NovelToon NovelToon

ASKARA

Bab 1 Menemukan

Bab 1. Menemukan

Hari ini tubuhku lelah sekali. Banyak hal yang ku lakukan di kampus. Makhlumlah aku mahasiswa semester akhir di sebuah Universitas Negeri di kota J. Hari ini selepas bimbingan tugas akhir, aku langsung ke perpustakaan untuk menyelesaikan revisian dari dosen pembimbing.

Namaku Rana Revilla. Biasa dipanggil Rana atau Nana. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Aku mempunyai adik laki-laki yang bernama Alvino. Kita selalu berantem, tapi aku sangat menyayanginya. Ayahku bernama Bayu. Sosok malaikat yang sangat aku sayangi yang selalu melakukan terbaik untuk keluarga. Ibuku bernama Vani. Malaikat tanpa sayap yang menyayangiku setulus hati. Ah... Aku sangat merindukan mereka. Ya... Aku memang tidak tinggal bersama keluargaku karena aku berkuliah di kota J sedangkan kampung halamanku di kota S.

Aku tinggal di kontrakan bersama sahabatku Rena selama kuliah ini. Aku bertemu dengannya saat masa OSPEK. Dia itu ramah, bawel, dan jail. Dia juga suka ceplas-ceplos kalo ngomong tapi aku suka karena dia apa adanya dan tidak suka berpura-pura. Kami sangat dekat kebetulan kami juga berasal dari kota yang sama.

Triring..... Triring......

Aku membuka mataku saat mendengar alarm berbunyi pukul 04.00 wib. Aku bangun dengan sedikit malas karena merasakan badanku pegal sekali. Aku menghampiri Rena yang masih setia di alam mimpi tanpa terusik sedikitpun dengan suara alarm.

"Ren... Rena, ayo bangun! Udah subuh ini. Sholat dulu yuk? " kataku sambil mengguncang pelan badannya.

"ehhh... Apa sih Na? Masih ngantuk ah!" jawabnya hanya menggeliat.

"Oke, kalo gak mau bangun terserah ya, nanti ku bilang sama ayahmu kalo kamu males-malesan disini. Uh, aku pengen lihat gimana ya kalo ayahmu tahu kalo kamu disini males-malesan?" kataku sambil menahan tawa saat melihat Rena bergegas lari ke kamar mandi.

"Dasar Rena!" gumamku.

Selesai melaksanakan kewajiban, kami bergegas membersihkan rumah. Hari ini jadwalku memasak, sedangkan si bawel Rena membersihkan rumah. Sayup-sayup terdengar suara tangisan bayi. Aku mencoba tak menghiraukannya. Tapi lama kelamaan suaranya semakin terdengar jelas.

"Ren, denger sesuatu gak?" kataku menhampiri Rena yang sedang membersihkan tempat tidur.

"Apaan Na? Aku gak denger apa-apa. " sahutnya cuek.

"iih, beneran deh. Coba dengerin dulu. Tadi aku ada denger suara bayi gitu Ren."

"Eh.. Eh, bentar Na." kata Rena sambil berjalan mendekati pintu. Perlahan aku mengikutinya dari belakang. Dibukanya pintu pelan-pelan. Dan..

"Astagfirullah....!!!" teriak Rena membuat ku kaget karena aku masih dibelakang belum melihat apapun.

"Kenapa Ren? " tanyaku. "Astagfirullah.. Ren... Ren.. Ituu..Ituu... Ba.. Bayi si.. siapa Ren? Ucapku tergagap.

Reflek Rena mengambil bayi tersebut dan membawanya masuk mencoba menenangkannya. Kami masih syok dengan hal tersebut.

"Ya Allah siapa yang tega naroh bayi disini?" Ucap Rena sambil mengelus pipi bayi tersebut.

"Ren, kita harus gimana? Tega sekali orang tuanya. Kasihan kamu, kamu pasti kedinginan ya tadi." Ucapku iba melihatnya. Dia sudah mulai tenang dan terlelap di gendongan Rena.

"Na, coba kamu gendong dia dulu. Aku mau cek keluar bentar, siapa tahu orangnya belum jauh." Ucap Rena sambil menyerahkan bayi itu kepada ku. Dia berjalan keluar mencoba mencari orang yang meletakkan bayi di teras kontrakan kami.

Aku hanya menatapnya. Ku tatap setiap inchi wajah polos nan lucu itu. Wajahnya tampan dan tenang saat tidur. Tak terasa aku meneteskan air mata. Aku kaget ketika tangan Rena menyentuhku.

"kenapa?" kata Rena sambil membawa sepucuk surat dan sebuah liontin.

"Gak papa Ren. Cuma aku gak habis pikir aja, ada gitu orang tua yang tega ninggalin anakanya di teras rumah orang. Gimana ada petunjuk gk?" tanyaku pada Rena.

"Ada nih. Aku nemu surat sama liontin di kerajang bayi tadi. Aku udah cari sampe ke depan gang tapi gak ada yang mencurigakan Na" Jawabnya sambil menunjukkannya padaku.

"Coba sini liat". Aku menepuk kasur agar Rena duduk di sebelahku. Perlahan kami membuka surat tersebut. Membacanya dengan seksama dan meresapi makna dari setiap kata yang tertulis disana.

Isi surat.

"Ku mohon, jaga dia dan sayangi dia. Aku tak bisa menjaganya. Aku menyayanginya tapi keadaan memaksaku untuk jauh darinya."

Aku dan Rena hanya saling pandang ketika selesai membaca surat tersebut.

"Gila nih orang! Emang dia siapa nyuruh kita jaga anaknya? Seenaknya aja. Dia yang punya anak masa kita yang harus jaga!" katanya sambil mondar mandir gk jelas di depanku. Mulut bawelnya mulai ngomong gak jelas. Aku hanya geleng-geleng melihatnya seperti itu.

"Terus kita harus gimana ren?". Aku hanya melihat Rena, menunggu jawabannya. Dia memijat pelipisnya, memikirkan sesuatu.

"Gak.. Gak bisa. Kita harus bawa dia ke pak RT. Kita lapor kalo kita nemu bayi". Katanya.

"Tapi nanti kalo pak Rt tanya-tanya gimana? Jawabku.

"Ya, kita jawab sesuai fakta lah kita tunjukin surat sama liontin ini lah".

Aku hanya mengangguk mendengar jawaban Rena. Dia menyuruhku menjaga bayi itu sedangkan dia melanjutkan memasak karena si bayi sudah nyaman dalam pelukanku. Aku memandangi wajah polosnya. Senyum terukir di bibirku kala ku lihat matanya mulai terbuka. Matanya menerjab menyesuaikan cahaya. Ku sentuh pipinya, mulutnya bergerak seperti mencari sesuatu.

"Kamu kenapa? Haus yaa. Haduh gimana ya? Jam segini mana ada minimarket yang buka!. Kataku saat ku lihat ke arah jam dinding. Masih pukul 06.00 wib. Minimarket sebrang jalan buka sekitar pukul 07.30 wib. Aku menghampiri Rena di dapur.

"Ren, dia haus kayaknya. Gimana nih, mau kasih susu tapi minimarket belom buka jam segini?"

"Itu Na, coba lihat di kerajang. Tadi sekilas aku lihat ada plastik siapa tau isinya susu." Aku berjalan menuju ruang depan. Mengambil pastik yang ada di kerajang dan membukannya.

"Alhamdulillah, ada susunya. Bentar ya dibikinin dulu" kataku sambil berjalan ke dapur.

"Ren, minta tolong buating susunya dulu ya?" Kataku sambil menyerahkan plastik tadi. Rena langsung mengambil dan membuatkan susu.

"Nih... susunya!" Rena menyerahkankan botol padaku.

"Uh, thank you aunty cantik." Kataku mengambil botol dari tangannya. Dia langsung ke dapur melanjutkan masaknya.

Ku berikan susu pada si bayi. Dia menyedot dengan kuat. Sepertinya dia memang kehausan. entah berapa lama di belum minum. Ku elus lagi pipinya yang masih merah, menatapnya iba. Entah kenapa ada rasa sakit dalam hatiku melihatnya. Masih tak terpikirkan olehku, kenapa ada orangtua yang tega membuang anak selucu ini, padahal banyak diluar sana yang mengharapkan seorang anak. Tak terasa air mataku menetes, ku usap air mataku. Ku lihat dia tertidur lelap dalam pelukanku dan perlahan melepas botol susunya. Ku peluk dan ku ciumi pipi merahnya. Ku letakkan pelan-pelan di kasurku. Lalu menyusul Rena ke dapur melanjutka pekerjaan yang tadi sempat tertunda.

Bab 2 Rumah Pak Rt

Setelah selesai beberes kami kembali ke kamar ku. Ku lihat si bayi sudah bangun dari tidurnya. Dia menatapku lalu terseyum kepadaku. Uh, sungguh dia sangat tampan dan lucu. Bisa dipastikan Orangtua bayi pasti cantik dan tampan. Aku semakin iba dengannya. Kenapa bayi selemah ini bisa bernasib semalang ini. Ditinggalkan sendirian. "Dasar orangtua tak bermoral, gak ada akhlak. Bisa-bisanya berbuat sekeji ini pada anak sendiri!" umpatku dalam hati. Seketika aku tersadar atas ucapan ku tadi. Buru-buru aku beristigfar, mohon ampun sambil ku tepuk mulutku. Huh, baru kali ini aku bisa kelepasan seperti ini. Ampuni hamba ya Allah. Ku ambil si bayi dan ku gendong. ku bawa ke kamar Rena. Badan ku sudah gerah, pengen segera mandi.

Tok... tok... tok

"Ren, nitip bayi ini dulu dong. Gerah ni mau mandi dulu ntar gantian." Kataku sambil membuka pintu masuk ke kamar Rena.

"Iya Na, tidurin aja di kasur dulu. Enggak nangis kan? Aku mau lipat baju dulu tinggal dikit kok" Jawabnya. Langsung ku tidurkan si bayi di kasur Rena. Aku keluar kamar Rena, lalu masuk ke kamar mandi di sebelah kamar Rena. Selesai mandi, aku kembali ke kamar Rena. Entah kenapa aku suka sekali melihat wajah tampan nan lucu si bayi.

"Ren, aku udah selesai mandi nih. Gantian mandi sana. Bau tuh!" Kataku meledek sambil ku gedong si bayi ku ciumi pipi merahnya, dia hanya menggeliat geli. Si Rena cuek dengan ucapanku tadi. Ya memang begitulah Rena. Dia sambar handuk langsung menuju kamar mandi. Ku lanjutkan aktivitas ku drngan si bayi. Aku suka memandangi wajahnya. Matanya yang bulat, hidung mancung, bulu mata lentik, dan bibirnya yang tipis. Ku ingat lagi ucapan Rena tadi. Aku sedikit khawatir. Entah kenapa rasanya tak rela jika harus membawanya ke tempat Pak Rt takut kalo-kalo dia akan dibawa ke panti asuhan. Jujur aku mulai menyayanginya tapi apa daya, aku juga tak punya kuasa atas bayi itu. "Bagaimana ini? Apa aku bilang sama rena untuk tidak melapor ke pak Rt?" batinku berperang. Seketika aku menjadi bingung. Tanpa ku sadari Rena sudah sudah duduk di depan ku dan memperhatikan ku.

"Kenapa Na?" tanyanya mau nyadarkanku dari lamunanku.

"Hah... eh, udah selesai Ren?" Ucapku kaget.

"Kenapa sih? Ditanya malah balik nanya. Kenapa? Ada masalah sama Ale?" tanyanya agak sedikit kesala karena aku tidak menjawabnya.

"Enggak... enggak ada masalah sama Ale kok. Aku cuma bingung aja Ren, ntar kalo si bayi dibawa ke pak Rt kira-kira dia bakal diserahin ke panti asuhan gimana? Aku gak tega aja Ren. Aku mulai sayang sama dia Ren" Ucapaku tak terasa air mata menetes di pipiku. Rena menepuk bahu ku mencoba menenangkanku.

"Udah.. Apaain sih jadi cengeng gini. Gak biasanya kamu kayak gini Na!. Jujur aku juga kasihan sama dia Na, tapi mau gimana lagi kita gk mungkin kan mau rawat dia disini. Apa kata orang nanti kalo tiba-tiba ada bayi disini. Udah yang penting kita lapor dulu ke pak Rt biar beliau yang urus Na. Yuk, siap-siap ketempat pak Rt". Ajaknya sambil berjalan menuju kamarnya. Aku masih termenung memandangi wajah bayi itu. Rasa tak rela mengelayuti hatiku. Ku pejamkan mataku sebentar untuk menenangkan hati dan pikiranku. Ku berjalan menuju kamar ku dengan masih mengendong bayi, dia tertidur pulas di pelukanku. Ku letakkan pelan-pelan di kasurku. Ku ambil hijab di gantungan baju. Selesai memakai hijab, ku gedong lagi bayi itu. Rena sudah menungguku di ruang tamu. Dia tersenyum kepadaku dengan menenteng keranjang beserta bukti yang ditinggalkan orang tua si bayi.

"Udah siap? Jalan sekarang yuk nanti keburu siang, kasihan dia nanti kepanasan!" Ucapnya. Aku hanya mengangguk dan mengikutinya keluar rumah. Hari ini lingkungan tempat tinggal ku terlihat sepi. Aku dan Rena berjalan menuju rumah pak Rt yang karaknya tidak terlalu jauh dari kontrakan kami. Tak lama kami sampai di depan rumah pak Rt. Rena mulai mengetuk pintu.

Tok... tok... tok

"Assalamualaiku?" Ucap Rena mengetok pi tu rumah pak Rt.

" Wa'alaikumsalam. iya sebentar." Tak lama kami mendengar sahutan dari dalam rumah pak Rt. "Eh, mbak Rena sama mbk Rana. Ayo, silakan masuk mbak?" ucap bu Rt mempersilakan kami masuk. Kami mengangguk, mengikuti beliau masuk ke dalam.

"Ada perlu apa mbak, kok tumben pagi-pagi kesini? Loh sebentar itu yang mbak Rana gendong anak siapa?" Tanya beliau baru menyadari bayi yang dati tadi berada dalam gendonganku.

"Eh, iya bu kami mau bertemu pak Rt. Bapaknya ada bu?" Jawab Rena tanpa menjawab pertanyaan bu Rt mengenai bayi itu. Aku hanya diam sambil sesekali melihat si bayi dalam gendonganku.

"Oh, iya mbak sebentar saya panggilkan bapak dulu." Bu Rt bergegas bangkit untuk memanggil suaminya. Tak lama pak Rt pun datang.

"Oalah, mbak Rena sama mbak Rana toh. Tumben cari saya, ada keperluan apa mbak?" Tanya pak Rt sambil duduk di depan kami.

"Begini pak, ada sesuatu yang ingin kami laporkan ke bapak". Jawab Rena menjeda kalimatnya untuk mengambil nafas. "Tadi pagi kami menemukan bayi di teras rumah kontrakan kami pak!" Jelas Rena. Kulihat raut keterkejutan dari Pak Rt dan bu Rt yang seketika itu langsung menatap bayi yang ada dalam gendongan ku.

"Ya Allah... Tega sekali mereka membuang bayi ini." Kata bu Rt kaget segera menghampiri bayi itu dan menggendongnya.

"Kami tidak tahu harus bagaimana pak, maka dari itu kami kemari untuk melaporkan hal tersebut, juga ini yang kami temukan bersama bayi itu pak." Jelas Rena sambil memberikan surat dan liontin tersebut. Pak Rt sedikit bingung lalu membuka surat dan membacanya.

"Oalah ada-ada aja masalahnya. Gini aja mbak biar nanti saya melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib sementara itu bayi ini kalian yang rawat dulu gimana?" Ucap pak Rt memberi solusi. Aku sedikit lega setidaknya bayi itu tidak di serahkan ke panti asuhan. Ku lihat Rena bingung. Aku tahu apa yang sedang dia pikirkan tapi disisi lain aku tidak berpisah dengan bayi itu.

"Begini pak, sebenarnya kami tidak keberatan merawat bayi ini tapi melihat kondisi kami yang hanya mahasiswi sepertinya kami tidak akan sanggup pak. Terlebih lagi nanti kalo kami ke kampus siapa yang akam menjaganya pak?". Rena mengutarakan apa yang ada dipikirannya. Memang benar apa yang dia pikirkan. Ku lihat pak Rt juga bingung.

"Gini aja mbak, biar kuliah mbak juga gak keganggu bayi ini dititip ke kami pas mbak ke kampus. Nanti pasti juga dibantu sama ibu-ibu yang lain mbak. Gimana mbak?" Rena masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Aku memberanikan diri untuk menjawab.

"Iya pak gk papa. Nanti kita minta bantuan kalo kita ke kampus pak. Jujur saya sendiri gak tega kalo bayi ini harus diserahkan ke panti asuhan pak!" Rena terlihat melotot ke arahku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum padanya. Ini memang keputusan yang berat, aku tahu itu. Tapi aku gak mau kehilangan anak ini. Setelah keputusan tersebut kami memutuskan untuk pulang. Si bayi tidur dengan tenang dalam pelukanku. Aku sedang karena tidak jadi berpisah dengan bayi itu.

Bab 3 Merawatnya

Semenjak pulang dari rumah pak Rt, si bayi selalu dalam pengawasanku dan Rena. Walaupun awalnya berat tapi kami mencoba untuk melakukan yang terbaik. Kami melakukan hal-hal baru yang tidak pernah kami sangka. Kami bergantian menjaga si bayi.

Hari ini jadwal Rena pergi ke kampus dan si bayi di rumah bersamaku. Dari ke hari ku lihat dia semakin lucu dan tampan. Pipinya mulai gembul memuat gemas.

"Halo sayang. Uh.. udah bangun ya? Kataku sambil mengendongnya. Ku bawa dia ke ruang tamu. Seminggu bersamanya aku semakin menyayanginya. Sekarang dia terlihat lebih gemuk di banding pertama kali kami temukan. Aku sudah tebiasa dengan kehadirannya.

Banyak aktivitas yang ku lakukan bersamanya. Pagi biasanya aku dan rena mengajaknya belanja sayur. Karena hari ini Rena ke kampus jadi hanya aku dan bayi yang belanja ke tukang sayur. Si bayi itu anak yang baik dia tidak rewel. Seperti saat ini, dia tenang dalam gendonganku berjalan menuju tukang sayur depan gang.

"Eh mbk Nana, mau belanja ya? Aduh itu si dedek tambah lucu aja" Ucap bu Rt sambil mencubit pipi si bayi.

"Iya bu" jawabku singkat

"Mbak Rena ke kampus ya mbk? Kok tumben belanja cuma sama dedek?"

"Iya bu, ada jadwal bimbingan hari ini" Jawabku sambil memilih sayuran. Tidak berapa lama ibu-ibu yang lain datang. Suara riuh terdengar membuat si bayi menerjapkan matanya dan perlahan membuka mata.

"Aduh, ada mbk Nana sama dedek. Gimana mbk dedek rewel gak? Mesti kerepotan ya ngurus bayi? Jangan sungkan kalo mau minta bantuan kami ya mbk?" Kata salah satu ibu yang baru datang.

"Iya bu. Terima kasih. Alhamdulillah bu, dia enggak rewel kok" Jawabku sambil tersenyum ke arah ibu tadi.

"Oh iya mbk, si dedek belum ada nama ya? " Tanya salah satu ibu. Aku baru sadar kalo sampai saat ini aku dan Rena belum memberikan nama padanya.

"Belum bu. Saya malah gak kepikiran. Makasih ya bu sudah diingatkan" Jawabku. Mungkin nanti aku akan mendiskusikannya dengan Rena.

Setelah memilih beberapa sayur yang kubutuhkan langsung ku berikan pada abang tukang sayur dan membayarnya. Selesai membayar aku berpamitan kepada ibu-ibu. Aku berjalan dengan sesekali mengajak ngobrol si bayi. Sesampainya di rumah ku letakkan belanjaan di dapur sekalian membuatkan si dedek susu. Setelah si bayi terlelap aku bergegas ke dapur untuk memasak. Perutku sudah terasa lapar karna tadi hanya bisa memakan roti saja untuk sarapan. Biasanya aku dan Rena akan bergantian untuk menjaga si bayi, tapi karna hari ini Rena ada bimbingan jadi tidak sempat memasak. Aku juga gak tega ninggalin si bayi sendiri. Dia selalu bangun pagi.

Tak terasa sudah masuk waktu Dhuhur. Makanan yang ku masak sudah ku tata rapi di meja. Ku langkahkan kakiku menuju kamar untuk mengecek si bayi. Ku lihat dia masih tertidur pulas. Aku segera masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan menjalankan kewajibanku. Selesai sholat kulihat dia sudah bangun dan tersenyum ke arahku.

"Halo sayang, udah bangun ya?"Sapaku padanya. Dia hanya tersenyum kepadaku. Uh, seperti biasa dia selalu menggemaskan.

Ku gendong dia menuju dapur untuk membuatkan dia susu. Sayup ku dengan suara pintu terbuka dan ucapan salam. Sepertinya Renaa sudah pulang. Ku langkahkan kaki ku ke arah ruang tamu menghampiri Rena.

"Gimana tadi bimbingannya? Lancar?" Tanyaku padanya.

"Huh..! Ya gitu na, Pak Anwar minta bab 2 ditambah teori gitu tapi gue nyari bukunya belum ketemu. Mana minya dikumpulin minggu depan lagi gila gk tuh. Mau nyari kemana Na? Pusing dah." Katanya sambil memijit pelipisnya. Aku hanya menepuk bahunya pelan.

"Tenang Ren, ntar aku bantu. Kamu gak coba minta bantuan Danish?"

"Haish, dia mah gak bakal bantu Na. Pusing juga kalo harus minta bantuan dia. Kamu tau sendirikan gimana dia"

"Gini aja. Kamu kasih tau aja buku apa yang kamu butuhin ntar aku coba tanya ke Ale. Abangnya Ale kan punya banyak buku tentang Bisnis siapa tahu aja ada gitu". Seketika dia menoleh kepadaku dan memelukku.

"Nah, itu baru namanya ide bagus. Thanks ya Na. Kamu emang sahabat aku yang paliiiiiiing baik" Katanya sambil menampilkan senyum manisnya.

"Huh dasar, kalo udah gitu aja muji-muji" Dengusku padanya.

"Eh, tapi gak ngrepotin Ale emangnya Na? Dia juga lagi ngerjain skripsi kan?"

"Enggaklah. Dia mah udah selesai tinggal nunggu sidang aja sih"

"Oh. Syukur deh kalo gitu, jadi bisa minta tolong sama dia. hahaha. Eh Na, kamu sama Ale gimana? Udah ada kemajuan belom?" Tanyanya

"Apa sih Ren. Aku sama Ale cuma temenan doang gak lebih. Lagian mana mungkin dia suka sama aku. Ngaco kamu!"

"Halah, sok-sokan. Aku tau sebenarnya kamu itu suka sama Ale kan. Gimana gak suka dia itu baik, pinter, dan jangan lupakan wajah tampanya. Yah, walaupun sedikit songong sih. Ha ha ha" Ucapnya sambil tertawa keras membuat si bayi membuka mata. Ku yakin dia memang sedang membayangkan wajah tampan Ale. Harus ku akui Ale memang tampan. Badan tegap dan tinggi, Kulit putih, hidung mancung, alis tebal, bibir tebal dan yang paling aku suka darinya adalah matanya sipitnya nan indah. Bisa dibilang dia sempurna.

"Apaan si Ren. Daripada itu mending kamu kasih kepastian ke si Danish. Kasihan tuh, jangan digantungin mulu kayak jemuran" Jawabku sambil terkekeh. "Udah ah. Gak mau bahas itu. Sekarang Fokus ku cuma pengen cepet nyelesain kuliah dan ngerawat si dedek. Udah makan dulu sana." Titahku mengalihkan pembicaraan yang diangguki oleh Rena.

Jujur sebenarnya aku memang suka pada Ale. Entah sejak kapan perasaan itu bersarang dihatiku. Aku selalu nyaman dengannya. Kebaikan dan ketulusan yang dia tunjukkan membuatku menyimpan rasa padanya. Tapi ada keraguan yang menyelimuti hatiku. Entah karena apa aku juga tidak tau. Aku merasa tidak pantas berharap padanya. Aldevaro, biasa dipanggil Al atau Deva oleh orang terdekatnya. Tapi aku lebih suka memanggilnya Ale dan dia suka panggilan itu. Aku bertemu dengannya saat kami sedang di perpustakaan. Tanpa sengaja dia menjatuhkan buku yang dia bawa. Aku yang saat itu di depannya dengan reflek mengambil buku yang berjatuhan karna pada saat itu dia membawa banyak buku. Semenjak saat itu kita mulai akrab dan sering bertemu. Itulah sedikit kisah pertemuanku dengan Ale. Benar yang dikatakan Rena. Dia baik, pintar dan ramah tapi tidak pada semua orang. Dia hanya akan ramah pada teman dekatnya saja itupun laki-laki. Dengan Renapun kadang dia bersikap cuek dan songong. Walaupun begitu dia tetap baik pada Rena. Berbeda sikapnya terhadapku, dia selalu menunjukkan sikap yang ramah dan sedikit konyol. Tiba-tiba aku merindukan, sudah dua hari ini kita jarang berkomunikasi. Kemaren dia bilang padaku kalau dia sedang berada diluar kota bersama Abangnya. Entah urusan apa akupun tak tau dan tak berani bertanya pula padanya. Aku hanya berdoa semoga dilancarkan segala urusannya disana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!