Di desa Texas yang jauh dari perkotaan dan masih banyak lahan kosong disana, tinggalah sebuah kelompok warga desa yang diberi nama Warga TexasMania.
Sebuah desa kecil yang dihuni sekitar 100 orang dengan 45 kartu keluarga. Dipimpin oleh seorang pria lanjut usia bernama Kale Lubert yang sering dipanggil kakek Kale.
2 tahun lalu, kakek Kale menerima pendatang baru. Seorang pria tampan, gagah, berambut pirang, bermata biru, terlihat sederhana dari pakaian casualnya namun tidak menutupi kharisma pria ini jika terlahir dari keluarga kaya.
Pria ini datang sebagai dokter pendatang yang akan menjadi dokter di desa TexasMania dan membeli sepetak tanah yang cukup luas milik Kale sebagai tempat klinik.
Bastian nama pria itu. Bastian saja tidak ada nama belakangnya karena ia ingin menyembunyikan identitas keluarganya, meskipun ia yakin jika warga Texas pun tidak akan mengenali siapa dirinya.
Bastian memiliki nama lengkap Sebastian Clemornat asal dari New York. Anak ketiga dari tiga bersaudara keluarga Clemornat, pengusaha tambang di Amerika.
Ia menolak untuk dijodohkan dengan anak dari rekan bisnis sang ayah sehingga Bastian nekat untuk kabur dari rumah dan memilih jalannya sendiri.
Kini, 2 tahun sudah dia menjadi dokter tampan di desa TexasMania dan menjadi primadona bagi para gadis belia hingga remaja dan ibu ibu pun sangat menyukai Bastian.
Namun sayangnya, entah kenapa Bastian sangat menutup hatinya untuk wanita seperti hidup sendiri cukup menyenangkan untuknya.
Sampai malam ini, keinginan untuk hidup sendiri, akan berubah berlahan karena insiden yang sangat mengejutkan.
Sekitar pukul 11 malam, Bastian yang memang membuka bengkel kendaraan karena selain jadi dokter, ia sangat menyukai otomotif alias menjadi montir, masih mengerjakan kendaraan mesin pertanian.
Tiba tiba, pundaknya dipegang oleh seseorang dan Bastian langsung memegang kuat tangan yang menyentuhnya tanpa izin sebagai bentuk perlindungan diri. Lalu ia pun membalikkan badan dengan lototan mata birunya yang tajam.
"SIAPA KAMU!?" teriak Bastian.
"Aaawk! Sakit!...Lepaskan aku! Aku...aku sepertinya akan melahirkan" sahut suara wanita sambil merintih.
Bastian melihat wanita itu dari atas sampai bawah sebelum Ia longgarkan genggamannya. Wanita dengan wajah berkucuran keringat serta terlihat pucat, memakai dress yang didouble cardigan tipis. Tidak membawa apa apa. Kakinya seperti dialiri air dari dalam dress.
"Siapa kamu?" tanya Bastian lagi dengan suara lebih lembut setelah melepaskan tangan wanita itu.
"To..long..aku.." lirih wanita itu sambil memegang perutnya.
Bastian kembali melihat bawah kaki wanita itu yang sudah basah.
"Hmm ketuban mu sudah pecah" ucap Bastian datar.
"Sepertinya be...gi...tu.. aku sudah berjalan..sekitar 5km untuk bisa sampai sini" lirih wanita itu yang masih mengusahakan menjawab pria yang ia temui.
Bastian menarik nafas panjang. Sepertinya malam ini ia harus membantu persalinan wanita yang tidak ia kenali.
"Duduk lah, disofa itu, aku akan membersihkan diriku dulu. Tahan dan jangan mengejan atau berteriak saat kontraksi datang" intruksi dari Bastian lalu ia berdiri dan masuk keruangannya.
Wanita itu berjalan pelan menuju sofa yang dimaksud. Lalu ia menyandarkan tubuhnya disana. Cardigan yang sudah basah dengan keringat pun ia lepaskan, karena sangat gerah untuknya saat ini.
Ia pun mengatur nafas teratur untuk menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat kontraksi datang.
Ia lebarkan kakinya karena ia sudah merasa ada yang mendesak untuk ia keluarkan. Wanita itupun melepas cd nya yang sudah sangat basah oleh air ketuban. Lalu ia letakkan di lantai samping sofa.
Sekitar 10 menit, akhirnya Bastian datang dengan pakaian casual yang bersih tidak seperti tadi yang kotor oleh oli mesin dan kotoran lainnya. Ia pun membawa selimut dan baskom air hangat.
"Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Bastian.
"Hmm,...aku bisa...menahan kontraksinya" jawab wanita itu.
"Siapa namamu?" tanya Bastian lagi karena ia tidak ingin menolong pasien tanpa mengetahui namanya.
"Li...li... namaku liliana" jawab wanita itu.
"Oke, lili. Aku izin akan melihat jalan lahirmu" ucap Bastian.
Sebelum ia melakukannya, matanya tak sengaja menatap ada sebuah kain terlihat seperti cd yang basah.
"Ternyata sudah kamu lepaskan penutup jalan lahirmu. Aku tidak perlu susah payah untuk melepaskannya" ujar Bastian.
Lili hanya diam saja dan tetap mengatur nafas.
Saat ia merasakan tangan dingin pria yang belum ia kenal itu menyentuh intinya. Lili baru beraksi dan memundurkan tubuhnya, membuat Bastian kembali menegakkan tubuh.
"Apa..apa yang..kamu lakukan?" tanya Lili dengan nafas tersenggal senggal sambil merapatkan kakinya meskipun sangat tidak nyaman.
Bastian mengerutkan keningnya. Apa yang dilakukan dokter saat melihat dan memeriksa jalan lahir jika tidak menyentuh untuk mengukurnya.
"Membantu mu melahirkan lah, apalagi" jawab Bastian dengan ekspresi dingin membuat Lili jadi ragu ragu meminta bantuan pria yang tidak ia kenali ini meskipun tampan.
"Ka..mu beneran..bisaaa bantu?" tanya Lili lagi sambil kembali merileksakan kakinya untuk terbuka.
Bastian lagi lagi menghela nafas panjang.
"Ya sudah kalau tidak mau dibantu. Aku pun tidak rugi. Kamu yang datang sendiri kesini. Lahirkan anakmu sendiri, aku akan masuk ruanganku. Ini baskom air hangatnya. Semoga sukses" jawab Bastian cepat lalu memutar balik tubuhnya dan hendak berjalan meninggalkan wanita itu sendiri.
"Berhenti..jangan tinggalkan aku.. tolong aku" ucap Lili membuat Bastian pun kembali menatap wanita itu.
"Kalau begitu, biarkan aku melakukan tugasku. Pembukaanmu hampir lengkap. Jadi jangan banyak protes" sahut Bastian.
Lalu ia pun tetap kembali hendak berjalan menjauhi Lili membuat wanita itu panik.
"JANGAN PERGI! AKU MOHON!!" teriak wanita itu membuat Bastian kembali menatapnya.
"Aku akan mengambil peralatanku yang lain. Atur emosimu dan atur nafasmu" sahut Bastian lalu kembali berjalan menuju ruangannya yang ternyata terhubung dengan rumahnya.
Tak lama kemudian, ia kembali dengan kotak peralatan dokter.
Lili hanya bisa memandangi dengan tatapan yang sulit diartikan sambil menahan sakitnya.
Bastian memakai handscoon/sarung tangan yang berbahan latex.
"Siapa pria ini sebenarnya?" batin Lili.
Namun tiba tiba ia merasakan kontraksi kuat dari perutnya yang tidak ia bisa tahan lagi.
"Aaaaakh!! Sakit!!" teriak Lili.
Bastian masih santai saja mendengar teriakan pasien yang entah dari mana asalnya.
Namun seperti dokter profesional, ia langsung mengecek kembali jalan lahir dan ternyata sudah lengkap. Terlihat ada bagian rambut bayi yang sudah terlihat.
"Oke! Sudah waktunya" ujar Bastian sambil menatap Lili dengan kedua tangannya melebarkan kedua kaki wanita yang akan melahirkan itu dan sedikit diangkat keatas. Tapi tidak semesum itu si Bastian karena bagian jalan lahir tertutup oleh selimut jadi tidak terlihat secara terbuka.
Bastian meletakkan kedua tangannya dibawah selimut untuk bersiap siap menangkap bayi yang akan keluar.
"Saat merasakan dorongan lagi, mengejanlah tanpa berteriak. Dorong dari dalam" perintah Bastian.
"Hmmmmm" deheman Lili seakan mengerti.
Tak lama kemudian, kontraksi kuat kembali datang membuat Lili terpaksa harus berpegangan di tepi sofa sangat kuat.
"Hhhhhhhhhmmmmmmp!!!" suara teriakan yang tertahan sambil mengejan kuat.
"Kepala bayinya udah ditanganku, dorong sekali lagi" instruksi Bastian sambil menatap Lili yang juga menatapnya.
"Hmmmmmmmmmmmpppppp!!! Aaakh!!!" akhirnya Lili berteriak diakhir saat merasakan sesuatu sudah keluar dari intinya.
"OOOOEEEEK OEEEEEK" suara tangisan kencang terdengar bersamaan dengan tubuh Lili yang sudah lemas bersandar di sofa.
Bastian mengeluarkan bayi itu dari bawah selimut dan ia gendong.
"Putrimu sangat cantik. Tangisannya kencang, dia sangat sehat" ucap Bastian sambil tersenyum menatap Lili lalu menatap bayi yang ia gendong.
Lili hanya tersenyum tipis karena tenaganya sudah sangat habis. Berjalan 5km dengan kondisi akan melahirkan sangat sangat menguras kekuatannya lalu ditambah melahirkan bayi.
Sepertinya Lili akan pingsan namun suara tangisan keras bayinya yang tiba tiba terdengar sangat dekat dengannya, membuatnya kembali sadar.
Bastian sengaja meletakkan bayi itu didada sang ibu karena melihat Lili akan kehilangan kesadaran.
"Tolong pegang bayinya sebentar. Biarkan dia didadamu dan dekat dengan detak jantung ibunya" ucap Bastian.
"Aku akan menyelesaikan tugasku untuk merawatmu pasca melahirkan" lanjutnya.
Lalu Bastian mengambil gunting untuk memotong tali pusar sang bayi. Plasentanya sudah keluar.
Bastian menyelesaikan tugasnya dengan menjahit jalan lahir Lili yang sedikit sobek.
Lili memegang putrinya dan menepuk punggung sangat pelan. Meredakan tangis si bayi.
"Done! Waktunya bersihin bayinya" ucap Bastian sambil mengambil kembali bayi dari dada Lili.
"Istirahatlah sebentar. Tanganku cuma 2, aku harus bergantian mengurus kalian" lanjutnya.
Lalu ia menggendong bayi cantik milik Lili masuk ke ruangannya.
Sekitar 15 menit kemudian, Bastian kembali tanpa menggendong bayi.
Ia berjalan menghampiri Lili yang sepertinya sudah tertidur karena kelelahan.
Tanpa mengeluarkan suara, Bastian menggendong Lili menuju rumahnya melalui ruangan di bengkel itu.
Ia membawa Lili menuju bathup kamar mandi yang ia miliki.
Tubuh lili langsung ia masukkan ke bathup yang sudah terisi air hangat hingga membuat wanita itu terbangun dari tidurnya.
"Mandilah. Bersihkan dirimu dan sisa sisa darah dari tubuhmu. Tidak mungkin aku memandikanmu kan?" ucap Bastian.
Lili pun hanya mengangguk.
Bastian keluat kamar mandi.
Lili mulai melepaskan dressnya lalu membersihkan tubuhnya meskipun bagian intinya masih terasa sakit.
Ternyata di kamar mandi, Bastian sudah menyiapkan dress bersih untuk wanita entah milik siapa beserta dalaman, dan ada pembalut besar untuk wanita selepas melahirkan.
Lili yang sudah merasa tubuhnya bersih, berdiri dengan hati hati dan keluar dari bathup lalu mengambil handuk yang ada didekatnya.
Lalu matanya menyorot perlengkapan wanita yang sudah disiapkan Bastian. Dengan keheranan Lili pun mendekat kearah westafel dimana semua tersiapkan rapi untuk ia pakai.
"Siapa dia? Apakah dia benar benar dokter? Tapi kenapa malam malam jadi montir?" lirihnya.
Dengan banyak dugaan dipikirannya, Lili memilih memakai dalaman lalu dress karena tubuhnya tiba tiba merasa dingin.
Tidak lupa ia memakai pembalut karena ada darah nifas yang akan ia keluarkan untuk beberapa hari kedepan.
Setelah berpakaian rapi, ia keluar kamar mandi sambil membawa baju kotornya.
Ternyata kamar mandi yang ia pakai berada di sebuah kamar dan sepertinya milik seorang pria. Dan diranjang yang ia tatap sekarang, terlihat ada bayinya yang sudah tidur.
"Buang saja bajumu itu. Sudah tidak layak pakai" suara datar Bastian membuat lamunan Lili buyar.
Bastian baru masuk kamar sambil membawa nampan berisi 1 mangkuk dan segelas susu.
"Hmm, aku..aku tidak memiliki pakaian lagi" sahut Lili gugup.
Karena saat ini ia tidak terlalu kesakitan seperti tadi, Lili bisa melihat bagaimana tampannya Bastian dan aroma wangi maskulin dari tubuh pria itu.
"Dirumah ini masih ada beberapa dress milik perawat. Nanti pagi kamu bisa meminjam langsung padanya" ucap Bastian namun malah membuat Lili terpana dengan pria yang sudah menolongnya.
"Tidak..tidaak...hilangkan pikiran ini. Mana ada pria tampan sepertinya mau dengan wanita yang tidak jelas asal usulnya sepertiku yang tiba tiba datang lalu melahirkan didepannya. Aku tidak akan jatuh cinta padanya. Cinta hanya membuatku sakit" batin Lili.
"Kenapa melamun? Kamu mau berdiri disana terus hah? Anakmu butuh asi sebelum dirinya akan bangun dan menangis" ujar Bastian.
"Ah..iya.. maafkan aku. Dimana tempat sampahnya?" tanya Lili kembali gugup.
"Diluar kamar" jawab singkat Bastian sambil menaruh nampannya di nakas sebelah ranjang.
Lili kembali masuk ke kamar setelah membuang dressnya.
"Kemarilah, makanlah dulu. Pasti kamu lapar setelah melahirkan bayi cantik ini" ucap Bastian sambil duduk di tepi ranjang dan mengamati putri kecil milik Lili.
Entah kenapa bayi cantik ini seolah olah membius hatinya. Baru kali ini Bastian sangat terpesona melihat bayi yang ia bantu lahirkan. Rambut bayi perempuan ini mengingatkannya dengan warna rambut aslinya yaitu coklat tua tidak pirang seperti sekarang.
Lili berjalan pelan mendekati ranjang.
"Duduklah di kursi itu" suruh Bastian sambil menujuk sofa kecil disebelah nakas.
Lili tak bersuara dan hanya mengikuti intruksi pria yang belum ia ketahui namanya.
Ia pun mengambil mangkok berisi bubur ayam dan duduk di sofa.
Sebelum makan, Lili mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih, anda sudah membantuku melalui malam yang begitu menyakitkan serta membahagiakan untukku. Terima kasih sudah membantuku mengeluarkan putri ku" ucapnya.
"Makanlah dulu baru berterima kasih" sahut dingin Bastian.
Lili pun jadi malu dan sungkan untuk memulai memakan bubur ayam itu. Melihat Bastian yang dingin kepadanya ditambah, pria itu tidak ikut makan.
"Makanlah. Jangan menatapku seperti itu" celetuk Bastian yang menyadari jika Lili belum juga makan.
"Anda...tidak makan..?" tanya Lili kembali gugup.
"Aku tidak makan makanan pasien. Sekali lagi makanlah, atau aku akan mengambil mangkok itu jika tidak segera kamu makan" jawab Bastian sambil menatap tajam Lili.
Wanita itupun merasa ketakutan dan akhirnya segera melahap bubur ayamnya. Karena jujur dia memang sangat lapar.
Lili tak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan semangkuk bubur.
"Minumlah susunya" suruh Bastian lagi saat melihat Lili sudah menyelesaikan makannya.
Lili pun meraih gelas berisi susu dan meneguknya sampai habis.
"Apakah kamu sudah belajar menyusui bayi?" tanya Bastian yang terdengar vulgar di telinga Lili.
"Pria ini" batinnya.
"Hmmm, ya.. aku sudah belajar melalui youtube" jawab Lili.
"Baiklah, aku akan diluar. Cobalah susui anakmu" sahut Bastian lalu berdiri dan berniat keluar kamar. Sebelum itu ia mengambil nampan yang berisi mangkok dan gelas kosong.
"Eh..biar aku saja yang membawanya keluar" ujar Lili yang berusaha merebut nampan dari tangan Bastian.
"Aku bilang susuin putrimu itu sebelum dia menangis kencang karena kehausan" sahut Bastian sambil menarik nampannya dan berhasil membawa keluar kamar.
Lili tak berkutik melihat punggung Bastian saat keluar kamar dan menutup pintu.
Kini ia berdua saja bersama putrinya.
"Hello, putri momi. Kamu sangat cantik sayang. Terima kasih kamu bisa bertahan malam ini" ucap Lili sambil meraih bayinya untuk ia gendong.
Lili menyandarkan punggungnya di kepala ranjang dan mulai membuka kancing atas dressnya.
Ternyata Bastian pintar memilih dress untuk ibu menyusui.
"Pria itu benar benar mengerti kondisi wanita pasca melahirkan" lirihnya sambil menatap pintu kamar yang tertutup.
Saat Lili mulai mempraktekkan apa yang dia pelajari dari youtube, ia merasa kesusahan mengarahkan pucuk coklat sumber asinya kemulut sang bayi. Hingga suara tangis bayi mungil itu terdengar.
"Huussst...sayaaaang...ayo minumlah..kenapa kamu tidak mau meminumnya?" gumam Lili jadi panik sendiri.
Bayi yang terbangun dari tidurnya ditambah lagi mungkin kehausan semakin menjadi jadi untuk menangis.
Ceklek.
Suara pintu terbuka.
Bastian pun masuk kembali ke kamar.
Lili langsung menutup asetnya yg terbuka.
"Hmm katanya udah belajar, kenapa tidak bisa membuat bayimu meminum susu?" celetuk Bastian sambil berjalan mendekat.
"A..aku..tidak tau..kenapa dia tidak mau meminumnya" sahut Lili gugup.
Entah kenapa setiap mendengar Bastian berbicara dirinya menjadi gugup.
"Belajar di youtube tidak seperti praktek secara langsung" ujar Bastian sambil meraih bayi mungil digendongan ibunya.
Lili lagi lagi takjub melihat kemampuan Bastian bersama bayi.
Bayi itu langsung diam.
"Kenapa dia bisa diam digendongan anda?" tanya Lili.
"Karena dia nyaman bersamaku" jawab Bastian.
"Coba kamu taruh bantal di paha mu sebagai alas bayi ini menyusu" lanjutnya.
Lili lagi lagi hanya mengikuti instruksi pria itu.
"Buka lagi atas dressmu itu" suruh Bastian lagi dengan santainya namun untuk Lili ia jadi malu.
"Apa kamu tidak mendengarku? Bagaimana bayimu bisa menyusu jika sumbernya kamu tutupin oleh kain?" lanjutnya beberapa saat ketika melihat Lili hanya menatapnya diam.
"Aku tidak tertarik melihat pa**dara wanita menyusui selain milik istriku" lanjutnya lagi membuat Lili mengernyitkan keningnya.
"Oh, dia sudah menikah" batin Lili sedikit kecewa.
Barulah dia membuka salah satu asetnya.
"Shit!" batin Bastian berusaha tidak menatap gundukan yang menyembul keluar itu dan menaruh bayi cantik yang belum diketahui namanya itu di atas bantal. Lili meraih putrinya.
Ia pun berusaha untuk tidak terlihat mesum didepan pasiennya. Baru kali ini, ia melihat pay**ara ibu menyusui secara langsung karena selama 2 tahun praktek di Texas, perawatnya lah yang membantu pasien pasca melahirkan.
"Posisi seperti ini memudahkan bayi terangkat untuk meraih sumber makanannya. Arahkan milikmu dekat hidung bayi. Biarkan dia mencari sumber makanannya sendiri dengan mulut mungilnya" instruksi Bastian.
Lili melakukan apa yang dikatakan Bastian.
Hap.
Bayi cantik itu berhasil menyedot makanannya dengan kuat dan berhasil membuat Lili meringis kesakitan.
"Lama lama kamu akan terbiasa" ucap Bastian, lalu ia berniat keluar kamar.
"Sekali lagi terima kasih" sahut Lili.
"Hmmm" deheman Bastian mewakili.
Lagi lagi baru saja selangkah berjalan, Lili bersuara menghentikan langkah kakinya.
"Aku tidak tau nama anda. Bisa kah anda memberitaukan nama anda?" tanya Lili.
"Bastian" jawab singkat pria itu lalu keluar kamar.
Lili tersenyum saat mengetahui nama pria yang sudah menolongnya.
"Bastian. Nama pria itu Bastian" gumamnya.
Lalu ia pun kembali menatap putrinya yang dengan tenangnya menyusu padanya.
"Hey baby girl.. momi harus kasih nama kamu siapa ya? Hmmm" tanyanya pada sang bayi.
"Baiklah, Paman Bastian yang akan memberikanmu nama. Dia yang telah membantu momi membawamu ke dunia ini dengan selamat" ucapnya lagi.
Lili sangat menyukai wajah putrinya yang mirip dengannya, namun ada rasa heran dengan warna rambut bayinya itu yang lebih ke warna gelap padahal dirinya berambut pirang ditambah lagi rambut pria yang sudah menghamilinya itu juga coklat muda.
Tapi lagi lagi ia tetap bersyukur wajah putrinya tidak mirip pria yang ia kira ayah dari bayi tersebut.
"Syukurlah kamu tidak mirip pria bajingan itu" batin Lili.
Setelah merasa putrinya tidak menyusu lagi, ia lepaskan mulut sang bayi dari sumber susu. Lalu menaruh bayi itu disampingnya.
Karena cukup lelah, tak lama kemudian wanita yang baru saja menjadi ibu baru itu akhirnya ikut tertidur.
Hari semakin terang, Lili begitu lelap dalam tidurnya hingga suara tangisan sang putri tidak membangunkannya.
Bastian yang mengambil bayi yang belum bernama itu keluar kamar untuk menenangkannya.
"Astaga, Mas Dokter! Bayi siapa ini!" seru salah satu perawat di klinik Bastian saat baru datang.
"Husst! Jangan keras keras ngomongnya, nanti nangis dia, El" sahut Bastian.
"Hehe, maaf. Kaget aja kapan Mas Dokter punya bayi. Padahal kemarin masih bujang" goda perawat yang terlihat lebih tua dari Bastian.
"Apakah tadi malam ada pasien mendadak, Dok?" tanyanya lagi.
"Hmm, iya. Entah darimana wanita itu datang, tadi malam tiba tiba masuk bengkelku sudah pembukaan 9" jawab Bastian jujur.
"Wah! Mas Dokter jadi pahlawan!" seru perawat itu lagi.
"Daripada kamu menggodaku terus Ella, lebih baik kita siap siap buka klinik" alih Bastian.
"Iya hehe.. jadi penasaran siapa wanita itu" goda Ella.
Tak lama kemudian, ada perawat lain yang datang.
"Selamat..." sapa perawat yang baru datang terpotong saat melihat Bastian menggendong bayi.
"Dok..bayi siapa ini?" tanya perawat yang lebih muda dari Bastian tapi terlihat jari manisnya ada cincin.
"Anak pasien, mana mungkin anakku" jawab dingin Bastian.
"Hehe, mungkin saja sih Dok, karena ketampananmu, banyak wanita yang ingin memiliki anak denganmu" goda perawat itu.
"Eheeem eheem, kamu bilang apa sayang?" tiba tiba ada suara pria dari belakang.
"Bercanda suamiku. Aku cuma kaget aja Dokter Tian tiba tiba gendong bayi didepan rumah" sahut perawat itu malu ternyata omongannya didengar oleh sang suami yang juga bekerja bersama Bastian.
Bastian yang mendengar percakapan suami istri didepannya hanya tersenyum tipis.
"Ji, tolong kamu selesaikan mesin Pak Kale ya. Tadi malam aku tidak bisa menyelesaikannya, tinggal sedikit" ucap Bastian kepada suami perawat muda.
"Siap, bos!" seru Jimo, sang karyawan.
"Dan kamu, Vio. Bantu Ella untuk siap siap buka klinik ya" ujar Bastian.
"Oke, Mas Dokter" sahut Vio.
Bastian kembali berdua dengan bayi yang belum diberi nama itu untuk berjemur.
Ketika pukul 10 pagi, barulah Lili bangun. Ia terkejut saat melihat disampingnya tidak ada bayi.
Namun ia berusaha tidak panik karena ada Bastian.
Dengan berlahan ia turun dari ranjang lalu menuju kamar mandi untuk cuci muka.
Setelah itu, ia keluar kamar.
"Sepi. Kemana Bastian membawa anakku?" lirihnya mulai panik.
Lalu ia mendengar suara sedikit ramai dari ruangan disamping rumah yang ia huni saat ini.
Pintu slide ia buka dan ternyata banyak orang yang sedang mengerumuni seorang bayi. Sepertinya bayi Lili disana.
Ketika pintu terbuka, banyak pasang mata yang menatap Lili yang terlihat kebingungan.
"Ini dia! Ibu bayi cantik ini!" seru salah satu orang disana.
"Ternyata ibunya sangat cantik, mangkanya putrinya juga cantik" sahut yang lain.
Mereka semua tersenyum kearah Lili.
Ella yang bisa memahami perasaan Lili pun mendekat.
"Jangan khawatir, kami semua adalah keluarga didesa ini. TexasMania selalu menerima pendatang baru yang memang tidak memiliki niat buruk untuk datang kesini" ucapnya.
Lili masih menatap penuh waspada pada Ella.
"Kenalkan, aku adalah Ella. Perawat di klinik ini" ucap Ella lagi memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.
Lili pun bisa melihat ketulusan wanita dihadapannya itu, lalu ia pun menerima jabatan tangan dari Ella.
"Perkenalkan, nama saya Lili" lirihnya.
"Nama yang sangat cantik seperti nama bunga" sahut seorang wanita yang sudah tua mendekat kearah Lili.
"Perkenalkan, saya nenek Kale, istri dari kakek Kale, tetua dari desa ini. Selamat datang di desa TexasMania" sapa nenek itu.
"Terima kasih" lirih Lili dengan senyuman tipis.
"Kata Dokter Bastian, bayi cantik ini belum diberi nama oleh ibunya jadi akan kamu beri nama siapa?" tanya Nenek Kale.
Lili terlihat kebingungan, lalu matanya menemukan sosok pria yang telah membantunya tadi malam.
"Americana Basta" ucap Lili sambil memandang Bastian yang sedang meminum kopi dicup.
"Wow cukup unik!" sahut Ella menyambut nama dari bayi cantik yang dilihat banyak orang itu.
Bastian yang mendengar nama bayi yang disampaikan Lili hanya tersenyum tipis lalu kembali masuk keruangannya.
Akhirnya seharian ini Lili belajar menggendong dan menyusui dengan banyak ibu ibu maupun perawat.
Bastian sibuk memeriksa pasiennya hingga sore hari.
Kini hari sudah gelap, klinik pun tutup. Ella dan Vio sudah pulang kerumah masing masing bersamaan dengan tidak ada pasien yang mengantri.
Lili baru saja menidurkan Cana. Yap, nama panggilan yang disepakati banyak orang dari Americana menjadi Cana, Baby Cana.
Setelah itu, Lili keluar kamar untuk berbicara dengan Bastian.
Diruang tengah tidak ada orang, Lili sudah bisa menduga jika pria itu berada di bengkel.
"Dok" panggil Lili saat sudah berada di bengkel namun belum menemukan keberadaan pria yang ia cari.
"Dokter Bastian" panggilnya lebih keras lagi.
"Ada apa?" sahut Bastian yang mengagetkan Lili karena tiba tiba berada di belakangnya.
"Astaga!" seru Lili sambil memegang dadanya.
"Emang aku hantu sampek kamu kaget begitu?" tanya Bastian datar.
Lili memundurkan kaki selangkah kebelakang.
"Ma..maafkan aku" jawab Lili dengan permintaan maaf.
Senyuman menyeringai dari bibir Bastian terlihat.
"Ngapain kamu minta maaf. Aku kan tanya, kenapa kamu kaget melihatku padahal kamu yang memanggilku" ujar Bastian.
"Anda tiba tiba muncul dari belakangku, jadi wajar jika saya kaget" sahut Lili ketika sudah tenang kembali.
Bastian pun berjalan menuju kendaraan yang ia perbaiki sambil menanyakan tujuan Lili datang mencarinya.
"Ada apa mencariku?" tanya pria itu datar sambil tangannya beraksi dengan mengotak atik mesin.
"A..aku aku ingin mengucapkan terima kasih kepada anda, dok. Mungkin besok aku akan pergi dari sini karena kami tidak ingin lebih lama merepotkan anda" jawab Lili gugup.
Tangan Bastian seketika diam saat mendengar apa yang diucapkan wanita itu. Lalu menatap Lili dengan tajam.
"Kenapa kamu gugup seperti itu setiap berbicara denganku? Apa aku menakutimu? Apa aku terlihat seperti penjahat?" tanya Bastian.
"Tidak..tidak seperti itu.. aku hanya malu berhadapan dengan anda" jawab Lili sambil menundukkan kepala.
Tangan kekar dan kotor oli hitam milik Bastian terulur untuk menyentuh dagu Lili agar terangkat kembali.
"Baru ini ada wanita yang takut denganku. Biasanya mereka langsung menggodaku dan berkata manis didepanku" ujar Bastian dengan senyuman smirk.
Seperti terbius, Lili menatap wajah Bastian dengan damba.
Lamunannya buyar saat tangan Bastian tidak lagi menyentuh dagunya.
"Maafkan aku, membuat dagumu kotor" lanjut Bastian saat melihat dagu Lili ada hitam hitamnya.
"Tidak apa apa, bisa aku bersihkan" sahut Lili.
"Apakah cuma itu tadi yang ingin kamu katakan kepadaku?" tanya Bastian.
"Iya, dok. Aku tidak bisa tinggal lebih lama disini karena akan merepotkan anda dan para warga" jawab Lili.
"Apakah kondisimu benar benar sudah membaik? Apakah kamu akan berjalan dibawah terik matahari sambil menggendong Cana?" tanya Bastian.
"Sudah, dok. Aku akan mencari tumpangan dari sini menuju kota terdekat. Barulah aku bisa kembali menata hidupku disana bersama putriku" jawab Lili.
"Hmmm, tapi sebelum kamu pergi dari sini, seharusnya kamu menanyakan biaya atas persalinanmu dan menginap disini selama 2 hari sampai besok, dikamarku lagi" sahut Bastian membuat Lili sadar jika memang seharusnya pria ini mendapatkan uang darinya sebagai jasa.
"Ah, maafkan aku. Aku sangat bodoh sampai tidak memikirkan hal ini" ujar Lili dengan raut wajah bersalah. Dia tidak menanyakan karena ia tidak memiliki uang sepersen pun.
Bastian diam saja menatap wajah takut Lili.
"Jadi berapa yang perlu aku bayar untuk proses persalinan dan biaya menginap?" tanya Lili.
"Berapa ya? Kamu datang tengah malam saat aku seharusnya beristirahat. Aku membantumu melahirkan di bengkelku. Aku membantu menenangkan bayimu. Menyiapkan kebutuhanmu selama 2 hari hingga besok. Menurutmu seharusnya aku mendapatkan bayaran berapa?" balik tanya Bastian membuat Lili serba salah.
"Sampaikan saja berapa nominalnya. Aku akan membayarnya meskipun akan membutuhkan waktu untuk itu. Anggap saja aku berhutang atas hidupku dan putriku. Pasti aku bayar" jawab Lili dengan lugas.
Kini ia tidak takut lagi menghadapi Bastian karena ia sadar jika dirinya tidak boleh lemah. Jika lemah karena keberadaan lelaki seperti mantan tunangannya yang sangat kurang ajar menurunkan dia tadi malam saat dipinggi jalan, ia akan diinjak injak oleh laki laki itu.
"Baiklah, aku memberikanmu biaya 5000 dollar USD" sahut Bastian dengan bangga.
Mata Lili langsung menatap tajam Bastian.
"5000 DOLLAR USD?!!" tanya Lili dengan suara tinggi.
"Apa anda berusaha memerasku, dok?! Apa aku terlihat begitu bodoh di matamu karena melihat kondisiku?" lanjutnya.
"Hah memerasmu? Tidak sama sekali. Itu harga jasa ku menyelamatkan nyawa 2 orang" jawab Bastian yang cukup terkejut melihat perlawanan Lili.
"Ternyata dia tidak selugu itu. Tapi kalau bodoh sih kayaknya iya, buktinya dia bisa melahirkan ditempat yang tidak ia ketahui menjadi bukti bahwa ia sudah dibodohi oleh kekasihnya" batin Bastian.
Lili terdiam. Jika dirinya masih berstatus putri keluarga kaya sebelum memilih mantan kekasihnya yang bajingan itu, 5000 Dollar USD tidak ada artinya.
Ia pun menghela nafas panjang.
"Baiklah. Beri aku waktu satu bulan, setelah aku sampai kota. Aku akan datang kembali kesini sambil membawa uang itu" ucap Lili terdengar dengan nada berbeda.
"Oke. Aku tunggu satu bulan" sahut Bastian.
Lalu Lili sudah tidak mood berbicara dengan pria itu setelah merasa diperas. Ternyata memang dimana mana pria sama saja memanfaatkan wanita untuk kesenangan mereka saja.
Baru beberapa langkah, Lili berhenti karena mendengar ucapan Bastian.
"Atau aku akan melunaskan hutangmu itu sebesar 5000 Dollar USD itu jika kamu menikah denganku" ucapnya membuat Lili berbalik menatap Bastian.
Lili menatap tak percaya pria dihadapannya ini.
"Gila nih orang! Maunya apa nikahi aku?" batin Lili.
Mereka saling tatap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!