NovelToon NovelToon

Getaran Hati Nirmala

Prolog

Pengenalan Tokoh & Watak

Tokoh Utama :

• Nirmala

Seorang gadis cantik dari keluarga kaya raya, tapi teman-temannya menyangka kalau dia adalah anak seorang pembantu. Kedua orang tuanya merupakan pengusaha kaya raya di kota tempat mereka tinggal. Karena kesibukan kedua orang tuanya, Nirmala kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Meski begitu, Nirmala tumbuh menjadi sosok yang baik budi pekertinya.

• Kevin

Sahabat Nirmala sejak kecil. Rumah mereka berdekatan. Sangat ramah, murah senyum & diam-diam menyukai Nirmala. Wajahnya yang oriental tidak kalah tampan nya dengan Jeff yang berdarah prancis & Jepang. Di usianya yang masih sangat muda Kevin sudah menjabat sebagai direktur utama perusahaan. Selain berparas tampan, sifatnya yang baik dan sopan membuat banyak orang menyukainya terutama para gadis.

• Jeff

Pria dingin yang pemberani dan tidak suka basa-basi, wajahnya sangat tampan. Adik dari Chika, berbeda dengan Chika yang tidak menyukai Nirmala, Jeff justru sangat tergila-gila dengan kecantikan Nirmala sejak pertama kali bertemu. Jeff selalu mencari cara untuk bisa dekat dengan Nirmala dan selalu ada saat Nirmala dalam kesulitan. Walaupun terlihat dingin dan pemarah, dia sebenarnya pria yang baik.

Tokoh Pembantu :

• Anah

Anah adalah sahabat Nirmala, anak dari seorang manager yang bekerja di perusahaan milik ayah Nirmala. Meski anak seorang manager yang bekerja di perusahaan orang tua tua Nirmala, Anah tidak pernah mengetahui tentang seluk beluk Nirmala. Anah memiliki watak yang sedikit cerewet dan sangat memperhatikan penampilan. Tapi dia tidak pernah membedakan antara si miskin dan si kaya, dia berteman dengan siapa saja. Anah secara terang-terangan menaruh hati kepada Jeff. Walaupun Jeff tidak pernah menanggapi perasaannya, dia tetap tidak putus asa dan selalu berusaha untuk bisa menjadi kekasihnya Jeff.

• Chika

Kakak Jeff, chika sangat membenci Nirmala karena pria yang dia cintai lebih memilih Nirmala ketimbang dirinya. Rencana-rencana jahatnya selalu di lancarkan untuk mencelakai Nirmala, tapi Jeff selalu datang di saat yang tepat. Bagaikan dewa penolong untuk wanita yang di cintainya, Jeff bahkan berani menentang kakak nya sendiri. Hubungan Jeff dan kakaknya semakin renggang saat Jeff tahu bahwa hilangnya Nirmala beberapa hari itu adalah rencana jahat Chika, kakaknya sendiri.

• Salsa

Merupakan seseorang yang sangat cerewet dan suka adu domba. Salsa juga menyukai Kevin. Salsa secara terang-terangan mengungkapkan perasaannya kepada Kevin. Chika mengetahui akan hal itu, tapi menurut Chika, Salsa bukanlah saingan nya karena dia tidak lebih cantik dan tidak lebih kaya daripada dirinya. Salsa usianya jauh lebih muda dari Chika.

• Ruby

Teman terdekat Salsa. Selalu menjadi pendengar setia. Ruby ini sebenarnya orang yang baik, perasaannya sangat peka tapi karena dia setia kawan dan polos, Salsa sering memanfaatkannya agar melakukan hal-hal yang tidak seharusnya di lakukan. Ruby selalu menyesali perbuatannya, akan tetapi dia tetap saja melakukan kejahatan-kejahatan atas perintah Salsa. Seperti ketika Ruby mendorong Nirmala hingga jatuh ke kolam renang, itu semua dilakukannya atas perintah Salsa.

• Tirta

Teman sekolah Nirmala yang merupakan saingan Jeff dalam memperebutkan cinta Nirmala. Dia berteman dengan Jeff walaupun sebenarnya Tirta tidak menyukai akan hal itu. Ayah Jeff dan ayah Tirta adalah kakak beradik. Tapi keluarga Tirta berantakan karena sang ayah tergoda dengan wanita lain, orang tua Jeff tau perihal ayah Tirta yang memiliki wanita idaman lain dan sempat menjadi saksi atas pernikahan sirih ayahnya dengan wanita simpanannya yang hanya bertahan selama 3 tahun. Setelah ayahnya bercerai dari istri sirihnya, ibunya justru punya simpanan. Selain rumitnya masalah keluarga, Tirta juga ingin mendapatkan cinta Nirmala. Tirta tidak mau jika Nirmala jatuh ke pelukan Jeff. Itulah alasan kenapa dirinya tidak menyukai Jeff.

• Bharata

Teman Jeff yang baik, dia juga teman Tirta, berbadan besar dan doyan makan. Bharata selalu menasehati Tirta supaya tidak membenci Jeff. Mereka satu sekolah saat masih SMA.

• Wicaksana

Ayah Nirmala, sangat dermawan dan tidak pernah membeda-bedakan bawahannya. Pengusaha terkaya di Ibu Kota. Selalu sibuk dengan bisnisnya sehingga dia jarang sekali pulang kerumah. Hal ini membuat hubungan ayah dan anak terlihat tidak pernah harmonis meskipun tidak pernah ada keributan di dalamnya.

• Wulandari

Ibu Nirmala yang lemah lembut tapi sangat sibuk keluar negri untuk urusan bisnis membantu suaminya. Selain sibuk berbisnis, dia juga sangat menyukai arisan dan hobby belanja barang-barang branded.

• Bibi Sona

Pembantu rumah tangga yang merawat dan membesarkan Nirmala dari kecil. Bibi Sona yang selalu mengajarkan kebaikan kepada Nirmala, merawat dan menjaga Nirmala dengan penuh kasih sayang layaknya anak sendiri sampai-sampai semua teman-teman Nirmala mengira, bahwa dia adalah ibunya Nirmala.

• Pakde Slamet

Sopir pribadi keluarga Nirmala.

• Riko

Anak dari rekan bisnis ayah Nirmala yang menjadi tunangan Nirmala.

Singkat Cerita :

Kehidupan Nirmala yang terbilang cukup sempurna membuatnya selalu dalam kebahagiaan sebagai anak konglomerat, walaupun teman-temannya mengira dia hanyalah anak seorang pembantu karena orang tuanya tidak pernah terlihat bersamanya. Tapi Nirmala tidak pernah peduli akan anggapan itu.

Di balik hidupnya yang bahagia itu, Nirmala tidak mengetahui ada rahasia besar dibalik kelahirannya. Dia juga tidak tahu bahwa ayahnya bukan orang sembarangan. Ayahnya Nirmala yaitu Wicaksana adalah penguasa di dunia bisnis yang keberadaannya independent, tidak bisa direcoki oleh penguasa bisnis lainnya.

Ayah Nirmala yang bernama Wicaksana mempunyai teman dekat sekaligus rekan bisnis. Temannya itu memiliki anak laki-laki bernama Riko. Mereka lalu berencana untuk memperkuat bisnisnya dengan menyatu menjadi sebuah keluarga. Kemudian mereka saling berjanji untuk menjodohkan kedua anaknya jika kelak istri Wicaksana melahirkan anak perempuan.

Pada waktu itu, istri Wicaksana yaitu Wulandari bahkan belum hamil, akan tetapi Wicaksana sudah menyetujui rencana perjodohan itu. Hingga suatu ketika istrinya benar-benar hamil dan melahirkan anak perempuan bernama Nirmala.

Pertunanganpun di resmikan dan menunggu hingga mereka sama-sama dewasa untuk kemudian meresmikan pernikahannya.

Kehidupan nyaman Nirmala mulai terusik ketika dia tumbuh dewasa dan jatuh cinta. Seiring berjalannya waktu dalam kehidupan Nirmala, dia diam-diam telah jatuh cinta kepada seorang pria. Dan pria itupun menyukainya. Dia kemudian menceritakan perasaannya kepada ibunda tercintanya. Sehari setelah menceritakan perasaannya, ayahnya kedatangan seorang tamu yang tak lain adalah rekan bisnisnya bersama dengan sang anak yang akan di jodohkan dengan Nirmala.

Nirmala mengira, ibunya sudah menceritakan tentang perasaannya kepada sang ayah dan mengira tamu yang datang hanyalah tamu ayahnya yang biasa membicarakan bisnis. Ternyata salah, ibunya sama sekali belum menceritakan hal itu. Dan tamu yang datang bukanlah tamu biasa, melainkan keluarga Riko.

Saat Riko dan keluarganya datang untuk membicarakan hari pernikahan, Nirmala mengajak Riko keluar rumah dan menceritakan semua tentang perasaannya. Nirmala meminta kepada Riko agar membatalkan pertunangannya tapi Riko tidak mau. Riko merasa sangat beruntung jika bisa menikahi Nirmala.

Apakah Nirmala akan tetap menikah dengan Riko sementara hatinya untuk orang lain?

Kisah selengkapnya akan di mulai, selamat membaca 🙂

Kelahiran Nirmala Sekaligus Hari Pertunangannya

Jakarta, tahun 1990

Di suatu rumah gedung bertingkat, sangat mewah dan megah. Tinggal sepasang suami istri yang saling menyayangi, tapi sayang keduanya begitu sibuk dengan urusan masing-masing. Suami sibuk dengan bisnisnya dan sang istri terkadang menemani bisnis suami juga tapi lebih seringnya shopping-shopping dan arisan.

Dirumah yang besar itu, mereka tidak hanya tinggal berdua, ada orang lain asisten rumah tangga dan supir pribadi. Dua tahun menjalin hubungan suami istri, kini sang istri sedang mengandung buah cinta mereka. Tidak ada kebahagiaan lain yang melebihi kebahagiaan mendengar sang istri tercinta hamil. Namun, walaupun sang istri dalam kondisi hamil, suami masih saja sibuk dengan aktivitasnya di kantor tanpa mengurangi waktu sedikitpun untuk istrinya.

Di awal-awal kehamilannya, sang istri masih bisa ikut menemani pekerjaan suaminya. Tapi semenjak kehamilannya semakin membesar, dia lebih memilih untuk berada di rumah saja. Tiba-tiba sang istri yang bernama Wulandari merasakan kontraksi perut yang tidak biasanya.

Hari lahir anaknya sudah di prediksikan oleh dokter, tapi prediksinya masih 2 hari lagi.

Mungkin ini hanya sakit perut biasa, meskipun rasa sakitnya berbeda dari hari-hari biasanya. Dia mulai memegangi perutnya, rasanya sudah tidak karuan. Kepala juga terasa berat dan badan rasanya sakit semua. Wulandari akhirnya menyerah dan keluar dari kamar mencari asisten rumah tangganya, bi Sona. Mula-mula dia mencari bi Sona di dapur, tapi dia tidak menemukannya. Dia masih sanggup berjalan mencari keberadaan bi Sona sambil terus memegangi perut dan kepalanya.

Bi Sona ini kemana ya? di dapur tidak ada, di kamarnya juga tidak ada.

Dia melanjutkan lagi pencariannya ke setiap sudut ruangan itu. Tapi rasa sakit yang menyerangnya kini sudah tidak bisa di tahan lagi. Dia mulai berjalan meraba-raba dan tertatih. Merasa sakitnya semakin bertambah, dia mulai berteriak memanggil asisten rumah tangganya.

"Bi ... bi Sona ... Bibi ...!" teriak Wulandari ibu hamil yang sepertinya sudah waktunya mau melahirkan.

Sambil berjalan tertatih-tatih, Wulandari terus memegang perutnya dan berteriak memanggil pembantunya itu.

Tak lama kemudian Bibi Sona datang.

"Ya Allah Neng, Neng kenapa Neng?" tanya bi Sona.

Bi Sona terlihat panik melihat kejadian itu. Sambil memapah majikannya, Bi Sona terus menyebut nama Tuhannya.

Allahu Akbar ... Allahu Akbar ...

Wulandari semakin merasakan sakit yang luar biasa. Dia mulai susah untuk melangkahkan kakinya tapi tetap mencoba untuk melangkah keluar agar bisa segera ke rumah sakit.

"Cepat Bi, cepat bawa saya ke rumah sakit, sepertinya bayi ini sudah mau keluar, auwh ...." Wulandari memegangi perutnya dengan menahan rasa sakit.

Perjuangan untuk menjadi seorang ibu memang luar biasa, banyak rasa sakit yang harus di tahan demi lahirnya si buah hati. Buah cinta yang akan semakin mempererat hubungan suami istri dalam menjalankan bahtera rumah tangga.

Melihat kondisi majikannya yang semakin tidak berdaya itu, bi Sona memanggil supir pribadi keluar itu, Pakde Slamet. Tadi bi Sona melihat pakde Slamet sedang mencuci mobilnya.

Mungkin sekarang sudah selesai mencucinya, kalau pun belum selesai ya sudah tidak masalah, yang penting Nyonya bisa segera di bawa kerumah sakit.

"Pak Slamet ... Pak ...!" Teriak bi Sona sambil memapah majikannya keluar rumah.

Pak Slamet yang baru saja selesai mencuci mobilnya dan bersantai menikmati kopi, langsung meninggalkan kopinya itu. Pak Slamet dengan segera berlari menghampiri Wulandari dan bi Sona. Kaget bukan main, Pak Slamet langsung balik ke parkiran mobil dan menyalakan mobil. Menyetir mobil mendekati Wulandari dan bi Sona. Mereka membantu Nyonya nya masuk ke dalam mobil. Bi Sona ikut masuk ke dalam.

Kini Wulandari dan Bi Sona sudah di dalam mobil, Pak Slamet dengan gesit menyetater mobilnya dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tidak seperti biasa agar bisa cepat sampai ke rumah sakit.

Dalam keadaan menahan rasa sakit perut yang semakin menjadi-jadi, Wulandari masih bisa mengingat suaminya, Wicaksana. Dia menyuruh bi Sona mengambil ponsel di dalam tasnya dan menyuruh bi Sona untuk menghubungi suaminya.

"Bi, tolong Bibi hubungi suami saya, tolong ya bi cepat." pinta Wulandari.

"Iya, iya baik Neng" jawab Bi Sona.

Bi Sona mulai mencari nama tuannya di ponsel Wulandari. Tidak lama kemudian bi Sona mulai menelpon tuannya, berkali-kali mencoba menghubungi tapi tidak juga di angkat-angkat.

"Tidak ada jawaban." Kata bi Sona.

Wulandari mencoba menenangkan diri. Suaminya memang sangat fokus dalam urusan pekerjaan. Mungkin dia sedang ada rapat penting dan menaruh ponselnya di tempat lain.

"Coba lagi bi, coba bibi hubungi tuan lagi." Pinta Wulandari sekali lagi.

"Baik Bu." Jawab Bi Sona singkat.

Bi Sona mulai menghubungi tuannya lagi, tapi berkali-kali masih tetap sama saja, tidak ada jawaban.

Pakde Slamet berusaha untuk lebih menambah kecepatan, dia tidak ingin Nyonya nya terus merasa kesakitan. Sesekali dia melihatnya dari kaca mobil, melihat Wulandari yang menahan sakit. Wajahnya kini terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Tidak lama kemudian mereka akhirnya sampai di rumah sakit bersalin.

Sesampainya di rumah sakit, Wulandari langsung mendapatkan perawatan medis. Para tenaga medis itu sangat cekatan dalam memberi pelayanan terhadap pasien. Wulandari di baringkan pada tempat tidur beroda empat dan mereka mendorong masuk dengan penuh kehati-hatian menuju ruang bersalin. Tidak ada yang boleh masuk kecuali perawat dan dokter yang menangani.

"Tolong kalian tunggu di luar." pinta seorang perawat sambil menutup pintu ruangan itu.

Bi Sona & Pak Slamet terlihat kebingungan, mereka mondar-mandir di depan pintu ruangan itu. Bi Sona juga masih kebingungan dari tadi tuannya tidak bisa di hubungi. Walaupun dalan keadaan bimbang dan bingung tidak menentu, bi Sona mencoba untuk tenang.

Berbeda dengan bi Sona yang sudah mulai bisa tenang, pakde Slamet justru sebaliknya. Dia terlihat sangat mengkhawatirkan majikannya. Takut kenapa-kenapa karena tadi dia melihatnya begitu pucat dan kesakitan.

"Gimana ini Bi?" Pak Slamet memulai percakapan dengan bi Sona, dengan raut wajah yang sangat kebingungan.

Walaupun mereka hanya sebatas majikan dan asisten, tapi pakde Slamet sudah mengenal Wulandari sejak dia masih gadis. Dulu dia bekerja sebagai supir ayah Wulandari, sebelum kemudian dia di suruh majikan lamanya yang tidak lain adalah ayah Wulandari untuk ikut bersama Wulandari saja. Tetap manjadi supir nya Wulandari.

"Bi, gimana ini?" Pakde Slamet mengulangi pertanyaannya.

"Gimana apanya pak, saya juga bingung, kita do'akan saja Neng Wulan dan bayi nya baik-baik saja." bi Sona mencoba untuk tenang.

"Apa sudah ada kabar dari tuan Wicaksana?" tanya pakde Slamet.

"Belum." Bi Sona menggelengkan kepala.

Mereka terdiam di kursi tunggu, duduk dan menunggu kabar baik dari dokter. Dokter dan perawat masih belum ada juga yang keluar.

Tiba-tiba handphone Wulandari yang ada di genggaman Bi Sona itu berdering. Bi Sona melihat ada panggilan masuk.

"Pak Wicaksana." ucap bi Sona. Bi Sona melihat panggilan masuk di ponsel Nyonya nya bertuliskan suami.

Dengan cepat bi Sona menjawab panggilan masuk itu. Belum sempat mengucapkan salam, Wicaksana sudah lebih dulu menyapa melalui telepon tanpa mengetahui siapa yang mengangkat panggilan teleponnya itu.

"Hallo Sayang, ada apa?" Wicaksana langsung saja berkata seperti itu, dia tidak mengetahui kalau yang menerima dan menjawab telepon adalah pembantunya.

"Maaf tuan, ini saya bi Sona" jawab Bi Sona.

"Oh Bibi, kok handphone Wulan bisa ada sama Bibi? Wulan mana?" Wicaksana mulai bertanya-tanya dan sedikit cemas karena tidak biasanya ponsel istrinya di pegang oleh orang lain.

"Neng Wulan di rumah sakit tuan, Neng ...." bi Sona belum selesai menjawab pertanyaan tuannya, tapi tuannya sudah buru-buru memutuskan pembicaraannya.

"Di rumah sakit mana Bi?" Tanya Wicaksana dengan nada khawatir.

Bi Sona memberikan alamat rumah sakit dan dengan cepat Wicaksana langsung menuju ke alamat rumah sakit yang Bi Sona katakan tadi. Dia buru-buru keluar dari kantor menuju ke parkiran mobilnya, dia biasa menyetir mobilnya ke kantor sendiri. Dalam perjalanan, dia terus memikirkan istrinya, bagaimana kondisi istrinya.

Satu jam kemudian.

Wicaksana sudah sampai di parkiran rumah sakit, segera dia memarkirkan mobilnya dan berlari ke ruangan yang bi Sona katakan tadi di telepon. Wicaksana tidak bisa tenang, dia berlari agar bisa segera bertemu dengan istrinya, akhirnya dia sampai di depan ruang perawatan dan melihat bi Sona sedang duduk di kursi tunggu depan ruangan itu. Bi Sona yang melihat tuannya datang, seketika berdiri. Wicaksana juga berdiri dengab panik.

"Apa yang terjadi Bi?" tanya Wicaksana saat baru sampai di depan ruangan itu.

"Tidak tau tuan, sepertinya Neng Wulan mau melahirkan." jawab Bi Sona dengan nada gugup.

Wicaksana terlihat tidak tenang, dia mondar-mandir dan sesekali duduk.

Beberapa jam kemudian, dokter dari ruang bersalin keluar.

"Siapa keluarga pasien disini?" Tanya dokter berhijab itu.

"Saya suaminya Dok." jawab Wicaksana dengan cepat.

"Selamat Pak, bapak sekarang sudah menjadi seorang ayah." Dokter memberi ucapan selamat.

Bi Sona, Pakde Slamet dan terutama Wicaksana senang mendengar apa yang disampaikan oleh dokter.

"Bayinya perempuan, sehat dan cantik. Ibunya juga alhamdulillah selamat dan sehat, silahkan jika bapak ingin melihatnya." bu dokter mempersilahkan Wicaksana untuk melihat istri dan bayinya lalu pergi meninggalkan ruangan.

Wicaksana masuk ke dalam menemui istri tercintanya. Wulandari menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman penuh cinta dan kebahagiaan.

"Sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Wicaksana dengan lembut sembari mengecup kening istrinya.

"Aku baik-baik saja Sayang, terimakasih kamu sudah datang." jawab sang istri.

"Iya Sayang, aku langsung datang saat Bi Sona memberitahu kalo kamu di rumah sakit." Masih dengan suara lembut dan senyuman mesranya.

Mereka terlihat sangat bahagia dengan kehadiran buah hatinya. Wicaksana menggendong bayi yang baru saja lahir dengan penuh cinta dan kebahagiaan.

Sambil menggendong bayinya, Wicaksana menatap istrinya dan bertanya " Kamu sudah menyiapkan nama untuk anak kita belum Sayang?"

Istrinya menjawab "Nirmala, aku ingin anak kita ini diberi nama Nirmala."

"Itu nama yang bagus, aku setuju." Kata suaminya, masih dengan senyuman penuh mesra.

Setelah beberapa hari menginap dirumah sakit, akhirnya Wulandari sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah.

Semua keluarga dan bahkan asisten rumah tangganya sudah menunggu dan menyambut kedatangannya bersama putri kecilnya. Kebahagiaan terlihat jelas di mata mereka.

Kelahiran Nirmala membawa banyak kebahagiaan dalam rumah tangga Wicaksana dan Wulandari sekaligus menjadi tombak puncak kesuksesannya karena dengan lahirnya bayi perempuan berarti keinginannya untuk memperkuat perusahaannya semakin terbuka lebar.

Sebagai pengusaha yang kaya raya di kotanya, Wicaksana ingin merayakan pesta kelahiran putrinya sekaligus meresmikan pertunangan putrinya dengan Riko, anak rekan bisnisnya. Kebahagiaan terlihat jelas di mata mereka.

***

Tibalah saat pesta perayaan kelahiran Nirmala. Tak di sangka kalo pestanya akan semeriah ini. Wicaksana dan istrinya Wulandari mengucapkan banyak terimakasih kepada para tamu undangan yang sudah hadir dan ikut memeriahkan pestanya. Rekan bisnisnya pun hadir memberi selamat dan mereka bersulang karena dengan menyatukan anak mereka dalam sebuah ikatan pernikahan akan semakin memperkuat bisnis mereka.

Sayangnya, Riko tidak di ajak pada acara itu. Ayah Riko beranggapan bahwa Riko masih terlalu dini untuk mengetahuinya, sehingga cukup orang tua saja yang tahu. Lagipula Riko adalah anak yang penurut, dia pasti tidak akan menolak perjodohan ini jika pada saatnya nanti mereka menceritakannya. Begitu pun dengan orang tua Nirmala, mereka tidak akan menceritakan perihal perjodohan ini sebelum usia Nirmala menginjak 22 tahun. Mereka beranggapan bahwa Nirmala pasti akan mengerti dan bisa menerima keinginan orang tuanya. Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan ke depannya.

Di lain tempat, Nirmala yang tertidur pulas dalam ayunan mewah di jaga oleh Bi Sona, Bi Sona terlihat senyum-senyum sendiri.

Di tengah lamunan bi Sona, tetiba ada anak kecil yang menarik bajunya.

"Bi, boleh aku lihat adik bayinya?" tanya bocah lelaki itu.

"Tentu saja boleh, ayo ke sini." jawab bi Sona dengan lembut.

"Bayinya lucu dan cantik." kata bocah itu.

Anak kecil laki-laki itu merupakan anak dari salah satu rekan bisnis ayahnya Nirmala. Usianya sekitar 6 tahunan.

"Kamu juga tampan, lucu dan imut." Bi Sona membalas pujian anak kecil itu.

Anak itu hanya tertawa kecil "hehehe, siapa namanya Bi?"

"Namanya Nirmala," jawab bi Sona.

"Oh, namanya cantik seperti wajahnya," anak lelaki yang terlihat masih sangat polos itu berbicara seperti sudah dewasa saja.

Dia terus memandangi Nirmala dan sesekali mengajaknya bicara. Nirmala yang tadinya tertidur pulas kini terbangun, bayi mungil itu tidak menangis. Dia hanya mengedipkan mata dan menguap lalu tidur lagi.

"Bi, Nirmala tadi bangun, lucu sekali ya Bi?" bocah kecil itu terus saja mengajak bi Sona bicara. Bi Sona hanya membalas dengan senyuman.

Di tempat yang berbeda, semua orang sedang bersenang-senang menikmati makanan yang lezat dan lagu-lagu yang di bawakan oleh band-band ternama. Wicaksana adalah pengusaha kaya raya, untuk mengadakan pesta meriah seperti ini sangatlah kecil buat dia.

Seorang ibu muda berwajah oriental terlihat kebingungan di tengah pesta, rupanya dia sedang mencari anak laki-laki nya. Biasanya dia tidak seperti itu karena anak nya di jaga oleh baby sister, tapi hari ini dia ke pesta hanya bersama suaminya dan tentu saja dia tidak berani menanyakan keberadaan anaknya itu kepada suaminya. Dia khawatir jika suaminya sampai mengetahui anaknya tidak bersama ibunya, suaminya akan marah.

Ibu muda itu terus berjalan dan mencari anaknya ditengah keramaian, dia mencari ke depan rumah tapi tak mendapati apapun. Dia kemudian kembali ke dalam dan mencari ke area kolam renang barangkali putranya ada disana. Lagi-lagi dia tidak menemukan siapapun di sana. Lalu dia berjalan lagi menuju kerumunan, saat melewati sebuah ruangan, seorang anak berteriak "Mami!". Ibu muda itu menoleh dan menghampiri anak kecil itu.

"Ya ampun Kevin, mami mondar mandir kesana kemari mencari kamu, ayo kembali kesana." Ajak mami nya dengan nada yang agak kesal.

"Bye ... Nirmala ... sampai jumpa lagi ya." Anak kecil yang kini diketahui namanya itu adalah Kevin melambaikan tangan kepada Nirmala.

Imunisasi

4 bulan kemudian.

Saat ini Nirmala genap berusia 4 bulan. Matanya terlihat bersinar dengan bibir berwarna merah dan pipi yang begitu menggemaskan. Siapapun yang melihatnya pasti ingin sekali menggendongnya. Sehari-hari Nirmala yang masih bayi itu menghabiskan waktunya bersama bi Sona. Mulai dari pagi hingga malam hari, semua keperluannya bi Sona yang menyiapkan.

Ayahnya, Wicaksana dan Ibunya Wulandari orang yang sangat sibuk, saking sibuk nya mereka tidak punya cukup waktu untuk sekedar menggendong anaknya. Bahkan pada hari sabtu dan minggu pun kedua orang tua Nirmala masih terlihat sangat sibuk di luar rumah. Mereka jarang sekali dirumah, rumah besar itu hanya di nikmati nya saat tidur. Itu pun jika mereka tidak ada jadual ke luar kota atau ke luar negri.

Wicaksana sangat sibuk dengan bisnisnya, begitu pun Wulandari. Wulandari Ibu Nirmala selain sibuk dengan bisnisnya juga sangat sibuk arisan dengan teman-temannya. Karena kesibukannya itu, mereka jadi jarang berada di rumah bersama dengan bayinya. Namun bukan berarti mereka tidak menyayangi Nirmala.

Mereka sangat menyayangi puterinya, tapi pekerjaan yang memaksa mereka untuk terus berada jauh dengan buah hatinya, membuat mereka seperti tidak peduli akan kehadiran putri cantiknya. Wulandari yang seharusnya memberikan asi juga nampak tidak pernah melakukan hal itu. Hal dimana saat seorang ibu bisa lebih dekat dengan anaknya.

Nirmala yang seharusnya masih mendapatkan asi justru selalu minum susu formula. Setiap hari, bayi mungil itu hanya mendapatkan gizi dari susu formula. Siapa lagi jika bukan bi Sona yang membuatkannya. Ibunya, Wulandari teramat sibuk.

***

Sore itu saat bi Sona sedang mengajak bayi mungil keliling jalan-jalan di sekitar perumahannya, seorang anak kecil menghampiri dengan berlari. Awalnya anak kecil itu sedang bermain bola sendiri, menyadari ada bi Sona bersama bayi mungil. Dia langsung mendekati, bocah kecil itu merasa sangat senang dan terhibur setiap kali melihat Nirmala kecil.

Anak kecil itu memegang baby push walker yang sedang di dorong oleh bi Sona.

"Bibi, bibi aku mau lihat adek bayinya" anak kecil itu merengek.

Bi Sona berhenti mendorong baby push walkernya dan memberi kesempatan kepada anak kecil itu untuk melihat Nirmala. Bi Sona juga menyukai anak kecil yang begitu manis itu.

"Kamu Kevin kan?" tanya Bi Sona.

Bi Sona tahu kalau anak kecil itu bernama Kevin. Kevin tinggal di samping rumah Nirmala. Dan dia sangat terkenal di kalangan asisten rumah tangga di kawasan perumahan itu. Dia di kenal begitu sopan dan ramah, berbeda dengan anak seusianya yang lain yang susah di atur dan sering membuat pusing para asisten rumah tangga.

"iya Bibi, aku Kevin. Kevin mau lihat adek bayinya dong Bi, boleh kan?" Pinta Kevin dengan terus merengek dan memaksa diri untuk melihat adek bayi itu.

"iya boleh." jawab bi Sona.

Bi Sona sama sekali tidak keberatan, dengan senang hati bi Sona mengizinkannya. Tapi dia tidak ingin berhenti di tengah jalan, dia ingin mengajak Nirmala ke Taman di perumahan mewah itu. Sambil mendorong kembali baby push walkernya dan di ikuti oleh Kevin.

Rupanya Kevin sangat menyukai bayi mungil itu. Bayi mungil itu juga terlihat ceria melihat ada orang lain selain bi Sona. Kevin ikut memegang baby push walker itu di samping, sementara bi Sona masih terus mendorongnya. Berjalan pelan menuju ke Taman. Sesampainya di Taman, bi Sona duduk di kursi panjang sambil terus memperhatikan Nirmala. Kevin pun terlihat sangat senang bisa melewati sore bersama Nirmala.

Bi Sona terus saja memandangi wajah bayi mungil itu, sesekali bi Sona tersenyum tapi kadang tanpa terasa air matanya menetes membasahi pipinya.

Nirmala anak yang malang, dia lahir di keluarga yang berlimpah harta dan kekayaan. Tapi sudah 4 bulan sejak dia di lahirkan, dia kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Semoga kelak kalau dia dewasa, dia bisa memaafkan kedua orang tuanya.

Bi Sona mulai sedikit terisak, dia sesegera mungkin menyeka air matanya dan menyembunyikan kesedihan itu. Kevin yang sedari tadi memperhatikan Nirmala tanpa sengaja mendengar isakan bi Sona dan menoleh ke arahnya. Kevin melihat bi Sona menyeka air matanya dan pipinya juga terlihat sedikit memerah seperti menahan tangis. Kevin anak kecil yang baru berusia 6 tahun itu lagi-lagi bersikap seperti orang dewasa.

" Bibi nangis ya? Bibi jangan nangis, kalau Bibi nangis nanti Nirmala ikut menangis." Kata Kevin.

"Bibi tidak menangis, hanya kelilipan saja." Kata Bi Sona menyeka air matanya dan memberi senyum untuk Kevin.

Bi Sona berdiri dan bermaksud untuk membawa Nirmala pulang.

"Kita pulang yuk," Kata Bi Sona sambil mulai mendorong baby push walker nya.

"Iya." Ucap Kevin.

Mereka berjalan pulang, hanya sebentar duduk-duduk di Taman karena bi Sona tidak mau Nirmala berada di Taman sampai menjelang maghrib. Kata orang-orang di desanya tidak baik membawa bayi keluar rumah menjelang maghrib. Sebelum bi Sona pulang, dia mengantar Kevin terlebih dahulu, memastikan anak laki-laki itu sampai ke rumahnya tanpa kurang suatu apapun.

"Nah, sekarang Kevin sudah sampai dirumah, ayo masuk sana." Kata Bi Sona.

"Iya, besok kita main di Taman lagi ya Nirmala?" Kevin mengajak Nirmala bicara seolah-olah bayi itu sudah bisa mengucapkan kata-kata.

Bi Sona yang melihat perlakuan Kevin begitu baik kepada Nirmala selalu tersenyum gembira. Dia lalu melanjutkan untuk pulang kerumah.

Kini setiap sore Kevin selalu menunggu bi Sona dan Nirmala agar bisa jalan bersama ke Taman. Kevin jadi selalu tidak sabar menunggu waktu sore. Kevin juga hampir sama seperti Nirmala, kedua orang tuanya tak kalah sibuk dengan kedua orang tua Nirmala. Mereka sibuk dengan bisnisnya di luar kota bahkan sampai ke luar negri. Sejak kecil Kevin selalu di jaga oleh pengasuhnya. Kevin selalu merasa kesepian karena tetangga di kanan kirinya tidak ada anak seusianya atau yang lebih muda darinya. Kalaupun ada, mereka jarang sekali keluar rumah. Kehadiran Nirmala memberi warna tersendiri dalam hidup Kevin. Dia tidak pernah merasa kesepian lagi.

***

Sore ini hujan turun sangat lebat, Kevin hanya bisa meratap dan menatap jendela rumahnya, dia tidak bisa menikmati sore bersama Nirmala. Dia berharap hujan segera berhenti, tapi yang terjadi justru sebaliknya, hujan semakin deras membasahi bumi.

Bi Sona terlihat menikmati harinya, tapi dia teringat juga dengan Kevin.

Hujan turun sangat deras, anak laki-laki itu pasti sedih karena tidak bisa bermain bersama dengan Nirmala. Walaupun Nirmala masih bayi, tapi sepertinya dia senang setiap kali bisa bertemu dengan Nirmala.

Sambil melipat baju-baju Nirmala dan menata nya di lemari. Bi Sona memikirkan Kevin juga. Bi Sona melipat baju-baju itu sambil menyanyikan lagu-lagu jaman dulu, lagu favorit nya yang mengingatkan pada masa mudanya.

Malam-malam aku sendiri, tanpa cintamu lagi, hoo hoo hoo, hanya satu keyakinan ku ...

Belum selesai bi Sona melanjutkan nyanyiannya, Nirmala tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan menangis. Bi Sona dengan cekatan langsung mengecek bayi itu kenapa dia menangis.

"Apakah ngompol?" pikir bi Sona.

Ternyata tidak, Bi Sona kemudian menggendongnya tapi masih tetap saja menangis, tangisan Nirmala di iringi hujan deras dan sesekali gelundung menggelekar. Bi Sona terus menggendongnya tapi tangisnya belum berhenti juga.

"Apa mungkin dia lapar?" batin bi Sona.

Bi Sona lalu meletakan Nirmala di tempat tidur dan mulai membuatkan susu. Bi Sona lalu memberikan susu itu kepada Nirmala dan benar saja, Nirmala kini terdiam menikmati minumannya hingga tertidur. Bi Sona memperhatikan wajah mungil bayi itu, sangat menggemaskan. Bi Sona mengambil meletakan botol susu di meja dan membersihkan bibir Nirmala yang terkena susu tadi. Sebab jika tidak segera di bersihkan, itu bisa membuat Nirmala iritasi. Kulitnya masih sangat sensitif.

Tidak terasa hari sudah mulai malam, bi Sona berniat untuk menidurkan Nirmala di kamar orang tuanya. Dia menggendong Nirmala dari kamar bayi ke kamar utama milik orang tua Nirmala. Kamar itu tidak pernah di kunci sehingga siapa pun bisa keluar masuk.

Sesampainya di kamar yang sangat luas dan indah itu namun terasa sangat sepi, bi Sona menidurkan Nirmala. Sangat sepi karena pasangan suami istri, Wicaksana dan Wulandari belum pulang dari kantor. Bi Sona, menidurkan Nirmala hingga tanpa terasa ia pun ikut tertidur di ranjang kasur yang sangat empuk. Mungkin bi Sona kelelahan seharian menjaga Nirmala.

Jam menunjukkan pukul 23.00 wib, bi Sona kaget karena majikannya Neng Wulan sudah ada di kamar dan sedang menatap bayinya.

"Neng Wulan sudah pulang? Maaf bibi ketiduran." Kata bi Sona.

"Iya Bi, baru saja saya pulang. Bibi pasti sangat capek, terimakasih sudah menjaga Nirmala ya Bi, Bibi istirahat saja di kamar. Saya yang akan menjaga Nirmala." ucap Wulandari dengan lembut.

"Baik Neng" jawab Bi Sona singkat sambil beranjak keluar dari kamar mewah itu.

Bi Sona yang masih sangat mengantuk itu melanjutkan tidur di kamar, tapi baru saja bi Sona menutup matanya. Tiba-tiba ada yang memanggilnya dari luar.

Tok ... tok ... tok ... terdengar suara pintu di ketuk.

"Sona, Sona." terdengar ucapan sayup-sayup dari luar pintu.

Bi Sona segera membuka pintu kamarnya, ternyata pakde Slamet yang datang.

"Pak Slamet, ada apa Pak?" tanya bi Sona.

"Sona, saya mau pinjam uang kamu ada gak? besok kalo gajian saya akan langsung mengembalikan uang kamu." begitu kata pakde Slamet.

Percakapan mereka tidak sengaja di dengar oleh Wicaksana yang kebetulan sedang mencari Pakde Slamet.

"Pakde kalo butuh uang bilang saja sama saya pakde, pakde butuh berapa?" tanya Wicaksana mengagetkan pakde Slamet dan bi Sona.

"Ngapurane Den ( Maaf Tuan)." Kata Pakde Slamet berbahasa Jawa.

Bi Sona dan Pakde Slamet saling menatap dan tidak berani berkata-kata.

"Lah kok malah diam, pakde butuh berapa? 5 juta cukup?" Wicaksana bertanya-tanya.

"Aduh, jadi gak enak saya Den Wicak" Pakde Slamet merasa tidak enak.

"Tadi istri saya dikampung menelpon, katanya butuh uang buat pengobatan mertua saya dikampung katanya kena demam berdarah Den." Pakde Slamet melanjutkan pembicaraan.

"Oh ya sebentar" Wicaksana berjalan menuju ke kamar hendak mengambil uang.

" Pakde" Wicaksana memanggil pakde slamet.

"iya Den" jawab pakde

"Ini uang buat pengobatan keluarga pakde di kampung dan besok pakde boleh cuti dulu, nanti kalo urusan di kampung pakde sudah selesai, pakde secepatnya balik kesini lagi."

Wicaksana memberikan uang sebesar 5 juta secara cuma-cuma untuk pengobatan keluarga pakde Slamet. Wicaksana memang bos yang sangat baik dan perhatian kepada para bawahannya.

"Ada apa pah?" tiba-tiba Wulandari datang.

"Ini, pakde besok mau cuti Mah." jawab Wicaksana.

"Oh iya gpp, pakde sudah menyiapkan oleh-oleh? kalo belum nanti pakde bawa aja itu banyak makanan di lemari, besok pakde bawa aja ya. Salam buat keluarga pakde di kampung." kata Wulandari sambil mengikat rambutnya.

"iya Neng terimakasih." pakde slamet mengucapkan terimakasih.

Bi Sona yang menyaksikan kejadian itu sama sekali tidak merasa iri karena siapapun pegawai yang sedang mengalami kesulitan, selalu di bantu oleh tuan dan nyonya nya.

Wicaksana dan Wulandari menuju ke kamar, mereka merasa lelah seharian berada di kantor. Bi sona juga pamit untuk melanjutkan tidurnya.

***

Waktu menunjukan pukul 04.00 wib. Bi Sona sudah bangun dan mandi untuk bersiap sholat subuh. Biasanya setelah sholat subuh bi Sona sudah bisa bertemu dengan Nirmala.

Bi Sona yang selalu menanti-nanti kan pertemuan itu, jadi tidak sabar. Namun, sampai waktu sudah menunjukan pukul 07.00 waktu Indonesia Barat, Nirmala belum juga keluar dari kamarnya. Padahal Wicaksana juga sudah pergi ke kantor, tapi Wulandari belum keliatan sedari pagi, bahkan saat suaminya sarapan tadi pun wulandari tidak terlihat menemaninya.

Rupanya hari ini Wulandari tidak ke kantor, dia masih asyik bermain bersama bayi mungil nya.

Bi Sona yang sudah tidak tahan lagi menunggu kesempatan menggendong Nirmala akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu kamar majikannya.

Tok ... tok ... tok ...

"Siapa?" tanya Wulandari dari dalam kamar.

"Ini saya Neng, bi Sona. Sudah jam 7 pagi, sudah waktunya Nona Nirmala untuk mandi." jawab bi Sona.

Wulandari membuka pintu dan mempersilahkan bi Sona untuk masuk, betapa terkejutnya bi Sona karena ternyata Nirmala sudah di mandikan oleh Ibunya. Ini kali pertama ibu muda itu memandikan anaknya.

"Aku sudah mandi bi Sona." Wulandari bergaya berbicara seolah-olah dia adalah Nirmala.

"Aku sudah cantik bi Sona, mama yang memandikan aku." Wulandari melanjutkan kata-katanya seolah-olah itu adalah kalimat Nirmala si bayi mungil yang cantik.

"Bibi, hari ini saya ada arisan tapi hari ini juga ada jadual imunisasi Nirmala, Bibi nanti tolong saya untuk mengurus imunisasi Nirmala ya?" pinta Wulandari.

"Baik Neng." jawab bi Sona singkat.

"Ya sudah, saya mau mandi dulu & siap-siap, nanti saya sarapan bersama teman-teman arisan, jadi saya tidak sarapan dirumah." Lanjut Wulandari.

"Bibi boleh bawa Nirmala sekarang." Wulandari masih melanjutkan kata-katanya sambil menuju ke kamar mandi.

Bi Sona menggendong Nirmala keluar dari kamarnya. Tak terasa airmatanya menetes membasahi pipi.

Dalam hati bi Sona berkata "Kasian sekali kamu nak, untuk mengantarkan imunisasi saja, ibumu tidak bisa melakukannya".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!