“Bangunlah Nona, Anda harus segera sarapan,” Suara pelayan sembari menyimak gorden di kamar mewah itu membangunkan gadis kecil yang masih di bawah selimutnya.
“Baik, Bi Mela,” Dengan suara serak khas bangun tidur, Anthea perlahan bangun dari kasurnya, “Selamat pagi dunia fana..” gumam kecilnya.
Bibi Mela membantu Anthea membersihkan diri, setelah selesai mandi dan berpakaian rambutnya di sisir dengan lembut di depan kaca rias, setelah itu Bi Mela dengan telaten menyuapi majikan kecilnya.
“Apa yang akan Anda lakukan hari ini, Nona?” Tanya Bi Mela seraya membersihkan peralatan makan Anthea.
Gadis kecil itu bergumam sejenak, “ Emm, aku ingin ke rumah kaca dan memakan kue, Bibi,” jawabnya.
“Baik, saya akan meminta pelayan membuatkannya.”
Di dalam mansion yang megah, di mana dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan indah dan lampu-lampu kristal berkilauan, putri kecil—Anthea duduk manis di kursi empuk berwarna ungu muda. Usianya baru delapan tahun, tetapi ia sudah terbiasa dengan kehidupan bangsawan. Di depannya, sebuah meja kecil dipenuhi dengan kue-kue manis dan secangkir teh yang mengepul.
Seorang pelayan dengan sopan membungkuk, menyajikan potongan kue terbaru yang baru saja keluar dari oven. “Selamat pagi menjelang siang, Nona muda. Ini adalah kue stroberi dan coklat yang baru saja dibuat. Semoga Anda menyukainya,” katanya.
Anthea tersenyum lebar. “Terima kasih! Kue ini terlihat sangat lezat!” Ia mengambil sepotong kue dan menggigitnya. “Hmm, rasanya enak sekali!”
Tiba-tiba, pintu terbuka dan kakaknya,—Ares, yang berusia tiga belas tahun, masuk ke dalam rumah kaca itu. Dengan langkah percaya diri dan senyuman lebar di wajahnya, Ares menyapa, “Apa yang kau lakukan di sini sendirian, Anthea? Apakah kau sudah menghabiskan semua kue itu tanpa aku?”
Anthea menatapnya dengan mata berbinar. “Belum! Aku baru saja mulai! Mau bergabung? Ada banyak kue untuk kita berdua!” Ares tak tahan untuk tidak mengusap lembut kepala adiknya.
Ia duduk di samping Anthea dan mengambil secangkir teh. “Aku sangat lapar setelah berlatih panahan. Kue ini pasti bisa mengembalikan energiku,” ujarnya sambil mencicipi kue coklat.
“Bagaimana latihan kakak hari ini?” tanya Anthea penasaran.
Ares mengangguk. “Baik sekali! Aku berhasil memanah target dengan tepat hari ini. Bahkan,rasanya aku hampir bisa mendapatkan medali emas!” Ia melanjutkan dengan semangat, “Kau harus datang menonton aku bertanding minggu depan. Aku akan menunjukkan kepadamu semua trik yang telah kupelajari.”
Anthea melompat kegirangan. “Oh, tentu! Aku ingin melihatmu menjadi pahlawan! Tapi… bagaimana jika kau kalah? Apa yang akan terjadi?”
Ares tertawa. “Jika aku kalah, aku akan tetap menjadi kakakmu yang hebat! Dan kau tahu apa? Kita bisa merayakan kekalahanku dengan pesta teh yang lebih besar!”
Anthea mengerutkan dahi seolah berpikir keras. “Pesta teh? Berarti kakak harus mengundang semua teman-teman kakak! Dan kita harus membuat banyak kue!”
“Benar sekali!” Ares setuju sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Kapan ayah pulang kakak?” Tanya Anthea.
Ayah mereka adalah salah satu bangsawan Duke, sudah dua hari Sang Ayah tidak di rumah karena sedang dalam perjalanan bisnis dan memantau tambang keluarga mereka.
“Mungkin besok, Ayah tidak akan bisa lama-lama meninggalkan putri manisnya ini,” jawab Ares di akhiri dengan cubitan di pipi adiknya, membuat Anthea cemberut sebentar.
“Baik-baik di sini bersama para pelayan, kakak ada keperluan lain dulu,” Ares beranjak, setelah mendapat anggukan dari Anthea ia pergi tak lupa mengusap rambut adiknya penuh sayang sayang lebih dulu.
“Bi Mela,” Panggil Anthea, pelayan pribadinya yang siap sedia di belakang Anthea itu menoleh, “Ada apa, Nona?”
“Aku kurang suka teh ini, jadi buatkan susu coklat saja,” Pinta Anthea diiringi senyum tipisnya.
Tak lama pelayan datang membawakan permintaan gadis kecil itu.
Ahh, enaknya jadi bangsawan. Batin Anthea menyesap susu coklatnya.
Sebenarnya, siapa Anthea ini?
Flashback
Namanya Hera Revarina, gadis 17 tahun yang kehidupannya seperti remaja pada umumnya. Hera hanya hidup berdua dengan ibunya yang seorang single parents.
Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul “Love for Ressa”, novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa. Ressa adalah Putri bangsawan tingkat Count.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Walau Altair berusaha meraih cinta Ressa, nyatanya gadis itu memilih Dante karena mereka saling mencintai. Pada akhirnya Altair hanya berakhir sendirian.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia. Walau ada sedikit rasa iba pada Anthea, karena menurutnya gadis itu tak bersalah, ia hanya mempertahankan apa yang menjadi miliknya.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?
Putus sudah harapan Hera yang ingin berkuliah di Korea setelah ia lulus SMA.
Flashback end.
Awalnya Hera marah, merasa tidak terima pada Tuhan dan takut, apalagi nantinya Karakter Anthea berakhir meregang nyawa.
Namun tak sampai sehari, Hera rasa menjadi Anthea tak begitu buruk. Ia adalah satu-satunya Putri di bawah kerajaan, Anthea adalah Putri seorang bangsawan Duke yang kedudukannya di bawah Raja. Saat Anthea lahir, ibunya yang seorang Duchess meregang nyawa.
Jadi apa yang membuat Hera nyaman di sini? Pertama Kekayaan— Maksudnya keluarga, Nah, kedua baru Kekayaan.
Ayah Anthea sangat menyayangi anak-anak nya, apalagi Anthea yang tidak pernah merasakan kasih sayang ibunya, Duke Arvand—ayahnya benar-benar selalu mengusahakan yang terbaik untuk Anthea, semua tertulis dari Novel yang Hera baca.
Begitu pula ketika ia terbangun di tubuh bayi baru lahir ini, Duke Arvand menangis memeluknya dan berucap penuh syukur karena setidaknya Anthea selamat, walau Sang istri tercinta harus tiada. Jangan lupakan Ares, kakak laki-laki Anthea yang begitu manis dan sangat tampan.
Tak ada alasan Hera terlalu menyesali berada di sini, walau sedih karena selalu memikirkan ibunya yang entah bagaimana di dunia nyata sana. Masalah alur Novel, Anthea adalah anak kesayangan Duke, jadi ia yakin bisa menghindari malaikat mautnya—Putra Mahkota dengan cukup mudah.
Sekarang Hera adalah Anthea, Satu-satunya putri dari bangsawan tersohor dengan Marga Millard.
****
tbc.
Halo, selamat datang di cerita baru author, semoga suka♡
Urutan kata bangsawan yang akan sering disebut nanti:
Raja-Ratu
Duke-Duchess
Marquess-Marchioness
Count-Countess
Viscount-Viscountess
Baron-Baroness
...****************...
Anthea duduk di depan meja riasnya, jari jemari kecil itu menyusuri kuku barunya yang baru saya di nail art, Anthea memang sering men-cat kuku nya jika akan ada acara di luar mansion, beberapa hari lagi ia akan menonton kakaknya bertanding panahan.
Sepertinya warna hitam akan lebih bagus, batin Anthea. Saat ini kukunya berwarna merah muda dengan hiasan yang cukup ramai.
Tapi, tidak lucu jika tubuh anak kecil seimut ini menggunakan kuku gelap, batin Anthea lagi.
Cklek
Suara pintu dibuka tidak membuat Anthea berbalik, posisi nya membelakangi pintu, tanpa tau siapa yang masuk ia sudah yakin itu Bi Mela, pelayan pribadinya. Palingan menyuruh Anthea tidur karena hari sudah malam.
“Ada apa, Bibi? Sebentar lagi aku tidur kok,” Ucap Anthea tanpa mengalihkan pandangan dari kukunya.
Tapi, suara langkah kaki yang terdengar seperti mengenakan pantofel itu membuat Anthea yakin itu bukan pelayannya, Anthea berbalik. Sosok tinggi dengan kemeja hitam nya muncul.
“Anthea!” seru Duke Ervand dengan senyum lebar yang membuat mata Anthea berbinar.
“Ayah!” teriak Anthea, tidak bisa menahan keantusiasannya. Ia melompat dari tempat duduknya dan menghambur ke pelukan Sang Ayah. Ervand menangkapnya dengan tangan yang kuat dan hangat, memeluknya erat.
“Ayah sangat merindukanmu, putri kecilku,” bisik Ervand sambil mengusap rambut Anthea dengan lembut. “Bagaimana kabarmu selama Ayah pergi?”
“Baik, Ayah! Tapi aku sangat merindukanmu!” jawab Anthea sambil mengangkat wajahnya, matanya bersinar penuh harapan. “Apa kau membawa oleh-oleh untukku?”
Ervand tertawa lembut. “Tentu saja! Tapi sebelum itu, aku ingin mendengar semua cerita darimu. Apa yang kau lakukan selama aku pergi?”
Anthea mulai bercerita tentang kegiatannya di taman mansion yang begitu-begitu saja bersama pelayan, namun ia bercerita dengan aantusias.Ia juga menceritakan bagaimana ia mencoba belajar menggambar.
“Aku menggambar pemandangan kastil kita! Tapi tidak seindah yang ada di lukisan,” katanya sambil tersenyum malu. Lukisan mansion ini beberapa terpampang di dinding hasil lukisan pelukis terkenal kerajaan.
“Biarkan ayah lihat gambarmu nanti,” kata Ervand, matanya berkilau bangga. “Sekarang, lihat ini.” Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari balik mantelnya. Anthea menatap penuh rasa ingin tahu.
“Apa itu?” tanyanya.
“Ini adalah kalung berbentuk bintang yang terbuat dari perak, Ayah membelinya di toko bangsawan karena teringat pasti akan cocok jika Putri ayah yang memakainya” jawab Ervand sambil membuka kotak tersebut. “Ayah ingin Anthea memakainya agar selalu ingat bahwa kau adalah bintang dalam hidup ayah.”
Anthea terdiam sejenak, terharu mendengar kata-kata ayahnya. “Oh Papa, ini sangat indah! Terima kasih!” Ia mengambil kalung itu dan mengenakannya di lehernya dengan penuh bangga.
Walau Ervand bukan ayahnya, tak ayal Anthea menikmati kasih sayang yang diberikan pria itu, dan Anthea juga menyayanginya dengan tulus, begitupun pada Ares. Hidup bersama selama 8 tahun membuat perasaan nyaman tumbuh begitu saja. Dan juga, dikehidupan nyatanya Hera tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah, ia hanya hidup berdua bersama ibunya.
Mereka duduk bersama di tepi ranjang, berbagi cerita dan tawa hingga malam semakin larut. Dalam momen manis itu, Anthea merasa dunia di luar sana tidak ada artinya dibandingkan cinta dan perhatian yang diberikan oleh ayahnya. Sebahagia itu memang.
“Oh ya, sayang. Besok bangun lah lebih pagi, karena kita akan kedatangan tamu,” Ujar Ervand. Biasanya Anthea bangun paling siang, karena gadis itu tak memiliki kesibukan seperti Ervand dan Ares.
Tanpa bertanya banyak Anthea mengangguk, terkadang memang tamu ayahnya sesama bangsawan sering berkunjung kemari, dan Duke Ervand akan antusias mengenalkan dan membanggakan kedua anaknya.
***
Anthea duduk di depan cermin besar di kamarnya, wajahnya bersinar penuh semangat. Biasanya teman ayahnya akan membawa anaknya yang mana ketampanan para lelaki di Kerajaan ini tidak perlu diragukan lagi. Sebagai penyuka pria tampan Anthea tentu antusias.
Bi Mela, sedang sibuk merapikan rambutnya. Dengan tangan terampil, Bi Mela mengikat rambut Anthea menjadi dua kepang yang cantik, dihiasi dengan pita berwarna cerah.
"Nona, hari ini Anda terlihat sangat menawan," kata Bi Mela sambil tersenyum. "Duke Ervand pasti akan bangga melihat putrinya."
Anthea menatap bayangannya di cermin, senyumnya merekah, "Sekarang, mari kita pilih gaun yang tepat." Lanjut Bi Mela.
Pelayan Anthea itu membuka lemari pakaian yang penuh dengan gaun-gaun indah. Anthea melompat dari kursi dan mendekat. "Yang mana yang paling cantik, Bi Mela? Yang berwarna biru atau merah muda?"
"Bagaimana kalau kita coba keduanya? Kau bisa memilih mana yang paling kau suka," saran Bi Mela dengan bijak.
Anthea mengangguk penuh semangat. Dia mencoba gaun biru pertama, melihat dirinya di cermin. "Ini terlalu besar!" keluhnya sambil tertawa.
Bi Mela tertawa bersama. "Kita bisa menyesuaikannya sedikit. Sekarang coba gaun merah muda."
Setelah beberapa menit berganti-ganti pakaian, Anthea akhirnya menemukan gaun merah muda yang sempurna. "Lihat, Bi! Ini pas sekali!" dia berputar dengan gembira.
"Wah, Nona terlihatseangat cantik!" puji Bi Mela dengan mata berbinar. "Sekarang tinggal aksesori."
Bi Mela mengambil kalung berbentuk bintang yang baru diberikan oleh Duke Ervand dan menggantungkan di leher Anthea. "Kalung ini sangat cocok, Nona. Seolah ia tercipta memang hanya untuk Nona.”
Anthea menyentuh kalung itu dengan lembut, "Aku tidak sabar, di mana Kak Ares?" Tanya Anthea.
“Setau saya Tuan hanya menyuruh Anda untuk bersiap, lalu mengantarkan Anda ke taman mansion.” Jawab Bi Mela.
Anthea mengerutkan keningnya, “Kakak tidak ikut menjamu? Tak seperti biasanya.” Gumam Anthea di akhir kalimat.
“Dan kenapa di Taman? Aku pikir Ayah ada di ruang tamu,” Tanya gadis kecil itu lagi.
"Saya juga tidak tau, Nona. Ayo kita pergi, Duke pasti sudah menunggu Nona.” kata Bi Mela sambil membimbing Anthea keluar dari kamar.
Saat mereka melangkah menuju taman, Anthea merasakan detak jantungnya semakin cepat. Entah karena gugup atau apa, biasanya jika bertemu orang baru tidak akan seperti ini.
“Ayah!” Panggil Anthea, ia berlari kecil menghampiri Duke Ervan yang tengah berbincang, Bi Mela sendiri menunggu di luar pekarangan bersama pelayan lain.
“Putriku, kemarilah,” Tiba di hadapannya, Ervand langsung mengusap lembut rambut putrinya. Anthea sendiri langsung duduk di sebelah ayahnya, mulai memperhatikan tamu mereka.
Wah tampannya, batin Anthea melihat pria paruh baya dengan pakaian yang begitu mewah, lalu beralih pada anak laki-laki di sebelah pria itu, yang terus menatapnya membuat Anthea sedikit gugup.
Mata biru? Seperti tidak asing, batin Anthea melihat mata anak laki-laki itu.
Sampai, suara ayahnya membuat Anthea tersentak dari pikiran batin nya.
“Anthea, perkenalkan di hadapan kita adalah Raja Kerajaan ini, Raja Dierez dan Putra Mahkota Altair,”
Apa??! Putra Mahkota???
***
tbc
...****************...
“Tidak!” jawaban tegas dari Laki-laki usia 10 tahun itu ketika ayahnya mengatakan akan menjodohkannya, ia menatap ayahnya datar, mereka tengah berada di kereta kuda menuju kediaman Millard.
“Altair, kalian bisa bertunangan lebih dulu, ayah—“
“Aku masih kecil ayah! Dan suatu saat nanti aku hanya akan menikah dengan gadis yang aku sukai!” Siapa yang berani memotong ucapan Raja Kerajaan Scarelion? Tentu saja putranya sendiri, Altair.
“Anggap saja ini pendekatan, jika kalian benar-benar tidak cocok, Ayah tidak akan memaksamu,” Jawaban mutlak dari Raja Dierez membuat Altair berdecak dalam hati. Ia menatap keluar jendela melihat pemandangan, kemudian saat tau kemana tujuan mereka, mata Altair menyipit, “Kediaman Duke Ervand?” gumam kecilnya.
Kereta kuda mereka berhenti di halaman Mansion mewah Millard, dengan Duke Ervand yang menyambut keduanya langsung.
Mereka menuju taman kediaman Millard, duduk di tempat yang telah dipersiapkan menyambut keluarga kerajaan itu.
“Dimana putri mu, Ervand?” Tanya Raja Dierez, mereka berteman sejak remaja sehingga bisa berbicara cukup santai.
“Mungkin sebentar lagi akan datang, dia tengah bersiap,” Jawab Ervand.
“Aku senang ketika kau mengizinkan Putri mu untuk bisa bergabung dengan keluarga kerajaan, Ervand.” Altair menatap ayahnya, ia pikir Duke Ervand yang meminta perjodohan untuk anaknya dengan Altair, ternyata ayahnya sendiri.
“Ini masih langkah awal, Dierez. Lagipula, kau tau aku sangat menyayangi putri ku, aku tentu menginginkan yang terbaik untuk masa depannya,” Jawab Ervand tersenyum kecil.
Selagi dua pria paruh baya itu berbincang, Altair sibuk dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya ia tak begitu enggan akan perjodohan ini setelah mengetahui Putri Duke Ervand yang akan menjadi pasangannya. Duke Ervand adalah orang yang Altair hormati, ia mengagumi pria itu karena kemampuan berpedangnya yang paling hebat se-Kerajaan Scarelion.
Sampai kedatangan gadis kecil dengan gaun merah muda bersama pelayannya mengalihkan pandangan Altair,
“Ayah!” Panggil Anthea, ia berlari kecil menghampiri Duke Ervan yang tengah berbincang, Bi Mela sendiri menunggu di luar pekarangan bersama pelayan lain.
“Putriku, kemarilah,” Tiba di hadapannya, Ervand langsung mengusap lembut rambut putrinya. Anthea sendiri langsung duduk di sebelah ayahnya, mulai memperhatikan tamu mereka.
Wah tampannya, batin Anthea melihat pria paruh baya dengan pakaian yang begitu mewah, lalu beralih pada anak laki-laki di sebelah pria itu, yang terus menatapnya membuat Anthea sedikit gugup.
Mata biru? Seperti tidak asing, batin Anthea melihat mata anak laki-laki itu.
Sampai, suara ayahnya membuat Anthea tersentak dari pikiran batin nya.
“Anthea, perkenalkan di hadapan kita adalah Raja Kerajaan ini, Raja Dierez dan Putra Mahkota Altair,”
Apa??! Putra Mahkota???
***
“Raja? Dan Putra Mahkota?” Anthea menatap ayahnya tanpa menyembunyikan raut terkejutnya, hell! Saat ini di hadapannya adalah malaikat pencabutan nyawa Anthea, bagaimana ia tidak terkejut?
“Tidak perlu terkejut seperti itu, sayang. Sekarang berikan salam seperti yang pernah di ajarkan Countess Havana,” Contess Havana adalah guru tatakrama Anthea yang biasanya datang 2 kali seminggu.
Anthea turun dari sofa yang ia duduki, sedikit menunduk dan masing-masing jemarinya mengangkat sedikit bagian gaun yang ia kenakan,
“Saya memberi salam pada Matahari Kerajaan, Yang Mulia Raja Dierez dan Putra Mahkota Altair,” Ujar Anthea tenang, walau dalam pikirannya begitu berisik.
“Duduklah, Lady Anthea,” Jawab Raja Dierez, Anthea kembali ke tempat duduknya. Lady— adalah panggilan untuk Putri bangsawan yang masih muda.
Anthea duduk dengan tenang dan anggun, selagi ayahnya dan Raja Dierez berbincang, pandangan matanya menatap apapun yang bisa ia lihat kecuali Altair, Anthea berusaha menyembunyikan kegugupannya dan Altair sendiri menyadari itu, ia begitu peka akan sekitarnya.
“Nah, Anthea. Jadi, kedatangan Raja Dierez kemari adalah untuk membahas perjodohan mu dengan Pangeran Altair, kami—“
“Tidak!!!” Anthea tau berteriak disituasi ini sangat tidak sopan, tapi hanya ini caranya agar ia dapat menghindari alur tragis novel ini. Terlihat para laki-laki di sana terkejut karena sedari tadi Anthea hanya terlihat duduk tenang.
“Hiks.. Ayah aku tidak mau!!!” Air mata mengalir di pipi penuhnya, Anthea menutup wajahnya sembari menangis, Duke Ervand membawa Sang Putri ke pelukannya, tentu tak tega melihat Putrinya menangis seperti ini.
“Sayang, tenanglah. Dengarkan ayah dulu, ya?” Bujuk Ervand lembut.
Anthea menggeleng keras, “Tidak ayah!!! Aku tidak mau bersamanya!!!” Suara tangis gadis kecil itu benar-benar terdengar memilukan.
Astaga, Putraku di tolak. Batin Raja Dierez merasa lucu melihat kejadian ini, sama sekali tak mempersalahkan perilaku kekanakan Anthea, toh memang masih anak-anak. Ia menatap putranya yang hanya menampilkan ekspresi datar, entah apa yang ada di pikiran Putra Pertamanya itu.
Beberapa saat kemudian, terlihat Duke Ervand yang berhasil menenangkan Putrinya, Anthea terlihat hanya menghapus jejak air matanya, tidak sesenggukan seperti tadi.
“Dengarkan ayah dan Raja Dierez menjelaskan dulu, baik Tuan Putri?” Tanya Ervand mengusap rambut putrinya, Anthea mengangguk namun ia tak beranjak sedikitpun di pangkuan sang Ayah.
“Anthea, kami memang berniat menjodohkan kalian berdua. Kau adalah satu-satunya Putri bangsawan di bawah kerajaan, apalagi kau keturunan Millard, kalian akan menjadi pasangan yang cocok,” Jelas Raja Dierez.
“Kami merencanakan pertunangan kalian ketika kau berusia 15 tahun, jadi dari sekarang kalian dapat saling mengenal dan berteman lebih dulu, mengerti bukan, Anthea?” Lanjutnya.
Aku sudah tau. Batin Anthea, ia hanya menjawab dengan anggukan. Semuanya ada di narasi novel yang telah ia tamatkan itu.
Dierez menatap putranya yang sedari tadi hanya diam, tak sedikitpun berniat memperkenalkan diri.
“Altair, pergilah bersama Lady Anthea untuk berjalan-jalan bersama, sepertinya kalian harus berkenalan dengan alami berdua,” Ujar Raja Dierez yang di balas anggukan oleh Altair, berbeda dengan Anthea yang langsung menatap ayahnya.
“Pergilah sayang, kalian bisa ke rumah kaca mu untuk saling berbincang satu sama lain,” Ujar Ervand, dirasa tak dapat menghindar tentu saja Anthea hanya dapat menurut.
Astaga, aku harus berdua bersama malaikat pencabut nyawa ini..
***
tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!