NovelToon NovelToon

Mamaku Simpanan Suamiku

Episode 1. Nontonin Orang Coblosan

Suatu kebetulan yang terjadi secara berulang. Kejanggalan yang tidak hanya sekali dirasakan dan dilihat oleh wanita ini. Ya, Avelya Wizzy Kimberly, atau biasa dipanggil Kimberly oleh orang-orang di sekitarnya, selalu merasakan sesuatu yang aneh  setiap kali pulang dari bekerja.

Kimberly adalah seorang agen properti di sebuah perusahaan ternama yang berlokasi di pusat kota. Setiap hari, kesibukan selalu menemani langkahnya, membuatnya jarang bisa menikmati waktu di rumah.

Waktu yang paling sering dia habiskan di rumah adalah malam hari, atau saat tidak mendapatkan panggilan dari calon pembeli yang tertarik dengan rumah atau tanah yang ditawarkannya melalui media sosial.

Ketika ada calon pembeli yang tertarik untuk membeli rumah atau tanah yang ditawarkan, Kimberly selalu sibuk wara-wiri ke segala tempat, menemani pembeli itu, hingga saat kerjaannya selesai dan pulang ke rumah, ia selalu mendengar suara-suara aneh dari kamar mama tirinya.

Meskipun begitu, Kimberly tetap acuh dan tidak menghiraukannya, sampai telinganya mendengar suara yang cukup menji-jik-kan yang si4lnya ia tau suara apa itu.

Dengan langkah hati-hati, Kimberly mendekati kamar mama tirinya, Dania, dan mendekatkan telinganya ke pintu untuk mencoba mendengarkan. Namun, ketika ia sedang fokus mendengarkan, tiba-tiba ponselnya berdering, membuatnya panik dan segera meninggalkan tempat tersebut.

Di dalam kamarnya, Kimberly mengangkat telepon yang ternyata berasal dari seorang pembeli yang sebelumnya telah memberikan penawaran harga untuk rumah yang ditawarkan oleh Kimberly di akun media sosial pribadinya.

Pembeli tersebut terlihat sangat tegas dalam negosiasi, sehingga terjadi beberapa momen di mana keduanya berdebat panjang.

"Ini sudah harga pas pak. Saya hanya mengikuti instruksi yang diberikan oleh perusahaan. Ruko ini lokasinya ada di sekitar perempatan jalan besar loh. Sekitar metropolitan. Dalam bangunannya juga bersih, atap nggak bocor dan semuanya masih bagus.

Saya tadi sudah kirim detailnya ke bapak. Bapak bisa lihat jika bapak masih meragukan ucapan saya." jelas Kimberly panjang lebar.

Dari seberang, terdengar suara helaan napas yang cukup nyaring. Sepertinya pria yang sedang bernegosiasi untuk membeli ruko yang ditawarkan oleh Kimberly sudah mulai lelah. Sebelumnya, dia gigih menawar harga agar bisa diturunkan, merasa bahwa harganya terlalu tinggi.

"Saya sudah bilang ke bos saya dan bos saya juga sudah menurunkan harganya pak. Ini sudah sangat di bawah nominal yang kami berikan. Kami tidak bisa menurunkannya lagi.

Jika bapak berminat bisa bapak ambil dengan harga segitu, tapi jika tidak mohon maaf sepertinya bapak harus mencari ruko lain yang mungkin sesuai dengan apa yang bapak minta," balas Kimberly.

Setelah beberapa percakapan yang cukup panjang, pria yang awalnya tertarik untuk membeli ruko dan telah melakukan tawar-menawar dengan keras tiba-tiba membatalkan pembeliannya dan menutup telepon tanpa memberikan penjelasan.

Peristiwa ini membuat Kimberly menghela napas frustasi dan tanpa sadar mengelus dadanya dengan perlahan. Pria berusia empat puluhan tersebut terus menawar dengan gigih, menyebabkan rasa kesal dalam dirinya.

Berulang kali Kimberly ingin berkata k4sar dan mem4ki pria itu, jika saja tidak ingat dengan pekerjaannya.

Setelah cukup lama bercakap-cakap di telepon, Kimberly merasa haus dan langsung melangkah ke dapur untuk mengambil minum. Namun, begitu sampai di ujung tangga yang menuju ke dapur, dia terkejut melihat Dania, mama tirinya, sedang sibuk mencuci piring di sana.

Dania terlihat agak berantakan, dari pakaiannya hingga rambutnya. Seperti baru bangun tidur atau sedang melakukan sesuatu yang mencurigakan.

Kimberly segera menghampiri mamanya itu. Dia mengambil minuman dari teko dan menyapa seperti biasa. "Cuci piring Ma," sapanya basa-basi.

Dania yang melihat keberadaan Kimberly segera menoleh kearahnya. "Iya, Kim. Kamu baru pulang?" tanya Dania. Ia kembali memfokuskan pandangannya kearah cucian piringnya.

Kimberly segera meletakkan gelas kosongnya di meja, lalu mendekati Dania dan berdiri di sampingnya. "Iya, barusan. Habis nganterin beberapa pembeli tadi, sampai akhirnya ada satu dari mereka yang deal terus langsung bungkus.

Ya akhirnya setelah itu selesai aku langsung laporan ke pusat dan boleh pulang." balas Kimberly yang langsung di jawab oh dari Dania.

Dania tidak menjawab banyak, sibuk dengan tugas mencuci piring. Namun, karena air cuciannya dari kran mengalir dengan deras, tak sengaja air tersebut mengenai bajunya. Dengan santai, Dania mengusap-usap bagian bawah lehernya dan sekitar perutnya untuk mengeringkan air yang menempel di sana.

Disana Kimberly tidak sengaja melihat kearah yang Dania usap dan karena usapannya Kimberly mengerutkan keningnya. "Ma, mama tadi habis ngapain?" tanya Kimberly sembari tetap mengarahkan pandangannya kearah Dania. Ehm, maksudnya bajunya.

Dania yang mendapati pertanyaan dari Kimberly segera menatap sekilas kearahnya dan membalas. "Habis bersihin rumah sama nonton, Kim. Kenapa?" tanya balik Dania.

Kimberly yang mengetahui jawaban itu sontak mengerutkan keningnya. "Nonton apaan Ma, kok tadi pas aku pulang aku denger suara des-ahan dari kamar mama. Mama lagi nonton orang tabur b3nih ya?" tebak Kimberly sembari tersenyum jahil.

Ia bermaksud mengerjai mamanya, hanya bercanda. Namun, Dania yang seperti sudah menyiapkan jawaban dan seakan tahu jika Kimberly akan bertanya demikian segera membalas santai, tanpa menoleh.

"Kok tau sih Kim. Mama emang lagi nonton gitvan tadi, sekalian praktekin sama mainan mama. Udah kangen banget tau mama sama permainan itu. Pengen ngerasain lagi. Semenjak papamu meningg4l, mama kangen banget. Kim, besok kamu sibuk nggak?" 

Dania dengan santai mengatakan bahwa ia memang menonton film itu. Tanpa ragu atau malu sedikitpun, Dania mengungkapkannya.

Setelah selesai dengan urusan mencuci piring dan mengeringkan tangannya yang basah, Dania dengan cepat memalingkan pandangannya ke arah Kimberly.

"Nggak terlalu Ma, kenapa?" tanya Kimberly, tidak terlalu memperhatikan atau mempedulikan perkataan Dania. Bagi Kimberly, itu hanya hal biasa.

Dania sering mengungkapkan hal yang sama sebelumnya. Kimberly tidak terlalu memperhatikan karena sibuk dengan urusannya sendiri.

Dania segera tersenyum dan membalas. "Kamu bisa jagain Tasya bentar nggak besok. Mama mau ada keluar bentar. Jenguk temen, lagi sakit di rumah sakit. Kamu tolong jagain Tasya di rumah ya. Siapin makannya dia sama temenin dia belajar. Besok mama agak sore pulangnya," ucap Dania sembari tersenyum manis seperti biasa.

Senyumnya yang menawan selalu membuat Kimberly atau siapapun yang melihatnya merasa terpesona dan tak bisa menolak permintaannya.

"Iya besok aku jagain kalo kerjaan aku dah beres. Mama nggak mau aku anterin aja jenguk temennya?" tanya Kimberly menawarkan, namun Dania yang melihat niat baik Kimberly langsung menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah, mama bisa pergi sendiri. Kamu urus saja kerjaan kamu dan jagain Tasya. Mama pergi sendiri naik taksi besok. Kamu nggak usah khawatir," Dania segera pergi dari sana, menuju ke kamarnya di lantai atas. Meninggalkan Kimberly yang masih berada di tempatnya. Terdiam, tidak bergerak atau, memalingkan wajahnya.

" ...  tadi aku nggak sengaja lihat br4 mama sedikit kebuka, kancing bajunya juga kebuka dua yang paling atas. Mama bener-bener deh. Rasa pengen gitvannya masih gede banget. Masih pengen di tvsuk mama itu sebenarnya, tapi kalo aku suruh nikah lagi kok ya nggak mau ...,"

"Hadeh, pusing deh. Setiap hari nvsuk goa nya pake mainan itu apa nggak capek ya. Teriak-teriak nggak guna di kamar sambil nontonin orang coblosan," gumam Kimberly, merasa lelah sendiri dengan tingkah Dania yang menurutnya sangatlah lucu.

Dania masih ingin merasakan kasih sayang dan bel4ian seorang lelaki, namun setiap kali pikiran itu muncul, ia merasa takut. Takut untuk terluka lagi, takut untuk membuka hatinya pada orang lain. Meskipun umurnya masih sangat muda, kisaran tiga puluh tahunan, tidak jauh umurnya dari Kimberly.

Gair4h dan semangatnya untuk menikah lagi seketika lenyap tidak berbisa, sirna bersamaan dengan kepergian suaminya. Kini, bayang-bayang pernikahan yang baru tak lagi menyala di hatinya, dan keinginan untuk merajut hubungan baru pun memudar.

Dalam percakapannya dengan Kimberly, Dania selalu menegaskan hal tersebut, menyatakan bahwa keinginannya untuk kembali ke pelaminan telah memudar dari pikirannya.

Meski begitu, dari ekspresi wajahnya, Kimberly masih merasa ragu dan tidak sepenuhnya percaya akan pernyataan Dania. Semua kata-katanya terasa melayang di benak Kimberly, meninggalkan keraguan yang mengendap di dalam pikirannya.

Bersambung ...

Episode 2. Sosok yang Perhatian

NOTE: Inget kata pepatah ya guys, BERSENANG-SENANG DAHULU BERSAKIT-SAKIT KEMUDIAN. Semoga suka dan jangan emosi. Terima kasih banyak:))

*******

Di dalam kamar yang redup karena si empunya kamar dengan sengaja menutup tirai jendela dan tidak menyalakan lampu, Dania terlihat duduk di pinggiran ranjang dengan ekspresi ceria, tengah asyik memainkan ponselnya seolah sedang berkomunikasi dengan seseorang melalui pesan-pesan digital.

(Iya, besok jemput aku di perempatan ya, Sayang. Aku tungguin kamu disana. Tadi aku udah kasih alasan ke Kimberly dan dia bersedia buat jagain Tasya. Besok dia nggak terlalu sibuk, jadi banyak ada di rumah.)

Dari seberang terlihat mengetikkan pesan, setelah beberapa saat pesan pun muncul di layar, membuat Dania tersenyum bahagia saat melihat balasan tersebut. Tanpa ragu, ia pun segera membalas dengan penuh semangat.

(Oke, semangat kerjanya ya, Sayang. Jangan lupa istirahat kalau capek. Aku tungguin kamu di rumah. Nanti malem kita main seperti biasa ya, aku udah kangen aja nih sama kamu. Pengen main lagi hehe. Nanti aku bakal pakai ling3rie yang aku beli tadi di online shop. Warnanya merah darah, kamu pasti bakal suka. Aku tutup ya, Sayang. Bye-bye,)

Setelah mengirimkan pesan yang begitu panjang, Dania segera menutup aplikasi tersebut dan mematikan data pada ponselnya. Dengan lembut, ia meletakkan kembali ponselnya di atas nakas sebelum melangkah keluar dari kamar.

Ketika ia tiba di luar, saat langkah Dania menghampiri tangga, pandangannya tertuju pada Kimberly yang sedang asyik memainkan ponselnya di meja makan. Ekspresi wajah Kimberly terlihat serius, seolah tengah memikirkan sesuatu atau mengerjakan pekerjaannya di ponselnya.

Dania segera menghampiri Kimberly dan duduk di sebelahnya. "Serius banget Kim. Lagi ngurusin kerjaan ya?" tanya Dania basa-basi.

Kimberly, yang menyadari kedatangan Dania dan pertanyaannya, langsung menjawab tanpa menoleh. "Iya, Ma. Aku lagi post rumah-rumah sama tanah di medsos aku. Sekalian ngecekin akun aku ada yang minat nggak sama barang yang aku share." jeda Kimberly. Dengan napas panjang yang dihela, ia tetap terfokus pada layar ponselnya.

Setelah beberapa saat terdiam, Kimberly melanjutkan ucapannya. "Huufftt, walau cuma duduk dan main ponsel rasanya capek banget Ma. Tadi ada bangunan baru yang bos aku share di grup. Minta aku sama beberapa temen lain buat tawarin dan jualin. Hmm, Ma, Tasya kok belum pulang, dia ada bimbel ya?" tanya Kimberly masih tidak juga memalingkan wajahnya dari ponselnya.

Dania yang melihat kesibukan Kimberly segera menghela napas dan menggelengkan kepalanya. "Kalo capek istirahat Kim. Jangan paksain diri kamu secara terus-menerus buat kerja kalo sebenarnya kamu butuh istirahat dan healing. Ehm soal Tasya dia udah pulang tadi, dia keluar buat main sama temennya. Mungkin bentar lagi pulang." balas Dania perhatian.

Sejak dulu Dania memang sangat perhatian padanya dan keluarganya. Dania selalu memenuhi kebutuhan Kimberly dengan baik dan mengurusnya layaknya ia adalah anak kandungnya sendiri.

Di samping itu, di rumah tersebut juga tinggal Tasya, adik kecil Kimberly, anak dari Dania dan Papa Kimberly yang masih duduk di kelas dua SD. Tasya, dengan sifatnya yang nakal dan suka membuat ulah, seringkali menjadi penyebab kekesalan bagi Kimberly.

Kelakuan Tasya yang suka menyembunyikan barang-barang milik Kimberly atau bertingkah nakal seperti kebanyakan anak seusianya, menjadi tantangan tersendiri bagi Kimberly dalam menjalani kesehariannya.

Dania, dengan kesabaran yang tiada batas, menjalankan perannya sebagai figur ibu bagi Tasya dan mengelola rumah tangga tanpa bantuan siapapun setelah kepergian suaminya dua tahun yang lalu.

Suaminya, dan juga papa dari Kimberly, YogaBisma Watwacaka adalah seorang pilot yang mengalami kecelakaan pesawat tragis saat sedang dalam tugas mengantarkan penumpang dari Jakarta ke Samarinda. Kecelakaan itu menelan nyawa Yoga, yang ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dengan tubuh yang dingin dan memerah.

Sesaat mengetahui kecelakaan itu Dania dan Kimberly merasa sangat terkejut dan kehilangan sosok yang begitu baik dan mampu menjalankan peran sebagai kepala rumah tangga dengan sempurna.

Dania sangat mencintai Yoga. Selain menjadi tulang punggung finansial keluarga, Yoga juga dikenal sebagai sosok yang tangguh dan perkasa. Setiap kali bermain dengannya Dania selalu merasa puas dan menginginkannya lagi.

Huh, bahkan sampai detik ini pun dia menginginkannya. Pria pertama yang mampu menjeb0l pertahanannya dan juga pria pertama yang berhasil meyakinkan kedua orang tuanya untuk menyetujui pernikahan mereka.

"Oh, ehm Mama laper nggak, mau aku pesenin makanan? aku agak laper nih, dari siang tadi belom makan, sibuk sama pembeli. Mama mau sesuatu, aku pesenin sekalian ya, mumpung aku lagi pegang hp?" tanya Kimberly menawarkan, namun Dania yang memang tidak lapar langsung menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah Kim. Mama dah kenyang, tadi dah makan bareng Tasya." balas singkat Dania.

Kimberly hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan, terpaku pada layar ponsel yang dipenuhi dengan ragam pilihan makanan menggiurkan. Begitu menemukan hidangan yang menggoda selera, tanpa ragu sedikit pun, Kimberly segera mengetuk tombol pesan dan melanjutkan menjelajahi aplikasi lain di ponselnya untuk mengecek kerjaannya.

................................

Saat jam menunjukkan sekitar pukul sepuluh malam, Antonie William, suami dari Kimberly, tiba di rumah dan menemukan istrinya sedang tertidur pulas. William terdiam sejenak, lalu dengan tanpa suara mengganti pakaian kerjanya dengan yang lebih santai sebelum meninggalkan ruangan.

Dengan langkah ringan, ia bergegas menuju dapur dengan niat untuk menyegarkan diri dengan segelas minuman. Namun, begitu tiba di dapur, William disambut oleh pemandangan yang begitu

menakjubkan dan menggugah g4irahnya.

Di depan wastafel Dania berdiri membelakangi William. Penampilannya begitu memesona, mengenakan pakaian yang menampilkan sisi s*ksi dengan atasan tanpa lengan dan rok panjang hingga mencapai lutut.

William segera menghampiri Dania dan berdiri di sebelahnya. "Malem-malem kok cuci piring sih, dingin loh," ucap William terdengar manja dan penuh senyum.

Dania yang melihat keberadaan William segera menoleh kearahnya dan tersenyum manis. Dengan gesit, Dania mematikan kran air yang sedang menyala dan menghamburkan diri memeluk tubvh William.

"Kangen. Kamu baru pulang ya, kok nggak ngabarin aku, tadi aku tungguin kamu di kamar lama banget sampe mau ketiduran," ucap Dania sembari mengeratkan pelukannya.

William segera mengurai pelukan itu dan mengecvp bibir Dania berulang kali. "Kangen ya? maaf, kerjaan aku lagi banyak banget tadi. Nggak bisa di tinggal. Kita langsung main aja yuk, mumpung Kimberly udah tidur nih. Kita bisa langsung mulai di kamar kamu. Yuk," 

William segera mengajak Dania pergi ke kamarnya untuk menvntaskan keinginan mereka. Mereka saling merindukan satu sama lain, hingga tidak sabar untuk segera memulai permainan.

Dania dan William segera masuk ke dalam kamar, tanpa ragu-ragu mereka langsung melemparkan p4kaian mereka ke lantai. Mereka saling mer4ba dan men-ci-um satu sama lain dengan penuh g4irah.

"Malam ini aku ingin merasakanmv sepenuhnya," des4h Dania sambil meraih tubuh William yang tegang.

William tersenyum dan men-ci-um lembut bibir Dania. "Aku juga, sayang. Aku ingin membuatmu merasa bahagia dan puas malam ini," ucapnya sambil meraih pinggang Dania dan membawanya ke tempat tidur.

William tersenyum dengan penuh kelembutan dan perlahan men-ci-um bibir Dania. Ekspresi wajahnya penuh dengan kehangatan dan cinta. Dalam keheningan yang penuh getaran emosi, ia berbicara dengan suara lembut.

"Aku juga, sayang," ucapnya dengan penuh kasih. "Aku ingin membuatmu merasa bahagia dan puas malam ini."

Dengan penuh kelembutan, William meraih pinggang Dania dan memeluknya erat. Mereka berdua berger4k bersama menuju tempat tidur, langkah mereka dipenuhi dengan keint-iman dan keinginan untuk saling memberikan kebahagiaan.

Momen yang intim antara William dan Dania. Ekspresi senyum William dan ciu-man-nya mencerminkan rasa cinta dan keinginannya untuk membuat Dania merasa bahagia. Mereka berdua saling mendekat, memadukan emosi dan keinginan mereka, dan menuju tempat tidur untuk menghabiskan malam bersama dengan penuh kasih sayang.

Bisikan nakal serta des-ahan manja menjadi irama paling indah, mereka berger4k indah saling memuja hingga peluh bercucvran, kegiatan yang tidak seharusnya mereka lakukan.

Tetapi setan telah menjadi sahabat mereka sehingga saat ini kenikmatan yang mereka cari harus segera tersampaikan.

"Enghhh,,ahhhh Wil ouhh." desis Dania mengigit bibir bawahnya.

Wiliam yang melihat itu segera meravp bibir ranum si wanita.

"Aku milikmu sayang."bisiknya men-ge-cup ceruk leher jenjang Dania.

Bersambung ...

Episode 3. Semerah Buah Stroberi

Keesokan harinya, saat alarm berdering keras di ponselnya, Kimberly yang tertidur cepat semalam karena kelelahan segera bangun dari tidurnya. Ia mengucek kedua matanya, meregangkan kedua tangannya, lalu menoleh ke samping tempat tidurnya.

Namun, saat ia memalingkan wajahnya ke arah tempat tidur di sampingnya yang seharusnya diisi oleh William, ternyata William tidak berada di sana.

Kimberly tersentak kaget dan bangun dari tidurnya. Dengan langkah cepat, ia bergerak ke arah kamar mandi dalam kamarnya, siapa tau William ada disana, tapi rupanya kamar mandi itu kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan William, bahkan lantai kamar mandi masih terasa kering, menunjukkan bahwa belum ada yang menginjakinya.

Dengan langkah gontai karena habis bangun tidur, Kimberly segera keluar dari kamarnya. Kedua matanya masih terasa mengantuk, bibirnya terus menguap, hingga tiba di ujung tangga atas dan hendak turun, dari arah meja makan, Kimberly melihat suaminya, William, dan ibunya, Dania, tengah mengobrol akrab di meja makan.

Keduanya terlihat sarapan dan tertawa-tawa bersama, hingga saat mendengar langkah kaki menuruni tangga, pandangan keduanya segera menoleh ke sumber suara itu.

Mereka terkejut melihat Kimberly ada disana, namun tidak urung untuk tersenyum dan bangkit dari duduk mereka.

"Kamu udah bangun, Sayang?" sapa William basa-basi, sembari tersenyum manis dan melangkah mendekati Kimberly.

Kimberly yang mendengar sapaan manis itu segera tersenyum dan mer-ang-kul bahu William. Membuat keduanya saling ber-dek-atan tanpa sekat. 

"Iya, barusan aku bangun. Huaammppp ... ngantuk banget. Kemaren aku capek banget, terus langsung tidur. Kamu kok bangun tadi nggak sekalian bangunin aku sih? aku kan gabisa siapin kamu makan jadinya," Kimberly terlihat cemberut dan memajvkan bibirnya.

William dengan lembut mengarahkan Kimberly untuk duduk di sebelahnya di meja makan. Keduanya terlihat berbincang asik, William mengambilkan Kimberly makan dan menyeka mulutnya yang terdapat sisa nasi.

"Kalian makan dulu ya, mama mau cuci baju dulu," setelah menyelesaikan makannya, Dania bangkit dari kursinya dengan membawa piring kosongnya menuju wastafel untuk mencucinya.

Saat Dania pergi, Kimberly melihat ekspresi tajam atau mungkin kesal di wajahnya. Wanita paruh baya itu tidak menatap Kimberly atau William saat berdiri dan pergi dengan tujuan mencuci piring.

"Tadi mama yang masak ini?" tanya Kimberly sembari memalingkan wajahnya kearah William yang saat itu masih asyik menikmati makanannya.

William yang mendengar segera menelan makanannya dan memalingkan wajahnya kearah Kimberly. 

"Iya, pas aku bangun aku lihat mama udah masak di dapur, katanya sih mau masakin kamu, kamu habis ini mau berangkat kerja kan?" tanya balik William dengan tatapan mata yang agak aneh, yang entah apa arti dibalik tatapannya.

Kimberly memperhatikan tatapan William, namun ia tidak mengerti makna yang tersembunyi di dalamnya. Sejak Kimberly menanyakan tentang mamanya, sikap William mulai berubah menjadi aneh. "Iya, aku habis ini mau ke kantor dulu, laporin hasil kerja aku kemaren. Ehm, kamu habis ini mau berangkat ngantor ya, udah rapi aja," 

Kimberly mengulurkan tangannya, hendak merapikan kerah kemeja William. Namun, begitu ujung jarinya menyentuh kain itu, pandangannya terpaku pada jejak merah yang menghiasi leher William. Dengan ekspresi heran, Kimberly terus menata kerah kemeja William, sementara matanya tetap terfokus pada jejak merah yang men0njol di leher lelaki itu.

"Makasih, Sayang. Aku habis ini mau ada meeting, jadi ya aku bangun pagi-pagi tadi, jam delapan udah harus di kantor. Kamu nanti pulang jam berapa, sampe sore nggak?" tanya William. Seakan tahu apa yang tengah dipikirkan oleh Kimberly dan tatapan matanya, William dengan cepat meraih tangan Kimberly dan menggenggamnya dengan erat.

"Nggak juga. Aku siang dah pulang. Kerjaan aku nggak banyak. Kemarin mama ada nitipin Tasya ke aku jadi ya aku nggak bisa pulang sore banget. Palingan setelah kerjaan aku selesai aku langsung pulang. Oh iya, Tasya kemana? kok sepi, dia belum bangun?" Kimberly segera menoleh ke segala arah mencari keberadaan Tasya.

Namun, sejauh ia melihat tidak ia temukan gadis kecil itu di manapun. Kosong. Apakah mungkin dia belum bangun? Kimberly selalu menyebutnya tukang pembawa mas4lah dan tukang molor karena kebiasaannya yang suka bangun siang.

"Mungkin belum bangun. Dia kan emang suka gini, bangun siang banget. Kalo belum di bangunin nggak bakal mau bangun. Aku berangkat dulu ya, Sayang. Kamu nanti hati-hati berangkat kerjanya, jangan ngebut-ngebut.

Aku pergi ya," William segera bangkit dari duduknya, men-ci-um lembut kening Kimberly sebelum mengambil tas kerjanya dan berangkat ke tempat kerja tanpa menunggu balasan dari Kimberly.

Kimberly memalingkan wajahnya ke arah suaminya yang perlahan menjauh, hingga akhirnya leny4p dari pandangannya bersamaan dengan pintu yang tertutup.

"Tadi kok leher mas William ada merah-merah ya, apa itu bekas digigit nyamuk, tapi kok bekasnya kayak habis di ...?? nggak! aku dan mas William nggak habis main kemarin. Aku ketiduran sampe nggak tau mas William pulang. Tapi kalo gitu tadi bekas apa? 

"Kenapa mikirin itu rasanya aku khawatir ya? ah udahlah, mending aku segera siap-siap dan berangkat ke kantor," Kimberly terus menerus memikirkan bekas merah di leher William yang ia bingung bekas merah apa itu.

Sejauh ia tahu itu seperti bekas habis di gigit nyamuk atau kecvpan saat dua pasangan berhubungan. Tapi kemarin ia dan William tidak bermain, Kimberly langsung tidur, tanpa menunggu kepulangan William.

Dengan usaha keras untuk mengalihkan pikirannya, Kimberly bangkit dari duduknya dan menuju ke dapur untuk meletakkan piring kotornya disana. Begitu tiba di dapur, ia melihat Dania sibuk mencuci baju di kamar mandi yang berdekatan dengan dapur, pintu kamar mandi terbuka lebar.

Kimberly segera mencuci piringnya di wastafel di depannya, mengelap tangan yang basah, lalu bergegas ke kamarnya untuk bersiap-siap, sebentar lagi ia harus sudah berangkat ke kantornya.

..............................

Pada pukul setengah dua belas siang, saat tiba waktu makan siang, Kimberly memutuskan untuk mampir ke restoran terdekat setelah mengantar calon pembeli ke lokasi tanah yang ia promosikan di media sosial kemarin. Setelah calon pembeli menyatakan butuh waktu untuk mempertimbangkan, Kimberly yang mulai merasa lapar segera bergegas ke restoran terdekat dari sana untuk makan siang.

Sambil menikmati makanannya yang baru saja tiba, Kimberly mengambil ponselnya dengan niat untuk mengecek pekerjaannya. Namun, begitu layar ponsel menyala, ia disambut dengan serangkaian pesan dari teman baiknya yang sudah lama tidak mengunjunginya atau mengirimkan pesan padanya.

Dengan senyum di wajahnya, Kimberly segera membuka nomor temannya itu dan membaca pesan yang dia kirimkan.

(Kim, Lo apa kabar, gue kangen,)

(Sorry ya gue akhir-akhir ini jarang hubungi Lo, gue lagi sibuk sama kerjaan gue. Lo Minggu sibuk nggak? gue pengen ketemu Ama Lo, di rumah Lo. Gue pengen mampir. Lo bisa kan?)

(Oh Lo sibuk ya, kayaknya kerjaan Lo nggak bisa kasih Lo istirahat ya, sampe pas kita ketemu aja Lo masih aja sibuk sama hp Lo.)

(Kim, nanti Lo bales wa gue ya, gue tungguin. Gue online terus. Hari ini hari Rabu kan, gue online sampe sore, malamnya gue ngurusin anak sama suami gue.)

(Yaudah Kim, bales wa gue nanti ya. Bye-bye bocil gue, lope youu tomat, eh so much hehe,)

Pesan yang dikirimkan dari teman baiknya, Jennifer, lengkap dengan stiker-stiker lucu yang menyertai pesannya, sebuah senyum kecil tak terelakkan muncul di wajah Kimberly. Suasana ceria dan kebahagiaan terpancar dari layar ponselnya, memancing tawa kecil yang menggema di ruangan. Tanpa ragu, Kimberly dengan antusias segera membalas pesan tersebut.

(Gue bisa. Lo Dateng aja, gue Minggu libur. Gue tungguin ya, gue sibuk banget sekarang, nggak bisa chat-an sama Lo terus.)

(Bye Jen, lope youu juga.)

Kimberly segera menutup ponselnya dan melangkah cepat keluar dari restoran itu. Dia sudah terlambat untuk janji dengan pembeli selanjutnya yang sudah menunggu di jalan Meja kebalik. Pembeli itu memintanya datang segera untuk mengecek rumah yang ingin dia beli.

Saat Kimberly tiba di lokasi, pembeli itu sudah menunggu dengan mobilnya yang mewah. Mereka berdua langsung meluncur menuju rumah yang akan diperiksa. Di dalam mobil, pembeli itu memberikan instruksi dengan tegas.

"Kita harus cepat, Mbak. Saya ingin segera menyelesaikan transaksi ini," ujar pembeli itu sambil menatap tajam ke arah Kimberly.

Kimberly hanya mengangguk mengerti. Dia tahu betul pentingnya kesepakatan ini bagi pembeli itu. Rumah yang akan dibeli adalah rumah impian pembeli itu, dan Kimberly harus memastikan semuanya berjalan lancar.

Sesampainya di rumah yang akan diperiksa, Kimberly dan pembeli itu langsung masuk. Mereka mulai memeriksa setiap sudut rumah dengan teliti. Pembeli itu terlihat sangat puas dengan kondisi rumah tersebut.

"Rumah ini memang sesuai dengan yang saya inginkan. Saya rasa saya akan segera menyetujuinya," ujar pembeli itu dengan senyum puas.

Kimberly tersenyum lega mendengar kata-kata pembeli itu. Dia pun segera menyodorkan formulir transaksi dan meminta pembeli itu untuk mengisi detail-detail yang diperlukan. Setelah pembeli itu mengisi semua formulir yang Kimberly berikan, mereka berdua duduk di teras yang luas dan sejuk sambil menyelesaikan proses transaksi.

"Terima kasih, Mbak Kimberly. Saya sangat senang bisa menyelesaikan transaksi ini dengan lancar," ujar pembeli itu sambil menyerahkan selembar cek kepada Kimberly.

Kimberly menerima cek tersebut dengan senang hati. Dia merasa senang bisa membantu pembeli itu mendapatkan rumah impiannya. Setelah semua proses selesai, mereka berdua pun berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan telah tercapai.

Kimberly pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada pembeli itu. Mereka berdua pun berpisah dengan senyum di wajah masing-masing. Kimberly merasa puas bisa menyelesaikan transaksi dengan lancar dan membantu pembeli itu mendapatkan rumah impiannya.

Namun, ketika Kimberly hendak pulang, tiba-tiba ada sekelompok pria bert0peng yang datang dan menghalangi jalannya. Mereka terlihat gar-ang dan membawa senj4ta taj4m. Kimberly merasa ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa.

"Kami tahu kau memiliki sesuatu besar di dalam tasmu. Serahkan padaku sekarang jika kau ingin ny4wamv selamat!" ujar salah satu dari pria bert0peng itu dengan suara meng4ncam.

Kimberly panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia mencoba mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang mungkin bisa digunakannya untuk meny-elam-atkan diri, namun sebelum dia sempat mengeluarkan satupun barang, tiba-tiba seorang pria tampan, berjaket hitam muncul dari belakang tubuhnya dan mel4wan para pria bertopeng itu.

Pria itu terlihat sangat ahli dalam bertarung dan dengan cepat berhasil mengalahkan para penyer4ng.

Setelah para pria bert0peng itu kabur, pria itu pun mengulurkan tangan kepada Kimberly untuk membantunya berdiri. Kimberly merasa senang dan bersyukur atas pertolongan pria itu.

"Terima kasih atas pertolonganmu. Siapa namamu?" tanya Kimberly dengan rasa penasaran.

.....................................

Wushhh ..

Udara sore terasa sejuk atau bahkan sedikit dingin saat Dania dan pujaan hatinya, William, memasuki sebuah h0tel untuk memesan kamar. Mereka terlihat penuh kebahagiaan, saling bergandengan tangan sambil tersenyum dan melangkah menuju kamar mereka setelah proses pemesanan selesai.

Saat memasuki kamar yang terlihat begitu mewah, jauh berbeda dari kamar mereka di rumah, William dengan ramah mengajak Dania duduk di tepi ranjang.

"Kamu cantik banget, Sayang. Wajahmu sangat indah, senyumanmu membuatku mabvk kepayang dan bi-bi-rmu yang semerah buah stroberi itu membuatku ingin segera melahapnya. Aku tidak tahan, Sayang. Kita langsung bermain yuk," William segera mengerucutkan bibirnya, ingin mengajak Dania berb4ring, namun Dania yang tau perilaku William segera tersenyum dan meraih tangannya.

"Lucu banget sih pacar aku, jadi pengen nyubit hidungnya." Dania segera mencubit gemas hidung mancung William, membuat William semakin cemberut.

Dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya dan tangannya yang perlahan turun, Dania melanjutkan ucapannya. "Kita baru sampe sayang, masa langsung main sih, tapi aku juga udah ga tahan sih. Yaudah yuk kita langsung gass aja, mumpung kita lagi disini sekarang," 

William segera mengajak Dania berbaring, memiringkan tubuhnya dengan gaya super dramatis, menatap ke arah Dania yang saat itu juga tengah menatap kearahnya.

Mereka saling menatap seperti dua kucing yang bertengkar tanpa suara atau kata-kata, tapi tiba-tiba William beraksi layaknya pahlawan dalam film romantis, mendekatkan wajahnya pada wajah Dania dengan semangat super hero, mengajaknya untuk saling melekatkan bi-bir layaknya kedua kutub magnet.

Glekk ...

Ke-cu-pan itu terasa lembut, selembut kapas, namun lama kelamaan semakin kas4r dan terburu-buru. William perlahan me-mb-uka pengait dress yang dikenakan Dania, hingga Dania hanya mengenakan bralette saat itu. saweran bi-bir yang mereka lakukan tidak juga putus, mereka terus beradu skill, dan melanjutkan kegiatan mereka.

"Sayang, oh yeahhh, hmmm," Dania membuka mata lebar-lebar saat William berusaha melepas "sabuk penyelamat" tempat balon udara miliknya bersarang. Dengan penuh semangat, William menggigit es krim raksasa yang sedang Dania bawa, sementara tangan satunya sibuk memainkan balon udara yang lainnya.

William sangat menikmati permainan itu, hingga tanpa sadar Dania melepas shirtnya dan keduanya berakhir dalam keadaan "Eh, ada monyet lepas kandang"!

"Sayanggg," William mengisyaratkan kepada Dania untuk akan melanjutkan permainan mereka ke level yang lebih tinggi. William menaiki tu-b-uh Dania, bersiap mencangkul buah peach miliknya yang semakin menggemaskan di bawah sana.

Dania merasakan kehangatan dari tvbvh William yang men-in-dih-nya, membuatnya semakin pa-nas karena keinginan untuk makan pisang segar yang menggebu-gebu di dalam dirinya. Mereka saling memandang dengan penuh semangat, tanpa kata-kata yang terucap, namun hanya suara-suara indah dan jeritan merdu yang mengisi ruangan mewah itu.

Mereka terus bermain-main dalam kehangatan yang mendalam, merasakan usapan dan cum-buan yang membuat mereka terbang ke langit ketujuh.

Dania merasakan tu-bu-hnya bergetar saat William menjelajahi setiap sudut tu-bu-hnya dengan semangat dan antusiasme yang melonjak-lonjak seperti kera di pohon!

Saat mereka mencapai climax  bersama-sama, udara di dalam kamar terasa semakin dingin, tapi kehangatan di antara mereka seperti ketika makan es krim di kutub utara! Mereka berp-elu-kan erat, merasakan kelezatan yang mengalir di antara keduanya seperti cokelat panas di hari dingin!

Dania dan William terdiam sejenak, menikmati momen kebersamaan mereka yang penuh semangat petualangan. Mereka saling bertatapan dengan penuh semangat atau mungkin aura kehangatan yang masih juga menyala-nyala di dalam diri mereka.

Setelah beberapa saat, Dania akhirnya memecah keheningan. "Terima kasih, Sayang. Aku sangat mencintaimu," ucapnya sambil tersenyum manis.

William tersenyum balas, "Aku juga mencintaimu, Sayang. Kamu adalah yang terbaik ."

Mereka saling ber-pe-lu-kan erat, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang mengalir di dalam diri me-re-ka. Udara di dalam kamar semakin dingin karena AC yang tetap menyala, namun tu-b-uh mereka yang seperti magnet membuat rasa dingin di dalam kamar itu tidak lagi terasa.

Bersambung ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!