"Balas dendan ini adalah jalan yang kupilih sendiri, … demi ayahku yang mati sia-sia, demi kelurgaku yang dibuat menderita. Keluarga Laurent ... yang hidup dalam kemewahan dan kesombongan, akan membayar harga untuk setiap air mata yang pernah ku jatuhkan. "
Amara menulis kalimat itu di halaman awal sebuah buku berbahaya berwarna monocrom, yang jika informasi di buku itu sempat bocor, maka tamatlah hidupnya. Karena semua rencana aksi balas dendamnya tertulis di dalamnya.
Sejak awal ia sudah bekerja keras menantikan saat ini tiba. Yaitu meyusup ke rumah keluarga Laurent, namun baru kali ini waktu berpihak pada Amara, saat keluarga itu membutuhkan seorang pengasuh bayi. Inilah kesempatannya untuk masuk dan menjalankan misi.
Sebelum menyusup, Amara sudah mempersiapkan dirinya dengan mempelajari beberapa hal, seperti mengambil kursus pengasuhan anak secara professional agar tidak dicurigai, juga mempelajari tata cara hidup kaum elit. Yang terpenting, Amara juga memperdalam keterampilan bermusik yang ia punya. Seperti bermain biola dan piano. Semua yang terkait dengan keluarga Laurent ia cermati dengan baik.
Karena semua rencana harus sempurna, kalau terjadi sedikit saja kesalahan, situasi bisa saja tak terduga dan berbalik, bahkan nyawa Amara bisa terancam. Nyonya Laurent, wanita tua berdarah dingin, penguasa tertinggi keluarga itu, dikenal tanpa ampun. Kepada yang mengusik hatinya, ia bisa melakukan apa saja termasuk kepada yang bekerja untuknya. Ia bisa menghilangkan hidup siapa saja yang mengganggunya tanpa mengotori tangannya. Apalagi kalau Amara sampai ketahuan dengan misi balas dendamnya tersebut.
Berdasarkan catatannya, Amara akan memulai aksinya dengan menghancurkan keluarga itu dari Dalam. Dengan berada di rumah tersebut, dia mendapatkan akses ke informasi pribadi dan dinamika keluarga, yang akan menjadi dasar untuk menghancurkan mereka.
Amara membuka kembali lembaran kedua buku catatan itu, yang berisi detail tentang pewaris keluarga Laurent.
TARGET 1:
Dante Laurent, 35 tahun.
Sifat: dingin, misterius, keras kepala, kejam, kaku.
Penampilan: kulit cerah, dengan sedikit bekas luka samar di punggung tangan kanan, mata coklat gelap, tinggi 185 cm.
Makanan: steak Wagyu Medium Rare, pasta Truffle, Tiramisu
Minum: espresso, kopi Hitam
Music: klasik, lagu, Canon in D
Kekasih: Mia Hart.
(Aku akan menghancurkanmu terlebih dulu, Tuan Kaya Raya!!!)
Lembar demi lembar, catatan itu penuh dengan kemarahan dan dendam, serta informasi rinci. Namun, di halman-halaman akhir tulisannya, Amara mulai berubah, tak lagi sekedar strategi dan rencana. Amara mencatat kebingungan perasaannya yang tak pernah ia antisipasi sebelumnya, terutama ketika ia melihat Dante Laurent lebih dalam, lebih dekat.
Lelaki yang seharusnya jadi musuh, akhirnya mengusik hatinya. Perasaan yang ia benci itu, tumbuh dengan subur memenuhi setiap sudut di hatinya yang gelap dan mulai mengacaukan segalanya, membuatnya kian sesak dan bertanya, apakah dendam ini sepadan dengan kehilangan yang akan ia rasakan jika hatinya jatuh pada pria yang seharusnya ia benci? Ia teringat kata-kata peringatan dari ibunya dulu:
"Saat kau balas dendam, kau tidak hanya menghancurkan hidup orang lain, tapi terlebih dahulu kau menghancurkan dirimu sendiri."
Amara menutup buku itu perlahan, ia menyadari bahwa pilihan hidupnya kini terombang-ambing di antara dua perasaan yang sama-sama kuat: dendam yang berakar dalam, dan cinta yang datang tanpa permisi. Inilah lembar demi lembar kehidupan seorang Amara sebagai babysitter yang menyamar, entah membuatnya pulang sebagai pemenang atau tenggelam oleh dirinya sendiri.
Yang jelas, semua berawal Ketika Amara memutuskan melangkah masuk ke dalam keluarga Laurent
Saat itu, ruangan besar dengan dinding kaca menjulang itu terasa hening, hanya terdengar suara detak jam yang bergema samar. Di sudut ruangan, Nyonya Laurent duduk dengan tenang namun penuh otoritas. Di sampingnya, Dante Laurent berdiri dengan tangan bersedekap, memperhatikan Amara dengan sorot mata yang tajam.
"Selamat sore, Nyonya Laurent. Saya Amara Daisy." Sapa Amara kepada tuan rumah dengan lancar.
Wajah gadis 33 tahun itu menunjukkan ketenangan yang tak tergoyahkan, namun sorot matanya dipenuhi tekad yang tersembunyi.
Nyonya Laurent memandangnya dengan tajam, matanya penuh evaluasi. Ia menatap Amara dari ujung kepala hingga kaki, seolah berusaha menilai setiap detail. Dante di sebelahnya mengangguk singkat, memberi isyarat agar Amara duduk.
"Kamu melamar posisi ini dengan pengalaman yang menarik, Nona Amara. Bisa jelaskan mengapa seorang penerjemah professional di Perusahaan besar tertarik menjadi pengasuh anak?"
Amara menarik napas dalam, senyumnya tetap terjaga sebelum ia menjawab, "Terkadang, jalan hdup membawa kita ke tempat yang tak terduga, dan pengalaman yang lebih segar, Nyonya Laurent. Saya senang bekerja dengan anak-anak, dan saya percaya, dalam situasi ini, saya bisa memberikan yang terbaik untuk cucu (cicit) Anda."
Amara menjawab dengan Bahasa inggris yang fasih menyeimbangkan Nyonya Laurent. Berhubung di rumah itu mereka menggunakan lebih banyak Bahasa asing dari pada Bahasa Indonesia. Amara juga menjelaskan pengalamannya mengasuh anak-anak dengan keahlian multibahasanya.
Penampilan gadis berkulit terang itu sederhana, namun ada sesuatu yang menarik dalam ketenangannya. Semenyata Nyonya Laurent menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.
Tak terduga, disela wawancara itu, di sebuah ruangan yang jauh di lantai atas, suara biola terdengar samar, barangkali suara dari gramofon yang sedang diputar. Suara mengingatkan Amara pada kenangan indah bersama almarhum ayahnya. Jari-jarinya hampir tak terasa bergerak, membayangkan sentuhan string biola di bawah jemarinya.
Dante memiringkan kepala sedikit, memperhatikan Amara dengan tatapan curiga. Lalu dengan nada datar, lelaki itu bertanya, "Jadi, apa yang membuatmu yakin bisa menangani anak kecil sebaik mengajar orang dewasa?" ucapnya tanpa menyebut nama lawan bicaranya.
Amara menatap Dante, sorot matanya tidak gentar. Dalam hatinya, dendam bergejolak, namun senyum manis tetap terjaga. Lalu dengan halus, ia menjawab, "Setiap anak memiliki potensi yang luar biasa, Tuan Dante. Terkadang, mereka hanya butuh seseorang yang bisa memahami dan mendukung mereka dengan tulus."
Dante masih menatapnya, seolah mencari sesuatu yang tak terlihat. Sementara itu, Nyonya Laurent Kembali, setelah menutup telepon. Ia menyandarkan punggungnya dan melipat tangan di dada.
"Kami sangat menghargai pengasuh yang loyal. Apakah Anda siap untuk menyesuaikan diri dengan aturan kami?" Ucap Nyonya Laurent sinis.
Amara mengangguk tanpa ragu dan menjawab, “Tentu saja, Nyonya Laurent. Saya akan menjaga dan mendidik cucu Anda dengan sepenuh hati."
“Kalau begitu, tunggu di sini!” Saat itu, Nyonya Laurent Kembali bangkit dan menuju ke sebuah ruangan. Dante masih memperhatikan Amara dengan tatapan penuh tanya. Lelaki itu mengamati Amara dengan saksama sebelum bertanya, "Apa sebenarnya alasanmu datang ke sini, Nona Amara?"
Amara tetap tenang, namun dengan nada mendalam, "Mungkin … mencari tujuan baru, Tuan Dante. Kadang, kita semua punya alasan yang tak perlu diungkapkan."
Dante tersenyum samar, namun tetap tidak melepaskan pandangannya dari Amara. Gadis itu merasakan bahwa Dante mungkin akan menjadi penghalang besar dalam rencananya, namun ia sudah mempersiapkan diri.
Saat Nyonya Laurent kembali dengan Nico, bocah dua setengah tahun dalam gendongannya, Amara menatap anak itu dengan lembut. Meskipun dadanya penuh sesak, namun ada kehangatan sesaat ketika ia melihat mata Nico yang ceria.
Nyonya Laurent dengan nada dingin menegaskan, "Nico adalah segalanya bagi keluarga ini. Ingat, kami butuh pengasuh yang bisa diandalkan, bukan hanya terampil."
Amara tersenyum, tapi hatinya kembali membara. Di dalam hati ia berkata, "Aku akan menjadi pahlawan di rumah ini, pahlawan yang akan mengakhiri bayang-bayang kekuasaan keluarga Laurent."
Hari itu, Amara diterima sebagai pengasuh di rumah keluarga Laurent. Namun saat Nyonya Laurent menyelamai Amara atas diterimanya ia sebagai pengasuh, suara musik dengan dentingan melodi lembut yang tadinya berputar dari lantai atas tiba-tiba terhenti dan berganti dengan suara jeritan melengking yang memecah udara, disusul oleh suara kaca pecah yang menggema.
Amara terkejut bukan kepalang dan berbisik dalam diamnya, "Apa yang terjadi?"
bersambung...
Setelah beberapa hari tinggal di rumah keluarga Laurent, Amara mulai mengenal lebih dalam siapa saja penghuni rumah tersebut dan bagaimana kebiasaan mereka. Setiap pagi, dia memulai rutinitas dengan merawat Nico, bayi lelaki yang menjadi pusat perhatian keluarga itu, terutama bagi Dante, keponakan sang tuan besar. Dengan penuh perhatian, Amara memastikan Nico dalam keadaan nyaman, dari cara menyuapi hingga menenangkan bayi itu saat menangis, dan perhatian ini membuat Dante mulai memperhatikannya.
Saat Amara merawat Nico, Dante sering berdiri di kejauhan, memperhatikannya dalam diam. Meski terlihat dingin, Dante kadang mengamati bagaimana Nico tampak sangat tenang dalam dekapan Amara. Ketulusan dan kehangatan Amara dalam merawat Nico memberikan kesan yang tak biasa bagi Dante, membuatnya sedikit ragu apakah ada hal tersembunyi di balik senyum tenang pengasuh baru ini. Namun, sebagai seseorang yang selalu waspada, Dante tak bisa sepenuhnya menyingkirkan kecurigaannya terhadap Amara.
Di sisi lain, di sela rutinitasnya merawat Nico, Amara sering meluangkan waktu untuk mengamati seluruh isi rumah. Suatu malam, setelah memastikan Nico tertidur, Amara memutuskan untuk menjelajahi sayap kanan rumah, sebuah area yang jarang dilewati penghuni lain. Dia ingin mencari petunjuk apa pun yang bisa membawanya lebih dekat pada bukti tentang bisnis keluarga Laurent yang telah menghancurkan keluarganya.
Ketika memasuki salah satu ruang penyimpanan, Amara menyalakan lampu kecil di ponselnya dan mulai memeriksa beberapa lemari tua yang penuh dengan dokumen. Di sinilah dia berharap akan menemukan informasi penting terkait perusahaan keluarga Laurent. Jari-jarinya dengan hati-hati membolak-balikkan tumpukan dokumen, matanya berusaha menyimak setiap judul map dan nama file yang mungkin terkait dengan kerugian yang diderita keluarganya.
Namun, di saat itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Amara segera mematikan lampu ponselnya dan menahan napas, berharap sosok di luar tidak mendengar suara apa pun dari dalam. Tetapi suara langkah kaki itu semakin mendekat, hingga berhenti tepat di depan pintu.
Perlahan, pintu terbuka sedikit, dan cahaya dari lorong luar masuk, memperlihatkan sosok Dante yang berdiri di ambang pintu, wajahnya terlihat tajam dan penuh selidik.
Dante: "Siapa di sana? Apa yang kau lakukan di ruangan ini?"
Jantung Amara berdebar kencang. Dia menyadari situasinya tak bisa dibiarkan seperti ini. Menyusun ekspresi yang tenang, dia memutuskan untuk menghadapi Dante.
Dengan suara rendah, Amara berusaha terdengar tenang, "Oh, Tuan Dante. Saya hanya mencari lampu kecil untuk kamar Nico. Malam ini terasa agak gelap, dan saya ingin memastikan dia tidak merasa takut."
Dante mendekat dengan tatapan curiga. Walaupun Amara berhasil menenangkan dirinya, Dante tampak tak sepenuhnya percaya begitu saja.
"Mencari lampu? Di sini?" Dante melihat sekeliling dengan tatapan tajam. "Ruangan ini bukan tempat untuk mencari peralatan bayi, Amara."
Sejenak, mereka saling beradu pandang. Amara tahu bahwa ia harus segera mengalihkan perhatian Dante sebelum situasinya memburuk.
Amara tersenyum tipis, "Maafkan saya, mungkin saya sedikit bingung dengan luasnya rumah ini. Saya masih belum terbiasa dengan tata letaknya, Tuan Dante."
Dante masih diam, namun akhirnya dia mengangguk kecil. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia mengambil lampu kecil dari salah satu rak dan menyerahkannya pada Amara.
"Lain kali, tanyakan pada asisten rumah tangga jika butuh sesuatu. Jangan masuk ke tempat yang tak diperlukan." tegas Dante.
"Terima kasih, Tuan. Saya akan mengingatnya," jawab Amara
Saat Amara berbalik dan hendak pergi, dia merasakan pandangan tajam Dante masih mengikutinya. Malam itu, Amara menyadari bahwa Dante bukan hanya sekadar pewaris yang cuek, dia ternyata jauh lebih sulit ditebak. Dia menyadari bahwa untuk melancarkan rencananya, dia harus lebih berhati-hati lagi.
Kembali ke kamarnya, Amara duduk di tepi ranjang, menatap ke arah kamar Nico yang tertutup. Pikirannya penuh dengan langkah-langkah berikutnya yang harus ia ambil. Namun, satu hal yang tak ia duga adalah bahwa Nico, bayi tak berdosa yang menjadi pusat keluarga ini, mulai menyentuh sisi lembut dalam dirinya. Nico yang sudah mengucapkan beberapa kosa kataitu, hari ini memanggilnya, "Ibu".
Dalam kegelapan, Amara meggotong Nico ke kamarnya dan membisikkan tekad pada dirinya sendiri, " Halo anak baik, aku akan menyelesaikan ini, bagaimanapun caranya. Demi ayahku." Bisiknya lalu mengecup kening bocah itu dengan lembut.
Amara bangkit Kembali dan mendekati meja rias, lalu Kembali membuka buku rahasianya. Ia menulis beberapa tambahan dan bagian penting yang ia temukan selama beberapa hari ini seperti bagaimana kesannya terhadap semua anggota rumah. Yang pertama tentu saja Dante.
Kesan pertama Dante di mata Amara adalah sosok yang dingin dan penuh kontrol. Namun, semakin Amara mengamati dari dekat, semakin terlihat sisi lain dari Dante. Ia sering menghabiskan malam larut bekerja di ruang pribadinya, tetapi tidak pernah lupa untuk menengok kakaknya yang depresi, Alessia Laurent, Ibu dari Nico yang disaat terburuknya, seperti di hari pertama Amara datang, ia tiba-tiba menjerit dan menangis, mejatuhkan gramofon yang sedang ia putar dan melemparkan barang dan semua yang ada di dekatnya bahkan sampai melukai dirinya sendiri.
Meskipun Dante punya perawat pribadi untuk Alessia, dia selalu menyempatkan diri menyuapi makan, menyelimuti kakaknya itu di malam hari, dan mengecek kondisinya sebelum pergi bekerja. Ada kelembutan dalam dirinya yang tak pernah Amara duga. Amara mulai merasakan kebingungan. Karena pria ini tak sepenuhnya seperti yang ia bayangkan. Terlepas dari permusuhan antar keluarga, Dante merawat kakaknya dengan penuh perhatian. Terlepas dari itu, Amara berjanji tidak akan terpengaruh oleh apapun juga.
Yang kedua adalalah, Nyonya Laurent. Setiap gerakan dan perkataannya penuh perhitungan, wanita ini rupanya memang sangat tajam dalam membaca orang. Contohnya saja hari ini saat Amara sedikit terlambat membawa Nico ke ruang makan untuk makan siang. Nyonya Laurent dengan wajahnya yang dingin menegur, “Ketepatan waktu adalah tanda kedisiplinan, Amara. Jika kau tak bisa mengatur waktumu, bagaimana kau bisa menjaga cucuku dengan baik?”.
Komentar itu Nampak sederhana, tapi bagi Amara, jelas bahwa Nyonya Laurent tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun. Amara harus lebih teliti dalam segala hal, dari cara membawa Nico hingga Menyusun alasan saat keluar dari jadwal rumah. Dia akan selalu berada di bawah pengawasan tak terlihat.
Yang berikutnya adalah, Alessia, kakak Dante. Alessia adalah sosok yang penuh luka. Setelah kematian tragis suaminya, ia jatuh dalam depresi yang mendalam. Amara sering melihat Alessia duduk termenung di tepi jendela kamarnya, menatap kosong ke luar, seolah mencari sesuatu yang tak bisa lagi ia raih. Dante selalu mengunjunginya sebelum pergi ke kantor, meski ada perawat pribadi yang mengurus Alessia sepanjang hari. Hubungan mereka sangat kuat, dan meski Alessia jarang berbicara, Dante selalu hadir untuknya.
Melihat ini, Amara merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam pada hubungan Dante dan Alessia. Di balik kesuksesan dan kekuasaan yang Dante miliki, dia memikul beban emosional yang tak ringan. Ini membuat Amara semakin sulit untuk memandang Dante hanya sebagai musuh. Ia melihat kasih sayang yang tulus dari Dante kepada kakaknya, sesuatu yang mengingatkan Amara pada hubungannya sendiri dengan ayahnya dulu.
Yang terakhir adalah ruang pribadi dan ruang kerja Dante. Amara sering melewati ruang kerja Dante, tempat di mana ia menghabiskan sebagian besar waktunya saat tidak di kantor. Ruang itu penuh dengan berkas-berkas penting, cetak biru bisnis, dan buku-buku tebal. Setiap kali dia mendekati pintu, rasa ingin tahunya semakin besar. Tapi dia tahu, tempat ini bukan hanya pusat dari operasi bisnis Dante, melainkan juga tempat ia menyimpan rahasia. Suatu hari, Amara berencana untuk masuk ke ruangan itu, mencari tahu lebih banyak tentang langkah-langkah strategis Dante yang bisa digunakan untuk menghancurkannya.
Namun, setiap kali dia mencoba mendekat ke ruangan itu, bayangan akan kasih sayang Dante pada Alessia membuatnya bimbang. Di satu sisi, ini adalah rencana balas dendamnya. Tapi di sisi lain, dia mulai merasa segalanya tidak sesederhana itu.
Di tahap ini, Amara mulai memahami lebih dalam tentang dinamika keluarga Laurent. Meski awalnya datang dengan rencana balas dendam yang matang, ia mulai melihat sisi manusiawi dalam diri Dante dan anggota keluarganya selain neneknya tentu saja.
Kebingungan tahap awal mulai merasuki pikirannya. lalu kebingan-kebingungan lainnya, silih berganti, hingga waktu membawnya terus terpuruk dengan pikiran dan perasaannya sendiri. Apakah ia benar-benar bisa menghancurkan keluarga ini setelah melihat bagaimana mereka juga terluka oleh masa lalu mereka sendiri?
bersambung...
Di ruang keluarga yang hangat, Amara sedang duduk di sofa dengan Nico di sampingnya. Setahun telah berlalu sejak pertama kali ia mulai bekerja di keluarga Laurent, dan ikatan antara dirinya dan Nico tumbuh semakin erat setiap harinya. Nico yang dulu pendiam dan sering merasa kehilangan, kini tumbuh menjadi anak yang ceria, selalu tersenyum setiap kali berada di sisi Amara. Ia memanggil Amara dengan sebutan yang begitu istimewa, "Ibu Mara," sebuah panggilan yang menggetarkan hati Amara sekaligus menimbulkan perasaan hangat di hati Alessia, ibu Nico.
Alessia, yang dulu tenggelam dalam kesedihan dan depresi akibat kematian suaminya, kini perlahan bangkit. Kehadiran Amara memberikan warna baru dalam hidupnya, menghadirkan harapan yang sudah lama hilang. Wanita itu mulai membuka hatinya, dan lebih sering tersenyum saat melihat Nico tertawa lepas bersama Amara.
Di sudut ruangan, Dante mengamati interaksi mereka dengan perasaan yang campur aduk. Ia melihat bagaimana Nico semakin sayang kepada Amara dan bagaimana Alessia tampak lebih hidup daripada sebelumnya. Dante, yang biasanya terlihat tegas dan terkadang cenderung dingin, tak bisa menutupi perasaan hangat yang muncul setiap kali melihat kebahagiaan di mata kakak dan keponakannya.
...
Di suatu pagi yang cerah, Nico berlari-lari kecil ke dapur, mencari-cari Amara yang sedang menyiapkan sarapan. Begitu melihat Amara, wajahnya langsung bersinar penuh keceriaan.
"Ibu Mara!" panggilnya dengan suara manja. "Kau tahu, hari ini aku mau ikut ke taman lagi!"
Amara tersenyum hangat dan menunduk, mengusap lembut rambut Nico. "Tentu, sayang. Tapi kau harus habiskan sarapanmu dulu, ya."
Nico mengangguk cepat, lalu duduk dengan patuh di meja makan, menunggu dengan antusias sambil memandang Amara dengan penuh kekaguman. Alessia, yang juga ada di dapur, menatap mereka dengan tatapan lembut. Kehadiran Amara benar-benar mengubah suasana di rumah ini, dan Alessia merasa sangat bersyukur.
“Amara,” kata Alessia dengan suara lembut, “Aku tidak tahu bagaimana hidup kami tanpa kehadiranmu. Terima kasih sudah ada di sini, untuk Nico, dan juga untukku.”
Amara hanya tersenyum dan mengangguk, merasa tersentuh dengan kata-kata Alessia. Ia tahu betapa rapuhnya wanita itu sebelumnya, dan tanpa sadar, ia bangga bisa membantu memperbaiki hati yang hancur akibat kehilangan itu.
---
Waktu berlalu, dan hubungan antara Nico, Amara, serta Alessia semakin erat. Setiap hari terasa seperti anugerah, dengan tawa dan keceriaan yang mengisi rumah keluarga Laurent. Alessia, yang sebelumnya begitu tertutup dan terisolasi, mulai lebih terbuka dan bahkan sering berbagi cerita dengan Amara. Mereka akan duduk bersama di sore hari, berbicara tentang masa kecil Nico, atau hanya sekadar mengenang momen-momen manis yang pernah dialami Alessia bersama almarhum suaminya.
Di sisi lain, Dante semakin terkesan dengan perubahan positif yang terjadi di keluarganya. Ia sering melihat Alessia tersenyum, sesuatu yang langka selama bertahun-tahun. Ia melihat Nico tumbuh dengan penuh kasih sayang, dan ia tahu bahwa semua ini berkat kehadiran Amara. Meski di dalam hati ia masih merasa ragu, namun Dante tidak bisa menutupi perasaan syukurnya.
Pada suatu malam, saat Amara tengah menidurkan Nico di kamarnya, Dante berdiri di ambang pintu, menyaksikan pemandangan tersebut dengan perasaan haru. Amara duduk di tepi tempat tidur, menyanyikan lagu nina bobo lembut yang menenangkan Nico. Anak itu menatapnya dengan mata penuh kasih sayang, seolah Amara adalah seluruh dunianya.
"Ibu Mara, jangan pernah pergi, ya," bisik Nico dengan suara mengantuk.
Amara tersenyum, menahan perasaan haru yang mulai memenuhi hatinya. "Aku akan selalu ada untukmu, sayang. Tidurlah dengan tenang."
Dante merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan di dadanya saat melihat kehangatan itu. Ia tahu bahwa Amara memiliki tempat khusus di hati Nico, dan itu membuatnya merasa lega sekaligus terharu. Namun, perasaan itu bercampur dengan ketakutan, bagaimana jika suatu hari Amara pergi meninggalkan mereka? Bagaimana jika Nico harus merasakan kehilangan lagi?
Ketika Amara keluar dari kamar Nico, ia mendapati Dante berdiri di luar. Mereka saling bertatapan sejenak, sebelum Dante akhirnya berbicara.
"Terima kasih," ucapnya pelan namun penuh makna. Amara hanya mengangguk dengan senyuman lembut. "Nico adalah anak yang luar biasa. Dia pantas mendapatkan kebahagiaan."
lagi-lagi, Dante merasakan getaran aneh dalam hatinya. Ia ingin mengucapkan lebih banyak kata, tetapi ia masih menahan diri. Mereka berdua saling memahami tanpa perlu banyak bicara, dan dalam diam, keduanya menyadari bahwa ada ikatan yang tumbuh di antara mereka.
---
Hari-hari berikutnya, hubungan Amara dan Nico semakin erat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di taman, bermain, atau hanya berjalan-jalan di sekitar rumah. Nico sering kali tertawa lepas di samping Amara, memegang tangan wanita itu dengan erat seolah tidak ingin kehilangannya.
begitulah hari-hari terlewatkan, dan tempat bermain favorite Nico, selalu taman, karena di sana ia merasa bebas.
pernah di suatu kesempatan, Amara sedang bermain kejar-kejaran dengan Nico, Dante menghampiri mereka. Lelaki itu berdiri sambil menatap pemandangan tersebut dengan senyum tipis. Amara menyadari kehadirannya dan menghentikan langkahnya, sementara Nico terlebih dahulu berlari kecil menghampiri Dante.
“Papa! Papa Uncle!" serunya riang. “Ibu Mara bilang kita bisa main bersama hari ini.”
Dante tertegun sejenak mendengar panggilan itu. "Ibu Mara? dan Papa Uncle?" Ujarnya pada Nico sambil memiringkan sedikit kepalanya tanda minta penjelas dari bocah tersebut.
"Iya, Uncle kan laki-laki yang sudah tinggi, kakinya panjang, trus bisa menggendong aku seperti seorang papa, yang ada di TV" jawab Nico menjelaskan alasannya.
"Trus, Aunty Mara, seperti ibunya burung, yang selalu memberi makan anak burung, mengajaknya terbang di taman dan bermain jungkat-jungkit bersama. Aku mau seperti anak burung juga" sambung Nico menjelaskan dengan begitu polos.Amara dari tempatnya berdiri hanya tertawa kecil mendengar keterangan bocah tersebut. Sementara Dante, di dalam hati merasa lega dan bahagia, meski sedikit cemburu karena Nico lebih sering menghabiskan waktu dengan Amara.
Dante berjongkok di depan Nico, menatap mata ceria bocah itu dengan lembut. “Kau senang bersama Ibu Mara, ya?”
Nico mengangguk dengan semangat, lalu berlari kembali ke arah Amara. Amara tersenyum melihatnya, dan dalam diam, ia kembali merasakan perasaan yang sulit dijelaskan.
Malam itu, Amara kembali menemani Nico hingga anak itu tertidur lelap. Alessia yang kebetulan lewat melihat Amara keluar dari kamar Nico dengan senyuman tenang.
Wanita itu menghampiri Amara, lalu menatapnya dengan penuh kasih sayang, “Amara,” kata Alessia lembut, “Kau benar-benar anugerah bagi keluarga kami.” Amara hanya bisa tersenyum, menahan rasa haru yang menyelimuti hatinya.
Dante, yang selalu mengamati dan mengawasi Amara, diam-diam berada di ruangan sebelah mereka. ia mendengar percakapan itu, dan merasa setuju dengan ucapan kakaknya tersebut. Ia pun mulai percaya seutuhnya, bahwa Amara bukan hanya pengasuh bagi Nico, tetapi sosok yang penting bagi Alessia, dan Amara benar-benar tulus. ~~~~
Namun apakah Amara akan selalu berhasil memperagakan ketulusannya?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!