Di sebuah perbatasan kota Ibronk, Scotlandia. Kisah ini berawal. Disini, sebuah kastil mewah nan megah berdiri kokoh menantang langit.
Pepohonan dan bunga-bunga terlihat begitu terawat. Kuncup-kuncup bunga carnesia bertebaran di seluruh sudut taman. Tak jauh dari kastil, ada danau kecil tempat singgah angsa-angsa yang terbang dari utara ketika datang musim semi.
Di sepanjang danau, terhampar bukit yang penuh tanaman perdu dan berri liar. Kelinci-kelinci liar kadang berlarian di taman kastil belakang. Bila di dekati, mereka ketakutan dan melarikan diri ke bukit.
Kastil itu milik bangsawan Frederik Fikriek Naraya, kakek buyut O' Hara. Beliau hanya di karuniai satu keturunan. Contessa Maribeell, istri tercinta beliau wafat setahun silam.
Sedangkan putra tunggalnya, kuliah di Berlin Jerman. Putra satu-satunya ini amat gila pendidikan. Pacaran baginya adalah hal yang tidak mungkin dilakukannya. Teman-teman kampusnya menjulukinya sebagai perpustakaan berjalan
Hal inilah yang membuat sang ayah, yang kian bertambah usia makin mengkhawatirkannya. Lalu muncul ide gilanya yang harus berhasil.
"Jhon, pergilah ke Berlin." kata beliau di suatu senja yang indah. Aroma bunga carnesia yang kuncupnya mekar tercium lembut di hidungnya.
"Lho? Untuk apa tuan?" tanya Jhon sang ajudan setianya tidak mengerti.
"Katakan kepada putraku, suruh dia pulang. Aku sakit parah!" kata beliau lagi sambil menikmati harumnya bunga carnesia.
"Tuan besar sehat-sehat saja. Kenapa harus membohongi tuan muda?" tanya Jhon yang bingung dengan perkataan tuan besarnya itu.
"Aku ingin segera menimang cucu Jhon. Apakah tidak boleh?" tanya beliau dengan serius menatap ajudannya yang masih bingung.
"Kita bicara jujur saja kepada tuan muda. Kenapa harus membohonginya?" tanya Jhon kembali.
"Bicara jujur kepada buku berjalan itu? Pasti langsung di tolak. Kamu tahu sifat tuan mudamu kan?" tanya beliau sambil mendekatkan wajahnya ke wajah ajudannya.
"Oh anu, anu itu...iya sih," jawab Jhon gugup dengan wajah malu dan merasa bersalah.
"Cepat pergilah, bawa Roger pulang!" perintah beliau tanpa bisa di bantah lagi.
Jhon Spielberg, ajudan setianya segera ke Berlin Jerman menemui tuan muda tunggalnya. Dengan sandiwara yang sudah terencana, akhirnya dia berhasil membawa tuan mudanya kembali ke Ibronk.
Sesampainya di Ibronk, terjadilah kegemparan tak terduga. Bisnis sang bangsawan diambang kehancuran. Saham-saham perusahaan anjlok dan mengalami kerugian terbesar dalam sejarah.
Perusahaannya bangkrut, hal ini membuat sang bangsawan syok berat dan akhirnya membuat sang bangsawan jatuh sakit sungguhan. Dalam kondisi ekonomi keluarga yang terpuruk, tuan muda ini mengambil langkah tegas. Mengambil alih kepemimpinan dan berhenti kuliah.
Melihat kegigihan sang putra dalam menangani perusahaan, keinginan sang bangsawan pun di pendam sementara. Tidak berani beliau utarakan. Karena beliau melihat putranya begitu fokus membenahi bisnisnya yang sudah hancur.
Tahun demi tahun berlalu. Bisnis sang bangsawan mulai pulih kembali. Di bawah kendali kepemimpinan putranya, perusahaan tersebut mulai bangkit dari keterpurukannya. Tuan muda yang berbakat dalam bisnis itu adalah Roger Verjision Naraya.
"Sungguh hebat putraku. Dalam 2 tahun mampu membangkitkan perusahaan yang bangkrut total. Istriku pasti bangga di surga sana. Melihat putra satu-satunya begitu handal dan hebat!" puji sang bangsawan kepada putranya ketika usai menemaninya makan malam.
"Papi terlalu berlebihan. Aku tidak sehebat itu. Sudah tugasku mengemban beban papi yang sudah tua," jawab Roger santai sambil meneguk air putihnya.
"Sudah sadar ya kalau papimu ini sudah tua. Rumah sebesar ini, hanya ada kau dan aku. Kapan kau menikah?" akhirnya keinginan yang terpendam lama itu, beliau utarakan.
"Belum saatnya pi, aku masih fokus membangkitkan bisnis satunya yang masih minus. Selamat malam pi," kata Roger sambil mencium pipi beliau dan berlalu.
"Huh, belum saatnya? Apa menunggu aku mati dulu?" balas beliau menggerutu dengan kesal.
"Belum ada wanita yang menarik hatiku pi," kata Roger lirih sambil meninggalkan beliau sendirian.
Waktu terus berlalu, keinginan sang bangsawan selalu diutarakan. Hingga membuat Roger risih mendengar permintaan itu. Namun takdir tidak bisa dia hindari.
Pandangannya jatuh hati kepada seorang gadis biasa yang berstatus rendah. Gadis putri dari seorang pegawai pabriknya telah mencuri hatinya. Akhirnya keinginan terpendam bangsawan yang diutarakan bertubi-tubi membuahkan hasil.
Roger memahaminya karena usia bangsawan semakin tua. Beliau pasti kesepian seorang diri di rumah sebesar itu. Beliau menginginkan cucu, yang bisa menemani hari-hari tuanya dengan bahagia.
Takdir sudah di tentukan, wanita idaman telah menunggu untuk dipersuntingnya. Wanita cantik dari desa sebelah bukit. Putri orang biasa yang bekerja di pabriknya. Meski dari kalangan orang biasa dan dari keluarga sederhana, sang bangsawan sangat senang dan merestuinya.
Pesta perkawinan nan mewah di selenggarakan. Kedua mempelai bersanding dengan wajah tersenyum bahagia. Sang bangsawan tersenyum lega. Cita-cita dan keinginannya telah terlaksana dengan sempurna.
Kisahpun berlanjut pada kehidupan pengantin baru. Kisah cinta yang sangat romantis. Rumah tangga yang harmonis. Kehidupan rumah tangga yang di dambakan oleh semua orang.
Terlalu indah dan sempurna di kisahkan. Membuat siapapun menginginkannya. Istri nan cantik seperti boneka barbie asia. Postur tubuhnya tinggi semampai, lemah lembut dalam bicara.
Rambutnya panjang, hitam legam seperti warna malam. Bola matanya hijau, sehijau savana. Istri elok nan rupawan. Wanita cantik dari desa Sean Ibronk, Oshi Melita Naraya.
Dari perkawinan itu, mereka di karuniai tiga putra berturut-turut. Si sulung berambut pirang, bermata biru..Lucas Verjision Naraya 5 tahun. Putra kedua, berambut terang bermata biru, mirip sang bangsawan, kakeknya. Frandes Verjision Naraya...4 tahun. Lalu putra ketiga, berambut hitam legam seperti rambut mamanya dan bermata biru, Arden Verjision Naraya...3 tahun.
Mereka hidup bahagia di dalam kastil itu. Sang bangsawan sangat menyayangi ketiga cucunya. Hidupnya yang dulu amat sunyi dan kesepian, kini berubah ramai dan sangat menyenangkan.
Kecerewetan Lucas yang sok pintar. Kenakalan Frandes yang membuat beliau sibuk. Dan kerewelan Arden yang membuat bising telinga. Sang bangsawan sangat menikmati hari-harinya seperti itu. Beliau menyayangi mereka melebihi apapun di dalam hidupnya.
Sangking sayangnya, beliau sampai sering bertengkar dengan putranya sendiri. Roger tidak senang melihat sang papi begitu memanjakan mereka bertiga.
Sang menantu tidak berani melerai percekcokan itu. Dia hanya tersenyum geli menyaksikan sang suami beradu mulut dengan sang papi gara-gara ketiga putranya.
Barulah mereka berhenti adu mulutnya begitu melihat senyuman bidadari di wajah cantik wanita itu. Di balik senyuman itu, tersimpan keinginan yang besar. Wanita ini menginginkan anak perempuan di dalam hidupnya.
Dia merasa, ketiga putranya lebih condong ke papa dan kakek mereka. Seolah-olah, di dalam kastil besar itu dia sendirian dan kesepian. Dia ingin merawat putrinya dengan tangannya sendiri. Dia tidak ingin pelayan yang merawatnya seperti ketiga putranya. Angan-angan itu menguasai hati dan pikirannya.
"Aku ingin sekali melahirkan seorang putri," kata Oshi kepada sang suami ketika malam tiba.
"Tiga anak sudah cukup ma, jangan sampai mama kecapaian," kata sang suami sambil memeluknya hangat dan memanjakannya.
"Aku ingin sekali pa. Aku sendiri yang akan merawatnya. Aku masih sanggup kok," jawab Oshi dengan manja.
"Besok papa ada perjalanan bisnis ke Amsterdam Belanda. Jangan sekarang ya ma?" kata sang suami sambil mencium bibir istrinya dengan nafsu.
"Tidak sulit bagiku untuk membuatmu mengabulkan keinginanku," jawab Oshi sambil melahap ciuman panas sang suami. Sang suami akhirnya pasrah dan menyerah.
Akhirnya malam itu, terjadilah adegan panas di ranjang. Keduanya menikmatinya dengan nafsu yang menggebu. Perpaduan dua hal yang sama. Keinginan sang istri yang ingin hamil lagi. Dan sang suami yang akan berpisah dengannya demi bisnis.
.
Malam itu, sepasang suami istri beradegan panas di ranjang tanpa henti. Nafsu keduanya bagaikan bara lahar gunung merapi. Melahap, menghempas dan menyesap ke bagian pori-pori yang sensitif.
Malam terlewati dan pagi pun datang menjelang. Keduanya yang hanya tidur beberapa jam, terlihat begitu kelelahan. Tapi, tugas bisnis tidak bisa di tunda. Semua persiapan sudah dilakukan.
"Cepat pulang ya sayang. Jika tidak, aku akan menyusulmu kesana." ucap sang istri dengan manja sambil bergelayut mesra di leher suaminya.
"Perjalanan kali ini cukup lama, setahun." jawab sang suami sambil mencium bibir sang istri yang makin menggodanya.
"Jika waktu masih ada, aku ingin itu lagi. Biar aku cepat hamil," balas sang istri sambil ******* ganas bibir suaminya.
"Hentikan mam, anak-anak pasti sudah bangun," kata sang suami yang ngos-ngosan menahan gejolak birahinya.
"Oke, jika mama kangen. Mama akan ke tempat papa." balas sang istri sambil beranjak dari ranjangnya.
"Jika papi ijinkan, mama boleh menjengukku ke Belanda. Anak-anak biar bersama bibi dan paman Jhon di rumah." jawab sang suami sambil beranjak ke kamar mandi.
Persiapan keberangkatan ke Amsterdam, Belanda pun selesai. Tuan Roger mencium ketiga pangerannya bergantian. Lalu mencium kening dan bibir wanita yang sangat dicintainya dengan mesra. Ketiga putranya malu dan menutup mata mereka dengan tangan masing-masing.
"Titip istri dan putra-putraku ya papi. Kalian tidak boleh bandel. Aku berangkat dulu," pamit tuan Roger kepada sang bangsawan, sambil mencium tangan beliau.
"Jaga dirimu disana. Jangan khawatirkan Oshi dan anak-anak. Jika urusan disana beres, cepat kembali." jawab sang bangsawan sambil mencium putranya itu.
Tuan Roger akhirnya berangkat setelah mencium hormat tangan sang bangsawan. Dengan pelukan hangat, sang bangsawan melepaskan putranya pergi. Dia ke bandara diantar paman Jhon.
Hari demi hari pun berlalu. Keinginan Oshi untuk hamil lagi belum tercapai. Sang suami menangani bisnis di Amsterdam setahun lamanya. Sungguh waktu yang tidak pendek baginya. Baru beberapa bulan saja, dia sudah rindu belaian dan ciuman sang suami. Apalagi keinginan untuk hamil yang keempat. Dia membutuhkan suaminya.
Sang nyonya rumah benar-benar kesepian. Dengan tekad bulat, dia minta ijin kepada sang mertua agar diperbolehkan menyusul suaminya.
"Papi, ijinkan saya menyusul Roger ya?" kata Oshi dengan memelas agar diperbolehkan menyusul suaminya.
"Pergilah, tapi anak-anak tidak boleh ikut." jawab sang mertua singkat sambil membaca koran.
"Baiklah papi, titip anak-anak ya. Saya pasti cepat kembali." jawab Oshi dengan gembira.
"Mama, aku ikut. Hikz," kata Lucas yang menahan tangis.
"Lucas harus menjaga adik-adikmu. Mama akan cepat pulang kok." cegah Oshi dengan lembut sambil mengusap rambut Lucas.
"Jangan lama-lama ya ma. Kami seperti anak yatim. Tanpa papa, sekarang tanpa mama," ucap Frandes pelan menangis disisi kakeknya.
"Ada kakek di sini. Ayo, kalian mau ke taman bermain kan?" tanya sang kakek menghibur cucu-cucunya.
"Mau kakek, asyiiik...." sahut Arden kecil dengan semangat.
"Bersiap-siaplah Oshi. Anak-anak biar aku yang urus." kata sang mertua sambil beranjak dari kursi tuanya. Beliau keluar mengajak ketiga cucunya pergi.
Oshi mengangguk, hatinya sangat tenang karena ada mertua dan para pelayan yang bisa mengurus ketiga putranya. Tekadnya sudah bulat, dia tidak akan kembali sebelum bisa hamil lagi.
Akhirnya Oshi berangkat menyusul suaminya ke Amsterdam, Belanda. Suaminya yang mengetahui kedatangan Oshi, sangat gembira. Nafsunya pun melonjak hebat.
Akhirnya setelah dua bulan bersama suaminya, Oshi positip hamil. Kehamilan yang keempat yang sangat didambakannya. Seorang putri, Oshi menginginkan bayi perempuan.
Kabar kehamilannya membuat sang mertua sangat bahagia dan gembira. Seratus cucu pun beliau mau. Tapi, sang mertua tidak tahu keinginan terpendam dari menantunya itu.
Saat di USG, janin dalam kandungan Oshi ternyata laki-laki lagi. Karena terobsesi ingin anak perempuan, timbul niat kejam Oshi untuk menggugurkan kandungannya yang sudah menginjak 5 bulan.
Mati-matian, sang suami mencegah niat kejam Oshi. Namun berbagai upaya menggugurkan telah dilakukan Oshi. Dia menelan berbagai macam pil atau obat yang bisa membuatnya keguguran.
Kehamilan yang keempat yang tidak diinginkan. Ajaib sekali, janinnya begitu kuat dan bertahan di dalam kandungannya. Seolah-olah janin itu ingin hidup meski ibunya tidak menginginkannya.
Pertengkaran demi pertengkaran sering terjadi. Hingga akhirnya sang suami menyerah dan membuat perjanjian.
"Lahirkan putraku dengan selamat. Maka aku bersumpah menjadi budakmu seumur hidupku. Apapun yang kamu inginkan, ke depannya pasti aku lakukan." kata sang suami penuh harap.
"Aku benci anak ini. Aku tidak mau melahirkannya. Yang kuinginkan adalah bayi perempuan. Bukan bayi laki-laki lagi!" kata Oshi dengan nada keras dan ketus sambil memukul-mukul perut besarnya.
"Dia adalah darah daging kita. Kita membuatnya dengan penuh cinta dan bahkan nafsumu sangat menggebu demi hamil dirinya. Jadilah ibu yang normal istriku," kata sang suami berusaha meredam kekerasan hati istrinya dan mencegah tangan itu memukul-mukul perutnya.
"Aku mau anak perempuan. Aku sudah capek melahirkan anak laki-laki terus. Tahukah papa? Selama ini aku kesepian. Ketiga putraku sudah di kuasai kakeknya. Papa gila kerja. Aku sendirian papa, aku sangat kesepian...." sahut Oshi menangis pilu dalam rengkuhan sang suami.
"Maafkan aku istriku. Aku mengerti apa yang kau rasakan. Lahirkanlah putra kita, aku sanggup melakukan apapun untukmu. Kumohon, jangan bunuh putra kita," kata sang suami lembut sambil memeluk istrinya yang menangis tiada henti.
"Baiklah papa...akan kulahirkan bayi ini. Tapi aku membencinya. Jauh-jauh aku menyusulmu kesini. Tapi dia yang hadir tanpa aku kehendaki!" jawab Oshi yang masih dongkol akan kehamilan keempatnya.
"Sungguh malang nasib putra keempatku ini. Tidak diinginkan oleh ibunya sendiri. Jika kelak dia tahu, pasti akan membencimu. Semoga dia tidak mirip denganmu!" balas sang suami dengan sedih sambil geleng-geleng kapala.
Akhirnya sang istri luluh hatinya. Meski dengan hati dongkol pada kandungannya. Hari demi hari, dia berharap cepat melahirkan agar bisa hamil lagi. Keinginannya untuk memiliki anak perempuan tidak akan pernah padam.
Sejak dalam kandungan, putra keempat ini tidak diinginkan ibunya. Bahkan berbagai cara telah dilakukan oleh ibunya untuk melenyapkannya. Namun Tuhan sangat menyayangi bayi ini. Tuhan beri kekuatan yang hebat dengan bertahan hidup di dalam kandungan sang ibu. Lalu diberi anugrah ketampanan yang sangat luar biasa yang bisa memikat semua orang.
Lalu...pada musim dingin di negri Belanda, lahirlah putra keempat tuan Roger Verjision Naraya. Kehamilan yang keempat Oshi akhirnya berakhir sudah. Bayinya lahir dengan selamat dan sangat tampan sekali. Dengan rambut emas menyilaukan dan mata hijau crystal yang sangat tajam.
Green van Verjision Naraya...nama putra keempat tuan Roger Verjision Naraya. Karena dia lahir di Belanda, nama khas negara itu disandingkan dengan namanya. Nama yang berbeda dari ketiga kakaknya. Green van yang tidak diinginkan oleh ibu kandungnya.
Kelahirannya justru membawa keajaiban. Bayi mungil berambut emas itu tidak menangis sedikit pun. Hanya tangan dan kakinya yang aktif bergerak. Para dokter dan suster yang membantu kelahirannya langsung jatuh hati pada bayi mungil itu.
Calon pria dengan ketampanan yang luar biasa. Suatu hari nanti, para wanita akan tergila-gila oleh kehadirannya. Biarpun sang ibu tidak menginginkan kehadirannya, namun dunia menginginkannya dan memujanya. Hijau Crystal si batu dingin...Green van Verjision Naraya.
Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kelahiran Green yang tidak diharapkan, membuat takdirnya kelak disukai semua wanita. Siapapun sanggup berkorban demi mendapatkan dirinya. Ketampanannya laksana sang dewa Yunani, Dewa Appolo sang Dewa Matahari.
"Lihatlah putra keempat kita mama, pangeran mungil yang tampan sekali. Dia tidak mirip aku maupun dirimu. Dia mewarisi rambut mamiku," kata sang suami sambil menimang Green mungil yang masih tidur.
"Huh!" balas Oshi singkat sambil membuang muka.
"Sungguh wanita yang tidak berperasaan. Cobalah tengok sebentar bayimu," bujuk sang suami yang memendam rasa jengkel kepada sikap istrinya itu.
"Serahkan ke pengasuhnya saja. Kemana Pamela?" tanya Oshi cuek.
"Sedang pergi belanja. Oh iya, besok kita harus kembali ke Ibronk. Papi sedang sakit. Aku kangen ketiga putraku. Pasti mereka sudah besar sekarang." kata sang suami sambil menidurkan Green ke tempat tidur bayi.
"Baiklah, Pamela juga ajak kesana. Cuma dia yang bisa urus Green. Aku tidak sudi." jawab Oshi dengan wajah bersungut-sungut.
"Iya, iya, jangan sewot terus begitu. Ayo, bersiap-siap untuk perjalanan besok. Kutinggal ke kantor dulu ya?" pamit sang suami sambil meninggalkan kecupan manis di bibir Oshi.
"Ingat janjimu, aku sudah melahirkan putra keempatmu. Jika suatu saat, kutagih janjimu....papa tidak boleh ingkar!" balas Oshi serius sambil menerima kecupan manis bibir suaminya.
Tiba-tiba ada kabar mendadak ketika tuan Roger hendak ke kantor. Sang bangsawan sedang kritis. Jantungnya kambuh dan sedang di rawat di UGD. Tanpa pikir panjang, Roger, Oshi dan Pamela berangkat ke Ibronk, Scotlandia.
Sang bangsawan menghembuskan nafas terakhirnya sebelum melihat cucu laki-laki yang keempat. Kelahiran Green sangat menyedihkan dan tidak beruntung, karena sang kakek tidak sempat melihatnya. Dia tidak dikehendaki oleh mamanya. Dan kini, dia tidak sempat mendapatkan kasih sayang dari kakeknya.
Dalam hidupnya, dia tidak mendapatkan kasih sayang siapapun. Hanya sang papa yang selalu membelanya dari kebencian sang mama. Lalu pengasuhnya, Pamela adalah bagaikan ibu kandung yang sangat mencintainya.
Tak ada tempat bermanja lagi bagi keempat pangeran Naraya. Sang kakek tersayang telah tiada. Beliau meninggal dalam damai. Karena hari-harinya di habiskan penuh rasa bahagia bersama ketiga cucunya yang sangat menyayanginya.
"Tidak ada lagi yang memanjakan kita, mama sudah punya adik bayi lagi," kata Arden sedih, yang kini berusia 5 tahun.
"Jangan khawatir, kan ada aku," jawab Frandes sambil merangkul adiknya itu, kini dia berusia 6 tahun.
"Ada aku juga, kakek sudah capek mengurusi kita. Biarkan kakek beristirahat dengan tenang ya Ard?" ucap Lucas sambil menggandeng kedua adiknya untuk meninggalkan pemakaman, kini usianya 7 tahun.
Kematian sang bangsawan Frederik Fiekriek Naraya membawa duka yang sangat mendalam. Terutama bagi putra tunggalnya dan menantunya. Di saat-saat terakhir beliau, mereka tidak berada disisinya. Beliau menghabiskan hidupnya bersama ketiga cucunya.
"Kenapa aku tidak cepat pulang? Aku sungguh seorang anak yang durhaka!!" sesal Roger sambil menangis dalam diam.
"Tuan muda jangan begini terus. Tuan besar sangat bahagia di akhir hidupnya. Karena beliau selalu ceria dan tertawa bersama ketiga cucunya. Apalagi ketika beliau tahu, nyonya melahirkan putra keempat," jawab paman Jhon dengan sabar menghibur tuan mudanya.
"Sudah berapa lama papi menyembunyikan sakitnya? Kenapa paman tidak memberitahukan hal itu kepadaku?" tanya Roger dengan penyesalan yang sangat dalam.
"Beliau sudah lama sakit. Tapi beliau melarangku untuk memberitahukannya padamu tuan muda. Beliau berjuang untuk bertahan demi ketiga cucunya." jawab paman Jhon sedih.
"Papi lebih mencintai anak-anakku daripada aku. Kekuatan cintanya kepada anak-anak memberinya kekuatan hidup hingga akhir hayatnya. Baiklah paman, sekarang aku mengerti. Trimakasih banyak, sudah setia mendampingi papiku," kata Roger sambil memeluk erat paman Jhon.
"Kalian adalah keluargaku," balas paman Jhon sambil berkaca-kaca.
Hari-hari pun berlalu. Keluarga inipun menjalani hidup dengan gigih. Segigih nyonya rumah yang masih menginginkan anak perempuan.
"Papi mertua sudah meninggal. Kedua orang tuaku juga. Rumah ini begitu sepi. Anak-anak pergi ke sekolah. Green yang kini berusia 1 tahun bersama Pamela. Suamiku gila kerja. Cuma para pelayan yang mondar-mandir di rumah ini. Tidak seru, aku sungguh kesepian seorang diri." lamun Oshi sambil mendesah memandang bunga-bunga carnesia yang kuncupnya bermekaran di rumah kaca.
"Masih ada saya nyonya," sahut bibi Greace yang tiba-tiba muncul membawakan cemilan untuknya.
"Aku ingin anak perempuan bi. Biar aku ada yang menemani. Bisa shoping berdua, bisa ke salon berdua. Dan merawat bunga-bunga ini berdua. Pasti sangat menyenangkan bila keinginanku terkabul." jawab Oshi sambil tersenyum dan tangannya memetik setangkai bunga carnesia yang masih kuncup.
"Nyonya masih muda, pasti bisa hamil lagi. Jangan menyerah nyonya." kata bibi Greace memberinya semangat.
"Aku takut bi, takut jika melahirkan bayi laki-laki lagi. Hatiku pasti syok dan tidak akan siap!" jawab Oshi sedih bercampur jengkel.
"Kehendak Tuhan adalah mutlak nyonya. Manusia hanya mampu berencana. Hasil akhir tetap Tuhan yang tentukan," kata-kata bibi Greace mengandung nasehat yang menyejukkan hati Oshi.
"Jika manusia melawan takdirnya, bagaimana bi?" tiba-tiba Oshi menanyakan hal itu dengan serius.
"Tuhan tidak akan memaafkannya. Karena takdir tetaplah takdir. Kalau nasib, manusia boleh merubahnya," jelas bibi Greace dengan detail supaya Oshi mengerti.
"Baiklah bibi, aku mengerti. Seperti bunga kuncup carnesia yang ku petik ini, dia tidak akan bisa mekar lagi. Begitulah takdirku," jawab Oshi tersenyum simpul. Senyuman itu tersimpan kesedihan dan kesepian hatinya.
"Eh?" bibi Greace jadi bengong. Tatapan heran pun kearah nyonyanya yang tertunduk lesu.
"Biarkan aku sendiri bi," kata Oshi kemudian.
"Baiklah nyonya," jawab bibi Greace yang pergi meninggalkan Oshi sendirian di rumah kaca.
Bunga-bunga tertata rapi. Bunga mawar, carnesia, dandelion, tulip dan anyelir mekar dengan indahnya. Taman bunga di rumah kaca itu seperti surga kecil bagi Oshi. Hari-harinya selalu di habiskan di tempat ini. Dia sendiri yang merawat bunga-bunga di tempat ini.
"Mama dimana bi?" tanya Lucas yang baru pulang dari sekolah.
"Kita ke tempat mama yuk," sahut Arden yang baru tiba juga.
"Mama pasti ada di rumah kaca. Mau kemana lagi mama pergi? Hanya itu tempat faforitnya," sahut Frandes yang menanggapi dengan santai.
"Kita ganti baju dulu, baru kesana," balas Lucas sambil menuju lorong kamarnya.
"Mama aneh deh kak?" kata Frandes yang heran dan ingin tahu.
"Aneh apanya?" tanya Lucas tak paham.
"Mama tidak begitu peduli dengan Green." sahut Frandes singkat.
"Hush, jangan bicara sembarangan," balas Lucas sambil menghardik Frandes untuk diam.
"Mama tidak pernah sekalipun menggendong Green sejak kembali ke Ibronk. Kasihan Green ya kak?" kata Frandes sambil terus bicara. Lucas mendadak berhenti.
"Kau benar juga. Apa yang terjadi di Belanda? Katanya cuma menjenguk papa sebentar. Ternyata hampir 2 tahun. Tahu-tahu pulang bawa Green kecil." kata Lucas menebak-nebak dan berusaha mencari jawaban.
"Apakah mungkin papa selingkuh dan Green bukan putra mama?" bisik Frandes di telinga Lucas.
"Hush!! Jangan ngawur!!" cegah Lucas langsung membekap mulut adiknya itu.
"Habisnya mama..." kata-kata Frandes terputus karena orang yang sedang mereka bicarakan muncul dihadapannya.
"Mama kenapa, hah?! Anak kurang ajar, suka membicarakan orang tua di belakangnya ya??" tanya Oshi tegas sambil menjewer telinga Lucas dan Frandes bersamaan.
"Aduuuh, ampuuun mama...ampuun," teriak Frandes yang kesakitan. Sedangkan Lucas hanya meringis. Berharap mamanya segera melepaskan telinganya.
"Apa yang sedang kalian bicarakan tentangku hah?! Ayo jawab dengan jujur!!" Oshi melepaskan jewerannya.
Dengan mata mendelik, dia tatap kedua putranya. Kedua tangannya bersedekap di dada dengan gaya wanita kuat yang tak terkalahkan di hadapan kedua putranya yang ketakutan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!