NovelToon NovelToon

Terpaksa Berbagi Suami

Surat USG

Anna berjalan dengan langkah cepat menyusuri lorong rumah sakit. Ia tiba di rumah sakit dengan hati yang penuh sesak. Napasnya tersengal-sengal, setiap derap langkah seolah menggema dalam kepala yang penuh dengan amarah dan kekecewaan. Mata Anna merah, tangannya masih gemetar, dan bukti USG yang ia temukan di mobil Domic suaminya tergenggam dengan erat.

Malam ini, udara rumah sakit yang dingin terasa begitu menusuk kulit Anna yang putih, namun tidak seberapa dibandingkan dengan rasa dingin yang menyelimuti hatinya saat ini. Anna merasa dunianya hancur—suaminya, pria yang ia percayai, kini tampak lebih mengecewakan daripada siapa pun.

Anna langsung menuju kamar di mana Domic dan Felly berada, tetapi di depan pintu, Siela— yang merupakan sahabatnya sendiri, juga salah satu dokter kandungan di rumah sakit ini, tiba-tiba menghentikan langkah Anna dan melarangnya untuk masuk.

“Anna, tunggu. Jangan masuk!” kata Siela, dengan nada suara yang mencoba menenangkan meskipun jelas wanita itu terlihat gugup.

Anna menatap Siela tajam, matanya berkilat penuh kemarahan. “Apa maksudmu, Siela? Kau melarang ku masuk untuk menemui suamiku sendiri?.”

Siela menggeleng, “Tidak Anna. Tapi situasinya berbeda, aku tidak bisa membiarkan mu masuk.”

Anna tertawa kecil, air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya lepas membasahi pipi. “Kau keterlaluan Siela. Kau tahu semua ini, bukan? Kau tahu Felly hamil, dan kau menyembunyikannya dariku? Kau tahu betul siapa pria yang ada di dalam sana dan kau malah membiarkannya tanpa memberitahuku?!.”

Siela menunduk, tangannya terulur seolah ingin menenangkan Anna, tapi Anna segera menepisnya, menolak sentuhannya. Anna sangat kecewa. Kini bukan hanya suaminya yang menghianatinya, melainkan sahabatnya pun ikut terlibat dalam penghianatan pada dirinya. Dua orang yang begitu Anna percaya, ternyata adalah orang-orang yang paling tega menusuknya dari belakang.

“Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Anna. Domic... dia hanya mencoba membantu. Felly adik mu sedang dalam kondisi kritis.”

“Mencoba membantu?” Anna mengulangi kata-kata itu dengan nada sinis, suaranya bergetar karena menahan amarah dan air mata. “Dan kau, sebagai sahabatku, memilih untuk melindungi mereka berdua, membiarkan aku hidup dalam kebodohan! Apa kau tahu rasanya menemukan USG di mobil suami mu sendiri? Kau tahu betapa hancurnya aku?.”teriak Anna tak tahan. Beberapa orang yang berlalu lalang mulai memandang penasaran.

“Anna tenanglah, ini rumah sakit. Kau tidak boleh membuat keributan disini.”

Anna memandang Siela tak percaya.

Siela menahan napas, wajahnya penuh dengan rasa bersalah, tapi ia tetap berdiri di tempat menghalangi Anna agar tidak masuk ke dalam. “Aku ingin memberitahumu, Anna. Tapi ini bukan saat yang tepat. Felly sedang berjuang, dia hampir...”

“Jangan coba-coba memintaku untuk mengerti! Kau seharusnya ada di pihakku, Siela! Bukan melindungi Domic dan Felly!.” teriak Anna lagi, tangannya mengepal di samping tubuhnya.

Sebelum Siela sempat membalas, Anna melewati sahabatnya dengan paksa, mendorong pintu ruangan itu dengan tidak sabar.

Deg

Anna terhenti di ambang pintu. Pemandangan di depannya menghancurkan apa pun yang tersisa dari hatinya. Domic, pria yang selalu terlihat keras dan tak tergoyahkan, kini tampak lemah dan lembut di hadapan Felly. Ia sedang menyuapi Felly, adik tiri Anna dengan sabar. Felly yang pucat terbaring lemah, hampir tidak mampu membuka matanya.

Semua ini terasa seperti mimpi buruk.

Air mata yang sudah tertahan begitu lama akhirnya jatuh tanpa ampun. Anna tidak sanggup lagi menahan kesakitan yang menggerogoti dirinya. Ia melangkah masuk, memecah kesunyian dengan suara penuh luka, “Apa yang kau lakukan di sini, Domic?.” tanya Anna dengan suara bergetar.

Domic mendongak, wajahnya terkejut namun dengan cepat kembali tenang. “Apa yang kau lakukan disini Anna? Kau tidak seharusnya berada disini.”

“Tidak disini?.” Anna tertawa getir, air matanya jatuh tanpa henti. “Aku menemukan USG di mobilmu, Domic! Aku menemukan bukti bahwa Felly—adik ku sendiri—sedang hamil, dan kau merawatnya seperti seorang suami?! Apa pikiran ku benar kau menghamili Felly? Adik ku sendiri?.”

Mata Domic terbelalak, ia makin terkejut saat Anna memperlihatkan secarik USG ditangannya yang gemetar. “Anna, aku bisa jelaskan.”

“Jelaskan apa? Bahwa kau telah menghamili Felly? Bahwa kalian telah menghianati—.” Anna tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Suaranya tercekat di tenggorokan.

“Anna, jangan membuat ini lebih buruk! Kau datang ke sini dengan asumsi yang salah!.” jawab Domic dingin. Rahanganya mengeras kesal. Ia meletakkan sendok dan berdiri, mencoba mendekati Anna, tetapi Anna mundur selangkah dan menjauhinya.

“Anna!.”

Felly terpejam, rasa sakit di perutnya membuatnya tidak ingin tahu atas apapun yang terjadi di depannya. Ia hanya bisa menyaksikan tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Anna menatap Felly, “Apakah aku datang dengan asumsi yang salah Felly? Apakah surat USG ditangan ku ini adalah salah?.” tanya Anna pada Felly.

Felly menggigit bibir bawahnya, hanya bisa memalingkan wajah dari sang kakak tanpa bisa menjawab.

Air mata Anna makin mengalir deras, “Jawab aku Felly!.”

“Jangan meneriaki Felly Anna! Apa kau tidak lihat dia sedang lemah?!.” bentak Domic marah.

Anna menatap suaminya tak percaya, “Kau.. Meneriakiku?.”

Domic mengacak rambutnya kasar, menatap Anna tajam. “Itu karena kau berteriak lebih dulu pada Felly!.”

“Aku ingin penjelasan darinya, Domic! Aku pantas tahu!.” ucap Anna nyaris berbisik saking sesaknya yang ia rasakan saat ini. “Tapi lihatlah, kau malah menjaga perasaan Felly, dibanding perasaan istri mu yang sudah kau hancurkan ini.”

Domic melangkah mendekat, matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan. Domic makin menatap Anna dengan tatapan tajam. Tidak ada lagi tatapan sayang dan kelembutan yang biasanya pria itu beri. Anna menelan ludah susah payah, merasakan sakit yang amat ngilu di hatinya melihat tatapan Domic yang telah berubah padanya.

“Baiklah. Kau butuh penjelasan? Akan aku jelaskan. Felly memang hamil, tapi bukan aku yang melakukannya, aku hanya membantunya. Namun, karena kau datang kesini dengan kemarahan dan tuduhan mu yang berpikir anak yang ada di dalam perut Felly adalah anakku, maka baik! Aku yang akan bertanggung jawab atas Felly dan anak itu. Aku akan menikahi Felly, aku akan menjadi ayah untuk anak itu, ada atau tanpa persetujuan darimu.” ucap Domic tajam. Kata-katanya bergema di ruangan serba putih yang tiba-tiba terasa sangat sempit setelah Domic melontarkan kata-kata itu.

Anna membeku, matanya melebar, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Sama halnya dengan Felly yang langsung menegang di tempatnya dan menatap Domic yang berdiri menjulang di depannya dengan tatapan tak percaya.

“Do-domic..?” gumam Felly tak percaya. Air mata mulai menetes membasahi pipi Felly. Rasa lega dan terharu sekaligus menyelimuti hatinya.

Domic menoleh menatap Felly, memberikan senyum penenang yang seharusnya Domic berikan pada Anna, istrinya sendiri.

“Kau gila. Kau sudah gila!.” Teriak Anna tak habis pikir.

Air mata kembali menetes mengaburkan pandangan Anna. Matanya kini menyorot tajam menatap penuh kebencian pada Domic. “Sebelum itu terjadi, ceraikan lah aku lebih dulu dan jangan pernah menemui ku lagi dan putri kita Carrolin! Aku membencimu Domic!.”

Dengan langkah tergesa dan gemetar, Anna berbalik, berjalan keluar ruangan dengan air mata mengalir tanpa henti. Ia tidak mau mendengar apapun lagi. Di belakang sana, Domic masih berteriak meneriaki dirinya.

“Tidak akan ku biarkan kau kemana-mana Anna! Aku tidak akan menceraikan mu! Kau tidak bisa membawa putri kita begitu saja dariku! Kau yang membuatku terpaksa mengambil keputusan ini!.”

Hati Anna hancur tak berbentuk lagi, dan semua yang ia yakini tentang cinta, tentang keluarga, terasa lenyap seiring dengan langkahnya keluar dari rumah sakit itu.

Keputusan

Domic masih ingat dengan jelas saat pertama kali ayahnya, Alarik, meminta dirinya untuk menikahi Siren Annastasya. Yaitu putri sulung keluarga Darmadi, yang merupakan rekan dan sahabat karib ayahnya dalam menjalankan bisnis. Hubungan kedua keluarga sudah lama terjalin bahkan sebelum Domic dan Anna ada.

Domic, yang saat itu tak pernah memikirkan pernikahan atau bahkan wanita karena terlalu sibuk mengurus bisnis bersama ayahnya, tidak ambil pusing saat ayahnya meminta Domic untuk menikahi Anna.

Seperti pada pernikahan karena perjodohan pada umumnya, Domic tidak terlalu peduli pada Anna. Ia menganggap pernikahan itu tidak lebih hanya karena sekadar urusan keluarga. Namun, seiring berjalannya waktu, hidup bersama Anna membuat Domic melihat sisi lain Anna—sisi cantik yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Anna tampak memikat, yang selama ini ternyata tak pernah ia sadari.

Lambat laun perasaan Domic tumbuh. Dan saat mengetahui Anna mengandung anak mereka, Domic mulai berubah. Rasa sayang itu semakin besar, dan ia menjadi pria yang lebih lembut, lebih menyayangi Anna.

Namun ada satu hal yang terus terlintas di benak Domic selama ini. Yaitu Felly. Adik Anna yang berbeda ibu namun satu ayah dengan Anna istrinya.

Felly selalu menonjol di mata Domic sejak kunjungan pertamanya ke kediaman Darmadi. Domic bahkan masih ingat saat pertama kali bertemu Felly—gadis kecil yang kala itu mungkin berbeda usia tiga atau empat tahun darinya.

Hari itu, Domic datang ke rumah keluarga Darmadi untuk menemani ayahnya, seperti biasa dengan sikap dingin dan tajam yang sudah menjadi ciri khasnya. Namun, tiba-tiba seorang anak kecil menghampirinya. Domic sempat terkejut, tetapi Felly tidak terlihat takut sama sekali meski di tatap sinis oleh Domic.

Dengan senyum lebar dan ekspresi senang, Felly mengulurkan tangannya yang memegang permen stick.

“Ini untuk mu,” ujar Felly dengan suara manja. Matanya berbinar-binar, menunggu respon Domic.

Domic menatap permen itu dengan alis terangkat, lalu menatap Felly tak minat. “Aku tidak suka permen,” jawabnya singkat, dingin.

Felly merengut, tapi tidak menyerah. Ia duduk di samping Domic, menatapnya dari dekat dengan tatapan polos dan penuh keingintahuan. “Kau selalu terlihat marah. Ada apa? Apa aku kurang bersikap baik padamu?.”

Domic menghela napas dalam. “Aku tidak marah. Aku hanya... seperti ini.”

Felly menggeleng, rambut kecilnya ikut bergerak. Terlihat.. menggemaskan.

“Kau perlu senyum lebih sering,” ujarnya sambil menepuk tangan Domic dengan tangan mungilnya. “Nanti aku ajari bagaimana caranya.”

Domic, yang jarang tersentuh oleh orang lain merasa terkejut dengan sikap berani Felly. Ia menatap gadis kecil itu lebih lama dari yang seharusnya, dan entah mengapa, sedikit kelembutan muncul di hatinya.

“Aku tidak perlu diajari,” jawab Domic sambil memalingkan wajah, tapi senyuman kecil terselip di sudut bibirnya, meski ia berusaha menyembunyikannya.

Felly tertawa kecil, suaranya ceria. “Kau lucu! Aku menyukaimu!”

Domic menghela napas, masih berusaha terlihat tak peduli, tapi dalam hatinya, ia sedikit terhibur oleh kehadiran Felly yang ceria dan manja.

Sejak hari itu, Felly selalu menempel pada Domic setiap kali ia berkunjung. Gadis kecil itu tidak takut pada sikap dingin Domic, malah semakin sering mengikuti ke mana pun Domic pergi.

Sementara itu, Anna jarang muncul dan lebih banyak berdiam diri di kamarnya. Membuat Domic bahkan hampir tidak sadar bahwa Anna ada di rumah itu, sampai beberapa kali kunjungan berikutnya, barulah  Domic tahu bahwa ternyata Darmadi mempunyai putri lain selain Felly. Yaitu Siren Annastaya yang kini menjadi istrinya.

Bahkan dulu Domic pikir, jika ada dari keluarga Darmadi yang dijodohkan dengannya, itu pasti Felly. Karena Felly lah yang paling dekat dengannya. Bukan seorang Anna yang bahkan lebih terlihat seperti bayangan untuk Domic.

Malam ini, di halaman depan rumah Darmadi yang sunyi, angin malam yang sejuk menghembuskan daun-daun pohon dengan lembut. Domic berdiri di sana, tangannya dimasukkan ke dalam saku jasnya, sementara pandangannya tertuju pada pintu rumah yang baru saja ia masuki bersama Felly. Felly sudah beristirahat di dalam, sementara ia berhadapan dengan ayah mertuanya, Darmadi.

“Domic? Bagaimana? Apa kau sudah memutuskan?.” tanya Darmadi menatap Domic dengan penuh harap. Wajahnya yang tegang selama ini menunjukkan sedikit kerutan, matanya melebar dengan pertanyaan yang tak terelakkan.

Domic tidak langsung menjawab. Ia terdiam sebentar, matanya menerawang kosong seolah kata-kata yang hendak ia ucapkan terlalu berat untuk keluar. Beberapa detik berlalu dalam keheningan, sebelum akhirnya Domic mengangguk pelan.

“Sudah. Aku akan menikahi Felly, Ayah.”

Darmadi terkejut. Jawaban Domic seketika melegakan beban yang menghantui pikiran Darmadi. Tubuhnya yang tegang tampak sedikit merosot ke bawah, seolah beban di pundaknya baru saja diangkat. Senyumnya muncul.

“Kau menolong ayah. Kau benar-benar menolong ayah, Domic.”

Suara Darmadi terdengar lebih lembut sekarang, penuh rasa terima kasih. Darmadi menepuk bahu Domic dengan bangga.

“Kau mengambil keputusan yang tepat Domic. Betapa ayah harus mengucapkan banyak terimakasih karena kau mau menolong ayah dan Felly. Entah bagaimana jika kau tidak setuju. Ayah tidak bisa membayangkan kehilangan Felly gara-gara lelaki brengsek itu!.”

Domic mengangguk, “Apa pria itu sudah di temukan?.”

Darmadi mendesah pelan, “Pria itu tidak akan pernah di temukan. Sekali saja ayah menemukannya, maka ayah pastikan dia akan kembali pada keluarganya dalam keadaan yang tersisa hanya kepala saja.” jawab Darmadi penuh tekanan. Masih tampak terlihat marah.

“Ayah tidak usah khawatir. Saat ini kita hanya perlu fokus pada Felly dan bayinya saja.” ucap Domic yang langsung diangguki Darmadi.

“Itu sebabnya ayah memilihmu. Ayah tahu kau adalah pilihan yang tepat. Felly akan punya masa depan yang lebih baik bersamamu. Karena hanya kau yang bisa menyayangi dan mengerti Felly melebihi siapapun. Felly sangat beruntung.”

Domic tersenyum kecil, lalu diam tidak mengatakan apa-apa lagi.

Meski fokus pada Felly, namun gambaran Anna masih melekat di dalam pikirannya. Bagaimana wanita itu berdiri di depan rumah sakit kemarin, menatapnya dengan air mata di matanya yang penuh kemarahan dan kekecewaan. Itu.. sedikit menampar hati Domic dan mempertanyakan apakah Anna akan baik-baik saja? Karena sejak kejadian kemarin, Domic belum menemui Anna lagi. Domic sangat sibuk mengurus Felly hingga tidak sempat untuk pulang ke mansion dan melihat keadaan Anna dan putrinya saat ini.

Seolah tahu isi hati Domic, Darmadi kembali berbicara. “Anna... dia pasti akan mengerti.”

Domic mendongak, menatap Darmadi.

“Dia selalu lebih bisa menahan diri, lebih tangguh. Kau tidak perlu khawatir tentang dia. Selain itu, ayah akan mengobrol dengan Anna sambil mempersiapkan pernikahan kalian.” lanjut Darmadi kembali menepuk bahu Domic dengan penuh keyakinan.

Domic mengangguk. “Kalau begitu, aku akan pergi sekarang.”

Pergi

“Carro, sayang, ayo cepat bantu Mommy memasukkan baju-bajumu, kita harus segera pergi.” ucap Anna dengan suara yang tenang meski hatinya begitu terguncang.

Di dalam mansion yang luas dan megah, suasana terasa tegang dan sunyi. Anna dengan cepat memasukkan pakaian ke dalam koper kecil di hadapannya. Tangannya bergerak cepat, seolah ingin menyelesaikan semuanya sebelum ada yang menyadari apa yang terjadi. Sedangkan di sudut ruangan, Ambar, maid yang setia dan paling dekat dengan Anna berdiri di ambang pintu dengan raut cemas.

“Memangnya kita akan kemana Mom?.” jawab Carollin. Anak perempuan umur sembilan tahun yang kini menempati bangku sekolah dasar kelas tiga.

Carollin duduk di tepi kasur besar miliknya. Mengayun-ayunkan kakinya dengan santai sambil menikmati permen stik di tangan, sama sekali tidak menyadari kepanikan yang tersembunyi di balik wajah Anna.

Anna menghentikan sejenak kegiatannya dan menatap putrinya. Mata Anna dipenuhi rasa sakit, tapi dia menahannya agar tidak terlihat. Suara Carollin begitu polos dan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Kita akan menginap sementara di rumah Tante Selena sayang.” jawab Anna.

Carollin segera beranjak dari ranjangnya, menatap Anna dengan wajah berbinar. “Wow! Benarkah? Berarti aku akan bertemu Kak Lionel, Mom?!.” tanya Carollin antusias penuh kegembiraan.

Anna tersenyum lembut, menahan air mata yang hampir tumpah. “Tentu sayang. Kamu akan bertemu Kak Lionel.”

“Yeay!! Aku akan bertemu kak Lionel!!.” Carollin berjingkrak kesenangan, berjoget riang sambil tertawa kecil mengingat ia sudah sangat lama tidak bertemu dengan pria yang umurnya berada tujuh tahun di atasnya itu.

Mata Anna menyipit karena senyum, dan tanpa sadar membuat lelehan bening yang sedari tadi ia tahan terjatuh. Senyum Carro.. Anna tidak ingin kehilangan senyum itu. Itu sebabnya Anna membawa anaknya menjauh untuk sesaat dari keadaan ini sampai keadaan mereda dan membaik karena Anna tidak ingin Carollin kecil peka terhadap keadaan yang sedang orangtuanya hadapi. Carro tidak seharusnya mengetahui hal-hal seperti ini.

Ambar yang sedari tadi melihat dari kejauhan, merasa ada yang tidak beres pada majikannya itu. Ambar melangkah mendekat, raut wajahnya penuh kekhawatiran. Dia tahu sesuatu sedang terjadi tidak benar. Biasanya Anna selalu tenang dan penuh kendali, tetapi kali ini, suasana hatinya terlihat begitu kacau.

“Nyonya... apakah Anda benar-benar harus pergi sekarang? Ini mendadak sekali.” tanya Ambar hati-hati.

Anna menarik napas dalam dan menatap Ambar.“Ambar, tolong jangan bilang pada Domic jika dia menanyakan ke mana aku pergi. Aku tidak lama, hanya menitipkan Carollin di rumah Selena lalu kembali lagi. Ah, atau mungkin aku akan menginap untuk satu hari.”

Ambar menggigit bibirnya, tampak ragu. “Tapi Nyonya, Tuan Domic akan sangat marah jika tahu Anda pergi tanpa memberitahunya. Apa yang harus saya katakan?.”

“Katakan saja aku pergi sebentar. Jangan sebutkan Selena atau kemana aku pergi. Ini hanya sementara. Aku butuh waktu sebelum menemui Domic. Kau bersikaplah seperti biasa. Anggap kau tidak tahu apa-apa.”

Ambar menatap Anna, ingin mengatakan lebih banyak, tapi tahu bahwa ini bukan waktu yang tepat. Namun yang pasti sekarang Ambar tahu jika hubungan Tuan dan Nyonyanya sedang tidak baik-baik saja.

Ambar mengangguk pelan. “Baik, Nyonya. Saya akan melakukan seperti yang Anda minta. Tolong berhati-hatilah di perjalanan.”

Anna mengangguk, setelah pakaian yang Carollin perlukan beres, Anna segera pergi bersama Carollin menuju tempat Selena tanpa di dampingi supir.

Tak lama setelah Anna dan Carollin pergi, barulah Domic tiba di mansion.

Ambar yang melihat kedatangan Tuannya seketika merasa tegang. Domic telihat kacau. Kemeja yang di kenakannya kusut tidak beraturan tak seperti biasanya. Matanya terlihat lelah.

Dan saat kaki Domic melangkah lebar menuju kamar, Ambar dapat melihat dengan jelas raut wajah panik Tuannya yang seketika terlihat saat mendapati Nyonya tidak ada di kamarnya.

“Sayang? Kau dimana?.” kata Domic sambil keluar dari kamar dan mencari Anna di kamar lain.

“Carro sayang apa kau melihat Momy—?.” Domic seketika terdiam saat pintu kamar putrinya ia buka. Di dalam sana, sama kosongnya seperti kamar miliknya. Tidak ada Anna, tidak ada putri tercintanya. Entah kemana mereka pergi.

Wajah Domic langsung berubah marah begitu ia menyadari Anna dan putrinya tidak ada di rumah. Dengan cepat, Domic menghampiri Ambar yang berada di lantai bawah dengan ekspresi marah.

Ambar meneguk ludah susah payah dengan gugup.

“Di mana Anna dan putriku Carollin?!” tanya Domic tegas dengan amarah yang menekan.

Ambar menunduk, “Maaf Tuan, Nyonya pergi sebentar. Dia bilang akan kembali setelah urusannya selesai.” jawab Ambar mencoba tetap tenang meskipun hatinya berdebar-debar.

“Sebentar? Urusan apa? Ke mana dia pergi? Mengapa kau membiarkannya pergi?!.” desak Domic, tatapannya semakin tajam.

Ambar menggeleng pelan. “Saya tidak tahu, Tuan. Nyonya hanya bilang pergi sebentar dan akan kembali.” jawab Ambar sedikit ketakutan. Beberapa Maid lain memperhatikan dengan tegang.

“Jangan bohong! Aku tahu kau tahu ke mana dia pergi, katakan!” Domic membentak, tetapi Ambar tetap bertahan meskipun suaranya terdengar gemetar.

“Saya benar-benar tidak tahu, Tuan. Nyonya hanya bilang untuk tidak khawatir. Dia akan baik-baik saja.”

“Sial!.” Domic mendengus marah, mengepalkan tangannya. “Anna pergi begitu saja tanpa memberitahuku! Dan kau tidak akan mengatakan ke mana dia pergi?!.”

Ambar menunduk, “Sungguh saya tidak tahu Tuan.” jawab Ambar tetap tidak ingin mengatakan apa yang sesungguhnya.

Domic kembali mengumpat, lalu setelah itu berbalik pergi mengambil kunci dan kembali ke mobil untuk menyusul Anna dan putrinya yang mungkin belum jauh dari sini.

Domic takut apa yang dikatakan Anna sungguh-sungguh untuk tidak menemuinya dan putrinya Carollin jika benar ia menikahi Felly. Itu tidak bisa diterima. Domic tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!