Selamat datang di kehaluanku selanjutnya. Yang suka genre perselingkuhan yuk merapat.
Sebelumnya aku kasih visual dulu ya.
Happy reading 💕
...Vino Bimantara...
...Renata Geraldine...
...****************...
......................
...----------------...
Seorang pria dengan wajah indo dan juga tampan rupawan tengah membereskan barang-barangnya di apartemen barunya. Sebelum membenahi ruangan lain, ia membenahi satu ruangan terpenting baginya, ruang untuk menyimpan segala macam hal mengenai kamera dan hasil jepretannya.
Vino Bimantara nama pria itu. Ia seorang pria muda yang berprofesi sebagai fotografer dan juga karyawan di sebuah travel agent. Usianya baru 23 tahun. Vino memutuskan untuk merantau ke Bali untuk mencari suasana baru, setelah ia menyelesaikan kuliahnya di ibukota.
Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu apartemennya. Vino pun meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan melangkah menuju pintu dan membukanya. Berdiri pria pertengahan 40 tahunan di sana.
"Om Haris?" sapa Vino merasa tidak yakin.
"Iya, gua Haris. Gimana udah pindahannya?" sapanya dengan nada yang akrab.
Pria bernama Haris itu pun masuk ke apartemen Vino yang masih berantakan oleh dua dus besar berisi barang-barang miliknya.
"Barang lu cuma segini?" tanya Haris.
"Iya. Gua gak banyak bawa barang. Cuma yang penting-penting aja," sahut Vino. "Mau minum apa, Om?" Vino berjalan menuju dapurnya dan membuka kulkas. Tadi ia memang membeli beberapa kaleng minuman dan menyimpannya di dalam sana.
"Gak usah. Gua cuma nengokin lu aja. Rendra udah bilang buat nitipin lu sama gua di sini."
"Dasar Om Rendra kayak gua anak kecil aja," gumam Vino.
"Eh, entar sore lu dateng ya ke taman bawah. Anak gua ulang tahun. Ada pesta kecil-kecilan. Gua ngundang tetangga-tetangga apartemen sama temen-temen anak gua di sekolah SDnya. Lu dateng ya?"
Vino menimang-nimang, pesta ulang tahun anak SD? Sepertinya bukan tempat yang menyenangkan baginya.
"Lihat nanti ya, Om. Masih harus beres-beres deh kayaknya. Besok gua 'kan mulai kerja," tolak Vino dengan halus.
"Lu makan doang aja ntar, terus pulang lagi. Gak apa-apa kok. Semua orang di apartemen ini gua undang. Sekalian lu kenalan sama tetangga-tetangga di sini."
Vino pun tak bisa menolak, "okay deh ntar gua datang."
"Nah, gitu dong. Ya udah gua pulang dulu. Kalau ada apa-apa lu bisa datengin apartemen gua di atas. Tinggal naik 1 lantai."
Mereka pun kini berada di depan apartemen Vino lagi, "thanks ya, Om."
Tiba-tiba seorang pria yang lebih muda dari Haris datang dengan langkah terburu menuju apartemen yang berada tepat di sebelah unit apartemen Vino. Pria itu berkacamata, menggunakan kemeja lengkap dengan dasi, khas karyawan kantoran.
"Eh Vin, tumben jam segini udah pulang?" sapa Haris pada pria itu.
"Mas Haris," sapa pria itu sambil membuka kunci apartemennya. "Gua mau dinas ke Singapura. Jadi ini pulang mau siap-siap terus langsung pergi lagi."
"Gak akan dateng dong lu ke acara anak gue?" ujar Haris agak kecewa.
"Sorry banget. Tapi Renata sama Nathan pasti dateng, Kok."
"Ya udah, gimana lagi. Semenjak jadi manager sibuk bener nih tetangga gua yang satu ini."
Pria itu terkekeh, "yah, lumayanlah, Mas. Tapi nambah kerjaan juga jadinya."
"Yang penting gaji naik," ujar Haris lagi. "Eh, kenalin ini tetangga baru kita. Sebelahan nih unitnya sama lu. Dia keponakan yang udah dianggap anak sama Bos gua. Kerja sama gua mulai besok di travel. Namanya Vino."
Vino pun yang sejak tadi terdiam menyimak keduanya mengobrol pun mengulurkan tangannya, "Vino."
Pria itu menyambutnya, "Gavin. Salam kenal," Vino hanya tersenyum ramah.
"Gavin ini bakal jadi tetangga lu paling deket, Vin. Jadi selain sama gua, lu bisa juga kalau ada apa-apa bilang sama dia."
"Iya, boleh. Nanti bilang aja kalau ada apa-apa. Tapi sorry banget, gua masuk dulu ya, Mas, Vino," Gavin pun membuka pintu dan pamit dan Haris pun kembali ke apartemennya.
Sore harinya, Vino pun datang ke acara ulang tahun anak dari senior barunya itu. Ia mengambil sebuah gelas berisi jus dan duduk di salah satu meja. Ulang tahun itu cukup meriah, banyak makanan yang tersedia. Dekorasi dan permainan untuk menjamu anak-anak pun terlihat meriah dan mengesankan. Juga terlihat semua orang sudah saling mengenal.
Namun tidak dengan Vino, ia merasa canggung karena tak ada satu pun yang ia kenal.
Sampai pandangannya yang sedang beredar, tiba-tiba menangkap sesosok perempuan cantik dengan rambut sebahu, datang bersama seorang anak laki-laki.
Jantung Vino berdebar kencang, kedua manik kecoklatannya terpaku pada wanita tinggi dan berkulit putih itu.
"Ran?" gumam Vino, ia bahkan beranjak dari duduknya saking terkejutnya ia.
Wanita itu terlihat bergabung dengan beberapa wanita lainnya, sedangkan anak yang ikut bersamanya segera bergabung dengan teman-temannya setelah menyerahkan kado kepada anak yang berulang tahun.
Setelah menelisik lagi ternyata bukan. Wanita itu bukan seseorang yang ia kenal. Namun keduanya begitu mirip, sangat mirip malahan. "Tapi kenapa dia bisa mirip banget sama Rania?"
Tinggalkan jejak ya kak ❤️
"Udah semua, 'kan? Gak ada yang ketinggalan?" tanya seorang perempuan cantik dengan rambut sebahu.
Dialah Renata Geraldine. Istri dari Gavin Wisesa, seorang pria muda, tampan, mapan, dan sayang keluarga. Renata sendiri adalah seorang ibu rumah tangga. Kesehariannya disibukkan dengan mengurus suami dan anak semata wayang mereka, Nathan Putra Wisesa yang kini duduk di bangku kelas 2 SD.
"Kayaknya udah semua."
Gavin melihat ke arah kamar sang putra dan melihat Nathan, putra semata wayangnya itu sedang bermain dengan mobil remote controlnya.
Seketika ia merengkuh tubuh sang istri dan mencium bibirnya beberapa saat. Setelah beberapa lama ia melepaskan tautannya. "Gak bisa. Kita harus ke kamar dulu."
"Tapi, Yah. Nathan..."
Gavin dengan tak sabar menarik tangan sang istri ke kamar dan menutupnya. "Ayah nanti terlambat gimana?"
"Sebentar aja." Gavin segera membuka celananya dan menyingkap dress merah muda yang sang istri kenakan. Ia turunkan segitiga penutup itu dan menyatukan inti tubuh mereka. Bibirnya melu ma t bibir ranum sang istri, sedangkan pinggulnya ia maju mundurkan dengan cepat agar ia segera mencapai puncak.
Hingga pelepasan pun Gavin dapatkan. "Makasih, Sayang. Ayah bakal kangen banget selama seminggu ini gak akan ketemu Bunda." Dikecupnya bibir sang istri.
"Bunda juga. Cepet pulang ya," sahut Renata seraya memeluk sejenak tubuh sang suami yang akan beberapa hari pergi meninggalkannya untuk perjalanan dinas.
Belum apa-apa Renata sudah rindu. Apalagi penyatuan barusan tak membuatnya puas. Ia belum mendapatkan kenikmatannya. Namun seperti itulah setahun terakhir, Renata sering kali tidak mendapatkan kenikmatan itu saat ia melakukannya dengan sang suami.
Gavin mendapatkan kenaikan jabatan. Gajinya naik berkali-kali lipat, namun kesibukannya juga bertambah berkali lipat. Saking sibuknya Renata sering kali hanya berdua bersama sang putra hingga larut malam. Juga kesibukan itu membuat Renata dan Gavin kurang memiliki waktu untuk melepas hsrat.
Selalu seperti itu. Gavin hanya memuaskan dirinya sendiri, tanpa memedulikan sang istri. Ia sudah terlanjur lelah karena pekerjaan yang dilakukannya hari itu. Sehingga tenaganya sudah mencapai limit akhir saat ia menyentuh sang istri. Sering kali setelah ia mendapatkan pelepasan, Gavin tertidur begitu saja.
Renata sendiri merasa harus memahami kondisi sang suami yang kini begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai seorang istri yang baik tentu melayani suami adalah yang utama baginya. Maka ia pun berusaha memahami keadaan. Ia mencoba mengabaikan rasa kecewa karena lagi-lagi ia hanya melayani, bukan saling memadu kasih.
Setelah itu mereka pun pergi dari apartemen mereka. Renata dan Nathan datang ke ulang tahun salah satu teman sekaligus tetangga mereka, Jerome. Sedangkan Gavin bertolak ke Bandara untuk perjalanan dinasnya.
Renata segera bergabung dengan sahabat-sahabat baiknya yang juga hadir di acara itu.
"Selamat ya buat Jerome, Dev. Semoga panjang umur dan bahagia selalu." Renata memeluk sahabatnya, Deva, yang adalah ibu dari Jerome dan istri dari Haris.
"Makasih banyak ya, Ren. Repot banget sih ini kadonya mana gede banget," sahut Deva.
"Sama-sama. Gak apa-apa dong biar Jerome seneng," ujar Renata.
Renata pun larut dalam obrolannya dengan sahabat-sahabatnya yang lain. Hingga ia mulai menyadari ada seseorang yang tengah memerhatikannya. Renata pun melihat ke arah salah satu meja di sudut taman. Ia melihat seorang pria muda tengah menatapnya lekat sambil menyesap segelas jus jeruk.
Pria itu cukup menarik perhatian Renata. Wajahnya tampan. Bahkan sangat tampan. Sorot matanya tajam dengan alis tebal. Hidungnya mancung sempurna. Bibirnya tipis dengan rahang yang tegas. Keseluruhan wajahnya memiliki kesan 'baby face' namun ada sedikit sentuhan 'bad boy' di waktu yang bersamaan.
Jantung Renata sampai sedikit berdebar melihat betapa tampan pria itu. Dan lagi, pria tampan itu terus memperhatikannya. Sedikitnya Renata merasa salah tingkah.
Namun seketika Renata mengabaikan getaran aneh itu. Logikanya menegur, 'inget Gavin. Inget Nathan, Ren.'
Awalnya Renata mengabaikannya. Namun lama kelamaan Renata mulai merasa tak nyaman. Ia pun bertanya pada sahabat-sahabatnya.
"By the way, itu siapa sih?" Renata sedikit mengarahkan dagunya pada pria muda yang terus memperhatikannya.
Deva dan yang lainnya melihat ke arah pria itu. Pria itu kini tidak lagi melihat ke arah Renata, ia melihat ke arah lain sambil terus menyesap jus jeruknya.
"Oh itu, namanya Vino. Dia karyawan baru di tempat kerja Mas Haris. Dia dari Jakarta, baru aja pindah ke sebelah apartemen lo, Ren," jawab Deva.
"Sebelah apartemen gue?" Renata terkejut.
"Iya, kata Mas Haris, dia itu keponakan Bos yang punya travel."
Renata kembali melihat ke arah Vino dan kini Vino kembali menatap ke arah Renata dengan tatapan yang tak bisa ia artikan.
Hari semakin sore, pesta pun berakhir di saat hari mulai gelap. Renata pun kembali menuju apartemennya bersama sang putra. Saat baru memasuki lift, seseorang masuk setelah Renata. Orang itu Vino. Mereka sempat bertemu tatap beberapa saat dan saling melemparkan senyum tipis.
Lift pun tertutup. Seketika Renata merasa sangat terganggu. Bahkan di jarak yang sedekat ini, Renata berdiri di sebelah kanan, Nathan di tengah, dan Vino di sebelah kiri Nathan, Vino terang-terangan menatap ke arahnya,
"Maaf," akhirnya Renata memutuskan untuk menegurnya. Ia menoleh ke arah kiri dan memergoki Vino memang sedang menatap ke arahnya. "Apa sudah menjadi hobi anda melihat ke arah orang lain seperti itu? Saya mulai ngerasa gak nyaman, loh."
Vino tersenyum tipis, "maafin saya. Tanpa sadar saya jadi ngelihatin anda terus." Tak ada rasa gugup, malu, atau merasa bersalah karena tertangkap basah sudah memerhatikan Renata.
Renata pun tanpa sadar menatap ke arah Vino lekat. Ia semakin melihat jelas betapa tampannya pria ini. Tatapannya begitu menghipnotis hingga beberapa saat Renata tidak mengalihkan pandangannya.
Hingga Renata tersadar, 'kenapa gue jadi lihatin dia juga?'
Tinggalkan jejak ya kak ❤️
Vino berjalan mengekor Renata dan Nathan keluar dari lift. Ia terus memperhatikan wanita yang menarik perhatiannya itu.
Hati Vino berdesir aneh. Sejak melihatnya di pesta tadi, Vino terus menyadarkan dirinya, 'dia bukan Rania, Vin.'
Rania adalah seseorang yang sangat spesial bagi Vino. Seorang wanita yang berhasil menjadi cinta pertamanya sejak ia masih duduk di bangku SMA. Sosok Rania tak pernah pergi dari hatinya sekalipun wanita itu tak pernah melihat Vino sebagai seorang pria. Bagi Rania, Vino hanyalah adik, tidak lebih dari itu.
Kini Rania sudah menikah dan memiliki seorang putra. Itu juga alasan mengapa Vino pergi jauh ke Bali. Ia ingin melarikan diri, karena setelah bertahun-tahun berlalu, meskipun ia ingin melupakan sosok itu, Vino tak pernah bisa lupa sepenuhnya pada Rania.
Namun seakan semua yang dilakukannya kini menjadi sia-sia. Vino pergi untuk menjauhkan diri dari Rania, tapi ia justru bertemu dengan seorang wanita yang begitu mirip dengan wanita tercintanya.
Renata begitu mirip dengan Rania.
Entah bagaimana hal ini bisa terjadi. Vino sampai bertanya-tanya apakah sebenarnya Rania memiliki seorang saudara kembar? Tapi sepertinya tidak. Vino sangat mengenal Rania dan juga ayahnya, Rendra. Rendra hanya memiliki satu putri kesayangan dan itu hanya Rania seorang.
Tatapan Vino tak bisa lepas dari Renata yang berjalan di depannya menuju unit apartemennya bersama sang putra. Tatapan Vino sangat disadari oleh Renata. Sesekali Renata menoleh ke arah Vino. Vino tahu Renata merasa terganggu olehnya karena kedua mata cantiknya menatap Vino dengan tajamnya.
Namun Vino tidak peduli, ia tidak berusaha menghindar ataupun menyadarkan diri bahwa wanita yang ada di depannya itu adalah seorang wanita bersuami dan memiliki seorang putra. Kemiripannya dengan Rania membuat Vino mengabaikan semua itu.
Renata pun tiba di depan unitnya. Ia mengeluarkan kunci dari dalam tasnya dan membuka apartemennya.
"Sayang, Nathan main dulu di kamar sebentar ya." Kemudian Nathan pun berlari masuk ke dalam apartemen menuju kamarnya. Sedangkan Renata menatap ke arah Vino yang masih menatapnya dan kini berdiri tidak jauh darinya, tepat di depan pintu unitnya yang bersebelahan dengan unit Renata.
Vino pun mengkonfirmasi. "Saya tinggal di unit ini." Ia menunjuk ke pintu unit apartemen yang ada tepat di sampingnya.
"Saya tahu. Tadi saya sempet nanya sama temen saya siapa kamu yang sejak tadi menatap terus kepada saya seakan mau makan saya hidup-hidup. Tolong ya, karena kita bertetangga mulai sekarang, jadi saya gak mau punya hubungan yang tidak nyaman seperti ini. Saya minta tolong kamu berhenti melihat saya dengan cara seperti itu. Gak sopan, tahu gak? Paham?!" tegas Renata.
Vino tak menyahut. Ia masih membeku menatap Renata. Melihat Vino yang malah seperti tak mendengarnya, Renata pun masuk ke dalam apartemennya dengan kesal dan menutup pintunya cukup keras.
Keesokan harinya di pagi hari, karena itu adalah Hari Sabtu, Renata mengajak Nathan untuk berjalan-jalan di sekitar apartemen sambil berolahraga pagi. Setelah itu mereka berenang di kolam yang juga terletak di sekitar area apartemen itu.
Tanpa sengaja mereka bertemu dengan Deva dan Jerome. Jerome mengajak Nathan untuk bermain di unit apartemennya. Renata pun akhirnya mengantar sang putra. Ia mengobrol banyak dengan Deva sedangkan Nathan asyik bermain dengan Jerome.
Setelah cukup lama bermain, Nathan belum mau pulang padahal ini sudah hampir siang. Banyak pekerjaan rumah yang harus Renata lakukan.
"Udah gak apa-apa, Ren. Lo pulang aja kalau mau beres-beres rumah dulu, masak dulu. Nathan biar di sini aja bareng Jerome," saran Deva.
"Beneran gak apa-apa?" tanya Renata sungkan. "Cucian belum gue jemur soalnya. Belum masak juga."
"Beneran. Lo kayak ke siapa aja."
"Ya udah kalau gitu, sejam lagi gue jemput Nathan ya. Titip dulu ya, Dev."
Kemudian Renata pun pergi menuju unit apartemennya. Saat melewati unit apartemen Vino, Renata berhenti melangkah dan menatap pintu yang tertutup itu. Ia teringat pada sosok tampan yang kemarin ditemuinya.
Kedua mata tajam yang menatapnya kemarin sungguh tak bisa Renata lupakan. Ia juga masih penasaran, kenapa tatapannya seperti itu terhadapnya?
"Kenapa juga gue berhenti di sini?" tegur Renata pada dirinya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya menghilangkan pemikiran aneh yang hinggap.
Saat akan melangkahkan kaki, pintu apartemen Vino tiba-tiba terbuka. Vino melihat dengan sangat jelas Renata ada di depan unit apartemennya, menatap ke arah pintunya.
Renata yang tertangkap basah segera melangkahkan kakinya menuju ke arah apartemennya dengan sedikit gelagapan.
"Hey," sapa Vino. Seketika Renata menoleh ke arah Vino. "Selamat siang, Mbak. Saya mau minta maaf buat yang kemarin."
Renata tak menyahut, tapi ekspresinya seakan mengatakan bahwa ia sudah tak mempermasalahkan itu lagi.
"Saya belum tahu nama, Mbak. Kenalin, saya Vino," ujar Vino ramah. Kali ini ia berusaha mengontrol ekspresi wajahnya agar Renata tak lagi ketus kepadanya.
Vino berjalan mendekat pada Renata dan mengulurkan tangannya. Dengan ragu Renata meraih tangan itu, "Renata."
"Renata..." gumam Vino mengulangi. Tanpa sadar tatapan itu kembali Vino tujukan kepada Renata.
Entah kenapa saat Vino menyebutkan namanya dan tangan mereka bersentuhan, muncul desiran aneh di dalam hati Renata. Ia merasa ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Desiran aneh yang biasanya hanya ia rasakan terhadap sang suami, Gavin, kini ia rasakan pada pria muda yang baru ia temui kemarin.
Kini tatapan Renata tak bisa lepas dari Vino. Muncul keinginan di dalam dirinya yang membuatnya menolak untuk melepaskan tangan Vino yang tengah digenggamnya.
Tinggalkan jejak ya kak ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!