungkuk mendekati wajah Cladia.
"Aku akan kembali padamu Cladia." Cladia kecil yang saat itu masih berumur 6 tahun hanya memandang bingung ke arah Ornado, tapi entah kenapa saat itu akhirnya dia melepaskan tangannya dan membiarkan Ornado pergi.
Dan ingatan itu sepertinya hanya Ornado saja yang masih bisa mengingatnya dengan baik, tidak dengan Cladia.
"Ah, salahku juga, seharusnya setiap aku melakukan perjalanan bisnis ke Itali aku membawanya supaya kalian bisa lebih sering bertemu, tapi apa daya, adikku ini benar-benar gadis rumahan, tidak ada yang bisa membuatnya tertarik membantuku dalam urusan bisnis." Jeremy tertawa kecil yang disambut cubitan di pinggangnya oleh Cladia.
"Aduh, untung saja Ornado tau kalau aku ini kakakmu Cla, kalau tidak, bisa-bisa mukaku hancur karena dipikir aku mengganggu calon istrinya," Cladia semakin melotot mendengar gurauan kakaknya.
"Jangan merendah, kamu juga pemegang sabuk hitam taekwondo, aku mana berani main-main dengan juara nasional taekwondo Indonesia," Mendengar omongan Ornado, Jeremy tertawa, mengingat 15 tahun lalu sebelum Ornado kembali ke Italia, mereka sama-sama menekuni taekwondo.
Kalo saja dia bukan pewaris satu-satunya grup Sanjaya, yang harus menjalankan bisnis keluarganya sejak orangtuanya meninggal, mungkin saat ini dia bisa menjadi atlet taekwondo dunia dengan bakatnya. Tapi apapun itu bagi Jeremy hidup harus dijalani dengan tawa dan semangat, bukan untuk disesali.
Hari ini Cladia harus buru-buru mandi sebelum jam menunjukkan pukul 4 pagi dini hari, bersiap untuk berdandan sebelum menghadiri wisudanya di kampus. Mendengar suara alarm, Niela, sahabat Cladia yang hari itu menginap ikut terbangun.
"Hei, tidak perlu buru-buru Cla, lagipula si Adel dan teamnya akan datang kesini kan, bukan kamu yang ke salon mereka" Dengan wajah masih mengantuk Niela menyingkirkan selimut yang menutupi badannya.
"Ah, kamu seperti tidak mengerti kondisi jalanan ke tempat wisuda, aku tidak mau terlambat. Paling tidak aku harus melakukan yang terbaik di saat-saat terakhir sebelum meninggalkan kampusku," Cladia berkata sambil sibuk mengikat rambutnya yang panjang sebahu ke atas agar tidak basah terkena air.
"Melihatmu semangat hari ini aku jadi tidak sabar melihat semangatmu di hari pernikahanmu minggu depan," Mendengar gurauan Niela spontan Cladia melemparkan bantal yang ada di ujung tempat tidurnya ke muka Niela.
"Ayolah Cla, apa yang kurang dari Ornado, tampan, kaya, baik hati, dimana lagi kamu bisa dapat laki-laki sempurna seperti dia? Kalo boleh dibilang laki-laki seperti dia belum tentu ada 1 banding 1 juta, atau bahkan 1 banding 1 milyar ya?" Niela tertawa kecil, apalagi melihat Cladia yang melotot ke arahnya.
"Kalo kamu tertarik, ambil saja dia buat kamu!" Cladia mendengus kesal, Niela langsung bangkit dari tempat tidur.
"Eui, mana bisa? Bagaimana dengan Jeremy? Bisa-bisa dia memutuskan jadi perjaka tua selamanya kalau aku menikah dengan orang lain." Niela yang memang sahabat sekaligus calon istri Jeremy berkata sambil mencubit pipi Cladia.
"Lagian, apapun kata orang, bagiku laki-laki terbaik bagiku hanya Jeremy," Niela berkata sambil mendorong tubuh Cladia ke arah kamar mandi karena dilihatnya sejak dia menyebut nama Ornado Cladia langsung bermuka masam.
"Kamu selalu mempromosikan Al di depanku, seolah-olah tidak ada laki-laki yang lebih baik dari Al." Cladia masuk ke kamar mandi dengan tetap menggerutu
Di dalam kamar mandi, Cladia kembali teringat saat pertama kalinya Ornado datang bersama James ke rumahnya.
Ingatannya akan masa kecilnya bersama Ornado tidak terlalu bagus, banyak hal yang dia telah lupa, entah karena saat itu dia masih terlalu kecil atau kejadian buruk 5 tahun lalu membuat semua kenangan indah tentang Ornado pelan-pelan memudar.
Hanya satu yang masih dia ingat dengan jelas, dia tidak pernah memanggil Ornado dengan panggilan "Ad", tapi "Al", entah kenapa dia memanggil laki-laki itu Al dia juga sudah tidak bisa mengingatnya lagi.
Ah, aku harus buru-buru sebelum terlambat.
Cladia berkata dalam hati sambil berusaha untuk tidak lagi mengingat-ingat tentang Ornado di masa lalu.
©©©©©©©
Baru saja keluar dari mobil mata Cladia sudah menangkap sosok Ornado berdiri di samping mobilnya dengan membawa seikat mawar merah, bunga kesukaan Cladia, tapi menjadi menakutkan saat dia melihat siapa yang membawanya.
Begitu melihat Cladia dengan balutan baju kebaya dengan dilapisi toga Ornado langsung berjalan mendekat, disusul James di belakangnya.
"Selamat Cla, semoga apapun yang kamu impikan tercapai." Ornado menyodorkan buket bunga mawar yang dipegangnya, Niela yang berdiri di samping Cladia melirik Cladia.
Begitu dia melihat tidak ada tanggapan dari Cladia, Niela buru-buru mengambil buket mawar itu dari tangan Ornado.
"Sini, biar aku yang bawakan, supaya Cladia tidak repot, sebentar lagi dia harus masuk ke main hall, apalagi nanti dia harus menerima penghargaan karena lulus dengan nilai Cumlaude." Ornado tersenyum dan menyerahkan buket bunga yang dibawanya ke tangan Niela.
Jeremy yang baru saja keluar dari mobil langsung menepuk bahu Ornado.
"Bagaimana Ad? karena undangan pendamping buat Cladia hanya berlaku untuk 2 orang, rasanya kamu dan aku orang yang paling tepat untuk mendampingi Cladia di acara besarnya kali ini." Ornado langsung menggangguk sambil tersenyum, sekilas diliriknya Cladia yang sedari tadi lebih memilih untuk diam.
Cladia memasuki main hall hotel tempat wisudanya akan diadakan dengan diapit Jeremy dan Ornado, yang otomatis membuat banyak mata terutama wanita yang terkagum-kagum, atau bahkan merasa iri.
Ornado dengan wajah tampannya, yang disempurnajan oleh mata birunya dan Jeremy yang memiliki ketampanan khas asia yang walaupun dengan tipe wajah berbeda mereka sama-sama termasuk kategori laki-laki tampan bagi siapapun yang melihatnya.
Kalau para wanita itu tidak melihat adanya seorang gadis cantik yang sedang diapit mereka, niscaya akan banyak gadis yang akan mencari-cari alasan untuk sekedar berkenalan dan para orang tua yang akan mencari kesempatan melamar mereka untuk dijadikan menantunya.
"Cladia, Kak Jeremy, apa kabar?" Seorang laki-laki mendekati mereka bertiga, yang langsung disambut senyuman oleh Cladia dan Jeremy.
"Lho, bukannya kamu sudah wisuda 2 tahun lalu Rob?" Laki-laki yang dipanggil Robi yang merupakan kakak tingkat dari Cladia tertawa kecil mendengar pertanyaan Jeremy.
"Aku mengantar sepupuku Kak, kebetulan orang tuanya sakit, tidak bisa hadir di acara wisuda ini, cuma mamanya saja, jadi aku menemani mereka," Robi berkata sambil melirik Cladia yang hari ini tampil begitu cantik.
"Hai Kak Rob, lama tidak ketemu, sekarang kerja dimana?" Cladia berusaha menyapa Robi untuk menunjukkan rasa hormat sebagai seorang yunior kepada seniornya.
"Sekarang aku kerja di Bumi Asia, salah satu dari anak perusahaan Xanderson grup yang jadi perwakilan mereka di Indonesia, perusahaan besar dari Italia," Dengan bangga Robi menjawab pertanyaan Cladia, karena bagaimanapun tiap harinya ratusan lamaran masuk ke perusahaan itu, yang berhasil lolos tes dan interview benar-benar orang-orang berbakat.
Ornado memilih diam dengan matanya tetap memperhatikan wajah Cladia.
"Dengan bakatmu, kamu tidak tertarik bekerja disana? Kalau iya, aku akan mencoba membantumu, aku kenal baik dengan team HRD disana." Jeremy tersenyum kecil.
Memang dibandingkan dengan perusahaan Xanderson, Grup Sanjaya tidak ada apa-apanya, tapi di Indonesia sendiri Grup Sanjaya diakui sebagai salah satu perusahaan perhiasan terbesar di Indonesia, Cladia tentu saja tidak perlu bekerja di perusahaan lain, atau kalaupun Cladia tertarik bekerja disana, ada orang yang akan lebih berkuasa di atas HRD perusahaan itu untuk menarik Cladia dalam teamnya, bahkan tanpa harus bekerja disana sebentar lagi Cladia juga akan menjadi bagian dari Grup Xanderson.
Dan Ornado dalam diamnya masih memperhatikan pembicaraan mereka.
"Ah, tidak Kak Robi, aku tidak tertarik, setelah wisuda aku akan lebih banyak membantu Kak Jeremy," Cladia dengan cepat langsung menjawab pertanyaan Robi, Ornado mengalihkan pandangannya ke samping sambil berdehem kecil.
Alhasil suara deheman Ornado membuat Robi sadar ada laki-laki lain yang saat ini berdiri di samping Cladia.
"Eh, Cla, siapa? Saudaramu? Atau klien bisnis Kak Jeremy? Dari luar negeri ya?" Robi mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Ornado, dengan sigap dan senyuman di bibir titpisnya Ornado menyambut uluran tangan Robi.
"Hello, my name is Robi."
"Aku Ornado, bukan saudara Cladia, calon suami Cladia, orang sini menyebutnya tunangan, benar tidak?" Wajah Robi tampak kaget, bukan hanya karena laki-laki berwajah bule di depannya bisa begitu lancar bahasa Indonesia, tapi karena dia memperkenalkan diri sebagai calon suami Cladia, gadis yang selama ini diam-diam sebenarnya sudah mencuri hatinya sejak pertama kali mereka bertemu di kelas statistik 3,5 tahun yang lalu.
"Maaf, kami duluan," Jeremy segera menggandeng tangan Cladia mengajak memasuki main hall untuk dapat mengendalikan suasana kaku akibat keterkejutan Robi.
©©©©©©©
Cladia duduk tersenyum di depan kamera sambil di kelilingi belasan buket bunga yang dia terima dari teman-teman, saudara-saudara, termasuk Jeremy, Niela, dan tentu saja Ornado sebagai ungkapan selamat atas wisudanya.
"Cla, waktunya kita foto sama-sama," Niela berkata sambil menarik tangan Jeremy dengan tangan kirinya, dan tangan kanannya memberi kode pada Ornado untuk ikut berfoto.
"Eh, ayo," Niela yang berdiri di samping kiri Cladia menarik tangan Ornado dan membuat laki-laki itu berdiri di samping kanan Cladia, sedang Jeremy berdiri di samping kiri Niela.
"Ok, sudah, kita harus makan siang sebelum aku jatuh pingsan karena kelaparan. Selamat ya Cla, papa mama pasti bangga padamu." Jeremy mencium kedua pipi adiknya, disusul Niela.
"Selamat Cla, kejar kebahagiaanmu ya," Niela memeluk Cladia selama beberapa detik dan mengelus pundaknya, setelah itu dia berlari-lari kecil mengikuti Jeremy yang sudah duluan berjalan keluar studio foto.
Ornado yang masih berdiri di samping kanan Cladia menundukkan kepalanya di samping telinga Cladia, tangan kanannya menyerahkan sepasang boneka beruang sambil berbisik lembut.
"Sei la mia vita.....la mia futura moglie" Cladia membelalakkan matanya terkejut mendengar ucapan lembut Ornado.
(Kau adalah hidupku.....calon istriku)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!