NovelToon NovelToon

GEJOLAK CINTA PERAWAN TUA

Chapter 1

Tak terdengar alunan musik, tak ada rangkaian bunga, tak ada pelaminan, hanya sebuah meja panjang, segelintir orang terdekat yang hadir saat ini. Sebuah pernikahan sederhana yang syahdu bagiku, tapi mungkin tidak baginya.

Laki-laki muda, dengan ketampanan dan tampilan yang di atas rata-rata tiba-tiba datang melamar ke rumah kontrakan nan sangat sederhana. Ia datang melamarku, seorang gadis yang telah termakan usia, dengan wajah kusam, tampilan gadis miskin dengan kelebihan berat badan, serta tak tinggi, kulit sawo matang. Entah apa yang difikirkan laki-laki ini, tanpa ada  kabar berita, datang untuk menikahi.

Aku hanya berfikir, kenapa laki-laki ini memilihku menjadi istrinya, lebih tepat lagi istri sirinya. Aku tidak pernah membayangkan akan mendapat suami muda, tampan dan kaya. Aku tidak muluk-muluk ingin mendapatkan suami, bagiku cukup yang sholeh dan bertanggungjawab sudah cukup untukku.

Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika Allah berkehendak, pasti terjadi. Tapi sepolos-polosnya diriku, aku tetap menaruh kecurigaan yang besar dari maksud dan tujuan diadakan pernikahan ini.

Bahkan hanya berjarak satu minggu sejak kedatangannya, dan seminggu kemudian pernikahan ini digelar.

Ayahku senang bukan kepalang, ah ku lupa tidak hanya ayahku tapi keluargaku. Mereka senang, mendapatkan menantu muda, kaya dan tampan. Bahkan hanya dengan uang seserahan bernilai tak lebih dari dua ratus juta yang menurut keluarga besarku uang yang besar, lamaran itu mudah diterima.

Mengabaikan fakta, aku hanya dinikahi secara siri dan hanya pihak keluargaku yang tahu akan pernikahanku ini. Sedangkan dari pihak laki-laki hanya ada dua orang, yang pasti laki-laki yang sekarang menyandang status sebagi suamiku dan laki-laki lain yang tak kukenal.

Kebahagiaan itu benar-benar hadir dalam keluargaku. Aku satu-satunya anak ayah yang belum menikah sementara dua adikku sudah menggendong anak. Akupun bahagia, setidaknya dengan pernikahan ini lepaslah beban status jomblo yang kuanut selama tiga puluh lima tahun ini. Meski pernikahan ini nyatanya hanya status ataukah di atas kertas.

Akad nikah sudah dilantunkan, meski tanpa surat nikah negara resmilah aku jadi istrinya yang pada hari ini secara agama. Tak lama, akupun dibawa ke sebuah rumah cukup mewah dengan beberapa asisten rumah tangga. Tak ada komunikasi selama perjalanan, pun sampai malam menjelang, tanpa pamit laki-laki ini pergi meninggalkanku seorang diri.

Seorang asisten yang belakangan ku ketahui bernama teh neng datang menghampiri membawaku ke sebuah kamar lantai dua, untuk beristirahat.

Ia bertanya, apakah aku pembantu baru disini?. Aku menjawab dengan senyuman saja. Ya sudah tunggu tuan datang aja, begitu akhir obrolan kami dan dia berlalu kembali ke biliknya.

Aku menatap ruang kamar yang kutempati, bersyukur pada Illahi atas anugrah nikmat yang telah diberi pada hari ini, lelah dan penat membawaku terlelap dalam ruang gelap tanpa cahaya membius kesadaran ke alam mimpi.

Adzan berkumandang terdengar, mandi dan menunaikan kewajiban hamba Tuhan, merengkuh diri dalam selimut doa, menjalani takdir apa yang sedang dan akan kujalani. Bunyi ketukan pintu menghentikanku dalam persemanyaman, keluar masih dalam balutan mukena, kulihat sosok laki-laki yang kuketahui bernama Alex di depan pintu.

Dengan tatapan datar, ia berkata

"Ikut denganku "

Aku hanya mengangguk, dan keluar mengikutinya menuju ruangan dapur yang ternyata sudah ada tiga asisten rumah tangga berdiri di sana.

"Perkenalkan ini Kia, dia istri saya, dan Kia kenalkan mereka adalah orang-orang yang sudah membantu mengurus rumah ini"

Aku tersenyum dan melihat wajah-wajah mereka.

"Ada satu lagi sopir sekaligus mengurusi taman namanya pak maman, yang kemarin membawa mbak kesini, ikut aku"

Sebuah kertas disodorkannya padaku,

"Bacalah"

ucapnya tanpa memandangku.

Aku membaca dengan seksama poin-poin yang tertulis di sana. Aku terhenyak ternyata dugaanku tidak salah, pernikahan ini hanya menjadi pernikahan rahasia dan pengubah statusku saja. Tanpa ada hak suami istri seperti yang rumah tangga lainnya.

"Sudah mbak baca semuanya"

"Saya pikir cerita pernikahan seperti ini hanya ada di novel-novel saja tak kusangka saya sendiri mengalaminya"

"Aku memberikan jatah bulanan, untuk keperluan belanja, gaji karyawan di sini, dan keperluan ini itu, fasilitas rumah ini  juga silahkan  digunakan, manfaatkan selama mbak jadi istri saya, namun maaf saya tidak bisa membuat mbak benar-benar menjadi pendamping hidup karena pernikahan kita hanya pernikahan nadzar yang telah terlanjur saya ucapkan, saya juga tidak menyangka mbak belum menikah karena tampilan mbak sudah sangat ibu-ibu "

Aku tersenyum kecut mendengarnya, apa yang dikatakannya memang fakta. Di wajah ini, guratan itu sangat terlihat nyata dan tak bisa disembunyikan.

"Terima kasih sudah menikahi saya, setidaknya status ini melepaskan masa lajang saya yang sudah lama, meski bukan pernikahan seperti ini yang saya harapkan, tapi saya tetap bersyukur apapun keadaannya "

Ucapku tetap tersenyum, yah bagaimanapun aku wajib bersyukur melepas masa lajang berarti melepas pergunjingan yang selama ini melekat dalam diriku. Gadis tualah, tak laku lah, terlalu memilih, dan banyak kata-kata lainnya yang intinya membuatku jengah.

"Saya akan jarang pulang, karena saya punya rumah selain ini, masalah nafkah lahir mbak tidak perlu khawatir, saya akan memenuhinya"

"Terima kasih sekali lagi, atas semuanya"

"Silahkan tanda tangan di sini"

Tanpa ragu kububuhkan tanda tangan disana, di atas matrai 6000. Resmilah kini, pernikahan ini hanya sebuah pernikahan kontrak yang masa berlakunya satu tahun lamanya. Aku selalu mencoba tersenyum dalam  berbagai keadaan, kehidupan tanpa kemewahan membuatku selalu menyadari sisi di mana hati ini harus diletakkan.

Tak terasa pernikahan ini sudah dijalani dua bulan lamanya, dua bulan pula aku tak pernah melihat sosok yang disebut suami itu. Sejak menyodorkan kertas kontrak dia menghilang tanpa kabar dan jejak. Dan seperti pesannya, aku benar-benar memanfaatkan apa yang telah diberikan olehnya. Wajah ini, tubuh ini benar-benar diolah menjadi sosok yang berbeda, perawatan tubuh untuk menjadikan wajah dan tubuh indah kujalani, hasilnya tak mengecewakan.

Bibir ini pun tak lagi hitam, merah merona, wajahpun tak lagi kusam, tubuhpun tak lagi gendut sudah ideal hanya tinggi badan yang tak mampu kunaikkan, maklum sudah mentok.

Kegiatanku hanyalah membuat rumah menjadi lebih hijau, aku menanam sayur-sayuran di taman belakang yang diletakkan di dinding tembok, bunga, bercengkrama dengan para asisten rumah tangga, berlibur bersama di taman, dan sesekali melukis alam serta menulis catatan takdir hidup yang kujalani.

Hingga tanpa sengaja membaca sebuah berita di salah satu media online. Kabar laki-laki bernama Alex yang tak lain suamiku, bertunangan dengan salah satu artis papan atas tanah air. Meski hanya pernikahan siri dan rahasia, tapi wanita mana yang tak menangis melihat suaminya bersama wanita lain terpampang nyata.

Malam itu, akupun menangis dalam peraduan sajadah menumpahkan keluh kesah pada Sang Khaliq.

"Ya Robbku, Engkaulah Maha sebaik-baik rencana, hamba yang dhoif ini tak mengetahui apa rencanaMu. Hamba senantiasa bersujud kepadaMu mengharapkan yang terbaik dari pernikahan ini, menjadi keluarga yang utuh dan dalam naungan cintaMu"

"Robbku, hamba hanya berharap kepadamu, karena Engkaulah satu-satunya harapanku, tiada kuasa selain kuasaMu, Robbku apapun keputusanMu, hambaMu ini akan berusaha ikhlas menerimanya"

Lantunan ayat-ayat suci ditengah cucuran air mata berusaha kulantunkan, mengharapkan ketenangan jiwa yang tengah tergores luka.

Seminggu berlalu, dia datang saat aku sedang bersenda gurau dengan para asisten saat memanen sedang menanam bunga di taman. Dia memandangku agak lama, aku lupa saat ini sedang tidak memakai jilbab, rambutku tergerai tanpa diikat, aku tersenyum melihatnya. Hati menghangat saat ia membalas senyumanku.

"Mbak Kia"

Ujarnya ditengah keterkejutannya

"Ia, apa kabar Mas?"

Di tengah keterkejutanku dan segera kusambar jibab yang ada dikursi lalu segera mengambilkan minuman dan membawanya di atas meja makan.

"Saya fikir bukan mbak, banyak berubah, saya ke sini hanya mampir dan melihat keadaan, syukurlah semua baik-baik saja"

"Alhamdulillah semua baik-baik saja, sudah makan?"

"Belum"

"Makanan akan segera tersedia, semoga suka tunggu sebentar ya"

Ia mengangguk dan memandangku menyiapkan makanan. Tanpa banyak kata, ia menyantap makanan sederhana yang kubuat.

"Enak mas ?"

"Enak"

lagi-lagi ia tersenyum, hatiku  membunga. Rasa luka itu seakan hilang sesaat, dengan senyum dan kehadirannya meski penuh kecanggungan.

"Selamat atas pertunangannya"

Tersenyum hanya itu yang mampu kulakukan dihadapannya.

"Oh ya mas, dua bulan ini saya selalu di rumah. Bolehkah saya bekerja?"

Lanjutku

"Apakah uang yang saya berikan tidak cukup"

"Lebih dari cukup alhamdulillah, tapi saya ingin ada kegiatan dan jaga-jaga kelak ketika berpisah dari mas "

"Hemm baiklah, akan saya kabari nanti, terima kasih atas makanannya, saya pergi dulu"

Aku mengangguk dan menghantar kepergiannya sampai pintu depan rumah menatap kepergiannya dengan  harapan Allah membukakan hatinya untukku.

#####

Ini karyaku yang kutarik dari web sebelah, terus dukung ya

makasih ❤❤❤🤲🤲

Chapter 2

Mentari tengah beranjak keperaduannya, sinar keemasan menunjukkan senja datang menyapa. Keheningan menyapa, di balkon kamar menyendiri menatap sang langit yang akan memudar berganti warna. Gelap, masih tertahan di sini seperti biasa tiga puluh lima tahun ini dijalani. Sendiri, di mana sang sahabat, terbang dalam bayang lukisan indah cerita film. Yah, aku sendiri tak percaya kata sahabat, ada kecewa dan luka di hati ini mendengar kata itu.

Ketukan pintu membuyarkan lamunanku,teh neng menyapa dalam balutan mukena putihnya.

"Sholat yuk teh, sekalian seperti biasa ajari kami mengaji"

Lukisan senyum menyungging di bibir ini,

"Sedang libur teh, oh ya mengaji mandiri dulu aja ya. Dan minta tolong, doakan saya dapet pekerjaan"

Ia mengangguk, berlalu pergi.

Wanita itu 40 tahun usianya, memiliki dua orang anak yang tiga bulan ini menemaniku saat keluar rumah. Aku tak pernah ijin suami jika keluar, tak ada kontak dan tak pernah ada kabar. Sebulan sudah sejak kedatangannya dan lagi hanya berita kemesraannya yang sampai di mata dan telinga.

Allah kabulkan doaku, mengangkatku dalam keterpurukan ekonomi, hingga ayah tak lagi bekerja. Meski dalam proses kredit, setidaknya tidak lagi mengontrak, membuka warung kecil-kecilan di rumah dari jatah bulanan yang ku kirimkan.

Allah juga mengabulkan doaku, menikah melepas status lajang yang mendera. Dan Allah pun memberi tantangan lain saat doa-doaku dikabulkannya, menjadi sosok yang diuji dengan sabar oleh pernikahan yang mungkin tak diharapkan oleh suamiku sendiri.

Kulihat foto dan vidio pernikahan, tetesan air mata kembali menyapa. Hembusan nafas berat selalu datang dihelaan nafas yang terhirup. Andito Alex Putrajaya, usia dua puluh lima tahun, pekerjaan wiraswasta hanya data itu yang ku tahu dari suamiku. Tertuang dalam selembar kertas bukti pernikahan siri yang diberikan oleh pihak keluargaku dan lembar pernikahan kontrak.

Kuletakkan kepala bertumpu pada kedua tangan yang terjulur duduk di atas sofa, menatap luar dengan kegelapan tanpa nyala lampu. Kehampaan dan kekosongan tatapan menyapa, menangisi hal yang mestinya tak kutangisi. Beberapa lamaran pekerjaan ke berbagai perusahaan telah dilayangkan, tak satupun panggilan. Jangankan interview, panggilannya saja tak pernah menyapa meski sebulan ini sudah berusaha.

"Ya Robbku, usaha apalagi yang harus hamba lakukan"

Kuusap wajah dengan kasar, dingin menyapa tak kuhiraukan hingga tanpa sadar diri ini terlelap dalam bawah sadar meski air mata masih membekas.

Badan terasa menggigil, flu melanda, demam kurasa. Wajah pucat memaksakan tetap tersenyum, melangkahkan kaki menuju dapur. Mengambil madu berniat untuk mencampurnya dengan air hangat.

"Ya Allah teteh pucat amat itu muka"

Teh neng memegang kepalaku,

"Teteh demam kenapa g bilang, ya udah duduk aja sana, teteh mau apa biar saya siapin"

Ia menuntunku menuju bangku di meja makan,

"G papa teh, paling juga masuk angin bentaran aja juga sembuh biasanya"

"Ya udah teteh mau apa?"

"Minta tolong seduhin madu, jahe dengan air hangat, maaf teh ngerepotin"

"Atu enggak teh, sudah kewajiban saya toh tetehkan majikan saya"

Aku hanya tersenyum mendengar kata majikan, sejak kapan aku menjadi majikan. Setahuku selama hidup akulah yang menjadi pekerja bahkan pernah menjadi asisten rumah tangga.

"Saya kerokin mau teh"

Aku menggeleng

"Teteh kemarin tidur di balkon ya"

Lagi-lagi hanya senyuman yang kutampilkan

"Sabar ya teh, aden orangnya baik kok, insyaa allah teteh doain semoga aden segera membuka hatinya dan siapa itu tunangannya cepet putus"

" Enggak boleh gitu teh, emang saya bukan siapa-siapanya"

"Siapa bilang, teteh kan istrinya"

"Hanya siri teh"

Dan cuma setahun ucapku dalam hati.

"Madunya teh, cepet sembuh ya biar bisa masak,ngaji dan nanem-nanem lagi kan asik"

"Makasih teh, saya ke kamar dulu"

"Apa perlu saya hubungin aden teh"

Sejenak aku berfikir

"Punya nomornya"

Ia mengangguk

"Boleh saya minta teh?"

"Oh iya, bentar saya ambil hpnya dulu, sudah saya kirim teh kontaknya"

"Makasih, oh ya tolong jangan kabari apapun keadaan saya. Saya g mau nganggu teh, kalaupun dia harus tau biar tau dari saya"

"Ia teh, cepet sehat"

Aku pun melangkah menuju kamar, berharap demam ini segera sembuh. Esok harinya demam ini makin menjadi, pagi-pagi dengan tubuh lemas aku bolak balik kamar mandi untuk muntah. Teh neng yang setia menungguku bingung sendiri, karena ku menolak minum obat-obatan kimia.

Ia memijit, mengompres, menyuapi dan meminumkan air jahe dan madu, disela-selanya ia mengaji disampingku. Tiga hari berlalu demamku sudah mulai turun, aku mulai bisa tidur dengan lelap.

"Teh, teteh bangun ada dokter mau periksa"

Teh neng membangunkanku, reflek kutoleh kanan dan kiri, mencari jilbabku namun tak kutemukan.

"Tenang teh, dokternya cewek"

Ujar teh neng, akupun menarik nafas lega

Tak lama berselang, dokter muda itu menghampiriku.

"Sudah berapa lama demamnya?"

Tanyanya

"Tiga hari ini dok,tapi sudah turun dan insyaa allah sudah sehat kok"

Ucapku

Dokter itu tersenyum,

"Kata bu neng g mau minum obat kimia ya?"

Tersenyum lagi-lagi aku hanya tersenyum

"G pa-pa sih, tapi dari pada lama demamnya turun mending obatnya diminum dulu untuk meredakan baru kemudian herbal kalo sudah reda"

"Iya dokter,terima kasih"

"Udah g pa-pa kok, masih pucat tapi tetep cantik kok"

"Makasih dokter, oh ya nama dokter siapa?"

"Dira, kalau ada apa-apa segera panggil saya. Saya dokter pribadi pak alex, jadi bertanggungjawab atas semua keluarga pak alex termasuk sedikit banyak rahasianya"

"Saya kia, terima kasih dokter"

"Panggil saya Dira saja mbak"

Aku hanya mengangguk,

"Istirahat dan tenangkan fikiran, jangan dibuat stress, cepet sembuh mbak saya pamit dulu"

Dokter Dira pergi diantar teh neng ke depan, tak lama berselang saat mata ini hendak terpejam pintu kamar terbuka kembali.

"Mbak akan segera bekerja setelah sembuh, saya sudah menempatkan mbak di Lampung kebetulan Regional Managernya bermasalah, jadi diganti. Namun sebelum itu dalam waktu singkat mbak akan saya ajari beberapa hal berkaitan dengan pekerjaan mbak nantinya, saya anggap mbak tidak akan keberatan"

"Iya Mas, terima kasih"

Bahagianya hati ini melihat sosoknya duduk di tepi ranjang menatapku.

"Besok lagi kalau sakit segera hubungi saya ya mbak, jangan sampai berhari-hari"

"Teh neng yang ngasih tau mas"

"Iya"

"Makasih ya atas perhatiannya"

"Sudah kewajiban saya untuk membuat mbak sehat selalu, kelak ketika saya kembalikan ke orang tua mbak, kan harus sehat"

Baru saja hati ini berbunga, terhujam lagi dengan kata terakhirnya, senyum getir pun terpampang di wajah pucatku.

"Ya sudah mbak istirahat, dua hari lagi saya kesini. Pastikan mbak dah sehat karena mbak akan mulai belajarnya"

Dia berlalu pergi meninggalkanku, seperti biasa hanya senyumannya yang membekas diingatan.

"Ya Allah, apakah aku mulai menyukainya, rasa senang dan sakit datang bersamaan apakah ini yang dinamakan cinta, jika benar maka kumohon ya Robb, jatuh cintakan aku pada orang yang tepat dan Kau ridho akan anugrah cinta ini"

####$

Chapter 2 ya hehehee

like vote, poin, comennn ditunggu ya guys..🤲❤❤😁😁😁😍😍🙏

Chapter 3

Tepat dua hari sesuai yang dijanjikan, dia datang kembali, dan aku sudah sembuh. Namun ada rasa kecewa ketika mendengar kabar nyatanya bukan dia yang mengajariku namun asisten pribadinya yang juga tak lain sahabatnya sendiri. Dengan mudahnya, dia meninggalkanku dengan laki-laki lain di ruangan tertutup yang jelas-jelas bukan mahrom. Hati  melayang akan hadirnya kini terhempas penuh kecewa.

"Maaf mas daniel, saya panggil teh neng dulu"

Dia daniel namanya dengan rentang usia yang juga tak jauh berbeda dengan suamiku, namun sikapnya lebih hangat. Awalnya dia melihatku terkejut dari ujung kepala hingga kaki  tertutup rapat, jilbab lebar dengan gamis lebar, kaos kaki hingga memakai handsock.

"Mbak g kepanasan pake ginian"

Tanyanya

"Enggak"

"Kita kan di rumah"

"Memangnya kenapa kalo di rumah"

"Tertutup amat kan saya enggak ngapa-ngapain mbak, belajar doang"

"Iya, kan situ bukan mahrom saya. oh ya ayok belajar di taman aja biar bisa bareng sama teteh-teteh di sana"

"Lho emang kenapa kalo di sini?"

"Banyak setannya"

Ujarku berlalu sambil membawa tumpukan buku yang telah dipilihkan oleh Daniel untukku. Dia masih geleng-geleng kepala saja melihatku.

"Makhluk langka"

Gumamnya yang masih terdengar olehku, lalu segera meyusulku.

"Mbak, pantes Alex bilang berubah"

"Berubah apanya?"

Tanyaku penasaran

"Lebih kelihatan muda dan cantik"

"Beneran mas Alex bilang gitu"

"Oh yang bilang muda dan cantik mah saya mbak"

Ia nyengir kuda

"Kalo mbak dah pisah ma Alex, boleh kok mbak nikah sama saya"

Aku terkejut akan ucapannya, menatapnya tajam.

"Santuy mbak, becanda"

Membuat muka lucu dan mengacungkan dua jari tengah dan telunjuknya. Daniel pria berparas tampan ini membuatku geleng-geleng kepala.

Pelajaran pertama pun di mulai, sesekali diselingi oleh canda tawa, aku menolak berdua saja, meski sudah di ruang terbuka tetap ku bawa Teh Neng menemaniku belajar.

Jam belajar dimulai dari pukul delapan pagi hingga dzuhur tiba, benar-benar seperti anak sekolah. Aku baru tahu ternyata Alex pemilik beberapa usaha yang bergerak di bidang yang berbeda-beda.

Sedangkan, yang akan kutempati bekerja di bidang tambak udang. Dari proses belajar udang yang berkwalitas, jalur pembibitan hingga produksi. Semua diajarkan oleh Daniel tanpa lelah, tak mudah belajar hal dan dia terus menyemangatiku.

"Akhirnya kelar satu sesi mbak"

"Alhamdulillah, makasih ya"

Ucapku

Tiga minggu berlalu, proses belajar dengan waktu sebulan sebentar lagi berakhir. Aku lebih banyak berkutat dengan buku-buku berkaitan dengan bisnis, managemen karyawan, laporan-laporan, menganalisa banyak hal termasuk beberapa laporan pajak.

Waktu bersama Daniel kumanfaatkan dengan banyak bertanya, sedang saat-saat sendiri tenggelam di perpustakaan pribadi.

"Minumnya mas"

Saat jeda belajar, kusiapkan minum dan makanan.

"Masih aja panggil mas, kan saya sudah bilang panggil Daniel aja mbak"

"Maaf, lebih nyaman panggil Mas soalnya"

"Asal jangan manggil mas-mas saat disamping gorengan aja mbak?"

"Lho memangnya kenapa?"

"Lha dikira nanti saya yang jadi tukangnya"

Kami bertiga tertawa bersama, Teh Neng tak banyak bicara dia membantuku dalam menyiapkan makanan dan minuman. Sesekali ia juga terlihat membaca buku, tapi novel kesukaannya.

"Saya tidak menyangka mbak suka senyum dan becanda juga, saya fikir mbak orangnya garang dan kaku"

Menatap hamparan bunga dan tanaman sayur, menyesap air jahe plus madu kesukaan. Sejenak keheningan melanda.

"Mbak, kalo boleh tanya nih ya, tapi jangan marah"

Daniel selalu menjadi pemecah keheningan, entah dengan komedinya ataupun dengan pertanyaan yang kadang tiba-tiba menjurus ranah pribadi dan privasi.

"Serius kayaknya nih"

"He..he..."

Ia nyengir kuda

"Kok mbak sabar sih ngadepin Alex, padahal kan setau saya Alex enggak nganggep mbak"

Pertanyaan yang mengejutkanku, kuhela nafas sejenak. Ah ya aku lupa, dia sahabatnya mungkin memang tak ada rahasia antara mereka berdua. Bukankah dia juga yang tau akan pernikahan rahasia ini juga.

"Mbak itu cantik, mau aja diselingkuhin"

Lanjutnya

"Mas tahu alasan saya bertahan"

"Uang, saya rasa tidak sejauh yang saya tahu mbak g pernah minta apa-apa, kecuali jatah bulanan yang diberikan Alex selebihnya tidak ada. Apa mbak mengharapkan cinta dari Alex"

"Saya sudah terikat meski dalam jangka waktu yang dekat, sabar menunggu hingga waktu itu tiba"

"Mbak, dibanding wanita itu mbak lebih dari segalanya. Wanita itu hanya mengincar harta, Alex termakan rayuan gombal dan pelayanan itunya"

"Maksudnya"

Aku benar-benar tak mengerti arah bicara Daniel, apa maksud dengan itunya.

"Mbak g pernah hemmm hemmm di kamar kan sama Alex"

"Hemmm hemmm apa"

"Itu mbak, itu"

Ujarnya garuk-garuk kepala mungkin bingung menjelaskannya

"Itu teh, intim teh suami istri"

Teh Neng menjelaskan yang baru aku mengerti, Daniel menatapku seolah menantikan jawaban hingga tak berkedip menunggu.

"Jangan gitu natapnya Mas, saya enggak nyaman"

"Maaf mbak, tapi saya yakin belum kan?, secara kan dia banyak sama cewek itu, jarang ke sini iya kan Bu Neng"

"Eh iya den, g pernah keluar juga sama den Alex seinget saya"

"Yes"

Seketika Daniel teriak berdiri mengepalkan tangan dan wajahnya terlihat sangat bahagia.

"Kok masnya bahagia banget"

Dia tersenyum kepadaku, mengangkat bahu, senyum-senyum sendiri tanpa kutahu artinya apa sambil menyeruput minuman jahe. Ia bangkit dari duduknya, menuju taman penuh bunga memetik setangkai bunga mawar merah, memberikannya padaku.

"Jika Alex ngapa-ngapain mbak, jangan ragu datang padaku ya. Pintu rumah selalu terbuka buat mbak, ini gratis dulu bunganya, besok-besok saya bawakan bunga yang lebih bagus  dan dijamin wangi"

"Apaan sih Mas, saya wanita bersuami jangan begini, saya tidak akan nyaman"

Ucapku menolak bunga pemberiannya.

"Santai mbak, saya sabar menunggu hingga tiba waktunya kok, sekarang mah kita temenan aja dulu ya kan"

"Iya boleh kalo temenan tapi tidak berlebihan, tetap ada batasan diantara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom"

"Iya-iya mbak yang sholehah, makin gemes aja kalo lihat cemberut gini"

"Mas Daniel"

Nada suaranya sedikit naik, ia hanya tertawa, senang menggoda, hatiku kesal lama-lama.

"Hemm"

"Eh Mas Alex"

Semua orang menoleh ke arah sumber suara dan Alex datang duduk di sampingku.

"Apa kabar mas?"

Tanyaku canggung

"Ambilkan minuman untukku"

Titahnya

"Baik"

Aku pun beranjak bersama Teh Neng membuatkan minuman. Kulirik mereka, tampak ada obrolan serius diantara dua pria entah apa.

"Teh, kayaknya Mas Daniel suka deh sama Teteh"

Teh Neng bicara disela-sela pembuatan air jahe di dapur.

"Jangan ngaco ah teh, saya istri bos sekaligus sahabatnya lho"

"Ya tapikan Teh, kayak lagu gitu cinta datang tanpa diduga, siapa tau"

"Makanya Teh, teteh jangan pergi-pergi kalo saya lagi sama Mas Daniel"

"Memangnya kenapa Teh, kan saya kasih kesempatan biar lebib deket"

"Teteh, saya sudah bersuami lho"

"Iya maaf-maaf teh, Den Daniel ganteng juga lho"

"Teh, besok-besok sedetikpun saya g ijinin teteh ninggalin berdua sama mas daniel, gaji saya potong nanti"

"Iih teteh mah,hampura atuh. Emang kenapa sih teh enggak mau berdua-dua sama Mas Daniel"

"Kalo cuma berdua yang ke tiga setan"

"Lha saya dong setannya"

"Bukan, teteh mah nyamuk yang diharapkan "

Aku tertawa berlalu membawa nampan untuk sang suami yang sedang duduk manis disana.

####

**Alhamdulillah kelar ya chapter 3 hehee

ya iyalah orang tinggal mindahin 😁😁

lanjut yuks pantengin and jangan lupa supportnya

oke okee

voteeee likeee komennnnn and kasih poinnnn hehee**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!