NovelToon NovelToon

Silhoute Of Love

bab 1

Rosalin tiba di depan rumah kecil mereka saat senja mulai turun. Langit kemerahan di ufuk barat mulai meredup, pertanda malam segera tiba. Nafasnya tersengal, pakaian kerjanya masih kotor oleh debu dan keringat. Meski tubuhnya terasa berat oleh kelelahan, dia memasang senyum, berharap bisa menyembunyikan rasa letih di hadapan ibu mertuanya.

Pintu kayu berderit saat ia membukanya. Udara dalam rumah terasa pengap dan dingin, seolah tak ada kehangatan di dalamnya. Rosalin melangkah masuk dengan lembut, berharap tak ada yang menyadari betapa lelah dirinya.

"Aku pulang," katanya dengan nada ceria yang dipaksakan.

Matanya langsung bertemu dengan tatapan tajam ibu mertuanya yang duduk di kursi kayu di sudut ruangan. Sejak Rosalin menikah dengan putranya, rumah ini selalu dipenuhi oleh ketegangan yang tak berujung.

"Kenapa baru pulang?" suara ibu mertuanya menggema, menusuk telinga. "Apa kamu ingin kita mati kelaparan?"

Rosalin menggigit bibirnya, mencoba menahan kata-kata yang ingin meluncur. Suaminya, seperti biasa, duduk di sudut meja, tatapannya kosong ke arah dinding. Tak ada satu kata pun keluar dari mulutnya untuk membela Rosalin. Ia hanya membiarkan ibunya berbicara.

“Aku mandi dulu sebentar, Bu,” Rosalin berkata sambil melepaskan tas kerjanya. “Aku habis membersihkan gedung tadi.”

Namun, jawabannya disambut dengan cemooh.

“Mungkin sudah waktunya aku mati. Kenapa susah sekali aku makan tepat waktu di rumah ini?” suara ibu mertuanya terdengar ketus, penuh penghinaan.

Rosalin menunduk, kedua tangannya gemetar saat dia berusaha membuka tasnya dan menyimpannya di sudut ruangan. Lantai kayu terasa dingin di bawah kakinya, membuat rasa lelah semakin menghimpit. Dia menghela nafas panjang, menyadari bahwa harapannya untuk istirahat setelah bekerja keras sepanjang hari tak akan terkabul.

"Aku mau simpan tas dulu," katanya pelan.

"Haruskah aku bersujud di hadapanmu agar kau cepat menyiapkan makanan untuk kami?!" nada ibu mertuanya semakin meninggi, seperti pisau yang menusuk langsung ke hatinya.

Rosalin tahu bahwa suaminya tidak akan mengatakan apa-apa. Dia juga tahu bahwa tak ada gunanya melawan atau menjelaskan. Jadi dia hanya menelan amarah dan sakitnya dalam diam. Setelah mencuci tangan dengan cepat, dia menuju dapur yang sempit. Jantungnya berdegup kencang saat dia menyalakan api kompor. Tangannya gemetar ketika dia mulai menyiapkan makan malam, suara ibu mertuanya terus memburu dari belakang.

“Apa yang dia makan di luar? Lihatlah badannya. Dia bukan manusia, tapi binatang! Dia pasti makan di luar, makanya tidak lapar.”

Rosalin merasakan kata-kata itu seperti beban yang ditambahkan ke punggungnya yang sudah lelah. Dia tahu tubuhnya berubah setelah menikah, berat badannya bertambah, membuatnya tampak lebih besar dari sebelumnya. Orang mungkin berpikir dia selalu makan enak di luar, padahal setiap suap makanan yang didapatkannya adalah hasil dari kerja keras dan pengorbanan.

Mata Rosalin mulai memanas, tapi dia menolak menangis. Di ruangan sempit itu, di bawah cahaya redup lampu minyak, dia menyiapkan makanan untuk keluarga yang tampaknya tak pernah menganggapnya cukup.

 

Rosalin duduk di tepi ranjang, ruangan kamar mereka terasa sempit dan pengap. Dinding-dinding kusam seakan menjadi saksi bisu kehidupan yang tak kunjung berubah. Di tangannya, ia memegang amplop gajinya yang tipis—terlalu tipis untuk menopang kebutuhan hidup mereka selama sebulan.

Suaminya, yang bersandar malas di kursi dekat jendela, melontarkan pertanyaan tanpa peduli.

“Gajiku sepertinya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan kita selama satu bulan,” kata Rosalin dengan suara yang mulai pecah oleh kelelahan. “Bagaimana? Apa sudah ada pekerjaan baru untukmu?”

Suaminya mendengus, tak berusaha menatapnya. Tatapannya tetap terpaku keluar jendela, melihat ke kegelapan malam yang hanya diterangi sedikit cahaya lampu jalan.

“Kau pikir mudah mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang? Pakai saja tabunganmu untuk keperluan kita. Apa susahnya? Jangan terlalu pelit kepadaku dan ibu,” balasnya dengan nada acuh, seolah permintaan itu bukan masalah besar.

Rosalin meremas amplop di tangannya, hatinya semakin berat. Tabungan yang dia kumpulkan dengan susah payah itu bukan untuk dirinya. Itu adalah uang cadangan, jaring pengaman bagi masa depan anak mereka kelak. Di dalam amplop itu, tersimpan harapannya agar anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka—bebas dari kekurangan.

Dia menatap suaminya yang masih sehat, yang seharusnya mampu bekerja dan berkontribusi. Namun, rasa tanggung jawab itu sepertinya sudah lama terkubur.

“Ini semua terjadi karena dirimu,” suaminya melanjutkan dengan nada tajam. “Jika saja kau tidak hamil waktu kita masih sekolah, mungkin aku bisa berkuliah dan mendapatkan pekerjaan yang bagus.”

Rosalin tersentak mendengar kata-kata itu. Selalu ada penyesalan di setiap ucapannya, seolah-olah semuanya adalah kesalahan Rosalin semata. Dia merasa sakit di dadanya, tetapi mencoba menahan diri agar tidak meledak.

“Kenapa kau hanya menyalahkan aku?” Rosalin berusaha membalas, suaranya mulai bergetar. “Waktu itu, kau juga menginginkannya. Kau lupa? Bahkan kau memaksa dan terus memberikanku kata-kata manismu.”

Suaminya tertawa sinis. “Hah, itu karena aku tahu kau wanita yang gampang tergoda. Jadi jangan salahkan aku. Itu salahmu sendiri, kenapa menjadi wanita yang murahan.”

Kata-kata itu menghantamnya lebih keras daripada tamparan. Mata Rosalin mulai berkaca-kaca. Lidahnya kelu, tak ada pembelaan yang tersisa dalam dirinya. Ia ingin berteriak, ingin memaki, tapi tubuhnya terlalu lelah untuk melawan. Yang bisa ia lakukan hanyalah menahan air mata dan merasakan kepedihan yang menggigit hati.

Suaminya bangkit, lalu keluar dari kamar tanpa sepatah kata lagi, meninggalkan Rosalin sendirian di ruangan yang semakin gelap dan sunyi. Hanya suara napasnya yang terdengar, berat dan tertahan. Di sudut kamar, amplop yang tadi ia genggam jatuh ke lantai. Isinya tak berarti dibandingkan rasa hancur yang kini menguasai dirinya.

...***...

Dukungan dari kalian sangat penting bagi saya

Terimakasih karena telah menjadi pembaca di cerita silhoute of love ❤️

Semoga cerita ini sesuai selera dan ekspektasi kalian

bab 2

**Flashback on**

Rosalin berdiri terpaku di kamar, tubuhnya gemetar setelah pertengkaran sengit dengan ibu mertuanya. Perasaan bersalah bercampur amarah menyelimutinya, seperti awan hitam yang tak kunjung pergi. Pikirannya berputar, kembali ke kata-kata terakhir yang diucapkannya kepada ibu mertuanya sebelum perempuan tua itu pergi meninggalkan rumah.

Ia sudah tidak tahan lagi. Setelah bertahun-tahun diperlakukan seperti budak, akhirnya dia melawan—dan membentak.

Dan apa yang dikatakan suaminya setelah itu?

“Apa sulitnya mengalah dan mengikuti keinginan ibu?”

Rosalin terdiam, hatinya semakin perih mendengar kalimat itu. Mengalah? Lagi-lagi mengalah? Seolah-olah segala yang sudah ia lakukan selama ini tidak cukup. Seolah-olah ia bukan manusia dengan perasaan, hanya sekadar pelayan yang harus patuh.

Dia merasakan sakit yang menumpuk di dadanya, kenangan 10 tahun terakhir menghantui pikirannya. Hidup yang selama ini ia jalani—apakah itu benar-benar hidup? Selama ini, ia diperlakukan bukan sebagai istri, tetapi lebih seperti hewan yang diatur-atur dan diperas tenaganya.

“Betapa menyedihkannya jika hidup diperlakukan seperti binatang selama 10 tahun,” gumamnya, suara lirihnya hampir tak terdengar di dalam ruangan yang kosong.

Perkataan ibu mertuanya selalu menggema di benaknya, setiap kalimat penuh hinaan yang pernah dilontarkan kepadanya selama bertahun-tahun.

“Meski kau tidak bersekolah, setidaknya ibumu mengajarkanmu cara menjaga harga diri. Kau hamil sebelum menikah!”

Rosalin merasa sakit saat mengenang kembali ejekan itu. Mereka tak pernah mengerti betapa sulitnya hidup yang ia jalani.

“Apa kontribusimu di rumah ini? Sampai kapan kau akan terus menyusahkan kami? Kau bahkan tidak bisa menjaga kandunganmu!”

Perasaan bersalah terus menghantui Rosalin, seolah-olah kesalahannya tak terampuni. Tapi dia tahu, tidak ada yang pernah peduli pada apa yang ia rasakan.

“Kau tidak lihat suamimu kerja banting tulang?”

Banting tulang? Apa mereka buta? Selama ini, ia bekerja keras, sering kali mengambil dua hingga tiga pekerjaan demi menopang kebutuhan rumah tangga mereka. Sementara suaminya, meski sehat, selalu berkelit mencari pekerjaan yang layak. Tapi ibunya tetap memujanya.

“Kau mau pergi ke mana?”

“Suamiku mengajak pergi berlibur, dengan temannya bersama pasangannya. Aku sudah pernah memberi tahu ibu.”

“Ya. Ibu tahu kalian akan pergi berlibur.”

“Kau benar-benar beruntung. Aku membesarkan dia dengan susah payah. Tapi kau yang menikmati hasilnya. Dunia sungguh tidak adil.”

Tidak, ibu mertuanya salah besar. Rosalin tidak pernah beruntung menikahi putranya. Tidak ada kebahagiaan, hanya penderitaan selama 10 tahun ini. Semua waktu dan tenaga yang ia curahkan, tak satu pun yang dihargai.

Setelah satu jam bertengkar dengan ibu mertuanya, kebenaran yang lebih menyakitkan menghantamnya seperti badai. Suaminya... pria yang selama ini dia percayai... ternyata telah berselingkuh. Dan lebih dari itu, dia sudah memiliki dua anak dari wanita lain.

"Kenapa kau tidak menceraikanku saja dari dulu? Kenapa kau terus menyakitiku setiap saat, setiap waktu, bahkan setiap detik dalam hidupku? Kenapa!?" Rosalin menatapnya dengan air mata yang mengalir tanpa henti, tubuhnya bergetar di bawah beban emosi yang tak bisa lagi ditahan.

Suaminya hanya menatapnya dengan dingin, tanpa sedikit pun rasa penyesalan. "Kau bilang tidak pernah tertarik oleh wanita lain, tapi apa kenyataannya? Kau bahkan terlihat bahagia bersama wanita itu!"

Senyuman sinis tersungging di bibirnya. "Karena kau terlalu bodoh untuk melihat kenyataannya, Rosalin. Biar kuberi tahu soal pria. Semua pria selingkuh. Punya istri sekalipun bisa menyukai orang lain! Itulah pria!"

Rosalin tertegun, seakan semua harapan yang pernah ia miliki hancur berkeping-keping di depan matanya. Dia tidak bisa mempercayai telinganya. Kata-kata itu seperti belati yang menusuk hati dan jiwanya.

"Kau tahu apa tipe ideal pria? Wanita asing."

Sekarang, Rosalin mengerti semuanya. Suaminya tetap bersamanya bukan karena cinta, bukan karena komitmen. Alasan satu-satunya adalah uang dan tenaga yang ia berikan. Selama ini, suaminya menemukan kebahagiaan di tempat lain, bersama wanita lain. Sementara dirinya... hanyalah mesin pencetak uang dan pelayan yang tak pernah berhenti melayani.

Selalu saja wanita yang disalahkan atas kesalahan pria. Mereka bilang:

"Rosalin lah yang salah. Kenapa dia tidak bisa menjaga tubuhnya tetap langsing? Kenapa dia tidak merawat dirinya sehingga suaminya tidak akan memilih wanita lain? Kenapa dulu dia tidak bisa menjaga kandungannya? Rosalin lah yang salah."

Semua orang selalu menuding Rosalin. Kenapa selalu wanita yang disalahkan atas segala sesuatu yang telah terjadi? Kenapa perselingkuhan dianggap wajar jika dilakukan oleh pria?

Air matanya kembali mengalir deras. Sebenarnya, dosa apa yang telah Rosalin perbuat? Kenapa semuanya terasa begitu berat baginya? Kenapa masalah terus datang silih berganti, seolah-olah ia tidak pernah diberikan ruang untuk bernapas?

Flashback off

Malam itu terasa dingin, bahkan angin yang bertiup seolah menusuk tulang. Rosalin berdiri di atas jembatan penyeberangan yang sepi, hanya ada cahaya lampu jalan yang temaram di sekitar. Di bawahnya, sungai hitam mengalir pelan, memantulkan kilauan bintang yang samar. Matanya kosong, tatapannya lurus ke arah air yang terlihat begitu tenang, seolah memanggilnya untuk datang.

Hatinya terasa seperti hampa, tak ada lagi rasa sakit yang bisa dia tanggung. Semua ketulusan yang pernah ia berikan, cintanya, pengorbanannya, hanya dibalas dengan luka yang semakin hari semakin menganga. Pria itu—makhluk yang dulu dia percayai sepenuh hati—telah menghancurkannya, menghancurkan segalanya. Setiap janji manis yang pernah diucapkan kini terasa seperti racun yang membakar perlahan dari dalam.

"Kenapa harus aku?" gumamnya lirih, bibirnya gemetar oleh dinginnya malam dan pedihnya kenyataan. "Apa semua ini layak untuk cinta yang pernah ku beri?"

Dia menatap air di bawah sana, begitu dalam, begitu gelap. Seolah-olah sungai itu memanggilnya, menawarkan kebebasan dari segala beban yang kini menindih jiwanya. Bayangan hidup yang bebas dari rasa sakit, bebas dari penyesalan, tampak semakin dekat. Tanpa berpikir panjang, Rosalin melangkah ke tepi pembatas jembatan. Tangannya meraih dinginnya besi, merasakan angin semakin kencang di wajahnya.

"Aku ingin mencoba menjalani hidupku sebagai orang yang berbeda... aku ingin pergi ke tempat di mana tidak ada yang mengenaliku. Hidup seolah aku tidak punya masa lalu," bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya hampir tertelan oleh angin malam.

Tanpa menoleh ke belakang, tanpa rasa ragu, dia melompat. Tubuhnya seketika tenggelam dalam kegelapan air yang menyelubungi seolah merengkuhnya dalam pelukan yang dingin. Seketika dia menghilang, tak ada yang melihatnya, tak ada yang tahu bahwa Rosalin telah memilih untuk meninggalkan segala penderitaannya.

Dan dalam keheningan itu, sungai kembali tenang, seakan menelan seluruh kisah dan kesedihan yang pernah ada.

...***...

Dukungan dari kalian sangat penting bagi saya

Terimakasih karena telah menjadi pembaca di cerita silhoute of love ❤️

Semoga cerita ini sesuai selera dan ekspektasi kalian

bab 3

Rosalin membuka matanya perlahan, disambut oleh bayangan kelam yang menempel di atap tinggi dari kanopi tempat tidurnya. Langit-langit itu tampak asing, ukiran-ukiran rumit berlapis emas menghiasi pinggirannya, memancarkan kilau lembut di antara tirai-tirai sutra berwarna merah marun yang melambai pelan tertiup angin dari jendela terbuka. Udara terasa lebih dingin dari yang biasa ia rasakan, aroma rempah dan kayu bakar memenuhi ruangan. Sinar matahari yang menerobos masuk memberikan sentuhan hangat pada lantai batu yang halus, tapi itu tidak cukup untuk meredam kedinginan yang merayap ke dalam tubuhnya.

Ia mencoba menggerakkan jari-jarinya, merasakan tekstur selimut beludru yang mewah di atas kulitnya. Rasanya begitu nyata, terlalu nyata. Padahal, seharusnya ini hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir. Namun, setiap detik yang berlalu hanya menambah keheningan yang menakutkan.

Di sudut ruangan, perapian berderak pelan, kobaran api kecil mencoba menghangatkan ruangan yang luas dan megah ini. Namun, lebih dari apapun, perasaan terasing membuatnya menggigil. Ke mana perginya rumah kecilnya yang sederhana? Dimana suara riuh yang biasa membangunkannya di pagi hari?

Rosalin bangkit perlahan, tubuhnya terasa lemah, namun pandangannya tertuju pada cermin tinggi yang berdiri di seberang kamar. Saat ia melihat bayangan dirinya, jantungnya berdebar kencang. Wajah tirus dengan iris mata berwarna biru menatap balik padanya, rambut pirang yang tergerai panjang menghiasi bahunya. Tubuhnya tampak kurus, namun tetap menawan dalam gaun sutra mewah yang melekat di tubuhnya. Itu adalah dirinya, tapi di dunia ini, ia adalah sosok yang berbeda. Siapa aku di sini?

Ia hidup kembali hidup dengan raga yang berbeda. Dimana tidak ada orang yang mengenalnya.

“Anda sudah bangun putri!?, syukurlah”

Rosalin terkesiap lalu menoleh kebelakang melihat siapa orang yang memanggilnya dengan sebutan putri.

“Saya? Anda berbicara kepada saya?” Hanya untuk memastikan apakah betul dirinya yang di panggil putri?

“Tentu saja, saya berbicara kepada anda putri, apa keadaan anda sudah membaik?”

Tanya seorang wanita paruh baya berambut putih dengan mengenakan pakaian hitam putih.

“Ya, saya baik' saja” Rosalin menjawab seadanya

Pelayan itu tertunduk seraya berkata

“Syukurlah, saya sangat khawatir saat mengetahui bahwa anda tenggelam di danau, nafas anda sempat berhenti selama beberapa menit, saya kira anda tidak akan bangun kembali.”

“Saya sudah memberi kabar kepada pangeran Kilian bahwa anda mengalami kecelakaan, namun sayangnya beliau belum bisa pulang.”

‘kilian?, siapa dia?’ tanya Rosalin dalam hati

Tiba-tiba kepala Rosalin terasa sakit dan ketika ia menutup matanya sekelebat bayangan muncul silih berganti.

Wanita ini mempunyai nama yang sama dengannya, Rosalin Dionne Baverly. Putri dari seorang Baron di wilayah Mordor terletak di sebelah selatan kerajaan yang cukup jauh.

Membutuhkan waktu 7 hari perjalanan menuju ke tempat ia tinggal, diakibatkan wilayah yang jauh dari perkotaan membuat ekonomi tempat tersebut cukup buruk, dikarenakan akses perekonomian yang sulit.

Beruntung dirinya dipilih sebagai istri dari pangeran pertama kerajaan Narnia, entah apa sebabnya, namun dari yang Rosalin ingat dirinya seperti dibeli dengan harga yang cukup tinggi.

Tinggal di wilayah yang yang jauh dari ibukota membuat Rosalin menjadi wanita yang jauh dari kata sempurna seperti wanita bangsawan lainnya.

Bukan karena tidak mampu memberikan pendidikan kepada rosalin, namun ayahnya tidak begitu menyayanginya, dikarenakan mendiang ibunya yang berasal dari kalangan rakyat biasa, ibu dari kedua kakaknya bersalah dari keluarga yang cukup terpandang.

Begitulah sampai Rosalin tumbuh menjadi wanita yang haus akan kasih sayang dan tidak cukup mengerti dengan kehidupan di perkotaan dan dunia bangsawan.

Citra buruk sudah tertanam dalam dirinya, dia dikenal sebagai wanita bangsawan yang bodoh, dari segi pengetahuan maupun keahlian.

Apakah pantas seorang lady yang buruk dalam segala hal menjadi seorang calon ratu? Itulah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh rakyat.

Hal itulah yang membuat Rosalin menjadi wanita yang tertutup, hal sekecil apapun akan menyinggung perasaannya.

Di sisi lain sang pangeran kedua atau adik kilian yaitu Wiliam karena hatinya yang begitu lembut dia merasa iba terhadap Rosalin dan mendekatinya hanya untuk sekedar berteman.

Namun dengan kesalah pahaman Rosalin ia menganggap bahwa kebaikan yang diberikan Wiliam adalah sebuah bentuk rasa suka kepadanya.

namun semenjak bertemu dan mengenal pangeran Wiliam sikap Rosalin berubah drastis, dia menjadi wanita yang penuh dengan emosi dan rasa dengki.

Satu hal yang menjadi penyebab berubahnya sikap Rosalin adalah dengan adanya kehadiran Elena Gracelyn.

Elena Gracelyn seorang wanita bangsawan kelas atas yang terkenal dengan sifat baik hatinya dan kecantikannya. Sekaligus istri Pangeran William dan sahabat masa kecil Kilian.

Rosalin benci perselingkuhan, walaupun belum pasti Rosalin asli memiliki hubungan spesial dengan pangeran William, dia tidak akan pernah mengusik milik orang lain.

Dia hanya ingin menikmati kehidupannya, sebagai seorang istri dari pangeran yang memiliki harta yang banyak dan kehidupan mewah.

Sebagai rasa terimakasih atas kemewahan yang ia nikmati, Rosalin akan menjadi seorang istri yang baik. Sangat baik.

Walaupun sudah pasti Kilian tidak menganggapnya sebagai seorang istri, tapi setidaknya dia bisa hidup mewah, tanpa harus bekerja keras seperti dahulu.

...***...

Dukungan dari kalian sangat penting bagi saya

Terimakasih karena telah menjadi pembaca di cerita silhoute of love ❤️

Semoga cerita ini sesuai selera dan ekspektasi kalian

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!