“Rasyiiiiiiiii !!! Balikin sepatu kakak!!! “ teriak seorang gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu mengejar adik laki-lakinya yang berlari sambil memeluk sepasang sepatunya.
“Kakak hampir telat ini ! “ teriak gadis itu lagi.
“Vara, kenapa kamu belum siapa ? “ tanya seorang pria dewasa yang melihat putrinya belum juga mengenakan sepatu.
“Daddy, sepatu Vara diambil Rasyi.. “ rengek Avara menunjuk ke arah Arasyi yang sudah berlari lumayan jauh.
Chandra menghela nafas sabar. Dia menatap putrinya yang kini sudah berusia 16 tahun. Dia dan Audrey tak menyangka bila mereka kembali di karuniai seorang anak laki-laki setelah kelahiran Avatur dan Avara.
“Sudah, kamu pakai sepatu yang lain saja. Nanti, biar daddy yang ambil sepatumu di tangan adikmu” Avara mengerucut bibirnya.
Dia berjalan gontai kembali ke kamarnya bertepatan dengan Avatur yang berjalan keluar kamarnya.
“Wajahmu kenapa lagi ? “ tanya Avatur heran.
“Adikmu itu, berulah lagi ! “ seru Avara dan langsung masuk ke kamarnya.
Avatur mengangkat bahunya, dia lalu menghampiri daddynya yang masih memperhatikan Avara hingga tak terlihat.
“Rasyi lagi ? “ tanya Avatur datar.
“Hm, adik bungsu kalian lagi-lagi ngusilin Vara”
Avatur mengangguk. Hal itu sudah terbiasa, setiap pagi Arasyi selalu mengusili Avara, entah itu dasi, sepatu atau kaos kaki semua barang yang hendak dikenakan Avara pasti dibawa kabur oleh Arasyi.
“Ayo, kita ke ruang makan. Mommy, pasti sudah menyiapkan sarapan untuk kita ! “ ajak Chandra kepada kembaran Avara.
Avatur mengangguk. Kedua pria beda usia itu berjalan menuju ruang makan. Sementara itu, Arasyi sudah berdiri di sebelah Audrey yang tengah menyiapkan kotak bekal untuk anak-anaknya.
“Mommy, Laci lapal ni. Mau makan dong, “ rengeknya.
“Sabar ya sayang, mommy tutupin ini dulu. Rasyi duduk dulu di kursi, Rasyi ya. Tunggu, mommy sebentar ! “
Arasyi mengangguk. Dia meletakan sepasang sepatu Avara di lantai lalu mencoba naik ke kursi miliknya dengan susah payah.
Tak lama, Chandra dan Avatur tiba di ruang makan. Semua hidangan makanan sudah tertata rapi oleh pelayan yang membantu Audrey.
“Rasyi, “ panggil Chandra.
Mendengar namanya dipanggil, Arasyi mengadahkan kepalanya dengan tubuhnya yang masih menggantung di kursi.
“Bantu Laci duduk dulu daddy, cucah naik ini ! “ seru Arasyi membuat Chandra menggelengkan kepalanya.
“Makanya badan itu kecilin biar ringan kalau mau naik ! “ seru seorang pria remaja yang baru saja masuk ke ruang makan bersama kakak dan adik kembarnya.
Avara datang dengan wajah cemberut menatap tajam ke arah Arasyi yang masih dibantu Chandra untuk duduk di kursi.
“Abangggggg, jahat kali bibilnaaa belsuala. Bodi ceming telus ! “ pekik Arasyi kesal.
“Sudah, sudah ! Ayo, kita sarapan. Berdebat terus, kalian semua akan terlambat nanti ! “ seru Audrey menengahi kekesalan putra bungsunya.
“Baik mommy, “
“Iiiiiii nda mau cayul naaaa mommyyy ! “ rengek Arasyi saat Audrey menuangkan sedikit sayur tumis buncis ke dalam piring Arasyi.
“Makan ! “ suara tegas kakak pertama membuat nyali Arasyi menciut.
“Ya cudah, bolehlah. Tapi dikit ya mommy, janan banyak, “ cicit Arasyi yang takut dengan kakak pertama.
“Sudahlah, Lea. Jangan terlalu tegas dengan adikmu, “ tegur Audrey kepada putri sulungnya.
Azalea menghela nafasnya. Dia diam tak menjawab. Semua keluarga kecil Chandra mulai memakan sarapan mereka masing-masing. Di sela sarapan, sesekali Chandra menanyakan pekerjaan ketiga anaknya yang masing-masing memegang perusahaan milik keluarga Maverley dan Roberto.
“Daddy, hari ini di perusahaan opa ada rapat dengan semua kepala bidang dan Ana harus menghadiri, “
“Lalu ? “ tanya Chandra heran.
“Tidak ada, “ jawabnya pelan.
“Ana, sudah bertahun lamanya. Lupakan Araska, dia sudah membohongimu selama bertahun-tahun” ucap Chandra yang seketika membuat nafsu makan Alana hambar.
“Daddy, bisakah kita tidak membahas hal seperti ini ? Itu juga kesalahan daddy dan mommy yang menutupi semua kebenaran ini ! “ seru Alana seraya membanting sendok dan garpu.
“Ana/ Kakak ! “
Dretttt !!! Suara decitan kursi dan lantai terdengar ngilu. Alana berdiri dari kursinya, dia menatap kesal ke arah kedua orang tuanya.
“Jika kalian memberitahukannya lebih awal, mungkin kita keluarga kita tidak seperti ini ! “ seru Alana dan pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan ucapan Audrey.
“Mom, sudahlah. Biarkan Ana seperti itu. Seiringnya waktu, dia akan mengerti dengan alasan kalian menyembunyikan hal ini ! “ seru Azalea menenangkan kedua orang tuanya.
Audrey mengangguk. Chandra mengusap bahu istrinya. Ini juga kesalahannya yang menunda memberitahukan fakta itu kepada putrinya, Alana.
*
*
*
*
BRAKKK !!!
“APA INI ? KENAPA SEMUA DATA BERBEDA !! KAMU MAU MEMPERMAINKAN PERUSAHAAN INI !! HA !! “ bentak Alana yang kini duduk dengan anggun tak lupa topeng yang menutupi wajahnya sedang memarahi kepala bidang keuangan.
“Ti–tidak, nyo–nyonya “ jawabnya takut.
“KENAPA PENGELUARAN LEBIH MEMBENGKAK DARIPADA PEMASUKAN !! “
“I–itu karna.. “
“APA ? “ Suara tegas Alana membuat seluruh orang diruangan itu tak berani berkutik.
“Saya mau, laporan kalian hari ini direvisi dan di kumpul sore ini juga. Saya tidak mau menerima kesalahan apapun lagi, laporan yang sudah selesai bisa diberikan kepada asisten saya ! “ seru Alana anggun dengan tatapan mem4tikan.
“Baik, Nyonya ! “.
Alana menatap asistennya, pria itu mengangguk dia membubarkan rapat kepala bidang. Setelah itu, dia menatap Alana dengan takut.
“Nona, siang ini a—, “
“Siang ini aku mau ke makam, kamu handle meeting siang ini, “ kata Alana dan pergi melewati pintu rahasia yang hanya dia dan asistennya yang mengetahui tempat tersebut.
“Hiii, nona kapan saya pergi kencan kalau begini ! “ rengek pria itu saat mendapati pesan dari kekasihnya yang mengajaknya untuk makan siang bersama.
Ting ! Sebuah notifikasi pemasukan nominal yang membuat kedua bola mata pria itu membulat sempurna.
Ting !
“Bawa, kakak ipar untuk menemanimu meeting siang ini ! “
“Akhirnya, nona ku mengerti diriku ! “
Seketika senyum pria itu terbit, dia langsung menghubungi kekasihnya untuk menemaninya bertemu klien dan makan siang bersama disana.
Sementara itu, Alana sudah berada di dalam mobilnya. Dia juga sudah menggantikan pakaiannya dan melepaskan topeng yang menutupi wajah cantiknya. Kemudian melajukan mobilnya menuju pemakaman keluarga besar mereka.
Kurang lebih 45 menit tanpa hambatan, Alana tiba di sebuah pemakaman dan langsung memarkirkan mobilnya tak jauh dari area pemakaman.
“AAAAAA CAKITTTTTT !! “ Langkah Alana terhenti saat mendengar suara anak kecil yang kesakitan.
“DIAM ! “
“Ndaaaa !! Laska nda mau !! Laska mau cama mami !! “ teriakan itu kembali terdengar.
Alana melihat sekelilingnya hingga tatapannya terhenti dimana seorang wanita dewasa menjewer telinga anak laki-laki dengan kasar.
“Tolonggggggg !!! Ada yg KDRT sama anak kecilll !! “ teriak Alana heboh membuat orang-orang yang baru pulang ziarah menatap ke arah Alana.
Wanita yang menjewer telinga anak kecil itu terkejut dan sontak melepaskan jewerannya. Dia menatap Alana dan orang-orang disana dengan kesal.
Sementara anak laki-laki itu berlindung memeluk kaki jenjang Alana.
“Apa ? Bubar kalian ! “ teriaknya menatap orang-orang yang masih melihat dirinya. Lalu berbalik menatap Alana, “ Lo !! “ tunjuknya.
“Jangan ikut campur urusan gue ! “
“Lo nyakitin anak-anak dan gue nggak suka ! “ seru Alana tak kalah garang membuat nyali wanita itu menciut.
“Awas lo ! “ serunya dan lergi begitu saja tanpa memperdulikan anak laki-laki yang berlindung memeluk kaki jenjang Alana.
“Adek, “ panggil Alana lembut. Anak itu mengangkat wajahnya.
“Kamu kenapa bisa di sini ? Dimana orang tuamu ? “ tanya Alana.
Anak itu menggelengkan kepalanya. Alana mengerutkan keningnya saat melihat anak laki-laki itu menatapnya dengan tatapan serius hingga suara cadel anak itu membuat Alana terkejut.
“Kata mami, dilimu dikilim mami untuk menolongku dan papi. Apa dilimu ibu peli yang baik hati itu ? “
“A–Aku ?! “
Kini Alana, duduk di hadapan dua makam kesayangannya. Terlihat masih ada hamburan bunga seger di dua gundukan tanah.
“Mommy dan daddy pasti kesini, “ gumamnya.
Alana menatap dua gundukan tanah itu dengan tatapan sendu. Dua sosok yang sangat dia sayangi kini telah pergi selama-lamanya.
Sudut mata Alana sudah menampung air mata yang siap akan tumpah. Di sebelahnya seorang anak laki-laki berjongkok lucu menatap dua gundukan tanah yang dia tidak tahu siapa dua sosok itu.
“Gundukanna cama dengan gundukan mami, tapi punya mami cudah di kasihnya polosen, “
“Poslent, “ ucap Alana membenarkan.
“Nah, itu benel polosen” jawabnya lagi namun tetap saja salah.
Alana kembali mengalihkan pandangannya. Dia perlahan mengusap kedua salib itu dengan bergantian.
“Bubu, Bucan, Ana datang. Kalian sudah bahagia disana, sudah berkumpul bersama. Ana rindu, kalian hiks ! “
“Bubu ? Bucan ? “ tanya anak itu. Alana tidak menggubris, dia menaburkan bunga di dua gundukan itu dan mengirimkan doa untuk kedua buyut ya.
Anak laki-laki itu turut melakukan hal yang sama walau sebenarnya dia tidak mengerti.
Setelah selesai mengirimkan doa untuk kedua buyutnya, Alana segera bangun dari duduknya dan berniat untuk pulang ke rumah. Namun, lagi-lagi dia teringat dengan anak laki-laki yang mengikuti dirinya.
“Eh, namamu siapa ? “ tanya Alana yang lupa menanyakan nama anak itu.
“Alaska, panggilannya Laska.. “
“Alaska apa Araska ? “ tanya Alana bingung karena dia berpikir jika nama anak itu adalah Araska.
“Alaska, kalau Alaska itu nama papi.. “ jawabnya lucu.
Alana mengangguk, dia sebenarnya sedikit terkejut mendengar nama yang sudah lama ia kubur dalam-dalam.
“Ah, mungkin hanya sama namanya. Bukan sama orangnya kan, “ kata Alana menghibur dirinya.
“Rumah kamu dimana, biar onti anterin pulang”
Alaska menggelengkan kepalanya. Dia menatap Alana dengan tatapan sendu. Alana yang melihatnya turut mengerutkan kening bingung.
“Kenapa ? “ tanya Alana bingung.
Anak itu meremaskan kedua tangannya hingga basah, “ i–itu.. Boleh nda Laska ikut onti, “
“Loh, nda bisa dong. Nanti papi kamu nyariin kamu gimana ? Iya kalo nyarinya sendiri kalo nyarinya rame-rame kan onti yang aduhai, “
Alana menggandeng tangan Alaska menuju gerbang pemakaman. Dia sedikit heran mengapa anak sekecil Alaska dibawa pergi ke makam dan apa tujuannya.
“Wanita yang memarahimu tadi siapa ? “ tanya Alana.
“Onti Cesi, “ jawab Alaska.
“Nah, itu orang kenapa bawa kamu ke makam. Siapa yang meninggal ? “ tanya Alana penasaran.
“Mami Casan, udah pelgi”
“Pergi ninggalin kamu ? Lalu papi kamu dimana ? “ tanya Alana lagi. Kali ini dia sangat penasaran dengan keluarga Alaska yang menurutnya aneh.
“Papi di lual negeli, bawa oma belobat sama opa juga ikut”
“Wah, mami kamu berarti ninggalin kamu sama onti gitu ? “ Alaska mengangguk.
Tanpa Alaska sadari bahwa jawabannya membuat Alana salah paham. Dia mengira maminya Alaska meninggalkan Alaska seorang diri bersama ontinya.
“Tapi kata mami, dilimu ibu peli yang di kilim mami untuk Laska. Jadi, Laska mau ikut ibu peli boleh”
“Eee, nggak gitu konsepnya. Onti ini manusia tolen bukan ibu peri. Heran deh, sama mami kamu itu. Bisa-bisanya ninggalin anaknya kayak gini. Kalau ketemu mau onti gedebug aja orangnya ! “ omel Alana kesal.
“kan, mami Laska cudah me—, “
“LASKAAAA !! DISINI KAMU YA, NENEK SUDAH CARI-CARI KAMU, KAMU MALAH DISINI ! “
Mendengar suara yang dikenalnya, Alaska langsung memeluk erat salah satu kaki Alana.
Seorang wanita paruh baya datang bersama sosok wanita yang sedikit berdebat dengan Alana. Keduanya datang dengan wajah angkuh dan marah.
“Alaska, ayo pulang ! Kakek sudah menunggu di mobil ! “ seru wanita paruh baya itu dengan kedua tangan berkacak pinggang sementara wanita di sebelahnya bersedekap dada.
“Ndaaa, Laska mau cama ibu peli ! “ tolak Alaska membuat Alana bingung.
Dia merasakan pelukan erat di kakinya semakin lebih erat membuat Alana kebingungan.
“Lepasin cucuku ! “ gertak wanita paruh baya itu menatap Alana tajam.
“Saya nggak pegang cucu anda. Cucu anda sendiri yang memeluk kaki saya, masa saya lepasin kaki saya. Kan nggak mungkin ! “
“Alahhh, lo pasti ngomong yang tidak-tidakkan, biar keponakan gue nggak mau pulang ! “ kompor wanita itu untuk memanas-manasi Alana.
“Ehhh, tante girang ! Bukannya tadi situ yang bentak-bentak anak ini ! Kok nyalahin saya, “
“Lo !!! “
“Laska, ayo pulang ! “ suara wanita paruh baya itu kembali terdengar. Alaska menggeleng, hingga kesabaran wanita paruh baya itu habis.
“Cessie, tarik paksa Alaska ! Kita harus segera pulang ! “ titahnya.
“Baik, mami”
Wanita yang bernama Cessie segera menarik paksa Alaska dengan kasar membuat Alana tidak suka.
“Jangan kasar sama anak kecil ! “
Bruk !
“Ahhhhh, “
“CESSIE ?!! “ teriak wanita paruh baya itu, sementara Alana langsung membawa Alaska ke mobilnya dengan cepat. Bukannya apa-apa, Alana merasa jika kedua orang tersebut tidak memperlakukan Alaska dengan baik.
Sadar jika Alaska dan Alana sudah pergi, wanita paruh baya itu berdecak kesal sambil mengumpat.
“Si4l ! Dia membawa pergi Alaska ! “
“Mam, gimana dong. Papi pasti marah. Apalagi, Kak Aska. Gimana mami, Cessie takut ! “ ujarnya gemetar.
“Ck ! Sudahlah, kita kembali ke mobil dulu biar papimu tidak curiga ! “
“Loh, dimana cucu kita ? “ tanya seorang pria paruh baya kepada istrinya.
“Cessie ! Dimana cucu papi kamu tinggalkan haa !!! “ ucap pria itu membuat tubuh Cessie bergetar.
“Pa—, “
“Mas, kita harus ke kantor polisi sekarang juga. Cucu kita sepertinya diculik ! “
“A-apa ?! Bagaimana bisa ? Mana mungkin penculik nyulik cucu kita di makam apa nggak takut jin setan ? “ tanya pria itu polos.
“Ck, sudahlah ayo ! “
*
*
*
*
“Ini lumah na ibu peli ? “
“Panggil onti saja, jangan ibu peri” ucap Alana yang aneh mendengar panggilan yang disematkan untuknya.
Alaska mengangguk. Alana membawa Alaska masuk ke dalam rumahnya. Di ruang keluarga ada mommy nya yang sedang menonton sinetron ikan terbang ditemani ontinya siapa lagi kalau bukan Tika.
“Mommy, Onti ! “ seru Alana seraya menggandeng Alaska yang takut melihat orang dewasa.
“Sayang, kamu sudah pulang ? “ Alana mengangguk datar.
“Loh ini siapa ? “ tanya Audrey saat melihat putrinya membawa seorang anak laki-laki.
Alaska kembali bersembunyi di balik kaki Alana. Tentu saja melihat itu, Audrey dan Tika datang menghampiri, namun sebelum itu Alana sudah mewantikan kedua wanita itu untuk tetap disana sementara dirinya yang akan menghampiri mereka.
“Cudahku bilang, apus ail mata ! Cudah ku bi— IIIIII ANAK NA CIAPA ITUUU ?!! “ pekik Rasyi saat melihat Alaska yang berjalan digandeng oleh kakak keduanya.
Dia lalu berlari membawa mic dan speaker mini menghampiri kakaknya. Sesampainya disana Rasyi memindai kedua matanya menatap Alaska dengan tatapan penuh curiga.
“Kita duduk disana ya, “ ajak Alana kepada Alaska yang terlihat takut berada disana.
Setelah Alana dan Alaska duduk. Audrey langsung menanyakan darimana putrinya bertemu anak laki-laki seusia putranya.
“Anak siapa yang kamu bawa, Ana ? Kamu nggak sembunyiin anak dibelakang kami kan ? Atau anak ini hasil cul1k kamu ? “
Mendengar pertanyaan Audrey sontak Alana menggeleng keras, “ Tidak ! “.
“ Terus ? “
“ Mommy, Onti Ana menemukan Alaska di pemakaman. Dia sedang dimarahi oleh ontinya dan Ana menolongnya. Ta—, “
“BUNDAAAAAAAAAAA CUDAHHH BEL444KKKNAAAA !! “
“Hissss anak itu, nggak tau apa bundanya ini masih penasaran. Bi—”
“BUNDAAAAAA CU—, “
“IYAAAA SABARRRRRR !! “ balas Tika dan segera berlari ke kamar tamu menyusul putrinya.
“Cualana macam telompet, “ cicit Alaska yang di dengar oleh Arasyi.
“Benel, telompet lusak “ bisik Arasyi membuat Alaska terkejut.
Sementara itu, Cessie dan kedua orang tuanya tiba di salah satu kantor polisi terdekat. Sebelum masuk, pria paruh baya itu menatap istri dan putrinya.
“Alaska belum hilang 24 jam, pasti polisi tidak akan menggubris laporan kita”
“Pi, lebih baik kita laporkan saja kehilangan cucu kita daripada kita diam. Bagaimana jika Aska menghubungi salah satu dari kita, apa yang harus kita katakan,“
Cessie mengangguk, “ Benar kata mami pi, kita laporkan saja. Cessie ingat ciri-ciri wanita yang membawa Laska pergi ! “ ceplos Cessie membuat papi Varen menatapnya curiga.
“Seorang wanita ? Sejak kapan Laska mau ikut orang lain ? “ tanya Papi Varen heran.
“Maksud Cessie, —”
Tok ! Tok ! Tok !
Ketiganya terkejut saat kaca jendela mobil diketuk oleh seorang pria berseragam lengkap. Cessie dan kedua orang tuanya kompak mengusap dada hingga akhirnya Papi Varen menurunkan kaca jendela mobilnya.
“Permisi, selamat siang. Bisa parkir di sana, karena mobil di belakang kalian ingin masuk ! “
Papi Varen menoleh ke arah kaca spion. Dia baru menyadari jika mereka belum sampai di halaman parkiran. Papi Varen meminta maaf, kemudian menjalankan mobilnya menuju parkiran yang kosong.
“Sudah, ayo masuk ! “ ajak Mami Tea.
Tiba-tiba ponsel Papi Varen berdering, setelah melihat siapa yang menghubunginya membuat Papi Varen menoleh ke arah istri dan putrinya.
Seolah mengerti apa yang ditanya putrinya, Papi Varen menyerahkan ponselnya kepada sang putri.
“Papi, ini kak Aska video call. Bagaimana ini !! “ ucapnya panik.
Mendengar itu, Mami Tea juga panik. Dia menggelengkan kepalanya saat putrinya menyerahkan ponsel itu kepada dirinya.
“Jangan mami, mami takut” ucapnya panik.
“Gimana dong, pi ? “
Sedangkan di seberang sana, seorang pria tengah menahan amarahnya. Sudah belasan kali dia menghubungi mertuanya namun sama sekali tidak diangkat membuat Araska meminta asistennya untuk membeli tiket malam itu juga.
“As, kamu beneran mau pulang malam ini ? “ tanya Papa Regan kepada putranya seraya menepuk pelan bahu Araska.
Araska mengangguk. Papa Regan menghela nafasnya kasar. Jika sudah menyangkut cucu semata wayangnya, Papa Regan juga ingin pulang namun kondisi istrinya belum pulih membuatnya harus menunggu lebih lama lagi.
“Papa pulang tunggu keadaan mamamu pulih. Jika butuh bantuan hubungi papa, papa akan mengirimkan bantuan untukmu, “
“Baik pa, kalau begitu As siap-siap dulu dan langsung ke bandara ! “ kata Araska.
Setelah beberapa saat menerima email dari asistennya. Araska langsung pergi ke bandara. Dengan wajah datar dan dingin, Araska melangkahkan kakinya masuk ke dalam bandara.
Di kediaman Maverley, Acio tengah dibuat pusing dengan kelakuan dua bocah laki-laki yang kini bermain di kamarnya. Acio yang baru pulang bekerja bukannya hilang lelahnya malah dibuat semakin lelah dengan keberadaan dua bocil dikamarnya.
Saat ini, Arasyi tengah mengotak atik remote AC di kamar abangnya. Dia begitu senang dengan bermain temperature AC. Hal itu membuat Acio selalu menegur adiknya.
“Rasyiiii, bisa tidak remote AC abang jangan diutak-atik ? “
“Nda bica, “ jawab Arasyi cepat.
“Rasyi, mandi dulu nak ! “ seru Audrey memanggil putra bungsunya.
“Hiii balu jam belapa ini loh, mommy ! “ rengek Arasyi saat melihat Audrey sudah berkacak pinggang di depan pintu.
“Mandi ! Alaska, kamu juga mandi. Nanti pakai pakaian Arasyi, “ ucap Audrey lembut.
“Kololna ? “ tanya Alaska membuat Arasyi menganga.
“Kau di ajak ku bicala nda mau, di ajak mommy bicala kelual cuala buayamu itu, Alas kaki ! “
Alaska menatap kesal Arasyi. Dia berdiri seraya menatap Arasyi dengan tatapan datar. “ Laska nda nyinyil kayak citu, mending Laska mandi. Pakai kolol ini aja nda papa. Dalipada kolol citu bau pecing ! “
Arasyi membesarkan kedua matanya, “ APA KAU BILANG ! BAU PECING ?? HEEEE ALAS KAKI ! LACI K3NCING BELDILI BUKAN JONGKOK ! NDA PELNAH KENA KOLOL YAA !! “ pekik Arasyi membuat Alaska kocar-kacir menghampiri Audrey.
“Cembalangan kali, alas kaki ni. Kakak Ana nemu dimana alas kaki ? Mulutnya celam kali kalau udah belsuala, “
Mendengar ucapan adiknya, Acio hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Bakal ada yang kalah suara ini, hmmm” ejek Acio sebelum akhirnya dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membuang air s3ninya.
*
*
*
*
*
*
Makan malam pun dimulai, terlihat jika Alaska selalu menempel di dekat Alana hal itu membuat Arasyi kesal. Tapi karena takut dengan tatapan kakak pertamanya membuat Arasyi menghabiskan makanannya.
“Laska nanti tidurnya sama Rasyi ya, “ ucap Audrey lembut.
Arasyi yang mendengar itu akan protes namun suara Azalea membuat nyali Arasyi menciut.
“Apalah kakak, celam kali dia belcuala.. “
“Protesss terusss, habiskan makananmu ! “ tegur Azalea.
“Lea, “
Chandra menatap putri sulungnya, dia harap Azalea tidak keras dengan adiknya. Apalagi melihat ketakutan Arasyi membuat Chandra harus berbicara dengan putri sulungnya itu.
“Lea selesai, Lea ke kamar ! “ seru Azalea tak lupa dia mencucikan piring kotor bekas dirinya.
Azalea tiba di kamarnya, dia langsung menuju meja belajarnya. Disana setumpuk kertas yang harus dia selesaikan, apalagi Arka membawakannya setumpuk pekerjaan yang tak bisa dia kerjakan di kantor karena dia menyamar sebagai karyawan biasa di perusahaan daddynya.
“Sebanyak ini, dalam semalam ? Ya ampun ! “
Azalea memijat pelipisnya yang terasa pusing. Inilah yang membuatnya enggan menjadi CEO semuanya harus dia lakukan sendiri.
Satu jam kemudian, seorang anak laki-laki datang ke kamar Azalea tanpa mengetuk pintu.
“Kakak kelja ? “
Azalea menoleh, dia mendapati adiknya memeluk sebotol air menghampiri dirinya.
“Kenapa kamu belum tidur ? “ tanya Azalea sembari melihat jam di dinding yang menunjukan pukul setengah sembilan malam.
“Laci mau kaci ini ke kakak, “
“Tumben baik, ada maunya ya ? “ ujar Azalea yang tahu bahwa ada udang dibalik batu dengan kedatangan adiknya yang membawa sebotol air.
Mendengar ucapan kakaknya Arasyi langsung mendatarkan ekspresi wajahnya.
“Baik calah, nda baik calah. Eh, tapi Laci baik kok cama kakak. Kakak nya aja yang nyebelin. Malah-malahin, Laci telus”
Azalea tersenyum tipis, dia membuka laci belajarnya dan memberikan selembar uang berwarna merah kepada adiknya. Arasyi tentu saja senang bukan main, tidak sia-sia kebaikannya malam ini. Namun, saat mendengar kalimat terakhir kakaknya senyum Arasyi luntur seketika.
“Ini, buat jajan satu bulan ! “
“Catu bulan celatus libu ? Yang benel aja kakakkkkkkk !! “ rengek Arasyi kesal.
“Mau atau kakak ambil lagi ? “
“Mau lah, nda papa. Asal ada lembalna dalipada nda ada cama cekali “
“Sana, pergi tidur ! “
Arasyi mengangguk dan berlari keluar kamar Azalea. Melihat tingkah adiknya Azalea hanya menggelengkan kepalanya.
“Punya adik rata-rata mata duitan, “
“Kakkkkkkk jajan Vara mana ?? “
“Kannnnn mulai lagi, “ gerutu Azalea saat melihat adiknya Avara menyembulkan kepalanya di balik pintu.
*
*
*
*
Keesokan harinya seorang pria tampan, tiba di Kota J sementara asistennya sudah menunggu dirinya di arah kedatangan. Araska pria tampan itu memilih untuk berbaur dengan penumpang lainnya sehingga tak ada yang menyadari bahwa dirinya adalah CEO RA Group.
“Tuan, “
“Hm, langsung ke rumah mertuaku ! “
“Baik ! “
Mobil melaju meninggalkan parkiran bandara menuju rumah mertua Araska. Selama perjalanan tidak ada obrolan antara Araska dan asistennya. Sesekali Araska memeriksa ponselnya, dia menatap foto mendiang istrinya yang sudah berpulang empat tahun yang lalu.
Walaupun Araska tak memiliki rasa dengan mendiang istrinya namun dia tak akan melupakan bagaimana perjuangan mendiang istrinya melahirkan putra semata wayangnya.
Tak lama mereka tiba di sebuah rumah yang cukup mewah. Araska segera turun dari mobil, dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan putranya yang sudah sebulan lamanya tidak berjumpa.
Namun, saat Araska hendak masuk dia mendengar suara mertuanya yang tengah bertengkar.
“Bagaimana ini, Alaska dari kemarin belum juga kita temukan. Bagaimana jika Araska kembali menghubungi kita ? “ seru Papi Varen dengan suara cukup keras.
“Dan kamu Cessie ! Papi sudah bilang jaga Alaska dengan benar ! Jangan sampai—, “
“Jangan sampai apa ? “
Suara berat menggelegar mengejutkan keluarga kecil itu. Cessie dan kedua orang tuanya terkejut saat melihat Araska berdiri tak jauh dari mereka dengan tatapan mem4tikan membuat ketiganya ketakutan.
“Nak A–-ska, –”
“Katakan padaku, dimana putraku !! “ seru Araska tajam.
“Alas, Alas —”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!