NovelToon NovelToon

Tuhan, Ku Inginkan Dia

Bab 01

Tuk...tuk...tuk...

Suara langkah kaki bersepatu menuruni tangga. Sosok gadis cantik berperawakan mungil menghampiri anggota keluarganya yang sedang sarapan.

"Pagi...Abi, umi...adikku Rista de Tata....!"

Gadis itu mencubit pipi Rista dengan gemas.

"Kakak ih....sakit!", pekik gadis berseragam abu-abu putih tersebut.

"Ica....?!", tegur sang umi. Yang di tegur hanya cekikikan.

"Sarapan dulu Ca, jangan ganggu adik mu terus!", pinta abinya. Ica mengangguk pelan dan menuruti perintah abinya. Gadis itu menarik sebuah kursi di samping abinya.

"Masih ada acara di kampus, jam segini udah rapi?", tanya abinya.

"Udah beres sih, Bi. Cuma mau kumpul aja sama temen-temen."

Setelah itu, suasana pun hening.

"Kenapa tuh muka di tekuk kak? Mau minta duit?", ledek Tata.

Ica mendelik tajam pada sang adik yang sekarang meledeknya.

"Udah-udah Ta. Ujung-ujungnya beranteman lagi lho!", lerai uminya.

"Tahu tuh bocil?!", sahut Ica.

Abinya tersenyum lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menekan salah satu aplikasi di ponselnya.

Tak berapa lama, ponsel Ica yang ada di atas meja pun berdenting. Gadis itu pun langsung meraihnya. Spontan, ia pun berteriak kegirangan.

"Ah...Abi...makasihh...Abi emang paling pengertian! Tahu aja kalo anak kesayangan Abi nih, butuh belanja-belanja buat wisuda besok! Uuummm....sayang Abi!", Ica memeluk abinya dengan begitu erat.

Tata yang melihat kakaknya seperti itu hanya memutar bola matanya dengan malas.

"Padahal udah di transferin sama Aa Ganesh, Om Galih dan Eyang Kakung. Masih aja kurang! Ngga ada bersyukurnya emang nih anak!", sindir sang adik.

Abi dan umi hanya menggeleng pelan karena hal seperti itu sudah sering terjadi. Tapi...ya...sebagai orang tua, mereka tahu kalau kedua putrinya saling menyayangi.

"Ngiri bilang bos....?!", sahut Ica.

"Ih...sorry ye...! Maap-maap kate, Tata mah biasa dapat hadiah karena memang banyak prestasinya. Emang kakak, malak mulu kerjaannya?!"

"Eh...nglunjak lama-lama nih bocah ya!", Ica bangkit dari bangkunya dan menghampiri Tata.

Tata sudah siap berlari tapi karena badannya yang sedikit gendut, ia tak segesit Ica.

Ica langsung menangkapnya dan menggelitiki adiknya tersebut sampai tertawa terpingkal-pingkal.

"Udah Ica....Tata....!", abinya mau tak mau turun tangan melerai mereka berdua.

"Tata nih...Bi!", adu Ica. Tata hanya mencebikkan bibirnya.

"Ayo Tata, berangkat sama Abi sana!", pinta uminya.

"Iya umi...!", jawab gadis yang badannya cukup berisi. Tidak gendut banget tapi juga tidak terlalu kurus. Cuma memang tak seideal Risya.

Tata dan abinya pun berpamitan pada umi juga Ica. Tinggallah Umi dan Ica di ruangan itu.

"Lagi nunggu jemputan Gendhis?", tanya umi. Ica mengangguk pelan. Jarinya terlampir memainkan ponselnya.

"Yah...mobilnya Gendhis mogok Mi!", kata Ica manyun.

"Ya udah, tinggal bawa mobil sendiri kenapa? Mau umi anterin?"

Risya menggeleng.

"Ngga usah, Mi. Naik ojol aja."

Gadis itu membenarkan hijabnya sebelum benar-benar beranjak dari sana.

"Kamu tuh Ca...Ca...! Udah umi beliin gamis yang nyaman, malah masih suka pakai celana jeans sama kemeja flanel begini!", ujar Umi.

"Umi ku yang cantik manjalita riang gembira di mana-mana! Nanti ada saatnya Ica pake gamis kaya umi! Tapi ngga sekarang-sekarang heheheh!"

Ica meraih punggung tangan uminya untuk di kecup.

"Dasar! Ya udah, hati-hati!", pinta umi.

"Siap Mi, assalamualaikum !", pamit Ica.

"Walaikumsalam;", jawab Uminya.

Sepeninggal suami dan anak-anaknya beraktfitas di luar, umi pun melanjutkan pekerjaannya di rumah yang sudah ia tinggali selama bertahun-tahun dengan suami dan anak-anaknya.

Di sisi lain, Ica yang sedang memesan ojol pun di buat celingukan. Masalahnya, tak ada satupun ojol yang nyangkut di aplikasinya.

"Tuh abang-abang pada kemana sih? Pada ngga mau duit kali ya??", monolog Ica. Ia melihat jam di ponselnya.

"Hah! Tahu gini tadi nebeng Abi. Mau balik ngambil mobil, kok males banget!",Ica kembali ngoceh sendiri.

Ia memilih berjalan keluar pintu gerbang perumahan tempat tinggalnya. Mungkin ia akan naik taksi konvensional karena tak ada Ojol yang nyangkut di hp nya.

"Pagi...neng Ica!", sapa pak sekuriti di pos.

"Pagi pak Monopoli?!", balas Ica.

"Mono aja neng, ngga pake Poli!", protesnya.

Risya tertawa lepas mendengar protesan pak sekuriti yang selalu seperti itu.

"Nunggu taksi ya neng?", tanya Pak Mono. Ica mengangguk.

''Iya, pak!", sahutnya.

"Neng Ica mah aneh. Mobil ge punya, malah milih naik ojol, naik taksi! Aneh si neng mah!"

"Ishhh...pak Mono. Pakai kendaraan umum itu salah satu cara kita untuk mengupayakan alias mencegah kemacetan. Ngerti ngga??", tanya Ica.

Sekuriti itu hanya menganggukkan kepalanya.

"Tapi ya pak, kalo yang ngga pake kendaraan pribadi cuma Ica, yang lain pake mah...sama aja ya hehehehe??!"

"Neng Ica...neng Ica...!", sekuriti itu hanya menggeleng pelan karena kerandoman gadis yang ceria ini.

Selang beberapa detik kemudian, sebuah kendaraan roda dua berhenti tepat di hadapan Ica.

Ica saja sampai memundurkan badannya takut kakinya tergilas roda depan motor itu. Sosok itu membuka sedikit kaca helm full facenya.

"Yuk?!", ajaknya pada Ica sambil menyerahkan helm.

Ica memundurkan badannya lagi. Karena reaksi Ica seperti itu, terpaksa pengendara roda dua itu melepaskan helm nya.

Setelah helm tersebut terbuka sempurna, mata Ica melebar dan spontan menghambur memeluk sosok itu.

"Kenapa ngga bilang udah sampai sini??!", tanya Ica sambil memukul-mukul lengan sosok itu.

Bukannya menjawab, pemuda itu terkekeh dan membiarkan Ica memukulinya. Pak Mono hanya menonton adegan itu sekilas. Di pikirnya, Ica tidak dalam bahaya lelaki itu pun kembali masuk ke dalam pos.

Ica menangis tersedu-sedu hingga terpaksa pengendara motor itu pun turun.

Setelah benar-benar berdiri tegap, sosok itu kini memeluk Ica dengan begitu erat.

"Aku kan mau kasih kejutan buat kamu. Besok wisuda kan?", tanyanya.

Ica memberengut!

"Jahat!", Ica kembali memukul lengan pemuda itu.

"Iya...iya...jahat! Tapi gini-gini juga om kamu lho?!"

Risya tersenyum dan kembali memeluk pemuda itu yang tak lain Rishaka, adik dari uminya Ica.

Pemuda itu memang melanjutkan pendidikannya tingkat SMA di Jerman bersama kakak lelakinya, Shakiel yang memang tinggal di sana.

Begitu juga kedua orang tua Shaka yang juga eyangnya Ica, mereka memutuskan untuk tinggal di negara itu.

Sejak pindah ke sana, mereka memang tak pernah pulang. Bukan karena tak ada uang, tapi mereka sibuk dengan berbagai urusan di sana.

Jadi, selama ini mereka hanya berkomunikasi lewat dunia maya.

"Ayo, om antar ke kampus!", kata Shaka. Ica tertawa pelan. Shaka menghapus air mata di pipi gadis yang seumuran dengannya tersebut.

"Traktir es krim!", pinta Ica.

"Heum!", gumam Shaka sambil memasangkan helm di kepala Ica. Setelah itu, keduanya pun menaiki kendaraan roda dua itu dan melesat membelah jalanan ibu kota.

Pak Mono memandangi dua pemuda pemudi itu yang menjauh.

Padahal mereka cocok, sayang sekali ya hubungan mereka om dan keponakan!?! Batin pak Mono.

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Hai....ketemu lagi sama Mak othor. Baru tiga hari mo hibernasi ,kagak bisa ternyata 😂. Noveltoon sudah terlalu melekat dalam keseharian ku 🤣🤣🤣

Btw...ini kisahnya...siapa ya??? Ngga tahu lah nanti pemeran utamanya siapa 🤭

Pokoknya pantengin wae nyak 🤭

Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏

Bab 02

Ralat ya Arshaka bukan Rishaka. Kalo Rishaka gabungan Risya & Shaka 🙏🙏🙏🙏

******************************************

Ica dan Shaka terus mengobrol sepanjang perjalanan menuju ke gedung kampus. Sudah tujuh tahun pemuda itu tak menapaki jalanan ibu kota. Tapi kalau tempat tinggal Ica, tentu saja ia tak lupa.

Mengikuti petunjuk Ica, pemuda itu pun akhirnya menemukan dimana kampus Ica berada.

Ica menuruni kendaraan roda dua Shaka lalu melepaskan helm tersebut dan di berikan pada om nya tersebut.

"Makasih om ku yang ganteng...!"

"Geli gue di panggil om, Ca!", protesnya.

"Hahahah terima kenyataan. Tadi juga ngaku kan, kalo situ om gue!", kata Ica.

"Kedengeran Abi bisa ngomel nih pake bahasa Lo gue!"

Risya mengedikkan bahunya.

"Enak banget ya, baru umur segini udah lulus S2 aja. Gue baru mau lulus S1?!"

"Emang umumnya segitu Ca. Kalau gue emang di sana agak beda aja!"

"Huum! Tahu nih, anak-anaknya Eyang kenapa otaknya pada encer. Tata juga, kayaknya yang otaknya limit gue doang!", celetuk Risya.

Shaka terkekeh mendengar celoteh gadis itu.

"Udah sana masuk?!", pinta Shaka.

"Mau ikut masuk?"

"Ngigo! Gak! Gue mau ketemu Miba!", jawabnya.

"Uum...ya udah sono!", usir Ica.

"Iya...iya...makasih ya Ica udah di anterin om!", sindir Shaka pada keponakannya itu. Merasa tersindir, gadis itu pun mengucapkan perkataan yang serupa.

"Makasih ya bang ojek ganteng! Nanti kalo mau minta bayaran, minta aja sama umi ku. Oke...?? See you! Assalamualaikum!", kata Risya sedikit berlari menjauh dari Shaka.

"Walaikumsalam. Dasar!", Shaka menggeleng pelan.

Ia pun kembali memasang helmnya dan meletakkan helm yang Ica kenakan tadi di atas tangki motornya.

Tujuannya saat ini adalah kediaman kakaknya. Shaka sangat merindukan umi dari Risya tersebut.

Meski sering video call, tentu belum puas jika belum bertemu secara langsung.

💜💜💜💜💜💜💜

Risya bergabung dengan Gendhis yang sudah menunggunya di salah satu bangku kafetaria.

"Lama banget sih?"

"Gimana gak lama. Kan Lo yang mendadak bilang mobil Lo mogok. Padahal bapak Lo kan punya bengkel gede bagus pula! Masa iya mobilnya sendiri di biarin mogok! Araneh maneh mah?!"

"Dih....ngomong opo??", balas Gendhis ketus.

Seorang pemuda bergabung dengan dua gadis cantik itu.

"Eh...mas Gil?", sapa Ica.

"Gal-Gil! Susah banget ya manggil gue Gilang!", protes pemuda itu.

"Tahu nih bocah!", kata Gendhis.

"Hehehe sori deh calon profesor Gilang!", kata Risya menepuk bahu pemuda itu.

"Gue liat, Lo turun dari motor. Tapi kayaknya bukan ojol deh!", kata Gilang yang sudah mencomot makanan sang kembaran, Gendhis.

"Huum! Om gue!", kata Risya yang turut mengambil makanan Gendhis.

Plukkk!

Gendhis menampik tangan Ica dan Gilang yang bebas mencomot makanannya.

"Punya gue itu...!", Gendhis meraih bungkusan makanannya dan menyimpannya. Risya dan Gilang saling melempar pandangan, lalu keduanya sama-sama cengengesan.

"Kebiasaan!", Gendhis menggerutu.

"Ntar gue traktir deh! Baru dapat transferan dari Abi hehehe!"

Gendhis melebarkan senyumannya.

"Beneran ya! Awas lho?!", ancam Gendhis.

"Ish...ngga percaya banget deh!", celetuk Risya.

"Belum di jawab pertanyaan gue Ica!", protes Gilang.

"Dih, tadi gue udah jawab. Yang anterin tuh om gue. Om Shaka yang seumuran sama gue, dia baru balik dari Jerman."

Gendhis tertarik mendengar nama sosok yang di sebut tersebut.

"Om Lo yang adiknya umi itu? Serius?", tanya Gendhis antusias.

"Adiknya umi kan cowok semua. Yang tadi anterin gue, adik bungsunya umi. Kalo om Shakiel mah dokter di Jerman!", sahut Risya.

Gilang menoyor kepala kembarannya tersebut.

"Ngga usah ngehalu deh!", sindir Gilang.

"Dih...apaan...??", balas Gendhis.

Usai obrolan ngalor ngidul itu, ketiganya memutuskan untuk pergi berbelanja. Seperti biasa, Gilang jadi bodyguard dua gadis itu.

Karena tadi kendaraan si kembar mogok, akhirnya mereka bertiga naik taksi online menuju ke mall terdekat.

💜💜💜💜💜💜💜

Shaka menyapa pak Mono yang ada di pos. Berhubung tahu jika Shaka kerabat Ica, ia pun mempersilahkan Shaka masuk ke blok perumahan tersebut.

Dengan penuh percaya diri Shaka pun menghampiri satpam yang berjaga di sana. Karena satpam tersebut belum mengenal Shaka, jadi mau tak mau ia meminta ijin lebih dulu pada majikannya.

Riang pun keluar membukakan pintu ruang tamu karena satpamnya mengatakan ada tamu yang katanya sangat penting dan ingin bertemu dengannya.

Riang terkejut bukan main, adik bungsunya kini sudah berdiri di hadapannya.

Keduanya saling berpelukan melepaskan rindu karena bertahun-tahun tidak bertemu.

"Kangen Mba....!", rengek Shaka. Riang masih terus memeluk pemuda itu.

"Miba juga kangen! Kamu keterlaluan banget Ka, pulang ngga bilang-bilang heum...! Mendarat di mana kamu? Kenapa ngga langsung ke sini?", Riang menjewer telinga adik bungsunya.

"Heheh di rumah papa lah. Tuh ...buktinya!Aku bawa motor yang ada di sana!", kata Shaka menunjuk motornya dengan dagu.

"Kenapa ngga langsung ke sini aja sih? Ica pasti seneng banget kamu pulang!", kata Riang menggandeng Shaka ke dalam rumah.

"Seneng lah Miba, udah Shaka anterin ke kampus malahan! Tadinya mau ke sini dulu, tapi liat Ica di depan ngga dapet taksi ya udah Shaka anterin aja!", kata pemuda itu.

Mereka pun kembali mengobrol banyak hal. Tujuh tahun adalah waktu yang sangat lama bagi keduanya berpisah. Bagaimana tidak? Sejak bayi, Riang lah yang merawat Shaka. Dan setelah pemuda itu tumbuh remaja, justru adik bungsunya itu malah mengejar pendidikan di luar negeri.

Di tengah obrolan kedua orang itu, sebuah panggilan di ponsel Shaka hingga membuat obrolan itu terjeda.

Shaka tersenyum membaca chat yang ada di ponselnya.

"Siapa? Mukanya girang banget?!", ledek Riang.

"Seseorang lah Miba...!", jawab Shaka tersenyum.

"Pacar?", tanya Riang. Shaka tak menjawabnya tapi dari senyumannya sih ...sepertinya iya!

"Kenal di Jerman juga? Bule dong?", tanya Riang.

"Dih...Miba kepo! Udah ah ...aku mau makan masakan Miba."

Riang pun membiarkan adiknya menikmati makanan yang ia masak. Untung masih ada tadi sisa sarapan. Kasian banget anak orang di kasih makanan sisa 🤭.

"Nanti tidur di sini aja!", pinta Riang.

"Emang ada kamar?", tanya Shaka.

"Ica biar sama Tata aja dulu, kamu bisa pake kamar Ica!", jawab Riang.

Shaka menganggukkan kepalanya. Padahal dulu ia tinggal di sini, tapi sekarang sudah banyak yang berubah.

Shaka, Risya dan Rista bukan lagi anak kecil yang bisa tidur bertiga. Mereka sudah sama-sama dewasa.

Selesai makan, Riang pun menyuruh Shaka beristirahat di kamar Risya. Toh, pemiliknya sedang tidak ada di kamarnya. Jadi, Shaka bisa beristirahat di sana sampai Abi, Ica dan Tata pulang ke rumah tersebut.

Shaka memasuki kamar Ica. Kamar bernuansa abu-abu dan putih. Bukan kamar cewek banget sebenarnya, tapi itu lah Risya.

Shaka tersenyum melihat fotonya bersama Risya yang masih menggunakan seragam putih biru. Sedang Tata masih memakai seragam merah putih dan gendut.

Lalu matanya beralih pada sebuah mini diary. Shaka iseng mengambilnya dan membukanya. Ia pikir ,catatan-catatan Risya yang tak penting ada di sana.

Tapi ternyata.....

💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Kira2 Risya alias Ica nyatet apa sih...??? 🤔🤔🤔

makasih 🙏🙏🙏😁😁😁

Bab 03

Jakarta 1-1-20xx

Haiii...bestiku tanpa nyawa! Cerita boleh dong?! Ini hari terakhir om kesayangan ku ada di sini. Sedih sihhh...dari orok kita udah bareng-bareng, tapi sekarang...kita harus di pisahkan jarak dan waktu. ciye ...???

Shaka tersenyum membaca halaman pertama itu. Mungkin ada buku lain selain yang ada di tangannya. Tapi Shaka tak mau kepo. Sebenarnya ia pun sadar, saat ini yang ia lakukan juga bisa di sebut...lancang! Shaka kembali membaca halaman berikutnya.

Kenapa ya kita tuh harus cepet banget dewasa??! Kenapa ngga jadi anak kecil aja biar aku sama dia tetap bisa bermain dan ngga mikirin hal serius.

Ah....ya Tuhan, aku ini kenapa???

Shaka akan kembali melanjutkan bacaan diary Risya, tapi karena ketukan pintu kamar tersebut Shaka meletakkan kembali buku kecil itu lalu membuka pintu.

"Kenapa Miba?", tanya Shaka.

"Baju ganti kamu sama handuk", kata Riang menyerahkannya pada Shaka.

"Makasih Miba ku sayang ...!"

Riang tersenyum dan ia pun kembali ke lantai bawah. Shaka hanya menerima handuk dan beberapa pakaiannya. Beruntung ada beberapa pakaian Syam yang masih belum di pakai.

Bapak-bapak Iyu sudah tak selangsing dulu. Kini Abi dari Risya sudah one pack, bukan six pack lagi. Jadi wajar banyak pakaian yang tak lagi muat padahal masih baru.

Shaka merebahkan diri kasur Risya. Pemuda itu memainkan ponselnya. Dan saling berkirim chat dengan seseorang.

Sesekali pemuda itu menyunggingkan senyumnya. Bisa di bilang ciri-ciri orang jatuh cinta ngga sih?????

[Kalo ketemuan di mall Xx, mau ngga? Nonton mungkin?]

Shaka mengirim pesan tersebut pada seseorang.

[Oke. Share lock!]

Balasan seseorang tersebut membuat Shaka langsung bangkit dari kasurnya. Ia menyemprotkan parfum ke badannya yang ia ambil di tas nya.

Mengecek dompet beserta isinya, ia pun menuju ke lantai bawah menemui sang kakak.

"Miba....?!"

Riang yang sedang membaca buku di ruang televisi pun menoleh.

"Kenapa Ka?", tanya Riang.

"Pinjam mobil Ica, boleh?", tanya Shaka.

"Mau ke mana?", tanya Riang sambil beranjak dari sofa menuju ke gantungan kunci-kunci.

"Biasalah Miba, anak muda!", jawab pemuda itu.

"Ketemuan sama pacar? Kok bisa sih? Kamu kan lama ngga di sini?!", kata Riang.

"Miba ih....kepo banget! Pinjem dulu ya? Dah ...assalamualaikum !", pamit Shaka.

"Walaikumsalam!", jawab Riang sambil menggeleng.

Bayi-bayi ku udah pada besar ternyata ! Gumam Riang.

Bagaimana tidak ia menganggap Shaka bayi??? Dari pertama kali lahir ke dunia, Riang lah yang merawatnya. Dan sekarang??? Bayi itu sudah berubah menjadi sosok yang dewasa dan tampan tentunya.

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Ica dan Gendhis berjalan-jalan mengelilingi mall di ikuti oleh Gilang. Sesekali mereka masuk ke toko sepatu tapi setelah di rasa tak ada yang cocok, mereka pun keluar.

"Ica, Ndis! Kalian mau nyari apaan sih? Udah berapa toko di masukin, tapi kagak ada yang di beli!", Gilang mulai kesal.

Kalau bukan karena pesan bundanya, ia juga ogah ngawal kembarannya.

"Nyari sepatu lah Gilang! Cuma belom ada yang cocok aja. Ya kan, Ca?", Gendhis meminta persetujuan Ica.

"Huum! Bawel banget kamu tuh ya Gil. Coba ya mas Galang yang ngawal, pelukable banget ngga sih heheheh!", sahut Ica.

"Heh!!", Gendhis dan Gilang menoyor kepala Ica bersamaan.

"Setdahhhh....kompak bener nih yang kembar dari orok!", ledek Ica.

"Galang sama kita berdua tuh seumuran, emang ya dia tiga menit lebih dulu di banding gue tapi Lo gak harus juga manggil di mas. Sedang ke Gilang ma gue, nama doang! Aneh Lo!", protes Gendhis.

"Tapi mas Galang itu dewasa, gagah, mukanya maskulin banget udah gitu mmmpphh....!", Gendhis membungkam mulut Ica.

"Pffffuuahhh...apaan sih Ndis!", Ica menggosok mulutnya yang tadi kena tangan Gendhis.

"Lo liat muka kita berdua baik-baik, atau lain kalo Lo liat muka kita bertiga! Cuma yang matanya ngga normal bilang kita ngga sama!", sekarang Gilang yang protes.

"Iiihhh....anaknya bunda Nala emang ya....!! Baper semua! Dah lah, dari pada baperan terus ngomel melulu gue traktir nonton! Mau ngga???", tawar Ica.

"Belanjanya?", tanya Gilang.

"Nanti lah habis nonton, kali aja dapat inspirasi ya kan? Liat artisnya pake sepatu kaya apa, nanti tinggal beli deh hehehe....??!"

"Setuju?!!", Gendhis merangkul bahu sahabatnya dan berjalan mendahului Gilang.

Gilang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah dua gadis itu.

Harus ada gadis random kaya kamu ya Ca???

💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Shaka tiba di salah satu mall. Dia menunggu seseorang di sebuah coffe shop. Belum lama ia duduk, seseorang yang ia tunggu pun sampai.

"Sorry ya...lama ngga nunggunya?", tanya orang itu.

"Gue juga baru nyampe sih! Mau pesen apa?", tanya Shaka. Orang itu hanya menggeleng.

"Lagi ngga pengen apa-apa sih, nemenin kamu aja abis itu tinggal nonton", katanya.

"Ya udah kalo gitu langsung nonton aja...??'', ajak Shaka.

"Jangan dong, kamu baru pesen minumannya. Sayang kalo di tinggal gitu aja!", katanya lagi.

Shaka pun tersenyum dan mengobrol dengan orang itu. Sesekali ia pun menyeruput minumannya hingga tandas.

"Udah habis, ayok!", Shaka berdiri mengulurkan tangannya. Dengan senang hati uluran tangan itu pun di sambut hangat.

Keduanya menuju ke lokasi bioskop yang ada di mall tersebut. Shaka meminta ide pada sosok yang di sampingnya, film apa yang akan mereka tonton.

"Eum...kalo yang romance gimana?", tanya Shaka.

"Boleh aja sih!", jawabnya tanpa melepas genggaman tangannya dari Shaka.

Setelah membayar tiket, keduanya mencari camilan untuk di bawa ke dalam. Terlihat sekali keduanya bahagia karena senyuman mereka tak pernah luntur.

Siapa pun yang melihat mereka pasti akan menyangka jika keduanya adalah pasangan kekasih. Walau pun sebenarnya...keduanya belum ada kejelasan, hubungan apa sebenarnya yang mereka jalani.

"Mau Pop corn rasa apa?"

"Apa aja lah. Hehehe heheh!", jawab gadis itu.

"Lo tuh ya...ngga berubah!", Shaka mencubit hidung mungil gadis itu.

"Ish ...Shaka! Sakit tahu!", pekik gadis itu.

"Cyara...!!", Shaka melotot karena suara pekikan gadis itu menarik perhatian orang yang ada di sana.

Di sudut yang tak jauh dari sana. Seorang gadis menatap Shaka dan Cyara. Pandangannya langsung tertuju pada bahasa tubuh keduanya yang sudah di pastikan memiliki kedekatan lebih dari sekedar teman.

Ia akrab dengan Gilang, tapi tidak sampai ...

"Woy? Liat apa sih?", Gilang menepuk bahu Ica. Ica yang terkejut hanya menggeleng dan tersenyum kecil.

Gendhis sedang membeli makanan untuk bekal nonton di dalam sana. Jadi, tersisa Ica dan Gilang di tempat itu.

Gilang menatap arah ke mana mata Ica tertuju. Sepasang pemuda pemudi sedang tertawa bersama dan tampak begitu romantis.

Gilang meraih bahu Ica hingga si empunya menoleh.

"Ngga usah ngiri! Jomblo itu pilihan ,bukan takdir!", Gilang menepuk pelan bahu Ica. Ica yang pikirannya sedang melanglang buana hanya mampu tersenyum tipis.

Ia tak keberatan sahabatnya itu meletakkan tangannya di bahunya yang kecil.

"Woy...apa-apaan ini? Main rangkul-rangkul?", protes Gendhis. Ica yang masih mode kalem tak mengatakan apa-apa.

"Diem Lo!", ujar Gilang. Gendhis menaikan salah satu alisnya dan turut menatap ke arah yang Ica lihat.

Gendhis sedikit berjinjit berbisik di samping telinga Gilang.

"Nyari kesempatan aja kan Lo? Kalo berani nembak, jangan nyuri-nyuri kesempatan gini?!", bisik Gendhis. Gilang hanya melotot tajam pada kembarannya bermaksud untuk membuat Gendhis tak mengatakan hal yang aneh-aneh. Bisa-bisa ia malu pada Ica kalau sampai sahabatnya itu tahu tentang perasaannya.

💜💜💜💜💜💜💜💜

Sehari satu bab 😂✌️

terimakasih 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!