Rumah besar berlantai dua, bercat dominan putih itu riuh oleh suara para tamu undangan.
Semua tamu yang hadir bukanlah orang sembarangan, mereka adalah relasi bisnis dari bapak Cokro prawira.
Cokro prawira adalah pemilik salah satu pabrik rokok yang cukup besar dan berhasil di kota mereka.
Dia membangun bisnisnya sejak muda dengan dukungan kedua orang tuanya yang memang berasal dari keluarga kaya dan terpandang, namun keluarga Cokro prawira berasal dari keluarga yang masih kental akan budaya, setiap keputusan diambil berdasarkan nasehat nasehat sesepuh.
Pak Cokro mempunyai dua putra,
Putra pertamanya adalah Pramudya putra prawira, buah pernikahannya dari istri pertamanya.
Dan putra keduanya adalah Elang dirgantara, buah dari pernikahan keduanya.
Ibu Elang hadir setelah enam bulan ibu Pramudya meninggal,
Dan Elang hadir lima tahun kemudian.
Alunan musik pengiring terdengar tenang di telinga para tamu, semua sibuk berbincang sembari menikmati makanan dan minuman yang di hidangkan.
Laki laki berusia dua puluh empat tahun itu tampak berbincang dengan tamu, ia menggunakan setelan jas pesta berwana navy.
Kulitnya bersih, hidungnya mancung, alisnya tebal dan rapi, dan tubuhnya proporsional.
" Bapak dan ibu romantis sekali ya pak, padahal sudah berumur, membuat semua orang iri saja.." ujar salah satu relasi bisnis pada Pram,
Mendengar itu Pram hanya tersenyum, lalu kembali meminum minuman yang sudah hampir habis itu.
" Pak Pram sendiri?"
" kenapa pak?"
" masih betah melajang?"
Mendengar itu Pram tertawa,
" usia saya bahkan belum ada dua puluh lima, kenapa saya harus buru buru? masih banyak yang harus saya selesaikan pak Dirga.. " jawab Pram tenang pada relasi bisnisnya yang usianya sudah jauh di atas Pram, mungkin sekitar tiga puluh tahunan.
Kebetulan lawan bicara Pram itu adalah salah satu putra teman baik papanya, dia juga sedang membuka bisnis, yaitu bisnis kertas rokok.
Seorang perempuan yang sedari tadi berdiri dari jauh sembari menatap Pram akhirnya mendekat,
" mau saya ambilkan minuman yang baru pak?" tanya perempuan itu lembut dan sopan saat sudah beradu disamping Pram.
" Boleh, ambilkan untuk pak Dirga juga.. kebetulan masih banyak yang akan kami bicarakan, malam masih panjang bukan pak?" Pram melempar senyum pada laki laki bernama Dirga di hadapannya,
" tentu saja, mungkin saja ada ide ide baru yang tiba tiba tercetus saat kita sedang sibuk berbincang.." pak Dirga menyambut dengan ramah.
" terimakasih hes.." ucap Pram sembari memberikan gelasnya yang sudah kosong.
Perempuan bernama Hesti itu mengangguk, tak lupa ia juga menerima gelas dari pak Dirga.
" Boleh saya pesan satu sekertaris yang cantik dan pengertian seperti itu?" ucap pak Dirga sembari menatap Hesti yang melangkah pergi.
" Bisa saja pak Dirga ini.. Bukankah semua sekertaris sama,
sudah menjadi tugas mereka untuk mengerti apa yang kita butuhkan.." ujar pram.
___
Diantara riuhnya para tamu, seorang gadis berusia delapan belas tahun itu duduk tenang disebelah meja besar dimana berbagai jenis minuman di suguhkan.
tidak sengaja gadis itu melihat seseorang yang di kenalnya,
" mbak Hesti?!" panggil Laras, tau tau Laras sudah berdiri disamping Hesti,
raut wajah Hesti terlihat aneh, ia tampak kaget sekali, sementara di depan Hesti ada dua gelas minuman.
" Ya ampun ras! Bikin orang jantungan saja!" Hesti sedikit kesal.
Namun Laras hanya tersenyum, sejak dulu ia mengagumi sosok Hesti yang cantik dan pintar, bahkan jika ia sedang ke kantor untuk mencari papanya, tak jarang ia menemui Hesti untuk sekedar menyapa.
" Bicara sebentar hes," seorang laki laki entah dari mana tiba tiba saja menarik lengan Hesti, laki laki itu menggunakan setelan yang rapi berwarna hitam.
" Ada apa sih?!" Hesti terlihat kurang senang, namun akhirnya ia mengikuti langkah laki laki itu, meninggalkan dua gelas minuman.
__________
Sekitar jam sepuluh siang, ayah Laras yang merupakan sekertaris dari papa Pram menghubungi rumah keluarga Cokro.
Ayah Laras bingung mencari keberadaan Laras, karena sejak semalam Laras tidak kembali pulang, awalnya papa Laras mengira Laras sengaja menyelinap dan keluar dari pesta diam diam lalu pergi bersama teman temannya, tapi saat teman temannya satu persatu di hubungi, ternyata tidak satupun yang bersama Laras.
Ayah Laras bertanya pada para pelayan apakah ada yang melihat Laras keluar dari kediaman keluarga Cokro semalam, dan bersama siapa Laras keluar.
Namun nyatanya tidak ada satupun yang melihat Laras keluar dari rumah keluarga Cokro,
Namun justru ada satu pelayan yang sempat melihat Laras di gandeng oleh Pram dan setelah itu pelayan itu tidak melihat Laras dan Pram lagi.
mendengar hal itu tentu saja Cokro yang baru saja bangun tidur itu beranjak pergi ke kamar Pram yang berada di lantai bawah.
Pram sejak dulu tidak mau tinggal di lantai dua seperti adiknya.
Dia beralasan tinggal di lantai bawah akan lebih memudahkannya dalam segala hal,
Padahal itu hanyalah alasan Pram agar tidak terlalu sering bertemu dengan papa dan mamanya ketika dirumah.
Cokro berdiri di depan pintu kamar Pram, beserta istrinya di belakangnya. Di sebelahnya lagi ada Bu Yati, asisten rumah tangga tertua di rumah itu, bisa di bilang ia yang bertanggung jawab atas pekerjaan enam pelayan lain.
Cokro memegang handel pintu kamar putranya, dan memutarnya, sehingga pintu yang ternyata tidak terkunci itu terbuka.
Cokro dan istrinya melangkah masuk,
Betapa terkejutnya Cokro melihat kamar putranya yang terkenal rapi dan disiplin itu begitu berantakan,
Bantal bantal berceceran di lantai, begitu pula selimut,
Bahkan yang lebih mengejutkan ada pakaian dalam yang tercecer di lantai, dan itu bukan pakaian dalam seorang laki laki.
Raut wajah Cokro sontak berubah, ia menatap istrinya sekilas yang rupanya rautnya sama persis.
Keduanya mendekat ke arah tempat tidur, tidak terlihat siapapun karena selimut tebal menutupi hampir seluruh tempat tidur.
Cokro akhirnya berdiri disamping tempat tidur itu, dan menarik selimut tebal yang menutupi tempat tidur Pram.
Betapa terkejutnya Cokro dan istrinya melihat siapa yang berada di balik selimut itu,
jantung keduanya serasa berhenti.
Cokro mematung, cukup lama, wajahnya memerah.
" Tutup pintunya ma!" tegas Cokro pada istrinya,
mendengar itu istrinya segera berjalan ke arah pintu dan menutup pintu kamar itu agar tidak satu pelayan pun bisa melihat apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kamar Pram.
" Pramudya!!" suara Cokro seperti petir di telinga Pram, sehingga laki laki itu seketika membuka matanya, tidak hanya Pram saja, perempuan yang tertidur disampingnya pun ikut kaget dan terbangun.
" iya pa?!" jawab Pram setengah kebingungan,
Sementara perempuan disamping Pram langsung terduduk, setelah beberapa detik hening,
akhirnya keduanya mulai menyadari kondisi mereka.
Perempuan disamping Pram langsung menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, dan hal yang pertama kali ia lakukan adalah menangis, perempuan itu takut, malu dan bingung.
Tak kalah Pram, ia yang masih kebingungan mendapatkan tamparan keras dari papanya.
" Matamu buta! Dia itu kekasih adikmu!" bentak Cokro pada putra pertamanya itu.
Melihat perempuan disamping pram yang sedang ketakutan, mama Pram segera menghampiri perempuan itu dan memeluknya .
" Tenanglah Laras, jangan takut, ada Tante disini.. Tenanglah..?" mama Pram berusaha menenangkan Laras yang tubuhnya gemetar itu.
Suara tangis Laras memecah keheningan rumah megah itu, tangisnya tidak ada habisnya, menderu deru, seakan akan lara tak habis ia rasakan, seakan penyesalan bertumpuk tumpuk dalam dadanya dan mendesak desaknya, bahkan tangisnya semakin keras ketika kedua orang tuanya datang.
Semua orang berusaha untuk menenangkan Laras, dan satu jam kemudian barulah Laras mulai tenang, sepertinya tenaganya mulai habis.
Gadis itu terduduk lemas di pelukan ibunya, dengan wajah yang begitu sembab, dari raut wajahnya terlihat Laras begitu shock dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Semua orang bisa melihat tangisan yang tidak rela,
Tangisan yang penuh rasa tidak terima, bahwa dirinya sudah tidak lagi suci,
dan yang lebih mengerikan lagi, yang merenggut kesuciannya adalah kakak dari kekasihnya sendiri.
Baru tangis Laras terhenti, tiba tiba ia menangis kembali,
Wajah Elang memenuhi benaknya,
Suara Elang terdengar jelas di telinganya,
rasa bersalah menyeruak, mendesak desak.
Sementara di ruang tengah, dimana sofa sofa besar berwarna maroon di letakkan di tengah ruangan.
Laki laki yang biasanya terlihat tenang dan berwajah dingin itu kini duduk berlutut di depan kedua orang tuanya dan orang tua Laras.
Wajahnya tampak lesu, penuh kebingungan dan rasa bersalah.
Sesekali ia memejamkan matanya, karena tidak sanggup mendengar tangisan Laras yang sangat menyayat hati itu.
Tak ada satupun orang yang menyuruhnya untuk berlutut,
Namun hatinya menginginkan itu,
Ia merasa pantas untuk meminta pengampunan dari orang tuanya dan orang tua Laras.
" aku bahkan tidak tau apa yang harus kulakukan padamu." suara Cokro dalam, sudah pasti laki laki itu marah, namun melihat putra pertamanya itu berlutut dengan wajah yang sudah merah karena tamparan tamparan Cokro, hatinya semakin kacau.
Ia tau benar, Pram bukanlah anak kurang ajar semacam itu,
sejak kecil, Pram selalu berhati hati dengan langkahnya,
Ia bahkan selalu mengabaikan wanita wanita yang dengan sengaja mendekatinya.
Pastinya ada alasan besar kenapa hal memalukan ini sampai terjadi.
Putra tertuanya yang selalu patuh dan membanggakan sekarang tampak begitu menyedihkan dan tidak berdaya.
Ia mendidik Pram dengan kejam tidak untuk membuat Pram berlutut di hadapan siapapun termasuk dirinya.
" Semua hukuman dari papa akan saya terima," ujar Pramudya saat tangis Laras sudah mereda dan suasana hening.
Laki laki itu tidak berani mengangkat wajahnya sama sekali.
Cokro terdengar beberapa kali menghela nafas berat, dan memencet mencet pangkal hidungnya.
" Sebelum kau melakukan ini apa kau tidak berpikir?!" suara Cokro terdengar bergetar, benar benar menahan amarahnya.
" Saya bahkan tidak tau apa yang saya lakukan pa..
Sungguh.." ucap Pram dengan suara rendah dan penuh penyesalan.
" Saya tidak bermaksud apapun..
papa tau dengan benar..
Saya bukan orang tidak waras yang menyimpan maksud buruk pada kekasih adik saya sendiri..
Meski tidak dekat, namun saya mengenalnya sejak ia kecil,
Saya melihatnya tumbuh,
Apa menurut papa saya tega merusak hidupnya?
Masa depannya?
dan hubungannya dengan Elang?
hal itu terjadi di luar kesadaran saya.." jelas Pram dengan suaranya yang bergetar.
Penyesalannya tidak bisa ia ungkapkan, dadanya sesak akan perasaan bersalah.
" Saya tidak akan memohon pengampunan, karena apa yang telah saya lakukan adalah sebuah dosa besar dan tentu saja sudah mencoreng martabat keluarga..
papa boleh menghukum saya dengan cara apapun..
Saya bahkan akan menerima jika papa pada akhirnya mengusir dan mengeluarkan saya dari keluarga.." ujar pram membuat papanya tampak tertegun,
Cokro memang marah, malu dan kecewa,
Namun ia tidak pernah berpikir untuk mengeluarkan putra tertuanya itu dari keluarga.
kata kata Pram, membuat hati Cokro semakin carut marut.
Setelah lama terdiam,
Cokro mengalihkan pandangannya pada sekretarisnya yang sudah bekerja selama belasan tahun padanya.
Suryo, laki laki yang lebih muda dua tahun darinya,
Sekertaris sekaligus ayah dari Larasati, gadis kesayangan Cokro,
karena Cokro tidak memiliki satu orang pun anak perempuan.
Laras sering menyusul ayahnya ke kantor dan tiba tiba masuk ke ruangan Cokro saat masih kecil,
Bukannya marah, Cokro justru mendudukkan Laras di pangkuannya sembari bekerja.
" Aku tidak sanggup berpikir Suryo, kuserahkan Pram kepadamu,
rasanya aku tidak pantas mengambil keputusan atas hal ini, karena ini menyangkut masa depan putrimu..
Aku bahkan tidak tau hukuman apa yang pantas ia terima..
Sungguh..
aku tidak sanggup mendengar tangisan Laras Suryo,
Hatiku seperti di cabik cabik, meskipun ia bukan putri kandungku, tapi aku menyayanginya,
aku melihatnya tumbuh bersama putra putraku..
maafkan aku Suryo, karena tidak becus mendidik putraku,
Sehingga dia menyakiti putrimu,
Maafkan aku Suryo.." ujar Cokro dengan mata memerah dan berkaca kaca, ia begitu terpukul, ia mengalihkan pandangannya dari suryo lalu tertunduk.
Berbeda dengan Cokro yang wajahnya terlihat begitu kalut,
Suryo terlihat tegar dan tenang,
Terdengar helaan nafas yang panjang sebelum suryo akhirnya bicara pada Pram yang masih berlutut di hadapannya.
" Bangunlah Pram." ujar Suryo,
" tidak om.." jawab Pram tetap tertunduk, ia menolak untuk bangun.
" lalu sampai kapan kau mau berlutut?"
Pram terdiam, cukup lama,
" sampai papa dan om sudah menentukan hukuman apa yang pantas untuk saya.."
mendengar itu Suryo menghela nafas berat,
" Boleh kau ceritakan kejadiannya kepadaku Pram?"
Pram mengangguk,
" baiklah, katakan."
mendengar itu, Pram menceritakan segalanya sedari awal,
dan setelah mendengar apa yang di ceritakan Pram,
Cokro dan Suryo sontak saling menatap, dan setelah saling menatap lama keduanya kembali menatap Pram,
" apakah ada yang mengikutimu? Memotretmu atau semacamnya?" tanya Cokro pada putranya,
" Saya tidak tau pa, saya benar benar tidak tau.." jawab Pram tertunduk lebih dalam.
lama suasana menjadi hening, tak ada suara satupun yang terdengar, baik itu tangisan Laras yang sedang duduk di ujung ruangan dalam pelukan ibunya.
" Tidak ada yang bisa kita lakukan mas," ujar Suryo akhirnya,
" maksudmu?"
" sebagai orang tua sudah kewajiban kita untuk menikahkan mereka," semua yang ada di ruangan itu seketika membeku, tidak hanya Cokro dan istrinya, wajah Pram pun terlihat sangat jelas bahwa ia terkejut.
" Tidak!!" suara Laras tegas, sehingga semua orang menatapnya,
" ayah jahat! Bagaimana ayah bisa menyuruhku menikah dengan mas Pram!
yang kucintai itu Elang!
Bukan mas Pram!!" air mata meleleh deras di pipi Laras.
Pram memejamkan matanya, menahan rasa pedih di dadanya.
" Memang tidak mudah Laras, tapi ayah akan berdosa jika tidak menikahkan mu dengan Pram, karena Pram yang harus bertanggung jawab atas dirimu setelah apa yang kalian lakukan, entah itu sengaja atau tidak, sadar atau tidak, kenyataannya kalian sudah berhubungan."
" aku tidak mau ayah! Aku tidak mau! Huhuhuhu...!!" Laras menangis bahkan lebih keras dari tangisannya tadi, membuat semua orang yang berada di ruangan terdiam bingung dan merasa tidak berdaya dengan tangisan Laras yang pilu itu.
Hari demi hari telah berlalu, semua orang berusaha melupakan kejadian itu meskipun itu adalah hal yang mustahil untuk di lupakan.
Semua orang yang menjadi saksi di paksa untuk tutup mulut oleh Cokro.
Tidak ada satu orang pun yang boleh membahas apa yang sudah terjadi antara Pram dan Laras.
Keputusan itu diambil berdasarkan penolakan Laras,
Laras menolak dengan keras keputusan untuk menikah dengan Pram.
Hatinya tidak terima,
Karena yang ia cintai bukanlah Pram, namun elang.
" Apa kau sanggup? Menyimpan rahasia ini seumur hidupmu?
Elang dan Pram itu bersaudara, meski mereka berasal dari ibu yang berbeda tetaplah mereka satu darah?" ujar kakak tertua Larasati pada adiknya yang sudah beberapa Minggu terus terusan mengurung dirinya di kamar.
Larasati terus terusan duduk disamping jendela, dengan penampilannya yang sudah benar benar kusut.
" Aku mencintai Elang," hanya itu yang keluar dari mulut Laras, ia bahkan tak menatap kakaknya dan terus memandangi jendela.
" Mbak tau, tidak ada yang bisa mengalahkan cinta di dunia ini ras.. Tapi jika suatu ketika hal ini di ketahui Elang, apa yang akan kau lakukan?
Apa kau sanggup ras?"
" lalu aku harus bagaimana mbak, menikah dgn mas Pram?
pernikahan itu pasti akan menjadi neraka bagiku.."
Yuniar menatap adiknya lama, ia seperti bimbang dengan apa yang akan di katakannya,
Tapi menurutnya hal itu adalah yang terbaik.
" Untuk menghindari badai yang lebih besar, kau harus mau mengorbankan cintamu ras..
Pergilah,
Tinggalkan Elang,
Dan tidak juga menikah dengan Pram,
ini adalah keputusan yang terbaik menurutku ras, terdengar jahat memang bagimu, tapi yakinlah, setelah kau melewati ini semua, segalanya akan berjalan lebih baik..
Bayangkan, jika kau menikah dengan Pram, apa yang akan Elang lakukan?,
Bayangkan pula jika kau tetap bersikeras menyimpan ini dan melanjutkan hubunganmu dengan Elang hingga sampai pernikahan, sepandai pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga ras..
dua dua nya merugikanmu, rumah tanggamu akan di hantam badai yang besar.
Jadi pergilah ras, pergilah..
relakan Elang, anggaplah kau tidak berjodoh dengannya,
Temukan seseorang yang lain, dan bukalah lembaran baru.
Maafkan jika saran mbak terlalu menyakitkan kan untuk mu, lebih baik kau menderita sekarang ras, tapi akhirnya kau bisa tenang.."
Lama Laras terdiam, hingga kamar itu begitu hening,
" Coba pikirkanlah," ujar Yuni beranjak karena adiknya tak kunjung menjawab,
" aku harus pergi kemana?" suara Laras membuat Yuni terhenti,
" Kediri,"
" kenapa Kediri?" Laras akhirnya berbalik, dan terlihatlah air mata yang berjatuhan di pipinya,
Hati Yuni pedih sekali melihat itu,
" aku bisa menyuruhmu ke solo atau Surabaya, tapi Elang sudah tau tempat itu, dia sudah mengenal sebagian besar keluarga kita,
Tapi di Kediri,
Dirumah saudara jauh kita, jangankan Elang, kau sendiripun belum pernah kesana.
terakhir mbak kesana adalah setelah mbak menikah, saat di tanya untuk turut kau tidak pernah mau ikut.
Disana kau akan tinggal di kota kecil, yang tenang dan nyaman,
Kau bisa melanjutkan kuliah disana tanpa mengkhawatirkan apapun..
Pak Dhe Eko dan budhe Erni orang yang sabar, mereka akan menjagamu.." jelas Yuniar memberi pilihan pada adiknya.
________
Pram yang bersetelan biru itu berjalan di belakang papanya,
Sementara pak Suryo dan staf lain mengikuti langkah Pram.
Mereka berkeliling, dari gedung ke gedung.
Gedung gedung itu di penuhi oleh pekerja wanita,
Ada ratusan pekerja dalam satu gedung yang luas itu.
Pram terus mengikuti langkah papanya, berpindah ke gedung lainnya, dimana terdapat banyak mesin mesin besar pembuat rokok, bedanya yang berada disana adalah para pekerja laki laki.
Cokro terlihat senang dengan pencapaian yang sudah di buat Pram,
Tidak percuma rupanya ia mendidik Pram sejak remaja, dan menyerahkan anak perusahaan kepada Pram.
" Pertahankan ini Pram, kita bisa membuka satu cabang lagi jika semua berjalan dengan lancar, setahun ke depan," ujar Cokro pada putranya.
Pram hanya mengangguk, sementara Cokro mulai bicara pada staf staf yang mengikutinya.
Dari kejauhan terlihat sopir cokro yang berjalan terburu buru memasuki gedung,
Laki laki setengah baya itu terlihat resah,
" Ada apa?" tanya Cokro saat sopir itu mulai mendekat,
" ibu menelpon, bapak dan pak Suryo harus kerumah sakit sekarang, mbak Laras sedang di IGD.." beritahu si sopir dengan suara pelan sehingga para staf tidak bisa mendengar.
Raut wajah suryo dan Cokro sontak berubah, sedangkan Pram yang tidak ikut mendengarkan masih terlihat begitu tenang.
" Hari ini cukup sampai disini, lanjutkan pekerjaan kalian dengan baik." setelah mengatakan itu pada para staf, Cokro segera melangkah pergi, di ikuti dengan langkah Suryo.
Langkah keduanya begitu cepat, sehingga membuat Pram heran.
Namun laki laki itu tidak Berani bertanya, ia hanya mengikuti langkah papanya, hingga keluar gedung, dan tau tau mobil yang seharusnya ada di parkiran, tiba tiba sudah di depan pintu gedung.
Kedua orang itu naik dengan tergesa gesa, membuat Pram bertambah heran.
" Cepatlah Pram! Laras sedang dirumah sakit!" tegas Cokro, membuat Pram yang awalnya tenang, kini ikut khawatir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!