NovelToon NovelToon

Campur Tangan Mertuaku Di Keluarga Kecilku

Episode 1. CTMDKK

Ku lihat suamiku sedang menonton sibuk bermain game di ponselnya. Aku pun mendekati nya, entah kenapa aku ingin sekali mangga muda. Dibikin lutis atau ngemil seger banget.

“Dede, pengen mangga kan? Minta bapak yuk suruh metik kin,” ucap ku mengelus perut ku yang makin buncit ini.

"Masss …” panggil ku.

Ku lihat dia tak bergeming dan tak sekali pun bergerak.

“Mas … dede pengen lutis nih, cariin dong mas. Lutis mangga muda tapi mas yang panjat sendiri ya dari pohonnya. Mass … kamu coba nih pegang dede geraknya aktif banget,” ucap ku dengan antusias dan memegang tangan suamiku.

“Apaan sih..” ucap nya

“Mas, kok kamu gitu sih?” ucap ku yang agak marah dengan nya.

“Sana kamu buatin camilan aja,” ucap nya menyuruh ku.

“Oke mas, tapi dengan satu syarat. Tolong dong sayang, sesekali turuti kemauan bayi kita. Dari awal ku hamil kan nggak pernah tuh di turutin. Cuma mangga yang kamu petik aja itu aja.” Ucap ku.

“Ahh, males. Kata mama itu kemauan kamu bukan bayi yang ada di kandungan kamu. Kamu ini ya, selalu saja merepotkan. Jadi istri seharusnya kamu mensyukuri apa yang ada.”

“Mas, kan aku bilang minta tolong, ini juga demi anak kamu,”

“Kalau kamu mau mangga, ya beli. Kemarin ku kasih kamu uang bulanan sekalian buat kamu jajan, ganggu main aja,”

“Mas, tapi kan sudah habis. Mas Cuma kasih 700 ribu. Beli belanjaan bulanan sabun dan lainnya 400 ribu, listrik 100 ribu, yang 50 ribu buat bayar utang ke bu vivi, 50 terakhir buat beli pulsa hp,”

“Aduh, seharusnya kamu kurangi belanja bulanan itu. Jangan banyak-banyak. Kamu juga harus irit, kata mama uang 700 per bulan itu sudah termasuk banyak. Gimana sih? Aku kan juga banyak tanggungan. Ada syifa yang harus bayar kuliah nya, ada mama lah, di tambah kamu mau melahirkan. Mama juga nuntut beli motor buat syifa. Seharusnya kamu ngertiin aku. Jangan menyusahkan suami terus. Maka nya kamu kerja juga, jadi kalau mau uang lebih tinggal pake uang sendiri. Apa-apaan kamu ini, hhhh jadi kalah kan. Gara-gara kamu! “

“Maass .. itu kan untuk sebulan mas? kamu kok gitu sih … Astaghfirullah … Aku kan istri kamu mas, Aku kan hanya bilang rincian pemakaian nafkah yang aku terima."

“Tapi dengan kamu bilang cuma di kasih aja artinya kamu sama sekali nggak mensyukuri apa yang suami kasih kan? Kalau kamu memang bersyukur pasti nggak akan bilang kalau uang 700 itu" ucap mas Ridwan meninggi.

“Mas, Apa kamu pernah coba berpikir di jaman sekarang yang serba mahal apa cukup dengan uang 700 ribu perbulan? Engga mas, makin banyak anggota keluarga makin banyak juga pengeluaran. Mama kamu kasih 4 juta tiap bulan, adik kamu saja kamu kasih 1 juta per bulan nanti dia minta lagi di pertengahan bulan. Sedangkan aku nggak pernah mas minta ke kamu lagi. Lagi pula aku cuma ingin ambilkan buah mangga muda aja loh mas. itu loh di depan rumah nya bu yati kalau kamu minta pasti dia kasih kok. Kenapa kamu malah berfikir kalau aku tidak bersyukur?" Ucap ku cerewet.

“Kamu ini ya kalau di kasih tau suami itu jangan bantah! Ada aja jawaban mu. Agghh sudah lah nggak betah ku di rumah.” Suami ku berdiri dan keluar dari rumah dengan membanting pintu.

“Astaghfirullah … Maafin ayah ya dede. Ayah pasti begitu karena cape.” Usap ku berbicara pada anakku di dalam perut.

Karena suami ku tak menuruti ngidam ku, aku pun terpaksa keluar dan meminta sendiri pada bu yati.

“Assalamualaikum bu ..”

“Waalaikumsalam eh yeni .. sini masuk sini..”

“Makasih bu, hehe permisi.”

Aku pun masuk ke dalam rumah bu yati, aku pun duduk setelah dia mempersilahkan.

“Mbak yeni ini di minum dulu, maaf hanya ada air putih mbak. Terus ini camilan nya di cicipi juga mbak, saya yang bikin loh.”

“Nggak apa-apa bu, saya yang minta maaf karena merepotkan,”

“Eh, engga engga mana ada repot mbak, malah seneng saya ada tamu" Jawab nya padaku.

“Hehe, makasih ya bu? memangnya Anisa dimana Bu?"

“Lagi di rumah mbah nya di kampung, aku ya nggak mungkin toh ikut, kalau warung tutup beberapa hari ya rugi ,”

“Oh begitu. iya juga sih" jawab ku tersenyum.

“Iya. Ini dicicipi juga kue bikinan saya. Oh iya tanggal berapa Hpl nya mbak? Kalau di lihat dari perutnya sih kayaknya laki-laki nih mbak hehehe,”

Aku meminum air dan menyicipi kue yang ditawarkan Bu Yati, “Iya Bu, sepertinya sekitar 2 Mingguan lagi. Amiin Bu kalau laki-laki mah"

“Oke ini ya. Sudah deket banget tuh mbak. Waduuh, yang semangat yo mbak..”

“Makasih bu, iya selalu semangat ini hehe,”

“Iya. Em, ini ada apa nih tiba-tiba ke sini? Apa ada masalah mba?”

“Eh enggak bu, nggak ada masalah. Yeni kesini cuma mau ijin kalau yeni minta mangga muda nya apa boleh bu? Nggak tau kenapa yeni pengen banget mangga muda dari kemarin,”

“Mangga muda? Ya boleh lah yen, masa nggak boleh? Mau berapa nih? Ku ambilkan nih,”

“Hehe, makasih ya bu, Yeni Cuma mau 2 aja bu,”

“2 aja? Beneran? Nggak mau sekilo sekalian?”

“Kebanyakan bu, hehe,”

“Udah nggak papa, sebentar di sengget dulu mangga nya, kamu tunggu sini aja di makan nih camilannya.”

“Makasih banyak ya bu, nggak enak ngerepotin terus,”

“Halah, kaya sama sapa aja kamu yen,”

Aku menunggu bu yati dengan memakan kue-kue yang di buat oleh bu yati lagi. beberapa saat kemudian, bu yati masuk kembali dengan satu kantong kresek berisi mangga yang dia ambil tadi.

“Nih, cukup ya segini? Kalau mau lagi ngomong ya yen,”

“Ini lebih bu, makasih banget nih yeni jadi keturutan makan mangga muda,”

“Sama-sama, santai aja, nanti kalau habis pengen lagi bilang aja yen” ucap bu yati padaku.

“Hehe, siap bu,”

“Yo wes, lagi nih makan nya yang banyak, enak kan? Atau mau bawa ini juga?”

“Enak banget bu, hehe jangan bu ini buat tamu yang lain aja.”

“Padahal ya nggak papa mbak, aku malah seneng berarti kue bikinan ku enak hehe, Yang buat mah suka kalau buatannya di habisin,”

“Hehe, enggak bu, cukup mangga saja,”

“Yo wes,”

Setelah mendapatkan mangga, aku dan bu yati berbincang sebentar, dia juga dengan baik mengiriskan berapa mangga itu untuk ku makan. lalu tanpa sadar terdengar adzan ashar.

“Eh udah ashar kah? Aduh duh, nggak terasa nih kita ngobrol nya,” ucap bu yati.

“Iya bu, nggak terasa sekali ya bu,”

Tiba-tiba ku dengan samar mendengar suara seseorang memanggil nama ku. Lama kelamaan suara itu semakin terdengar dan juga semakin jelas.

Bersambung..

Episode 2. CTMDKK

Yeni ! Hey Yeni !” teriak seperti suara mertua ku.

Aku dan bu yati saling bertatapan, lalu bu yati pun berdiri dan keluar untuk melihat orang yang berteriak dari depan rumah nya diikuti juga dengan ku.

“Hey Yati! Mana Yeni!” teriak mertua ku.

“Ada apa ma? Jangan teriak-teriak gitu toh ma,” ucap ku.

“Eh eh, ini semua juga karena kamu tau nggak! Camilan buat syifa jadi habis di makan Ridwan, itu semua karena kamu yang nggak becus ngurus suami. Ridwan ngomong kalau kamu protes karena uang? Hah? tak tau diri sekali. Ridwan itu wajib bertanggungjawab pada ibu sama adiknya. Istri macam apa kamu ini. Dasar bodoh ! bukannya bersyukur malah protes.”

“Ya ampun bu marni. Salah kaprah sekali kamu Bu. Anakmu sudah nikah ya harusnya tanggungjawab sama anak istrinya lah. seharusnya ya kamu Bu yang ikut bantu anakmu itu. Jangan minta uang sama anakmu gitu. Si Ridwan aja mau punya anak ya kebutuhan lebih banyak Bu. Ajaran dari mana sih. sesat sekali." ucap bu yati yang keheranan juga.

“Heh bu yati, jangan ikut campur ini bukan urusan kamu bu!”

"Ealah ngajak padu buk! Di omongin bener-bener malah ngeyel, Kiye umah ku ya jadi urusan ku buk!” ucap bu yati yang juga makin meninggi suara nya.

“Heh, kamu nantang? Sini kau!”

“Eh eh, ayo sini kita gelut sekalian. Semena-mena sekali ya kamu marni,”

Mereka saling melotot, aku tak tinggal diam, ku menggandeng tangan mertua ku lalu ku tarik dia agar tidak bertengkar dengan bu yati.

“Ma, ayo kita pulang saja. Udah, jangan berantem.” Tarik ku lengan mertua ku.

“Lepas! Ikut campur aja kalau orang tua lagi debat” marah mertuaku.

“Eh malah yeni di marahin, Mertua macam apa kamu!”

“Heh! Kamu ya! Hiihhh!” mertua ku menarik rambut bu yati begitu pula sebaliknya.

Suasana menjadi sangat heboh lagi Ketika banyak tetangga yang penasaran dan ikut melihat mereka berkelahi.

“Aduh bu, udah bu … udah..” ucap salah seorang tetangga yang mendekati kami membantu memisahkan mertua ku dengan bu yati.

Mereka saling jambak menjambak rambut hingga pak RT tiba-tiba melerai mereka.

“Bu, sudah bu.. Apa anda sekalian tidak malu? Jambak-jambak kaya anak kecil aja,” ucap pak RT.

“Dia dulu yang ngajakin ribut pak!” jawab mertua ku menunjuk ke arah bu yati.

“Eh, kok aku sih? Fitnah itu pak jelas-jelas dia dulu. Lagian dateng-dateng marah-marah berisik tau nggak buk!” bela diri bu yati.

“Siapapun yang duluan, sekarang ayo saling minta maaf bu, nggak baik bertengkar seperti ini,” Ucap lagi pak RT.

“Nggak sudi,” ucap mertua ku.

“Eh, dasar egois! Sudah salah nggak mau ngaku nggak minta maaf lagi. Ingat umur, ingat dosa. Kalau Njenengan minta maaf pun nggak bakalan saya maafin,”

“Heh! Najis sekali ya minta maaf pada orang modelan gini,”

Bu yati tersulut emosi nya lalu mendorong mertua ku lagi. Kami yang ada disini pun ikut panik.

“Eh, eh.. malah jadi gini sih?” ucap pak RT.

Aku berusaha untuk memisahkan mereka lagi namun entah kenapa mertua ku ikut mendorong ku hingga aku pun jatuh dalam posisi terduduk di atas tanah. Aku merasa sangat sakit dan perih di bagian bawah perut ku sontak ku kaget dan lebih kaget lagi Ketika melihat air ketuban ku pecah mengalir di sepanjang kaki ku.

“Aaaa ma, tolong..” ucap ku meminta tolong pada mereka.

“Ya Allah Yen, Aduh gimana nih, pak.” Ucap bu Yati yang terlihat panik.

“Ayo, bantu baringkan dulu di situ bu, Bu Marni bisa telpon Ridwan suruh ke sini? Kasih tau dia bawa Yeni ke rumah sakit" Ucap seorang warga lain.

“Hmm, paling ya pura-pura itu." jawab mertua ku yang sama sekali tak terlihat panik atau pun khawatir.

"Astaghfirullah Bu Marni!" Teriak Bu Yati.

Aku bisa melihat sekilas semua warga ikut panik terutama ibu-ibu yang tadi ikut menonton perkelahian bu Yati dengan mertua ku.

“Saya sudah panggil ambulance kemari. Gimana bu? Ridwan di mana?” Ku dengar suara tetangga yang lupa siapa namanya.

“Berisik..” jawab mertua ku judes.

“Ya Allah bu, mantu kesakitan gini kok nggak ada khawatir nya sih?”

“Iya tuh, gimana sih bu Marni itu? Tadi ku lihat dia yang dorong Yeni loh,”

“Heh bu! Kok pada nyalahin saya sih? Jangan asal tuduh ya,”

“Eh, nggak hanya saya aja bu yang lihat, ibu-ibu di sini juga lihat kan bu? Ya kan?”

“Iya saya lihat juga, Pak bener tuh Bu Marni yang dorong yeni nih, Jahat banget sih jadi orang,” ucap ibu-ibu yang lain.

“Aaaawww emmmm,” aku mengejan dengan paksa hingga kini ku merasa ada yang mengalir hingga ke kaki ku.

“Bu, darah, darah ..” teriak seorang ibu-ibu menunjuk ke tempat darah itu mengalir.

“Yen.. Yeni .. jangan ngeden sekarang yen, Yang tenang yen, sebentar lagi kita akan ke rumah sakit,”

“Heeh, kenapa ke rumah sakit? Ke bidang saja, yang murah. Ngapain ke rumah sakit mahal-mahal.” Ku dengar suara mertua ku begitu.

Tiba-tiba, Suara mas Ridwan terdengar di telinga ku.

“Itu tuh Ridwan bawa becak,” ucap seseorang.

“Ya itu suami nya, Hey Ridwan kemari temani istri mu dulu. Kita tunggu ambulance datang.” Ucap ibu-ibu yang lain.

“Mana Yeni Bu?” ku dengar mas Ridwan berbicara pada ibunya.

“Tuh. Bawa dia ke bidan Diana saja“ ucap mertua ku.

“Memang nya yeni sudah mau melahirkan ma? Bukan kah masih agak lama ma?”

“Hey udah Ridwan. Sini.. Istri kamu ini loh mau melahirkan. kamu tunggu sini, tenangkan istri mu" Ucap Bu Yati.

Mas Ridwan pun mendekatiku. “Kita pergi ke bidan saja" bisik nya padaku.

Aku tak menjawab apapun, dia pun langsung membopong ku. Sontak semua orang yang ada di sini pun protes pada mas Ridwan.

“Heehh mau di bawa kemana yeni. Tunggu sebentar lagi Ridwan, ambulance datang sebentar lagi.” ucap semua nya panik.

“Saya bawa saja ke bidan bu, pak. Kita nggak ada bpjs dan uang kami pun pas-pasan.” Ucap nya pada semua orang.

“Loh, jangan begitu juga Ridwan, Bawa ke rumah sakit saja?” bujuk pak RT.

“Iya nih Ridwan gimana sih,”

“Ini urusan saya pak. Maaf, saya permisi dulu,”

Mas Ridwan pun menggendong ku ke dalam becak lalu dia langsung menjalankan becak itu.

“Aduh, susah banget ya ngomongin dia sama aja kaya ibu nya,” ucap seorang warga mencemooh.

“Eh, situ ngatain saya? Kurang ajar ya kalian semua, Awas tunggu saja pembalasan ku,”

"Inget umur Bu. Pelit dan jahat banget jadi orang. Kami bisa loh laporkan ke polisi" Aku masih dengar mereka masih berdebat.

"Heh! Sok tahu sekali kalian tentang hukum. pinter banget emang? Cuihh.." ku masih dengar mertua ku ribut.

Entah berapa lama perjalanan ini, namun setelah berhenti, mas Ridwan pun membopong ku lagi lalu masuk kedalam sebuah ruangan.Di dalam, ku di tanyai oleh seorang bidan atau dokter yang aku sendiri tidak tau. Lalu setelah dia memeriksa ku, bidan itu berkata “Maaf pak, sebaiknya di rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan cesar.”

“Apa? Tidak bu bidan, seperti nya saya tidak bisa membawa nya ke rumah sakit.”

“Pak! Tapi keadaan pasien jika lama kelamaan akan kritis pak. Tolong berpikirlah pak. Keadaan nya saat ini sangat tidak memungkin kan utuk persalinan normal.”

“Tapi..”

“Bu bidan, menantu saya lahiran normal saja. Tidak ada uang, Pasti bisa tuh si Yeni,”

Next..

Bersambung...

Episode 3. CTMDKK

Mohon maaf anda siapa ya bu?”

“Saya mertua nya,”

“Oh iya, begini bu. Pasien sudah tidak memungkinkan lagi untuk melahirkan normal bu, Sudah ada robekan dan harus segera di tangani bu. pasien harus di rujuk ke rumah sakit.”

“Hah? Nggak bu bidan, mana ada uang ke rumah sakit.”

“Bu, pak. Mohon maaf sekali. sebaiknya anda sekalian harus segera bertindak bu, pak.”

Aku sudah merasakan sakit yang luar biasa. Tulang rusuk ku serasa di patahkan secara bersamaan. Tubuhku sangat lemas karena terus menahan.

“Mas,, sakit …” ucap ku melihat mas Ridwan dan memegang tangan nya.

DIa melepaskan tangan nya dariku. Seperti tidak ingin aku menyentuh nya. Aku semakin kesakitan semetara mertua dan bidan masih terlihat cekcok. Hingga tiba-tiba ku dengar suara orang lain yang ikut beradu mulut dengan mertua serta bidan juga. Aku tak kuat lagi, Ku ingin menutup mata ku, mataku sangat berat namun ku juga tak merasakan lagi bagian bawah tubuhku.

20 jam kemudian,

Aku membuka kedua mataku dengan perlahan. Aku merasa sangat lemas dan sangat haus.

“Haa uss, “ ucap ku dengan lirih.

Seseorang menyentuh sedotan ku kedalam mulutku. Langsung saja ku sedot itu, ternyata air. Aku langsung meminum banyak air. Setelah itu, aku teringat akan bayiku.

“Bayi ku? Mas, kamu ada di mana? Mas,”

“Di sini, anak kamu ada di samping,”

“Mana mas? Anak kita di mana? Aku kok nggak bisa lihat jelas mas,”

Dengan samar-samar, ku lihat mas Ridwan menggendong dan meletakan sesuatu di samping ku. Ku raba-raba, Terasa jemari kecil nan mungil ku pegang ini.

“Mas, Ini anak kita?” ucapku lagi menyakinkan diri.

“Iya ..” jawaban singkat dan datar yang ku dengar.

“Mas, Kenapa jawab nya datar gitu?”

“Biasa,”

“Kita kasih nama siapa ya mas?” tanya ku lagi.

“Terserah kamu aja,” jawab nya.

“Kok gitu mas? Em, udah kamu adzan ni kan mas?”

“Udah,”

“Ya sudah, kalau kita namai Reza terus belakangnya nama kamu saputra juga gimana mas?”

“Terserah, Ku mau keluar dulu,”

“Mas mau kemana mas?”

“Keluar, di dalem panas,” jawabnya.

“Sumpek? Bukannya ada AC ?” gumamku.

Dia tak menjawab dan mengacuhkan ku.

**

Beberapa hari kemudian setelah ku diperbolehkan pulang, Selama perawatan ku di rumah sakit, Mas Ridwan terus keluar dan jarang menemaniku di rumah sakit. Sementara mertua ku sama sekali tidak pernah ikut menjaga ku di sini. Selesai beberes, aku dan mas Ridwan pun pulang dengan menggunakan becak yang dia sewa.

“Mas, kenapa nggak pake taksi atau pesan online aja mas kan lebih cepat, Kamu juga kan nggak perlu mengayuh begitu. Jauh loh mas,”

"Kata mama kalau pakai taksi ongkos nya lebih mahal. Kamu juga harus mikir dong. karena kamu tabungan buat Syifa beli motor jadi habis. Seharusnya kamu bersyukur karena mama sudah kasih ijin gunain tabungan itu buat kamu."

"Kok gitu mas? Aku kan sering bilang ke kamu kalau kita harus nabung sedikit demi sedikit buat persalinan ku. Kenapa kamu malah lebih mementingkan motor buat adikmu mas?"

“Diam! Bisa nggak sih mulutmu diam? Atau ku tinggal saja kau di sini? Tanya terus, Berisik tau nggak! Sudah berulang kali aku kasih tau kamu Yeni. Mama dan Syifa itu tanggung jawab ku. Aku sudah cukup baik engga minta kamu ganti semua hak mereka ya !" Dia membentak ku sampai orang-orang di jalan melirik pada kami.

Deg!

"Mas... kok kamu bisa berfikir gitu mas." Hatiku sakit karena perkataan nya.

"Mas! Jangan bentak istrinya mas. Saya rekam loh mas." tiba-tiba orang yang ke memperhatikan kami berkata seperti itu.

"Jangan ikut campur ya!" Ancam mas Ridwan pada orang itu lalu dia menggayuh becak ini dengan cepat.

Aku pun diam hingga sampai di rumah, begitu sampai dia langsung masuk tanpa membantuku. Dia membuat pintu dan membanting pintu dengan keras. Aku hanya bisa mengelus dada dan bingung harus turun dari becak ini. Belum lagi aku harus berjalan ke dalam rumah. Namun aku nekat dan berusaha dengan sekuat tenaga turun dari becak ini dulu.

“Aaaaa sakit …” Ku masih merasakan sakit yang luar biasa di bagian perut dan juga bagian kewanitaan ku.

“Yeni? Kenapa?” Tanya Nesa tetanggaku.

"Eh eh Yen.." Aku juga mendengar suara ibu-ibu yang ternyata ada di rumah Nesa.

“Tolong aku Nes! Sakit sekali, ku nggak bisa turun.” Ucap ku meminta pertolongan padanya.

Dia menolong ku dengan menggandeng ku sehingga aku bisa turun dari becak. Ku hendak melangkah kan kakiku, Namun ku merasa tak kuat melangkah. Rasa nyeri sekaligus perih itu sangat menyakitkan. Aku pun berpegangan pada besi pagar yang ada di sampingku persis.

“Tolong Nes! Bayiku..” Ucap ku

Ku menyerahkan bayiku kepadanya. Setelah itu, dia pun menggendong bayiku lebih dulu. Dia juga masih memegang tangan ku agar ku tak terjatuh. Ku merasakan tubuhku ingin sekali duduk dan terbaring.

“Eh Yeni ! Aduh. Hey! Ridwan! Hey! Ridwan! Tolong! Hey!” Teriak Nesa memanggil Suamiku.

"Bagaimana sih itu Ridwan?"

Suamiku tak ada jawaban. Aku masih mencoba berjalan namun tak sanggup.

“Iihh, Hey Ridwan! Budeg sekali telinga mu itu! Aduh Yeni..”

Ku tak tahan lagi, ku dengan perlahan duduk di atas aspal.

“Yeni.."

Ku menahan sakit ku, sampai para tetangga bersama-sama mengangkat ku masuk kedalam rumah.

“Ya ampun Ridwan, Bisa-bisa nya kamu tinggalin istri dan anak kamu di depan. Kamu enak-enakan tidur. Lelaki macam apa kamu,” Ucap salah seorang tetangga.

Ku tak percaya mas Ridwan malah tidur tanpa membantuku masuk kedalam rumah.

“Argh, ganggu aja kalian. Berisik.” Suamiku terbangun dan marah lalu pergi dari rumah.

"Mas, kamu mau kemana mas? Mas !" teriakku namun dia tak bergeming dan lanjut berjalan pergi.

"Astaghfirullah." Ibu-ibu yang melihat hanya bisa mengelus dada.

"Sudah Yen, mari ku bantu masuk." Ucap Nesa lalu dengan ibu-ibu lain pun membantu ku masuk.

Setelah ku dibaringkan di kamar ku, aku pun sedikit lega.

“Yen, ini minum dulu,” ku dengar suara Bu fitri yang membantu meminumkan air padaku.

“Terimakasih bu,”

“Sudah, istirahat dulu. itu Bu Sarmi lagi menyusul Ridwan biar balik ke sini lagi.”

Aku pun mengangguk dan mencoba mengatur nafas ku.

“Yen, sudah makan?”

Ku menggelengkan kepalaku."Belum Bu"

“Ya Allah.. tega sekali ya Ridwan. Dia tidak tau berterimakasih dan tidak tau diri sekali. Istri melahirkan anaknya tapi dia tak peduli. Melahirkan itu mempertaruhkan nyawa loh. Memangnya dia nggak di kasih tau sama ibu nya? Kok bisa pikiran nya seperti itu?"

“Mana ada Bu Marni kasih tau begituan. Dia kan dari dulu memang suka ikut campur di pernikahan anaknya. Gila itu orang. “

“Iya juga ya bu? Bu Marni itu ngajarin Ridwan nggak bener. Masa kita nengok di rumah sakit kemarin. Dia usir saya, mbak hani, sama mbak mita bu. Sombong sekali manusia itu.”

“Huh iya juga. Dia pasti selalu sortir tuh keuangan Ridwan. Kasihan yeni, kalau ngomong iya selalu dikaitkan sama agama, tapi malah salah kaprah penjelasan yang sebenarnya. Aduh duh, Mertua nya seharusnya ya di sini ikut bantu apalagi .. udah ada 2 jahitan di tempat lahir bayi nya sama di perut nya lagi. waktu pulih nya lebih lama kan? Aduh mertua gitu mah ku nggak akan kuat yen yen”

“Sudah bu jangan ghibah lah, lihat kasihan yeni.. Bentar ya yen, ku ambilin bubur di rumah, kebetulan ku bikin bubur sumsum.” Ku dengar suara Bu Asih juga yang berbicara padaku.

“Ma makasih bu ibu,” ucapku memaksa tersenyum.

“Iya yen, udah jangan ngomong dulu. Banyakin istirahat aja.”

“Iya bu ibu.”

“Aduh anteng nya cah bagus. Kamu nlesani temen, kamu tau ya kalau ibu mu masih sakit? Duh, cah ganteng.” Ucap Bu Yati yang sedang menggendong anakku.

Beberapa menit kemudian, setelah ku di suapi bubur buatan Bu Asih, Ku merasa kenyang.

“Kamu istirahat dulu yen. Mumpung anak kamu masih tidur. Paling bentar lagi dia nangis lapar.” Ucap Bu Asih lagi padaku.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!