NovelToon NovelToon

Cintai Aku Lagi

Cinta Itu Sudah Tidak Ada

Ini adalah kelanjutan cerita Dari Novel. Kinan Si Gadis Belia. Mohon untuk membaca dulu karya itu biar kalian ngerti ke mana arah cerita Daren dan Sarah, loncat di eps terakhir juga boleh atau dari awal biar kalian paham dan ga ngerasa ada yang aneh. Terimakasih.

❤️❤️

Empat tahun silam...

"Daren, bisakah kamu datang? Aku ada di salah satu cafe." Sarah terlihat tak bersemangat, menatap langit yang sedikit mendung.

"Kamu ada di bandung, Sarah? Sejak kapan?"

"Bisa kamu jangan bertanya dulu, aku sedang kesal." Lagi Sarah bersuara sedikit nyaring membuat Daren di sebrang sana bergegas meninggalkan pekerjaannya, Demi Sarah semua akan di lewati.

Beberapa menit kemudian Mobil hitam terparkir di depan Cafe yang mana Sarah sudah mengirim alamat kepada Daren.

Daren berlari masuk ke dalam Cafe. Celingukan mencari Sarah yang mana tengah duduk di ujung ruangan, Daren tersenyum bahagia, Sarah yang di cintainya begitu sadar telah menghubunginya dan memintanya datang.

"Hai Sarah." Daren menyapa dari belakang, menggeser kursi lalu duduk berhadapan.

Sarah samar tersenyum melihat kedatangan Daren, terlihat wanita cantik itu tak bersemangat menjalani hari persis seperti cuaca di luar.

"Kamu sedang apa di Bandung?" Tanya Daren, yang di ingatnya Sarah tak mempunyai sanak saudara di kota kembang, kecuali Daniel temannya yang tidak lain adalah pacar Sarah.

Daniel adalah teman Daren dari jaman sekolah di global School yang mana terletak di kota Jakarta, ketiganya bersekolah di satu tempat, Kebetulan Sarah adalah adik kelas mereka. Daniel dan Sarah sudah berpacaran empat tahun lamanya, Tapi Daniel memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke luar negeri meninggalkan Sarah dengan cintanya.

Daren yang selalu ada di saat Sarah kesepian menunggu Daniel senantiasa menemani, tanpa Sarah sadari Daren menyimpan perasaan lebih tapi adanya Daniel membuat Daren hanya bisa mengagumi dalam hati.

"Kamu tau kan, kalau aku merindukan Daniel aku akan datang ke Bandung."

Daren hanya mengangguk sembari meneguk kopi kesukaannya. Kopi luwak berkualitas tinggi.

"Sampai kapan kamu akan menunggu Daniel? Dia masih belum memberi sinyal akan kembali." Daren melirik Sarah sekilas. Sedangkan Sarah asik menatap kopi miliknya.

Sarah tak memberi jawaban, Membuat Daren menghela napas panjang, bersandar menunggu Sarah bersuara.

Ada aku di sini, aku selalu ada untukmu, tapi kamu tak pernah melihat aku, Hanya Daniel dalam hatimu tidak adakah kamu melihat aku di sini.

"Daren?" Panggil Sarah..

Daren segera bangkit. "Katakan? Apa kamu mau aku temani jalan-jalan keliling Bandung? Aku-

Kalimat Daren terhenti ketika Sarah tiba-tiba menggenggam tangannya. "Aku sangat kesepian, mulai hari ini mau ga kamu jadi pacar aku?"

Daren mematung pada awalnya tak percaya dengan ucapan yang terlontar dari mulut Sarah. Tanpa berpikir panjang Daren mengangguk setuju.

Hubungan penuh rahasia itu berlanjut sampai setengah tahun lamanya, Bersama Daren kekosongan Sarah tanpa Daniel sang kekasih tergantikan, Entah apa yang ada dalam pikiran Daren mau menjadi kekasih gelap seorang Sarah. Di manapun dan kapanpun Daren siap menemani Sarah dan selalu ada. Ketika bertemu keluarga atau teman keduanya kompak mengatakan hanya berteman dan saling mendukung, Keduanya pintar menyembunyikan hubungan itu.

Daren seperti hidup kembali, cinta pertamanya hanya untuk Sarah dan hanya Sarah, tak ada lagi, Ketika mencintai satu wanita, Daren akan mengejar sampai kapanpun, menunggu dengan sabar bahkan bisa berbuat nekad hanya demi sang gadis yang di cintai.

Kebahagiaan dan rasa cinta yang memenuhi relung hati harus berakhir di hari itu. Daren membisu dengan ponsel menempel di telinga.

"Daren aku ingin meminta maaf, sepertinya hubungan kita harus di akhiri, Daniel akan kembali, Daren, demi tuhan aku sangat bahagia." Ucap Sarah tanpa ada rasa bersalah. Terdengar suara tawa darinya yang mana membuat Daren mengepalkan tangan.

"Selama ini kamu janji akan mempertahankan hubungan Kita Sarah."

"Dari awal aku sudah katakan, hubungan ini hanya hubungan biasa, kita saling membutuhkan ketika kita ingin, jadi aku ingin meminta maaf, sekali lagi meminta maaf."

Tut....Tut.... Panggilan terputus.

Daren menatap ponselnya dengan wajah penuh amarah, begitu putus asa membanting ponselnya sampai hancur dan meninggalkan gelak tawa di sana.

"Demi Tuhan, Sarah, aku tidak akan melupakan semua ini."

Berbulan di lewati, tak ada kabar berita sebelumnya, Daren di kejutkan dengan kabar pernikahan Daniel dengan seorang wanita misterius bernama Kinan, hal itu membuat Daren terguncang lagi bahagia, Jika Daniel menikahi wanita lain itu artinya Sarah bisa menjadi miliknya. Sarah pasti akan kembali padanya.

"Itu sudah di pastikan, Sarah aku yakin kamu akan kembali menjadi milik ku."

Bukan hanya kabar pernikahan yang di dengar Daren, tapi ada kabar duka dari sang teman. Kecelakaan yang merenggut nyawa Pak Teo ayah Daniel membuat Daren iba, sedikit lengah dan mendukung Sarah pada akhirnya untuk bisa kembali pada Daniel, merebut dari istrinya, Akan tetapi kebenaran dalam pernikahan itu sontak saja membuat Daren menjadi lain , diam-diam hatinya berbalik arah mencintai Kinan, istri Daniel.

Perjuangannya untuk mendapatkan Kinan berakhir dengan kekalahan telak, di mana Kinan masih mencintai Daniel dan mereka kembali bersama setelah satu tahun memilih untuk bercerai, Daren kembali harus menelan pil pahit dengan kisah cintanya yang amat tragis.

Hotel Horison.

Daren dan Sarah menghabiskan malam yang menyedihkan setelah menghadiri resepsi pernikahan Daniel dan Kinan berkedok reuni, keduanya asik memadu kasih untuk melampiaskan kesedihan, Daren yang di kuasi minuman sudah merenggut masa depan Sarah yang cerah. Sedangkan Sarah hanya tergeletak di lantai dengan berbalut selimut.

Paginya Daren yang sudah sadar segera meninggalkan Hotel membiarkan Sarah sendirian di sana. Daren tancap gas untuk kembali ke Apartemen.

Di apartemen Daren di kejutkan sosok laki-laki yang mana itu adalah sang ayah.

"Dari mana kamu Daren?" Tanya laki-laki berwajah bule itu, ia tengah duduk di area makan dengan secangkir teh dan sepotong roti. Sepertinya ayah Daren sedang menikmati sarapan.

Daren sedikit terkejut. Tanpa membuang waktu segera menghampiri sang ayah lalu menyalaminya. "Ayah ga bilang mau datang?" Daren lantas duduk dengan wajah kusut.

"Ayah sudah telepon kamu, tapi ga kamu angkat. Dari Bandung ayah langsung ke resepsi pernikahan Daniel dan Kinan."

Daren menjadi lebih murung, ia sibuk meneguk teh buatan sang ayah.

Pak Darwin samar tersenyum melihat bagaimana Daren bertingkah datar. "Sudah cukup kamu mengejar Kinan, Dia bukan lagi wanita yang pantas kamu kejar."

Daren menghela napas berat, tak sanggup jika harus memberi jawaban atas pertanyaan itu, hatinya terlalu sakit, begitu terluka jelas meninggalkan bekas memar di hatinya. Kinan sudah kembali menjadi istri Daniel, Sungguh kenyataan pahit yang sukar di terima.

Segera Pak Darwin bangkit, menepuk pundak Daren. "Sudah waktunya kamu menikah. Tapi bukan dengan Kinan, ayah sudah mencari sosok perempuan yang cocok buat kamu, Ayah dan orang tua gadis itu sudah sepakat."

Daren nampak tak percaya dengan kabar yang mana membuatnya mematung, lidahnya kelu untuk sekedar bertanya pun rasanya sulit.

Pak Darwin melanjutkan. "Pak Anjas, Ayah Sarah sudah setuju dengan pernikahan ini, di samping itu ayah juga sudah mengeluarkan uang cukup besar untuk membantu perusahaan Astraa internasional, kamu harus tau perusahaan itu sedang bermasalah, hal ini belum tercium banyak orang termasuk media, ayah harap kamu bersedia untuk menikahi Sarah, wanita yang kamu cintai, anggap ini hadiah dari ayah untuk kamu,"

Setelah membuat Daren terguncang seorang diri, Pak Darwin melenggang pergi meninggalkan Daren yang diam mematung. Tanpa sadar Daren mengepal gelas begitu kuat sampai berserakan dan melukai tangannya, tetesan darah segar di tatapnya dengan wajah lesu.

"Sarah sudah tidak ada lagi dalam hati Daren, Ayah."

Duka Yang Mendadak

Sarah terisak, meratapi diri yang kini hanya berbalut selimut. berjalan memunguti baju yang berserakan, memakainya dengan masih menangis. kepalanya terus menggeleng membuang bayang-bayang kejadian semalam bersama Daren.

"Engga, engga, Ga mau." Sarah ambruk menangis sejadinya apalagi mengingat ucapan Daren tadi lewat sambungan telepon.

'Kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Jadi jangan bertingkah seperti aku memperkosa mu'

"Enggaaaa....."

Sarah terguncang seorang diri, ini adalah pengalaman pertama baginya. tidur bersama laki-laki dan kenyataan pahitnya itu bukan Daniel melainkan Daren.

Di sisi lain, Pak Anjas memukuli kedua pengawal yang sudah lalai menjaga Sarah putrinya, bahkan waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi, Sarah tak kunjung pulang, yang membuat Pak Anjas kelimpungan nomor telepon Sarah pun tak bisa di hubungi. Semua teman-teman Sarah sudah di tanyai tapi mereka mengatakan sedang tidak bersama Sarah.

"Kalian berdua tidak becus menjaga putriku. Kalian berdua aku pecat," Pak Anjas berapi-api, melenggang pergi meninggalkan kedua pengawal itu untuk menghubungi polisi berharap Sarah akan di temukan walaupun belum 24 jam, tapi terlalu lama jika harus menunggu selama itu.

Kebetulan sekali satu buah taksi terparkir tepat di halaman rumah, Pak Anjas yang mana tengah di dekat telepon segera berlari.

"Sarah?" Teriak Pak Anjas di sepanjang larinya. Suaranya membuat Bu Sekar yang mana juga tengah di landa rasa khawatir ikut berlari keluar rumah.

Sarah turun dari mobil, Terlihat dirinya nampak lemas tapi melihat kedua orangtuanya berlari menghampiri, Sarah berusaha tersenyum dan menenangkan diri.

Bersikap biasa Sarah, kamu harus terlihat tenang.

"Ayah, bunda," Sapa Sarah, Sebelum itu Sarah melirik kedua laki-laki yang berdiri di dekatnya. "Aku belum membayar taksi."

Sarah seperti gelandangan, hpnya benar-benar mati total, tapi anehnya ketika pagi datang dirinya mengubungi Daren benda pipih itu tiba-tiba terisi baterai walaupun hanya lima persen saja. Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan benda canggih itu.

"Dari mana kamu sayang." Pak Anjas memeluk Sarah, menciumnya begitu brutal. Bagaimana kalau putri bungsunya kenapa-kenapa, dirinya tidak akan memaafkan kelalaian kedua pengawal yang mana masih berada di area rumah.

"Ya Allah Sarah, kamu dari mana? Jam segini baru pulang." tambah Bu Sekar, menarik Sarah kedalam pelukan.

"Sarah ke rumah Jessica, ayah lupa? kan dia ulang tahun. Sekalian aja Sarah ke sana. Maaf ya, Sarah ga kasih tau kalau mau nginep hp Sarah mati." Jelas Sarah membuat alasan, tidak mungkin mengatakan kalau menginap di hotel bersama Daren dan melakukan aktivitas selayaknya suami istri.

Pak Anjas dan Bu Sekar saling tatap, bukan kah semua teman Sarah sudah di hubungi tapi tidak ada di antara mereka yang mengatakan tengah bersama Sarah, setelah acara resepsi pernikahan Daniel dan Kinan mereka meninggalkan gedung acara dan kembali pulang.

"Jangan bohong, kemana kamu semalam?" Pak Anjas menjadi lebih serius. Menatap Sarah dengan mata tajam menuntut sang putri untuk berkata jujur.

Sarah menelan ludahnya kasar apalagi melihat bagaimana sang ayah beraksi.

"Bener Yah, Sarah ke rumah Jessica." Sarah melenggang masuk kedalam rumah. Di ikuti kedua orang tuanya yang mana masih menuntut jawaban.

"Sarah katakan, kemana kamu semalam?" Pak Anjas bersuara nyaring memaksa Sarah untuk diam di tempatnya, Dengan kemarahan yang memuncak Pak Anjas menarik tangan Sarah lalu mendorongnya untuk duduk.

Bu Sekar terkejut melihat Sarah yang mana mendarat di sofa ruang keluarga, gadis cantik itu menangis karena kesakitan.

"Ayah, istighfar" Pinta Bu Sekar, menghampiri Sarah lalu memeluknya memberi ketenangan.

"Dia sudah berbohong," Bentak Pak Anjas, suaranya yang nyaring sampai menggema melewati seisi rumah. Para pelayan terkejut di buatnya, Pak Anjas bukan tipe orang kaya yang selalu berkata kasar atau berbicara tinggi. Ini untuk yang pertama, Demi Sarah Pak Anjas rela melakukan apa saja, Karena Sarah adalah putri satu-satunya, kakak laki-laki Sarah berada di luar negeri dan hidup di sana. Tinggal Sarah yang di miliki, Wajar jika orang tua begitu protektif terhadap anaknya apalagi Sarah seorang perempuan yang mana harus di jaga sebegitu ketat, Bahkan Sarah di awasi dua pengawal untuk menjaga keselamatannya. Tapi sekarang putrinya sudah berbohong.

"Katakan kemana kamu semalam?" pak Anjas mengatur emosi, Ia duduk di dekat Sarah, meraup wajahnya memintanya untuk jujur.

Bu Sekar, mulai waspada, ia meletakan kedua tangan di lengan Pak Anjas, Takut putrinya di beri hadiah tamparan.

"Tenang ayah, jangan lakukan hal yang akan menyakiti Sarah." Ucap Bu Sekar, sebagai pengingat untuk Pak Anjas agar tidak berbuat nekad.

Sarah terisak, wajahnya menatap sang ayah dengan ekspresi takut.

Daren, semua ini gara-gara kamu.

"Sarah, katakan, Kamu semalam ke mana?" Pak Anjas nampak tak sadarkan, wajahnya yang mana tadi berusaha tenang kembali beringas pasalnya Sarah tetap diam dan asik Menangis.

Tap....tap.... Terdengar suara ketukan cukup cepat membuat Pak Anjas dan Bu Sekar menoleh kearah langkah kaki yang mana itu adalah salah satu pelayan.

"Pak, ini." Si pelayan itu menyodorkan satu buah ponsel ke arah Pak Anjas, Segera Pak Anjas mengatur posisi duduknya, mendekati si pelayan.

Ponsel dari si pelayan di sambarnya. Bu Sekar merapatkan diri, keduanya begitu serius menatap layar ponsel yang tengah memutar video dan beberapa lembaran Poto.

"Ini dari seseorang Pak, dia merekam kedatangan Nona Sarah dan Den Daren ke hotel Horison." Ucap Si pelayan mengabarkan.

Bu Sekar menutup mulutnya, tak kuasa menahan bobot tubuhnya, segera menenangkan diri untuk duduk di sofa. Sedangkan Pak Anjas melirik Sarah dengan mata tajam.

"Di mana orang itu?" Tanya Pak Anjas, melirik si pelayan tak suka. Tatapan itu seolah mengatakan bagaimana bisa orang asing di biarkan masuk dan membawa informasi tentang aib putrinya.

"Dia ada di luar." Sahut si pelayan, menunduk takut, ingin rasanya segera pergi dan kembali ke belakang rumah.

Tanpa kata Pak Anjas melenggang pergi ke teras rumah menatap satu laki-laki dengan wajah penuh senyuman.

"Hp saya Pak." Kata orang itu, menerima ponselnya dengan hati berbunga. Informasi penting itu pasti akan mendapatkan nominal uang yang cukup besar.

Pak Anjas melangkah mendekati si pria. Memberikan lembaran uang yang di bawa si pelayan. "Sebelum dia pergi. Hapus semua video dan Poto itu dari ponselnya." Ucap Pak Anjas. Setelah itu pergi meninggalkan si pria dan juga beberapa pengawal yang langsung sibuk mengotak-atik ponselnya.

"Sarah, Sarah." Pak Anjas berteriak memanggil Sarah, kebetulan Sarah berserta pelayan tengah mengerumuni Bu Sekar yang tak sadarkan diri. Melihat Sang istri tergelar Pak Anjas menurunkan emosinya, berjongkok memeluk tubuh Bu Sekar.

"Kenapa Bunda?" Tanya Pak Anjas panik, menepuk-nepuk pipi Bu Sekar yang mulai dingin.

"Bunda tadi pingsan, Yah," Sahut Sarah sambil terisak.

"Dokter Segera datang Pak." Salah satu pelayan mengabarkan.

"Terlalu lama menunggu dokter, mending bantu saya angkat ibu,"

Tubuh Bu Sekar di angkat keluar rumah, bergegas di masukan ke dalam mobil, Sarah senantiasa menemani, terus meminta sang bunda untuk membuka mata, tapi tidak ada tanda-tanda wanita paruh baya itu akan siuman. Pak Anjas memaki sang supir yang nampak lamban membawa mobil. Padahal sudah menambah kecepatan untuk segera sampai.

"Ayah." Sarah memeluk Pak Anjas, menangis sejadinya.

"Kamu harus tenang, Bunda ga akan kenapa-kenapa." Ucap Pak Anjas menenangkan. Dirinya merenung dalam ketakutan. Mengingat jika sang istri mempunyai riwayat sakit Jantung.

.

Daren memberanikan diri menemui Pak Darwin yang tengah duduk di ruang tv.

Pak Darwin menatap kedatangan Daren yang nampak lebih segar. Hanya memperhatikan tak bertanya karena sepertinya dirinya yang akan di beri pertanyaan.

Daren duduk di samping Pak Darwin, tak ada kata terdengar, Daren hanya duduk dan memilih menonton acara televisi. dalam keheningan Daren melirik Pak Darwin.

"Ada apa Daren?" Pak Darwin menangkap basah lirikan Daren.

Daren menjadi lebih serius, memperbaiki posisi duduknya menghadap ke Pak Darwin.

"Daren ga bisa menikahi Sarah,"

Pak Darwin mengerutkan kening heran. "Kenapa? Bukannya kamu sangat mencintai Sarah, sekarang kesempatan kamu."

Daren menggelengkan kepalanya yakin.."Engga Yah, Di hati Daren udah ga ada Sarah,"

"Kesempatan kedua mungkin bisa kamu dapatkan, tapi tidak ada kesempatan ketiga." Pak Darwin tersenyum penuh arti.

Daren merenung sejenak, sampai ia kembali berdiri dan berlalu pergi meninggalkan Pak Darwin.

Melihat Daren pergi, Pak Darwin menggeleng-gelengkan kepala. "Ayah tau, kamu masih mencintai Sarah."

.

Dokter begitu serius memeriksa kondisi Bu Sekar, Sarah memperhatikan dengan Isak tangis di dalam dekapan Pak Anjas. Menunggu Dokter membuka suara mengabarkan kondisi sang bunda.

"Tenang sayang, Bunda akan baik-baik saja, Kamu tenang." Pinta Pak Anjas. Mengusap-usap punggung Sarah yang bergetar sedari tadi..

Dokter menatap Pak Anjas dengan wajah sendu. "Mohon maaf Pak, Istri Anda tidak bisa tertolong."

"Inalilahi wainailaihi rojiun ," Tanpa sadar Pak Anjas meminta Sarah untuk menyingkir, dirinya yang masih tak percaya mendekati sang istri yang mana sudah terbujur kaku di atas ranjang.

"Bunda, Bunda bangun Bun." Pak Anjas menggoyang-goyangkan tubuh Bu Sekar, menangis sejadinya, tak percaya sang istri yang tadi pagi menghabiskan waktu bersama di meja makan sekarang pergi tanpa pamit.

Sarah histeris di lantai. Meraung tak percaya dengan keadaan. "Bunda, Bunda." Sarah segera bangkit, mendekati Pak Anjas. Memeluk tubuh Bu Sekar dengan raungan duka. "Jangan tinggalin Sarah Bunda."

Pak Anjas yang terpukul menarik tangan Sarah, mendorong tubuh sang putri sampai tersungkur ke lantai. "Ini semua gara-gara kamu, Kamu sudah membuat istriku pergi,"

Sarah menggenggam tangan Pak Anjas. Tapi kembali mendapatkan penolakan. "Pembunuh, kamu sudah membunuh istri ku."

"Maafin Sarah, Maafin Sarah." Sarah histeris, terus mendekati Pak Anjas, memohon ampun yang sudah di pastikan dirinya akan mendapatkan penolakan kesekian kalinya.

Dokter dan suster hanya diam dan tidak ikut campur. Keduanya sibuk mencatat waktu kematian Bu Sekar.

.

Berita terkini, Kabar duka tengah menyelimuti keluarga Bapak Anjas Nagrendra, pemilik perusahaan Astraa internasional, Nyonya Sekar istri dari Pak Anjas di kabarkan meninggal dunia, hari ini pukul 8:50.

"Daren, Daren." Pak Darwin berteriak memanggil Daren, tak hentinya sampai Daren berlari secepat kilat.

"Kenapa Yah?" Tanya Daren, wajahnya seperti bantal karena memang tengah terlelap.

"Bu Sekar, Ibunya Sarah meninggal." Tangan Pak Darwin menunjuk layar tv. Daren yang masih mengumpulkan kesadaran mengikuti telunjuk sang ayah.

"Mendadak sekali." Gumam Daren tak percaya.

Keputusan Sepihak

Para pelayat datang ke kediaman Pak Anjas setelah mendengar kabar duka itu, karangan bunga dari kolega, para sahabat, saudara dan rekan bisnis menghiasi halaman rumah, bahkan sampai memenuhi area sepanjang jalan, Pukul 10 pagi tepatnya. Mobil jenazah yang membawa Bu Sekar tiba di kediaman, Keluarga yang menyambut histeris, menangis dalam duka yang mendalam.

Sarah berjalan dengan di bantu pelayan, tertatih masuk kedalam rumah mengabaikan para pelayat yang datang mengatakan untuknya bersabar dan tabah, Pak Anjas sendiri nampak terdiam lesu di dekat tubuh Bu Sekar yang kini sudah berada di tengah-tengah ruangan.

Dengan derai air mata, Pak Anjas melirik Sarah yang terisak di sampingnya, ingin rasanya kembali memaki sang putri tapi keadaan memintanya untuk mengontrol emosi.

"Non Sarah, sekarang ganti baju dulu." Pinta salah satu pelayan, menatap Dress bekas semalam yang masih membalut tubuhnya.

Sarah yang tak bertenaga membiarkan kedua pelayan memapahnya menaiki lift menuju kamarnya.

"Saya turun berbelasungkawa atas meninggalnya Bu Sekar, Bapak harus kuat," Salah satu kolega mendekati Pak Anjas yang masih nampak terpukul.

Pak Anjas berusaha tersenyum, tapi sulit rasanya untuk terlihat baik-baik saja. Silih berganti para pelayat datang memberi kekuatan. Pak Anjas Kembali terisak mengenang sang istri, berusaha kuat di depan orang banyak. Apalagi dirinya seorang pebisnis harus terlihat berwibawa walaupun itu terasa sulit.

Sang asisten di sana mengabarkan meninggalnya Bu Sekar kepada Kakak Sarah yang menetap di luar negri, Laki-laki itu terpukul dan meraung di sebrang telepon. Mengatakan akan ke Indonesia esok hari, terasa sulit jika harus mendapatkan tiket pesawat dan segera terbang hari itu juga. Kemungkinan esok pagi bergegas menuju bandara.

"Bagaimana Den, ibu tidak bisa jika harus menunggu besok hari." Ucap si asisten. Sedikit terisak mengabarkan kebenaran itu. Kebenaran kalau Mayat tidak baik jika didiamkan berlama-lama.

Laki-laki di sebrang sana menghela napas pasrah. "Kebumikan Bunda secepatnya. Aku ikhlas jika tidak melihat bunda untuk yang terakhir kalinya."

"Den Fadli bicara langsung ke bapak, Saya akan sambungan." Kemudian si asisten menghampiri Pak Anjas.

"Pak," Panggilnya, duduk di samping Pak Anjas lalu memberikan ponsel. "Den Fadli."

Seketika Pak Anjas menangis sejadinya melihat wajah sang putra di depan layar.

"Kakak, Bunda pergi Kakak."

.

Mobil hitam terparkir bersama mobil pelayat yang masih memenuhi bahu jalan. Turun dua laki-laki berpakaian serba hitam, berjalan bersama sembari menyalami para pelayat. Di antara mereka ada beberapa teman dekat dan kolega.

Daren nampak santai dan memperlihatkan wajah datar, hanya melemparkan senyuman ketika orang-orang menyalaminya. Dalam diam Daren mencari sosok perempuan yang masih betah menghiasi hatinya. Akan tetapi dari banyaknya orang tak ada di antara mereka sosok tersebut, Daren menghela napas jengah. Tidak adakah rasa iba dalam hatinya untuk Sarah, entah kenapa dirinya semakin batu jika berurusan dengan Sarah bahkan kematian Bu Sekar ibu Sarah tidak membuat Daren iba.

Kinan kamu di mana?

"Ayo Nak," Pak Darwin mengajak Daren yang diam mematung di ambang pintu masuk.

Daren seketika mengangguk dan ikut masuk kedalam untuk menemui Pak Anjas.

Pak Anjas yang mana mulai tenang tiba-tiba saja menjadi serius menatap kedatangan Pak Darwin dan Daren.

"Pak Anjas, saya turut berdukacita." Ucap Pak Darwin, memeluk Pak Anjas yang kembali terisak.

Bergantian Daren memberi pelukan untuk calon ayah mertuanya itu, "Daren turut berdukacita Om."

"Terimakasih Daren," Balas Pak Anjas, berusaha untuk mengatur emosinya, mengesampingkan perasaan batin yang bergejolak. Akan ada lain waktu untuk menanyai Daren, di samping itu dirinya sudah membuat perjanjian akan menikahkan putrinya dengan Daren, sedikit tersadar akan memberi Hadiah berupa pukulan karena Daren sudah berani bermalam di hotel bersama Sarah sang putri.

Kebetulan Sarah yang sudah berganti baju serba hitam datang bergabung, Daren menjadi terpaku melihat Sarah yang tak biasa, keangkuhan, rasa percaya diri, semua tak terlihat lagi, wajahnya yang selalu di jaga dengan polesan make up nampak pucat tak bersemangat.

Sarah acuh tak memperdulikan keberadaan Daren di sana. Dirinya begitu terpukul dan di kuasi rasa sedih karena sudah di tinggal pergi sang bunda untuk selamanya.

Daren menyingkir segera, enggan berlama-lama berada di dalam, Daren memilih keluar dan akan menunggu di dalam mobil.

"Kemana Kinan? Dia masih belum ter-

Daren tercekat ketika mobil yang di kenalnya datang, Hatinya berdetak kencang tiba-tiba, Sudah di pastikan belahan jiwanya berada di dekatnya.

"Kalau jantung kita berdetak kencang itu artinya orang yang kita cintai berada dekat dengan kita." Daren bergumam, sumringah sembari celingukan mencari sosok perempuan yang mana baru saja turun dari mobil.

"Astaga Kinan, Kamu begitu lain dari wanita yang aku kenal. Pakaian yang menutupi tubuhnya terasa sepesial, aku bahkan penasaran seperti apa wajah mu ketika tidak memakai kerudung itu, pasti kamu cantik sekali." Daren bahkan membayangkan yang di gandeng Kinan dirinya bukan Daniel. Sadar itu hanya mimpi Daren bersandar lesu, menatap kepergian Daniel dan Kinan yang tengah masuk kedalam rumah Pak Anjas.

Pukul 4 sore setelah shalat Ashar, jenazah Bu Sekar di bawa ke pemakaman yang mana berada di Karawang. Daren yang di paksa Ayahnya mau tidak mau harus ikut mengiringi, dirinya begitu kuasa menolak akan tetapi ketika ayahnya memohon Daren terpaksa mengiyakan.

San Diego hill...

Pemakaman khusus orang-orang berduit tebal di pilih Pak Anjas, sebenarnya lokasi San Diego hills sudah di pesan beberapa tahun terakhir, bahkan Pak Anjas memesan tiga kapling yang berdekatan untuknya, Bu Sekar dan Sarah, dan sekarang kapling pertama di isi Bu Sekar.

Jenazah Bu Sekar segera di masukkan kedalam liang lahat, Di iringi suara takbir dan rintihan tangisan Sarah, Sarah terkulai dalam pelukan Kinan, Salah satu alasan Daren mau ikut adalah Kinan, tadi Daren menolak ikut tapi keberadaan Kinan membuat Daren bersemangat, Memandang wajahnya yang cantik membuat Daren betah berlama-lama, Daniel yang ada di sana mengawasi gerak-gerik Daren memberi tatapan tak suka, Tapi Daren acuh saja.

"Kamu mungkin sudah mendapatkannya, Tapi dalam hatiku Kinan tidak terganti." Daren bergumam sembari tersenyum membuat Pak Darwin melirik heran.

Pak Darwin yang paham segera menarik tangan Daren, membawanya ke mana Sarah berada.

"Nak Kinan, biarkan Daren yang menemani Sarah," Ucap pak Darwin, menatap Kinan lembut dan melempar senyuman hangat. Kinan mengangguk dan membiarkan Daren mengambil alih.

Daren tersentak ketika dirinya di minta merangkul Sarah. Sarah terpaku di buatnya. Bergantian menatap Pak Darwin dan Daren.

"Ayah, apaan sih? Ini ga lucu." Daren protes, Bersiap mundur tapi Pak Darwin segera mencegah, perlahan mendekati telinga Daren.

"Dia calon istrimu, ingat itu."

.

Dua Minggu berlalu.

Sarah memilih mengurung diri di kamar, untuk makan pun dirinya harus di paksa, pelayan kewalahan menghadapi sikap Sarah yang mulai menyendiri, Ke hadiran sang Kakak Fadli tidak membuat Sarah bersemangat menjalani hari, Apalagi sikap Pak Anjas berubah seratus delapan puluh derajat, Laki-laki yang di kenalnya penyayang kini memandangnya bah musuh. Setelah dua Minggu kepergian Bu Sekar, Pak Anjas sama sekali tidak ingin menemui Sarah, bagaimana dan seperti apa kondisinya Pak Anjas tak mau tau, Dirinya pun sibuk mengurung diri di kamarnya, dunia seakan runtuh dan tak ada lagi semangat dalam hidup.

"Yah, Fadil masuk." Pria tampan bertubuh tinggi itu membuka pintu lalu berjalan mendekati ranjang, menatap sendu laki-laki yang kini duduk dengan lesu di atas ranjang empuknya.

Pak Anjas melirik sesaat. "Ada apa Kak?"

"Ayah kenapa masih betah mengurung diri, bunda kalau liat ayah begini pasti bunda sedih, Ayah juga ga seharusnya menghukum Sarah seperti itu, kepergian Bunda bukan salah Sarah Yah, Ini sudah takdir Allah."

Pak Anjas tertawa kecil. "Adik mu sudah mencemarkan nama baik keluarga, dia dan Daren-

Pak Anjas tak kuasa melanjutkan kalimatnya, "Karena Sarah, bunda meninggal Kak,"

Fadil menggelengkan kepala. "Kakak tau Ayah sedang berduka, ayah bukan anak kecil yang terus merengek dalam kesedihan, Ayah harus ingat, Sarah adalah putri kecil ayah, dia sama terpukulnya. Bukan hanya ayah, Kakak dan Sarah merasakan apa yang ayah rasakan, Jadi Fadli mohon Ayah untuk bangkit, buat bunda di sana pergi dengan tenang,"

Mendengar ucapan Fadli, Pak Anjas merenung, tanpa sadar air matanya keluar.

"Fadli harap ayah bisa kembali bangkit." Fadil segera meninggalkan Pak Anjas yang mana masih merenung dalam kesendirian.

Fadil bergegas ke kamar Sarah ingin menemuinya karena besok harus kembali Belanda, di tambah Istrinya Diandra juga tidak bisa menambah cuti. Dalam langkahnya Fadli mempertimbangkan untuk kembali tinggal di Jakarta membantu sang ayah mengambil alih perusahaan.

Kebetulan asisten Pak Anjas menyembul, sepertinya akan menemui Pak Anjas di kamar.

"Pak Doni." Panggil Fadil.

Pak Doni segera berlari menghampiri Fadil. "Saya, Den."

"Ada yang mau saya tanyakan?"

"Silakan Den." Sahut Pak Doni sopan. Duduk di sofa dekat kamar Sarah, keduanya duduk dengan saling berhadapan..

"Apa benar perusahaan tengah dalam masalah?" Fadli mengetahuinya beberapa hari yang lalu, Dalam kesedihan, Pak Anjas memberi tahu kalau perusahaan tengah bermasalah yang mana harus mengorbankan Sarah untuk menjadi istri Daren.

Ragu Pak Doni mengangguk. "Betul Den, tapi sekarang Alhamdulillah sudah teratasi berkat bantuan dari Pak Darwin."

"Saya tau itu Pak,"

Pak Doni kembali mengangguk patuh.

Fadil menghela napas panjang. "Bagaimana cara agar Sarah tidak menikah dengan Daren, itu yang harus kita atasi sekarang."

Pak Doni berkata dengan wajah penuh keraguan. "Pak Darwin menggelontorkan uang sangat besar hampir 50 persen dari kerugian perusahaan, Saya rasa kalau pun kita mengembalikan dana tersebut membutuhkan waktu cukup lama. Jika Den Fadli ingin membatalkan perjanjian itu maka itu artinya kita akan memberikan hampir 60 persen saham perusahaan, terlalu mustahil bagi perusahaan mengembalikan dana itu di samping perusahaan baru saja pulih."

Fadil mengangguk-anggukkan kepalanya, tertunduk lesu mendapati kenyataan pahit itu.

"Kalau saja dulu aku tidak kekeh mengikuti Diandra mungkin perusahaan tidak akan seperti ini." Gumam Fadli penuh sesal. Sudah sedari lama sekali Pak Anjas memintanya untuk mengambil alih perusahaan tapi keadaan di Belanda tidak memungkinkan untuk Fadil dan istrinya segera pindah ke Indonesia. Di sana juga ada perusahaan miliknya yang di bangun bersama Diandra sang istri dan tengah berkembang.

"Kapan pernikahan itu akan di langsungkan?" Tanya Fadli, menatap Pak Doni lemas.

"Untuk rencana pernikahan saya sendiri belum mendapatkan informasi Den,"

"Itu artinya masih ada waktu untuk mengembalikan uang Pak Darwin."

Bagaimana caranya aku mengembalikan uang Pak Darwin, tapi Sarah dan Daren, mereka sudah tidur bersama.

.

Bandung...

Sudah tiga hari Daren di bandung, anak perusahaan di Jakarta di tinggalkan karena ada beberapa urusan yang tidak bisa di tinggalkan terlebih dengan keinginan sang ayah yang kekeh ingin dirinya segera menikahi Sarah.

"Bagaimana Daren? Ini sudah dua Minggu, kapan kamu siap menikahi Sarah ?" Tanya Pak Darwin, keduanya berada di ruang keluarga berdua saja.

Nyonya besar, yang tidak lain ibu Daren sudah lama meninggal dunia, Nyonya Maya pergi untuk selamanya ketika Daren berkuliah di luar negeri, Kala itu Nyonya Maya tengah mengandung adik Daren akan tetapi karena ketidak hati-hatinya menuruni tangga, dirinya terjatuh sempat di bawa ke rumah sakit dan mendapatkan penanganan akan tetapi takdir berkata lain, nyonya Maya pergi berserta membawa adik Daren, sudah lama sekali Pak Darwin menduda tapi sampai sekarang dirinya masih betah melajang. Daren tak pernah bertanya kapan ayahnya itu kembali menikah, tabu bagi Daren mempunyai ibu tiri.

"Sudahlah Yah, Daren ga mau menikah dengan Sarah, kenapa ayah tidak mengerti." Sahut Daren ketus.

"Ayah sudah tau kalau kamu dan Sarah menginap di hotel horison."

Daren menjadi salah tingkah. "Itu tidak di sengaja."

Pak Darwin enggan menanggapi Daren, ia malah mengambil ponselnya menghubungi seseorang, Daren diam memperhatikan.

"Ayah nelepon siapa?"

Pak Darwin mengangkat satu tangan meminta Daren untuk diam.

"Pak Anjas, ini saya, Beri tau Sarah, Daren akan datang melamar, besok malam kami akan datang."

Daren kelimpungan, memberi kode untuk Pak Darwin berhenti membual.

"Kamu jangan ke mana-mana, nanti siang akan ada orang yang mengirimkan beberapa cincin, ayah akan membantu mencari cincin yang cocok untuk Sarah."

.

Di tepi area kolam Pak Anjas termenung setelah menerima telepon mendadak itu.

"Nendi?" Teriak Pak Anjas. Mencari kepala pelayan yang nampak berlari menghampirinya.

"Saya Pak?" laki-laki seumuran dengannya itu menghadap sopan..

"Besok malam Putriku akan di lamar, persiapan segalanya, minta Sarah datang ke sini sekarang."

"Baik Pak," Pak Nendi segera undur diri, sebelum ke area dapur untuk memanggil semua pelayan, terlebih dahulu kakinya menaiki tangga untuk menemui Sarah.

Sarah yang mana mulai menerima kepergian sang bunda terlihat lebih segar dan memperlihatkan senyuman hangat ketika melihat Pak Anjas. Setelah Fadli berbicara di kamar kala itu, Pak Anjas mulai menerima dan perlahan membuang perasaan marahnya kepada Sarah. Apalagi sekarang dirinya akan mengabarkan hal penting.

"Duduk," Pinta Pak Anjas.

Sarah duduk dengan wajah berbunga, sudah sangat lama sang ayah tidak mengajaknya bersantai bersama.

"Udaranya segera ya, Yah," Sarah menutup mata, menarik napas mengirup udara yang terasa segar.

"Besok malam Daren akan datang melamar, ayah ingin kamu menerima Daren, Setelah lamaran, pernikahan baru akan di putuskan."

Sarah mematung saja, senyuman yang sedari tadi terlihat hilang dalam waktu sekejap mata.

"Maksud Ayah apa? Sarah tidak tau? Kenapa Sarah-

"Sebelum bunda pergi, perusahaan tengah bermasalah, ayah harus mencari dana sangat besar untuk menutupi kerugian, Pak Darwin, Ayah Daren bersedia membantu ayah tanpa syarat apapun, tapi ayah dengan sadar menjodohkan kamu dengan Daren, ayah semakin yakin ketika kamu dan Daren-

Pak Anjas enggan melanjutkan kalimatnya. Dirinya tiba-tiba berdiri membuat Sarah mendongak menatap sang ayah.

"Persiapan dirimu, kalau kamu berusaha lari, silahkan, tapi mungkin kamu akan mendengar berita kematian ayah." Setalah itu Pak Anjas pergi begitu saja meninggalkan Sarah.

Sarah berkaca-kaca, tubuhnya bergetar hebat, menatap kepergian Pak Anjas dengan derai air mata.

Berbarengan dengan itu, ponselnya bergetar, Sarah menatap siapa yang sudah menghubunginya. Itu dari Daren, awalnya Sarah enggan mengangkat panggilan itu tapi berkali-kali Daren melakukan panggilan. Terpaksa Sarah mengangkatnya.

"Daren-

"Aku minta kamu jangan menerima lamaran ku nanti, kalau kamu menerimanya aku akan pastikan hidupmu tidak akan tenang, Demi Tuhan, Sarah, kamu akan menyesal."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!