Brakkkk
Suara pintu yang dibanting dengan sangat kuat, membuat Rara dan Jovan terbangun. Keduanya langsung syok saat menyadari sama-sama dalam kondisi tanpa sehelai benangpun. Tak hanya itu, Rara merasakan jika bagian intinya sangat sakit. Mungkinkah semalam antara dia dan Jovan telah terjadi...
"Kurang ajar kalian!" pekik Dista yang kaget mendapati calon suami dan sahabatnya berada di atas ranjang yang sama dalam kondisi menjijikan. Kue dengan lilin angka 28 yang menyala, jatuh begitu saja. Pagi ini dia ingin memberikan kejutan ulang tahun untuk Jovan, tapi kondisi malah berbalik, dia yang dibuat terkejut oleh calon suaminya tersebut.
Jovan berusaha mencari pakaiannya yang tercecer, begitupun dengan Rara. Disaat bersamaan, Amanda yang datang bersama Dista mengambil ponsel dan merekam kejadian itu. Kehadirannya disana memang diajak Dista untuk merekam momen dia yang memberikan surprise ulang tahun, namun ternyata, malah mendapatkan sesuatu yang lebih menarik untuk direkam.
Amanda lebih fokus merekam Rara, karena dia tahu, video seperti ini, pihak perempuan jelas yang paling menarik perhatian.
"Gini balesan kamu ke aku, Ra?" teriak Dista sambil menghampiri Rara. "Tega sekali kamu tidur dengan calon suami ku." Dia mendorong Rara ang sedang sibuk mengenakan pakaian, sampai tersungkur di atas ranjang.
"Ini gak seperti yang kamu bayangin, Dis." Rara kembali bangkit, memungut kemeja yang ada di atas lantai lalu mengenakan dengan tangan gemetaran. Alhasil, hanya untuk mengaitkan satu kancing, dia butuh waktu beberapa saat.
"Gak seperti yang aku bayangin gimana maksud kamu, Ra? Semuanya sudah jelas." Dista yang murka, menarik rambut Rara, membuat gadis itu berteriak kesakitan.
Amanda buru-buru menyimpan ponselnya saat Jovan melihat ke arahnya. Tak mau ikut campur dan merasa sudah mendapatkan video bagus yang nantinya pasti viral, dia meninggalkan apartemen Jovan.
Jovan yang sudah memakai celana kolor dan mengambil kaos di dalam almari, menghampiri Dista dan berusaha menarik tangannya yang ada di rambut Rara. "Biarkan dia memakai pakaiannya dulu."
"Tega kamu, Jo!" Dista ganti mendorong Johan. "Tega kamu mengkhianati aku seperti ini," teriaknya sambil menangis histeris.
"Aku bisa jelasin, Sayang," Jovan berusaha memeluk Dista, namun wanita itu terus berontak.
"Kalian menjijikkan. Aku benci kalian!" pekik Dista yang sekarang berada dalam pelukan Jovan.
"Ini tak seperti yang kamu fikirkan, Sayang. Aku bersumpah, aku tak tahu kenapa ini bisa terjadi," terang Jovan. "Kemarin aku mabuk, lalu Rara mengantarku pulang, setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi."
"Bohong! Kamu bohong, Jo!" teriak Dista sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Jovan. "Kalian berdua berkhianat di belakangku."
Rara yang sudah berpakaian lengkap menangis disisi ranjang. Sama seperti Jovan, dia juga tidak tahu apa yang terjadi semalam. Hal terakhir yang dia ingat, mereka pergi ke sebuah tempat karaoke untuk merayakan keberhasilan mendapatkan tender besar bersama tim yang lainnya. Sebagai sekretaris Jo, tentu Rara ikut juga. Jovan, anak pemilik perusahaan, kesuksesannya kali ini sangat berarti baginya sebagai ajang pembuktian kalau dia layak menjadi pengganti sang Papa.
"Kamu jahat, Ra," ucap Dista yang berada dalam pelukan Jovan. "Ini pasti rencana kamukan?" dia menatap Rara nyalang. "Kamu ingin merebut Jovan dari aku, iya kan, Ra?" tanyanya sambil terisak.
"Enggak, Dis," Rara menggeleng dengan air mata bercucuran. "Aku berani bersumpah, aku tak ada niat seperti itu," dia terus menggeleng.
"Kamu tahukan, dua bulan lagi aku dan Jo akan menikah. Tega sekali kamu melakukan ini sama aku, Ra, sahabat kamu sendiri. Apa salah aku sama kamu?" teriak Dista yang emosional. Dia ingin menghampiri Rara dan menghajarnya, sayang tubuhnya tak bisa berkutik karena Jovan mendekapnya erat.
"Maafin aku, Dis, maaf. Aku bersumpah, aku gak tahu apa-apa, kenapa bisa seperti ini." Sama seperti Dista, sesungguhnya jiwa Rara juga tergoncang hebat, apalagi saat dia melihat bercak darah di sprei. Kehormatan yang telah dia jaga selama 24 tahun ini telah terenggut. Sekarang, apa yang bisa dia banggakan pada calon suaminya nanti. Fino, bagaimana jika pria yang telah menjadi kekasihnya selama 3 tahun itu tahu soal ini, mereka sudah bertunangan bulan lalu, dan hari pernikahan juga sudah ditentukan, 3 bulan lagi.
"Jahat kamu, Ra, jahat!" Dista yang berhasil lepas dari pelukan Jovan, berlari ke arah Rara, mengambil bantal lalu memukuli wanita itu. "Aku benci kamu, Ra, aku benci!"
"Sayang hentikan!" Jovan berusaha menahan tubuh Dista, menjauhkan dari Rara agar tak terus memukuli gadis yang hanya duduk diam tanpa melawan tersebut.
"Jangan bela dia, Jo, kalian sama saja, bereng sek!" maki Dista. Dia terus berusaha melepaskan diri dari belitan tangan Jovan, masih ingin menghajar Rara.
"Ra, pergi dari sini!" titah Jovan. "Pergi, cepat!" teriak pria itu.
Rara mencari keberadaan tasnya di dalam kamar, tanpa benda itu, bagaimana dia bisa pulang, ponsel dan uangnya ada di dalam sana. Tapi meski sudah mengedarkan pandangan dan berlari kesegala arah untuk mencari, dia tak kunjung menemukan benda itu.
"Jangan pergi kamu wanita murahan!" teriak Dista.
"Pergi Ra, cepat!" seru Jovan.
Mau tak mau Rara keluar dari kamar tanpa tas, beruntung dia melihat benda yang dicarinya itu teronggok di sofa ruang tengah apartemen Jovan. Sepatunya juga, berserakan tak jauh dari sana, juga blazer. Sebenarnya apa yang terjadi semalam, bagaimana mungkin dia lupa.
"Sakura, jangan pergi kamu, Ra!" teriak Dista.
Rara masih bisa mendengar teriakan Dista dari dalam kamar. Segera dia mengambil barang-barangnya lalu keluar dari apartemen Jovan. Dia memesan taksi online untuk pulang ke rumah.
Sebelum taksi berhenti di depan rumahnya, dia merapikan pakaian serta rambut. Jangan sampai orang rumah curiga dengan penampilannya yang acak-acakan. Tadi malam dia izin pada mamanya pulang telat, semoga saja orang tuanya tidak menyadari jika semalam dia tidak pulang.
Beruntung saat masuk, rumah dalam kondisi sepi, sepertinya mamanya sedang ada di dapur, terdengar suara orang yang sedang memasak, buru-buru dia naik ke lantai dua menuju kamarnya.
Sesampainya di dalam kamar, tangis Rara langsung pecah. Dia melempar tas ke atas ranjang, masuk ke dalam kamar mandi lalu mengguyur tubuh kotornya di bawah shower. Dia merasa jijik dengan dirinya sendiri, menggosok seluruh tubuhnya dengan kuat, meski itu menyakitkan.
"Suit, suit."
Rara yang baru memasuki lobi, merasa ada yang aneh. Hampir semua mata menatap ke arahnya, entah apa yang salah dengan dirinya. Tak hanya tatapan, mereka juga berani terang-terangan bersiul menggodanya. Dia berusaha mengabaikan itu meski merasa jika yang mereka lakukan sudah termasuk dalam pelecehan. Dan semuanya menjadi makin parah saat dia memasuki lift.
"Sekel cui, mantep," ujar seorang staf laki-laki sambil menatap dada Rara dan menelan ludah. "Putih mulus. Shit," dia tiba-tiba mengumpat. "Keinget itu bikin punya gue tegang."
"Dasar mesum lo," maki pria disebelahnya sambil memukul pelan kepalanya. Sama seperti temanya, tatapannya juga mengarah pada dada Rara.
"Tolong dijaga matanya," ucap Rara garang sembari menutupi bagian dadanya dengan tas yang dia bawa. Rasanya bajunya biasa saja, selain memakai kemeja, dia juga memakai blazer, tapi kenapa, mereka menatapnya seakan dia tak pakai apa-apa.
"Menjijikkan, sok suci," seorang wanita melirik Rara sinis.
"Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?" Rara meradang saat sesama perempuan, bukannya membelanya yang sedang mengalami pelecehan, malah seperti berpihak pada dua laki-laki tersebut.
"Kirain cepet naik jabatan karena otak, ternyata karena skill di ranjang," tambah teman dari wanita itu.
Rara baru saja hendak membuka mulut, meminta penjelasan, sayangnya suara lift membuat ucapannya tertahan di tenggorokan.
Ting
Rara berjalan cepat menuju ruangannya. Fikirannya di penuhi dengan ribuan pertanyaan. Ada apa dengan mereka? Apa ada yang salah dengan dirinya? Apa yang sebenarnya telah terjadi? Semua pertanyaan itu menuntut jawaban cepat tatkala lagi-lagi, di koridor lantai tempat dia bekerja, tatapan aneh kembali dia dapatkan. Orang-orang yang biasanya tersenyum ramah padanya, hari ini tersenyum sinis. Ada apa ini?
"Sleeping with my boss," celetuk seseorang saat berpapasan dengannya.
Langkah kaki Rara seketika terhenti. Sleeping with my bos, apa ini ada hubungannya dengan peristiwa kemarin? Perasaan Rara makin tidak enak. Apa mungkin Dista sudah koar-koar di kantor, memberi tahu semua orang? Tapi jika iya, apa hal itu tidak akan membuat Jovan malu?
"Trending cuii... " Seseorang tersenyum simpul ke arahnya.
"Pantesan karier melesat kayak roket, ternyata di belakang itu.... "
"Punya sahabat sendiri, masih diembat."
"Demi jabatan, rela ngangkang. Sumpah, jijik gue."
Rara meremat blouse nya dengan tubuh gemetaran. Tidak, ini pasti bukan gara-gara kemarin. Enggak, gak mungkin.
"Ra."
Rara menoleh mendengar Ayu memanggilnya. Teman seangkatan kuliah yang juga teman satu kantornya itu berjalan cepat ke arahnya.
"Gua gak nyangka lo seperti itu, Ra," terlihat kekecewaan yang dalam di wajah Ayu. Wanita itu tersenyum sinis sambil menatap pergelangan tangannya.
"Maksud kamu apa, Yu?" tanya Rara bingung. "Ada apa ini?"
Ayu tersenyum sambil geleng-geleng. "Ada apa? Sumpah, gue sungguh gak nyangka lo bisa berbuat seperti itu. Gue berharap kalau itu bukan lo, hanya orang yang mirip, tapi ternyata gue salah." Dia menarik kasar pergelangan tangan Rara. "Gelang ini jadi buktinya, kalau orang divideo itu, beneran kamu, Ra," dia menghempaskan kasar tangan Rara. "Menjijikkan! Demi jabatan, lo tega mengkhianati sahabat sendiri."
"Vi-video," tubuh Rara gemetaran hebat. Semoga dugaannya tidak benar. Ada yang memvideokan kejadian kemarin lalu menyebarkannya.
"Gak usah pura-pura gak tahu," Ayu tersenyum sinis. "Hidup lo udah terlalu banyak kepura-puraan, Ra. Pura-pura baik, pura-pura suci, nyatanya nusuk teman sendiri dari belakang."
"Aku sungguh gak tahu, Yu, video apa yang kamu maksud?"
Ayu mengambil ponsel dari saku blazernya lalu mengirim video yang dimaksud ke nomor Rara.
Kling
"Gua gak yakin, lo masih punya muka natap orang-orang disini setelah lihat itu." Ayu lalu pergi begitu saja.
Video itu membuat Rara sangat penasaran. Dia terus berdoa semoga ini tak ada kaitannya dengan masalah kemarin. Dia berjalan cepat menuju ruangannya, mengabaikan tatapan jijik dan tak suka orang-orang yang berpapasan dengannya.
Sesampainya di ruangannya, dengan tangan gemetar dan jantung berdebar, Sakura membuka video yang baru saja dikirimkan Ayu.
Brukk
Tubuh Rara langsung luruh ke lantai dan tangisnya pecah. Ponsel terlepas begitu saja dari tangannya.
Dunia Rara seperti runtuh seketika. Videonya yang ketangkap basah tidur dengan Jovan, telah tersebar. Di video itu, tubuhnya yang tanpa busana dan sedang sibuk memunguti pakaian, terlihat sangat jelas, pun saat dia tergesa-gesa memakai pakaian. Omongan pria di lift tadi, seketika terngiang kembali di kepala Rara. Pantas saja bicara seperti itu, ternyata tubuhnya sudah menjadi konsumsi umum.
.
Sama seperti Rara, Jovan juga syok saat tahu jika peristiwa kemarin tersebar di dunia maya. Pagi-pagi, dia sudah kena amuk kedua orang tuanya. Pernikahannya dan Dista sudah di depan mata, bisa-bisanya malah muncul skandal perselingkuhan dengan sekretaris yang menghebohkan jagad nyata sekaligus jagad maya. Kedua orang tuanya benar-benar dibuat tak punya muka karenanya.
Di video itu, wajah Jovan memang tak terlihat, kamera tak terlalu mengeksposnya, tapi tetap saja, orang yang mengenal dia dan Rara, akan langsung ngeh jika itu dirinya. Video trending tersebut diberi judul sleeping with my boss, siapa lagi bosnya Rara kalau bukan dirinya. Selain siapa pelaku penyebar video itu, dia juga dibuat penasaran, kenapa bisa dia dan Rara, sampai tidur bersama. Dia sudah melihat CCTV apartemen, disana terlihat jika dia dan Rara yang sama-sama mabuk, terlibat ciuman panas, selanjutnya mereka masuk ke dalam kamar. Meski tak ada CCTV di kamar, dia tahu apa yang selanjutnya terjadi. Noda darah di sprei, menjadi bukti jika dia telah merenggut kesucian gadis itu.
"Aku minta nomor telepon Amanda?" ucap Jovan to the point saat dia menelepon Dista. Yang tahu kejadian kemarin hanya Dista dan Amanda, siapa lagi pelalunya jika bukan gadis itu.
"Untuk apa?" tanya Dista dingin.
Seharian kemarin mereka bertengkar hebat, dan sampai saat ini, belum ada titik kejelasan mau lanjut atau tidak rencana pernikahan yang sudah di depan mata.
"Aku yakin, kamu tahu soal video yang viral itu. Kalau tebakanku tak salah, Amanda pelakunya." Jovan bisa mendengar jika di seberang sana, Dista sedang tertawa.
"Karma dibayar lunas. Balasan yang pantas untuk pasangan selingkuh seperti kalian. Andai saja kamu tahu, Jo, sakit hatiku tak sebanding dengan video itu."
"Harus berapa kali aku jelasin, Dis, semua ini tak seperti yang kamu fikirkan. Aku dan Rara, kami tidak pernah berselingkuh. Kami bekerja secara profesional."
"Terusnya membela diri meski itu terdengar sangat memuakkan," Dista tersenyum sambil menangis. "Kamu tahu, Jo, apa yang paling aku sesali dalam hidupku ini? Aku menyesal telah mengenal wanita bernama Sakura. Aku benci dia," kedua telapak tangannya mengepal kuat.
Jovan terdiam. Dia faham apa yang dirasakan Dista saat ini. Tunangannya itu pasti sakit hati sekali, merasa dikhianati dua orang terdekat, kekasih dan sahabatnya sendiri.
"Tidak perlu mencari Amanda. Karena...." Dista sengaja menjeda ucapannya. "Aku yang telah menyebarkan video itu."
"Dista!" pekik Jovan tak percaya. Dista yang dia kenal, adalah wanita yang sangat baik, rasanya hampir mustahil melakukan hal seperti ini. "Bisa-bisanya kamu... Argghhh!" dia sampai kehabisan kata-kata. Sumpah, ini bukan Dista yang dia kenal.
"Kamu mau nyalahin aku, Jo?" tanya Dista dengan suara bergetar menahan tangis. "Kamu nyalahin aku hah!" teriaknya bersamaan dengan tangis yang pecah. "Kamu lupa Jo, disini aku korbannya. Aku, bukan kamu ataupun Rara. Aku yang kalian khianati, Jo."
Tubuh Jovan ambruk ke atas lantai kamarnya. Ingin sekali dia berteriak, namun tenggorokannya seperti tercekat. Sakit hati telah membuat Dista-nya berubah. "Sayang," gumam Jovan dengan suara bergetar. "Kenapa kamu tega ngelakuin ini? Kenapa, Dis?" telapak tangannya mengepal, memukul-mukul dinding di sebelahnya.
"Karena kamu jahat, Jo, jahat! Kamu dan Rara jahat," ucap Dista di sela-sela isakan.
"Maafkan aku, Dis, maaf. Maaf karena sudah menyakitimu. Tapi demi Tuhan, aku tidak pernah berselingkuh. Sampai detik ini, satu-satunya wanita yang aku cintai hanya kamu."
Tut tut tut
Telepon sudah di akhir secara sepihak oleh Dista.
Jovan menyeka air matanya, buru-buru bangkit untuk bertemu dengan Rara. Ada banyak hal yang harus dia bicakan dengan wanita itu.
...----------------...
"Bu Rere, Bu Rere," seru Bu Dini sambil berjalan memasuki juliet florist, toko bunga milik orang tua Rara.
Mama Rere yang sedang membuat buket bunga pesanan customer, langsung menyahut dan beranjak dari duduknya, berjalan keluar.
"Bu Rere," Bu Dini yang terlihat panik, berjalan cepat menghampiri Mama Rere lalu menunjukkan video di ponselnya. "Ini Sakura, kan, Rara?"
Mama Rere memperhatikan wanita dalam video tersebut. Detak jantungnya memburu dan tubuhnya gemetaran saat melihat wanita telan jang di video itu mirip sekali dengan Sakura, anaknya.
"Saya gak salah lihatkan, Bu, ini Rara," ujar Bu Dini.
"Enggak, gak mungkin," Mama Rere menggeleng kuat. Dia berpegangan pada rak bunga untuk menahan tubuhnya yang terasa lemas. Sebagai seorang Ibu, dia kenal betul anaknya. Dan wanita di video itu, dia yakin itu adalah Sakura.
Brukk
Tubuh Mama Rere akhirnya ambruk ke lantai, tatapan matanya kosong. Dia tak kuat menerima kenyataan jika wanita telan jang di video itu adalah putri kesayangannya.
"Pak Romeo, Pak Romeo, tolong, Bu Rere pingsan," teriak Bu Dini. Dia tak bisa menjelaskan kondisi Rere saat ini, makanya dia mengatakan pingsan.
Tak lama kemudian, seorang pria dengan langkah kaki tergesa-gesa, keluar dari dalam. "Astaghfirullah, Mah," dia kaget melihat istrinya terduduk di lantai, di sebelahnya ada Bu Dini yang bingung harus ngapain. "Apa yang terjadi?" Dia berlutut di sebelah istrinya, merangkul dan menepuk-nepuk pipi sang istri yang seperti orang ling lung. "Istighfar, Mah, istighfar."
Mama Rere menatap suaminya, beberapa saat kemudian, tangisnya langsung pecah.
Papa Romeo langsung memeluk Mama Rere, mengusap punggungnya untuk menenangkan.
Bu Dini hanya diam saja, bingung antara mau cerita atau diam saja. Dia kenal Sakura atau Rara, attitude gadis itu sangat baik, seperti orang tua dan abangnya, karena itu, dia juga bingung, kenapa bisa sampai ada skandal seperti ini, Rara tidur dengan bosnya.
"Sakura, Pah, Sakura," ucap Mama Rere dengan suara bergetar.
"Kenapa dengan Sakura?"
Mama Rere tak kuasa menjawab, dia hanya terus menangis untuk menghilangkan sesak di dadanya.
"Pak Romeo, lihat ini," Bu Dini memperlihatkan video di HP nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!