Bulan ke 5, Tahun 1224
Satu tahun setelah kematian WIND.
Saat itu, Harse Greg sedang berjalan menuju altar khusus yang berada di Igrios. Dilihatnya dari kejauhan pemimpinnya, Lott Greg, sedang duduk di kursi utama altar sambil memejamkan matanya. Dia tahu bahwa itu adalah kebiasaaan pemimpinnya saat sedang memikirkan sesuatu.
Harse berjalan menghampiri Lott Greg. Dan berkata sambil menudukkan kepalanya,
“Tuanku, apa yang sedang mengganggu pikiran Anda?"
Lott membuka kedua matanya yang terpejam.
“Ternyata kau Harse. Sudah lamakah kau berada disana?”
“Saya baru saja tiba disini, Tuan. Saat saya sedang berjalan, saya melihat Tuanku sedang memikirkan sesuatu.”
“Kau sungguh-sungguh mengenal diriku, Harse.”
Lott Greg tersenyum kecil dalam kewibawaannya.
“Aku hanya berpikir, waktu begitu cepat berlalu. Begitu cepat. Aku masih mengingat jelas saat kita bermain di hilir Sungai Lokyveranos (terletak di sebelah barat Pemukiman Igrios) dan saat kita berlarian bersama-sama di Danau Okeanostois (danau besar yang terletak di antara Elosy dan Prosdimos).”
“Tentu saya mengingatnya dengan jelas, Tuanku."
Harse mulai mengenang masa mudanya saat ia berlarian bersama Lott Greg.
“Saat itu, Tuanku melompat ke danau untuk menangkap ikan."
Senyum kecil mulai mengembang di wajah Harse.
“Dan, Tuanku hampir tenggelam di danau itu.”
“Hahaha… Kau mengingat bagian itu. "
Lott Greg tertawa riang mengingatnya.
“Tentu… tentu... "
"...aku mengingat dengan baik kejadian itu. Tapi kita ini harimau, Harse. Sudah sewajarnya jika kita ‘tenggelam’.”
“Maafkan saya, Tuanku. Tapi kita adalah harimau…”
Harse melanjutkan perkataanya disertai dengan tawa kecil.
“Tentunya berbeda dengan seekor kucing.”
Lott Greg kembali tertawa mendengar sindiran Harse kepadanya.
Bahkan hingga sekarang, Lott tidak begitu pandai dalam berenang.
Harse merasa bahagia bahwa ia memiliki kenangan masa muda yang menyenangkan bersama dengan Pemimpinnya. Baginya, Lott Greg muda yang ia kenal dulu merupakan sosok liar, cerdas, dan tak mengenal rasa takut. Sejak dulu, dia telah memutuskan unntuk mengikuti sosok yang dikaguminya itu. Sampai sekarang pun dia tetap mengagumi dan setia berada di sisi Lott Greg.
Sesaat kemudian, Lott Greg berkata sambil matanya terlihat menerawang jauh kedepan.
“Harse, kau selalu mengikuti.”
Lott Greg melanjutkan pembicaraan sambil memandang lekat-lekat ke pengikutnya.
“Dan, kuharap kau akan terus mengikutiku. Apapun keputusan dan jalan yang akan kupilih.”
“Tentu, Tuanku...”
“Kau benar-benar setia Harse...”
Lott lega mendengar jawaban pengikutnya.
“Aku ingin… Engkau pun tahu apa impian dan cita-citaku. Aku ingin menjadikan ras Half-blood Harimau menjadi penguasa seluruh Prosdimos. Menjadi ras Half-blood yang termasyhur. Kita adalah darah istimewa, kenapa kita harus ‘tunduk’ pada manusia yang tidak memiliki keistimewaan apapun? Kenapa Kita harus membiarkan manusia memimpin kita para ras Half-blood?”
Lott Greg menghela nafas pendek, kemudian melanjutkan.
“Tentunya dulu hal itu tidak mungkin karena keberadaan WIND, dan Kristal Enichtis (kristal yang dapat menampung kekuatan Elementary Owner tertentu dan hanya dapat dipakai oleh Ras Manusia). Tapi sekarang WIND telah tiada dan tentunya kristal itu telah kehilangan kekuatannya. Sekaranglah saat yang tepat bagi kita, Half-blood Harimau, untuk menaklukan dan menguasai seluruh Prosdimos dan meraih kejayaan kita.”
“Saya akan mengikuti apapun itu keputusan Tuanku. Dan, jika itu adalah keputusan Tuanku. Saya akan mempersembahkan diri saya seutuhnya untuk cita-cita dan impian Tuanku.”
Setelah mendengar jawaban dari Harse, Lott menjadi tenang. Kemudian matanya mulai menerawang jauh ke depan. Ke masa depan yang dia impikan. Masa depan dimana Half-blood Harimau menjadi penguasa seluruh Prosdimos.
****
Di dalam istana yang terletak di Ibukota Kerajaan Lef’tigris, Raja Drias Seer sedang berbicara kepada Jenderal Kerajaannya, Thaos Greg, yang merupakan keturunan Ras Half-blood Harimau.
“Thaos, bukankah akhir-akhir ini langit terlihat begitu gelap?”
Perkataan Raja Drias menyadarkan Thaos Greg akan adanya suatu hal yang menjadi kegelisahan hati Raja Drias. Sebenarnya, dia pun gelisah semenjak kematian WIND. Setahun telah berlalu, dan dia mengetahui bahwa Prosdimos terancam berada di ambang kehancuran setelah kematian WIND, yang merupakan penjaga dan pelindung perdamaian di Prosdimos. Dia dapat membayangkan kelompok-kelompok ataupun golongan-golongan yang akan memanfaatkan keadaan ini. Khususnya para Ras Half-blood.
Thaos berusaha memilih kata-kata yang bijak untuk membalas pertanyaan dari Rajanya.
“Kenapa dimata Paduka langit terlihat begitu gelap? Apa yang telah menutupi dan menggelapkan langit tersebut?”
“Kematian WIND...”
Jawab Sang Raja sambil menghela nafas panjang.
“Aku merasa langit akan berubah menjadi gelap…"
kedua mata Raja Drias menatap mata jenderalnya lekat-lekat.
"Manusia telah kehilangan sandarannya, tidak terkecuali diriku. Tidakkah kau berpikir para Half-blood akan memanfaatkan kesempatan ini?”
Thaos berusaha membalasnya dengan hati-hati.
“Hamba tidak berani menjawab pertanyaan Paduka. Terdapat begitu banyak keraguan dan kegelisahan akan masa depan sejak kepergian WIND. Ketakutan mulai terlihat di mata rakyat di seluruh penjuru Prosdimos. Tapi hamba berjanji, jikalau memang terjadi sesuatu, hamba akan mempertaruhkan seluruh jiwa dan raga untuk menjaga dan melindungi perdamaian Kerajaan Lef’tigris.”
Mendengar jawaban tegas dari Thaos Greg, Raja Drias Seer tersenyum dengan lembut.
“Aku tentu percaya kepadamu, Thaos. Aku yakin kau akan melakukannya.”
Raja Drias sedikit membenahi posisi duduknya.
“Hanya saja keberadaan WIND seperti sebuah penyeimbang antara manusia dan Half-blood. Hilangnya WIND membuat timbangan terjungkal di satu sisi. Dan manusia telah kehilangan harapannya, masa depannya. Kematian WIND telah memberi lubang yang dalam pada sebuah harapan. Sebuah harapan akan masa depan. Dan…"
Raja Drias yang mulai terlihat gentar dan takut menatap mata Thaos dalam-dalam.
“...mendatangkan kematian!”
Beberapa menit kemudian Raja Drias mulai menghela nafas panjang, menenangkan diri. Lalu melanjutkan perkataannya.
“Mungkin Aku hanya terlalu berpikir yang tidak-tidak. Lupakan saja perkataanku barusan, Thaos. Aku berharap, semua hanya sebuah firasat yang pada akhirnya akan hilang di terpa oleh angin musim semi.”
Thaos Greg mendengarkan perkataan Raja Drias Seer sambil menundukkan kepala. Diapun dihantui oleh ketakutan yang sama. Terlebih ketakutan akan klannya sendiri, Ras Half-blood Harimau, tentang keberadaan Lott Greg, Pemimpin Igrios (pemukiman khusus Half-blood Harimau)
****
Sekeluarnya dari istana raja, Thaos Greg memerintah salah satu prajuritnya untuk memanggil komandan setianya, Seith. Beberapa menit kemudian Seith datang ke hadapannya.
“Tuan Thaos!"
Seith menghadap kepadanya sambil menundukkan kepala.
Thaos mengacungkan tangan kanannya memberikan isyarat untuk berhenti menundukkan kepala.
“Seith, apa kau menemukan hal yang janggal?”
“Sampai sekarang belum, Tuanku. Belum ada pergerakan apapun yang terlihat di Igrios.”
Thaos mendengar laporan komandannya sambil merenung dan berpikir.
“Bagaimana dengan keseharian dari Lott Greg? Apa ada keanehan yang terlihat?”
“Tidak ada hal yang mencurigakan Tuanku. Keseharian Lott Greg diisi dengan berburu di hutan sebelah barat Igrios dan melatih para ‘Half-blood Harimau’ muda. Sampai sekarang, yang berdasarkan pengamatan saya, belum ada pergerakan tertentu yang terlihat mencurigakan.”
Thaos Greg memandang Seith cukup lama.
“Baiklah, terus awasi Igrios dan laporkan setiap perkembangannya.”
“Baik, Tuanku.”
Saat komandannya berjalan menjauh, Thaos Greg diliputi oleh kecemasan dan kegelisahan. Dia mencoba untuk berpikir tenang, dan membuang jauh-jauh pikiran bahwa klannya akan melakukan kudeta.
*****
“Belenggu ini semakin sesak termakan waktu,
Cakar dan taring ini semakin tumpul... rapuh...
Jeruji ini begitu hampa meredam teriak,
Tapi semua telah berakhir,
Akan kuremukkan belengu ini,
Kuasah pula cakar dan taring di batuan kasar,
Sebab runtuh sudah jeruji tua yang memenjara jiwa,
Sang takdir telah mencuat dibalik selimut mimpi.”
Bulan ke 5, Tahun 1226
3 tahun setelah kematian WIND.
Malam itu, Thaos Greg sedang menunggu di halaman rumahnya dengan cemas. Sudah tiga hari dia kehilangan kontak dengan komandannya, Seith, yang diberi tugas olehnya untuk memata-matai Pemukiman Igrios. Seith telah menjalankan tugasnya selama lebih dari dua tahun, dan belum ada pergerakan mencurigakan terlihat di Igrios. Paling tidak selama ini. Sampai kemarin, lebih tepatnya tiga hari lalu, komandan pasukannya datang mengabarkan bahwa Lott Greg terlihat mengumpulkan para tetua dari Igrios. Pertemuan tersebut begitu rahasia dan tertutup, hingga Thaos sendiri, yang merupakan Ras Harimau yang menjabat sebagai Jenderal Kerajaan, tidak mendapatkan undangan untuk menghadiri pertemuan tersebut. Atau, mereka memang mereka sengaja untuk tidak mengundang dirinya. Dia terus berjalan ke sana kemari di depan halaman rumahnya dengan penuh kekhawatiran.
Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakangnya.
“Thaos…"
Itu adalah suara istrinya, Isra.
“Apa ada sesuatu yang membebanimu? Dirimu terlihat begitu cemas.”
“Isra..."
Thaos berkata sambil menatap istrinya.
"Aku hanya merasa sedikit cemas memikirkan salah satu komandan pasukanku yang kuberi suatu tugas. Sudah lewat tiga hari dia belum mengabariku kembali. Aku hanya mengkhawatirkan keadaannya sekarang. Apa dia baik-baik saja atau..."
Thaos menghentikan perkataannya. Baginya, ini bukan hal yang bisa ia ceritakan pada istrinya. Ia tidak ingin Isra juga cemas memikirkannya.
Isra menatap Thaos lekat-lekat, kemudian berkata.
“Sedikit cemas?"
Dia tahu betul suaminya sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
“Mungkin..."
Isra berkata sambil menatapata suaminya itu.
“Aku bisa membantumu akan suatu hal. Mungkin aku dapat melakukan sesuatu yang dapat meringankan pikiranmu.”
“Tidak, Isra… tidak!"
Thaos menolak tegas permintaan istrinya.
“Kau tidak perlu terlalu mencemaskan keadaanku...”
Thaos kemudian menengok ke dalam rumah.
“Akan jauh lebih baik jika dirimu sekarang menghampiri Anya, putri kita. Lihatlah… dia sedang mencarimu.”
Isra menengok ke dalam rumah. Dilihatnya putrinya sedang berjalan sambil menengok ke segala arah.
Ya, sepertinya sang gadis kecil itu sedang mencari ibunya yang tiba-tiba menghilang.
“Panggil lah aku jika kau membutuhkan bantuanku akan suatu hal."
setelahnya, Isra berjalan pergi menghampiri Anya.
“Ya, terima kasih Isra. Aku selalu berterima kasih bahwa kau adalah istriku. Keberadaanmu dan Anya benar-benar penghiburan tersendiri bagiku.”
Isra tersenyum mendengar perkataan suaminya.
“Ya, aku tahu itu. Kau laki-laki… suami… dan seorang ayah yang baik, Thaos. "
Isra kemudian pergi meninggalkan suaminya.
Thaos tidak ingin membebani pikiran Isra dengan hal yang menjadi masalahnya sekarang. Berbeda dengannya, istrinya adalah seorang manusia biasa, bukan Ras Half-blood seperti dirinya. Oleh sebab itu, dia tidak ingin Isra menjadi cemas ataupun ketakutan. Thaos memutuskan untuk menyembunyikan masalah yang dihadapinya, paling tidak untuk sekarang. Karena belum ada bukti yang pasti bahwa Half-blood Harimau akan melakukan kudeta.
Tiga jam berlalu dan waktu telah melewati tengah malam. Sesaat kemudian terlihat pasukan dari istana berlarian ke arahnya. Wajahnya terlihat begitu ketakutan.
“Tuanku tolong kembalilah ke istana!!!"
Pasukan berteriak sambil terengah-engah. Dengan suara gemetar ketakutan.
“Istana… Istana telah diserang!”
Mendengar itu Thaos Greg melompat terkejut dari tempat duduknya.
“Apa katamu!”
Thaos berkata dengan mata terbelalak.
“Siapa… Siapa yang menyerang istana?”
“Para Half-blood Harimau!"
Firasat Thaos menjadi kenyataan, perasaan resah yang terus merayapi hatinya sedari tadi terjawab sudah.
“Isra, Tolong berdiamlah dirumah dan jaga putri kita."
“Ya, suamiku.”
Isra menjawab dengan cemas.
"Kumohon, berhati-hati lah!“
Isra menatap mata suaminya.
"Aku dan Anya masih membutuhkanmu... "
"Ya, aku tahu..."
Kemudian Thaos berjalan menghampiri istrinya dan memeluknya dengan lembut.
"Aku berangkat... "
"Ya... "
Kemudian Thaos berlari menjauh, dan perlahan menghilang dari pandangan Isra.
Thaos seketika itu berlari meninggalkan pasukan yang memberinya kabar dan berubah menjadi seekor harimau. Dia terus berlari dalam wujud harimaunya, berusaha mencapai istana secepatnya.
***
Dari jauh, Thaos Greg dapat melihat pemandang yang mengerikan terjadi di halaman depan istana. Di balik gerbang terlihat para prajurit istana bertarung mati-matian melawan sekelompok Half-blood Harimau.
Beberapa dari mereka, yang merupakan Ras Manusia, harus menghadapi ketimpangan kekuatan, melawan Ras Half-blood tanpa menggunakan Kristal Enichtis (kristal yang menampung kekuatan Elementary Owner, yang dapat membuat Ras Manusia memiliki kemampuan pengendalian elemen tertentu).
Seperti kata Raja Drias,
'Kematian WIND telah memberi lubang, dan… mendatangkan kematian.'
Terlihat pemandangan mengerikan di hadapannya, para prajurit istana bergelimpangan dan berjatuhan. Saat mendekati ambang kematian, teriakan sekarat yang mengerikan keluar dari mulut mereka. Tapi prajurit lain yang melihat dan mendengar hal itu tak gentar sedikitpun. Mereka terus maju, berteriak lantang dengan tatapan membara, mempertahankan istana mereka, Raja mereka, dan harapan serta masa depan mereka.
Thaos melangkah ke depan dalam wujud manusianya. Melangkah dengan geramnya. Setiap hentakan langkah kakinya seolah memperdengarkan suara luapan hatinya yang dipenuhi dengan amarah.
Dua Half-blood Igrios yang melihat kedatangannya, menyambutnya dengan serangan dadakan. Kedua lengan mereka diselubungi oleh aura yang membentuk cakar harimau. Saat mereka semakin mendekat, tiba-tiba Thaos menghentakan kedua kakinya dan melompat ke arah mereka. Kemudian seketika itu juga tangannya menembus kedua perut penyerangnya.
Lalu, Thaos melemparkan kedua tubuh yang tergantung di kedua lengannya itu ke tanah.
Thaos berlari kearah medan pertempuran yang ada di depan mukanya. Wujudnya berubah menjadi seorang manusia yang berwujud harimau. Saat itu, dia dengan ganasnya menyerang para penyusup Igrios yang telah menyerang istananya. Mereka satu per satu terpental, jatuh tersungkur ke tanah, tercabik-cabik dan terkoyak oleh cakar serta taring Thaos dalam wujud manusia harimau.
Tidak jauh dari tempatnya berada, Thaos melihat prajurit istana tersungkur ke tanah. Dan tepat dihadapan prajurit itu berdiri salah satu dari pasukan Igrios sambil membawa kamayari – tombak yang merupakan senjata ciri khas wilayah Lef’tigris –. Pasukan Igrios itu hendak menghujamkan tombaknya ke arah prajurit Kerajaan.
Dengan sigapnya Thaos melompat dan menangkap tombak itu kemudian menghempaskan pasukan Igrios itu jauh ke belakang.
“Kau! Dimana Raja Drias?”
Tanya Thaos kepada prajurit istana tersebut.
“Cepatlah Jenderal! Raja Drias telah di kepung oleh gerombolan pasukan Igrios di dalam istana.”
Mendengar itu Thaos tanpa banyak bicara bergegas pergi ke istana. Dia terus berlari dalam wujud manusia harimaunya dan menumbangkan sejumlah pasukan Igrios yang menghalanginya.
Sesampainya di depan istana, dia langsung berlari menuju pintu istana.
Ia pun berteriak dengan lantang.
“Rajaku!!!"
Tapi, dia disambut oleh pemandangan yang mengerikan dibalik pintu istana.
Terlihat olehnya Harse Greg, Lott Greg, dan Rajanya, Raja Drias Seer, yang sedang berlutut di bawah kaki Lott Greg. Dia melihat dada Raja Drias telah tertembus oleh tangan miliki Lott.
Melihat pemandangan mengerikan itu, seluruh saraf-saraf di tubuh dan kepalanya serasa menegang kejang. Darahnya seakan mendidih dan membakar seluruh tubuhnya. Bersamaan dengan rasa berdosa dan bersalah merayapi serta menyayat hatinya.
Melihat kedatangan Thaos, Lott berseru dengan lantang.
"Thaos!!! Sahabatku!!!"
Lott melempar tubuh Raja Drias ke tanah.
"Seorang Half-blood Harimau yang telah menjadi budak manusia.”
“Lott…!”
Thaos berteriak lantang sambil menerjang kearah Lott Greg.
Dengan sigapnya Harse melompat ke depan Thaos untuk melindungi pemimpinnya. Tapi, dengan mudahnya Thaos menghempaskan tubuh Harse menggunakan tangan kirinya.
Lott seketika merubah wujudnya menjadi manusia harimau dan menyambut serangan yang dilancarkan oleh Thaos. Kedua tangan mereka saling berayun mencakar satu sama lain. Disusul dengan tendangan-tendangan yang menghantam tubuh lawan dengan telak. Serta, lompatan-lompatan menerkam yang begitu buas.
Saat ini istana telah menjadi panggung pertarungan sengit antara kedua pemimpin Half-blood Harimau. Yang satu merupakan pemimpin dari Pemukiman Igrios, sedangkan yang lainnya adalah jenderal dari Kerajaan Lef’tigris.
“Kenapa kau melakukan ini! Apa yang ada di pikiranmu Lott?”
Thaos beeteriak kepada Lott di tengah pertarungan mereka.
“Aku yang seharusnya bertanya kepadamu. Kenapa kau tetap disini? Menjadi budak manusia.”
“Aku hidup dengan mengabdikan diriku untuk menjaga dan melindungi perdamaian di Lef’tigris. Tapi apa yang telah kau lakukan. Kau menyirami kerajaan ini dengan darah.”
“Keinginanku adalah menghantarkan Half-blood Harimau menuju masa kejayaannya, Thaos. Sekalipun jalan untuk menuju ke sana harus digenangi oleh darah.”
“Apa yang akan kau lakukan pada Ratu dan Para Pangeran?”
“Jangan kuatirkan itu, sahabatku. Mereka seharusnya sudah disambut oleh para pasukanku dengan ‘baik’.”
“Lot...!!!"
Thaos berteriak penuh murka dan kembali menerjang kearah Lott.
Pertarungan itu berlangsung sampai fajar menyinsing. Tapi pada akhirnya, pertarungan itu telah berubah menjadi pengeroyokan. Pengeroyokan para pasukan Igrios yang dipimpin oleh Lott Greg terhadap Thaos Greg.
Kemana para pasukan kerajaan? Mereka semua telah tewas dibantai para harimau dari Igrios.
Tanpa Kristal Enichtis Ras Manusia takkan berdaya menghadapi keganasan Ras Half-Blood. Dan dalam semalam para pasukan Half-blood Harimau dari Igrios telah menguasai istana sepenuhnya.
Thaos tergeletak tak berdaya. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh luka serta lebam, dan retak di beberapa bagian tulangnya. Thaos tergeletak tak berdaya dalam istana di samping jasad Raja Drias Seer. Dia berusaha terus mempertahankan kesadarannya, sampai akhirnya matanya terpejam tak sadarkan diri.
“Apa yang harus kita lakukan terhadapnya?”
Tanya salah satu prajurit Igrios kepada Lott Greg.
“Biarkan saja seperti itu..."
Jawab Lott Greg, sambil memandang tubuh sahabatnya, Thaos, yang tergeletak di depan matanya.
“Dan, jangan pernah kalian berani-berani menyentuh tubuhnya. Dia memiliki jasa yang besar terhadap kita Ras Harimau. Satu-satunya kesalahannya adalah menjadi budak manusia.”
Kemudian Lott berjalan meninggalkan Thaos, berjalan meninggalkan sahabatnya dulu. Yang pada akhirnya takdir membawa dirinya dan Thaos kepada pertempuran yang tidak bisa dihindari
****
Thaos membuka perlahan-lahan kedua matanya, entah sudah berapa lama ia tak sadarkan diri.
Ia menatap pilu ke arah tubuh rajanya yang terbaring tidak jauh dari dirinya. Noda darah yang berasal dari tubuh itu telah terlihat mengering dan menghitam. Ia pun bangkit dan berjalan tertatih-tatih keluar istana. Yang ada dipikirannya saat itu adalah Isra, istrinya dan putri semata wayangnya, Anya.
Saat dia berjalan keluar dari istana, dilihatnya pemandangan mengerikan Ibukota Kerajaan. Rumah-rumah beserta bangunan-bangunan porak poranda. Dan mayat-mayat penduduk ibukota bergelimpangan dijalanan.
Terlihat seorang anak laki-laki menangis sambil mengguncang tubuh seorang wanita yang mungkin adalah ibunya. Tapi hatinya terlalu resah untuk gentar oleh pemandangan dihadapannya.
Dipikiran Thaos saat itu hanya ada Isra, dan Anya. Bagaimana nasib istri dan anaknya sekarang. Ia terus melangkah dalam kecemasan dan ketakutan yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya.
Thaos terus berjalan menuju kearah rumahnya. Dia berusaha menyeret tubuh lunglainya sambil berdoa dan berharap tentang keselamatan kedua orang yang dicintainya. Kedua orang yang begitu berharga dalam hidupnya.
Tapi...
Semua harapannya runtuh dan hancur seketika. Kedua matanya melihat pemandangan mengerikan di balik gerbang rumahnya. Isra tersungkur ditanah dengan Anya yang berada di pelukannya.
Dia dengan tertatih berlari mendekati tubuh istrinya. Kemudian memeluk tubuh itu dengan kedua tangannya, dan menangis sejadinya.
Dunianya sudah hancur. Dia telah kehilangan semuanya yang berharga dalam hidupnya.
Thaos pun terus tenggelam dalam tangis kepedihan yang begitu dalam...
Rasa sakit dan sesak yang begitu berat...
Hingga tiba-tiba…
Terdengar suara decak batuk...
Suara batuk berasal dari putrinya. Seketika itu juga, dia meraih dan mendekap tubuh mungil itu dengan erat.
Istrinya Isra telah mengorbankan dirinya menyelamatkan Anya.
Memberinya sedikit harapan dan keinginan untuk hidup...
*****
“Tanah telah menjadi gersang,
Udara mengering panas, membakar kerongkongan,
Tubuh itu tersungkur, diam tak bergerak,
Jalan-jalan mati dan porak poranda,
Para harimau datang memangsa kedamaian,
Dan anak kecil itu menggoyangkan tubuh mati seorang wanita,
Berharap mata itu kembali terbuka,
Tubuh rusak ini berjalan tertatih mencari secercah cahaya,
Tapi telah sirna oleh kematian,
Dan…
Suara decak batuk itu terdengar,
Dan secercah harapan mulai bersinar dibalik kegelapan yang pekat.”
Bulan ke 7, Tahun 1229
Tiga tahun berlalu sejak kudeta para Half-blood Harimau di wilayah Lef’tigris.
Kerajaan Lef’tigris telah jatuh sepenuhnya kedalam kekuasaan Half-blood Harimau. Dan, Para Half-blood Harimau yang merupakan sisa-sisa dari prajurit Kerajaan Lef’tigris, terpecah menjadi dua kubu. Satu pihak ikut bergabung dalam pasukan Igrios, yang bertujuan untuk memenuhi impian Lott Greg menguasai Prosdimos. Dan di lain pihak, mereka bergabung dengan Thaos Greg membentuk kelompok kecil dan mengasingkan diri. Selain itu, pergerakan dari kelompok Half-blood Harimau yang dipimpin oleh Thaos Greg sama sekali tidak nampak di permukaan.
Sekarang para Half-blood Harimau, yang dipimpin oleh Lott Greg, telah melakukan invasi besar-besaran ke salah satu kerajaan yang berada di wilayah Prosdimos yang bertempat di sebelah barat Lef’tigris, Kokki’po. Yang merupakan pusat dari stabilitas Prosdimos oleh sebab keberadaan klan yang merupakan salah satu dari empat Half-Blood Hewan Suci, Burung Api, yang berada di pemukiman Izois. Ditambah dengan keberadaan Kuil Anemos yang merupakan kuil tempat klan yang memiliki darah penerus kekuatan pengendalian angin, WIND, tinggal dan berlatih. Dengan menyingkirkan kedua pilar utama penyangga Prosdimos, dapat mempermudah jalan para Half-blood Harimau, yang dipimpin oleh Lott Greg, memenuhi hasrat mereka untuk menguasai Prosdimos.
****
Di salah satu aula yang berada di Kuil Anemos terlihat Trois Greeya sedang berjalan kesana kemari, dengan resah. Saat ini dia sedang memikirkan nasib Pemukiman Izois yang sedang berada dalam situasi yang genting.
Tadi malam, Para Half-blood Harimau melakukan penyerangan besar-besaran Izois. Hingga siang ini, belum ada kabar lanjutan mengenai perkembangan pertempuran tersebut, dia berharap para Half-blood Burung Api berhasil memukul mundur para harimau tersebut. Dia pun telah memerintahkan prajurit-prajurit terlatih yang berada di Kuil Anemos untuk segera berangkat ke Pemukiman Izois untuk membantu para Half-blood Burung Api. Dia pun yakin bahwa dari Istana Kokki’po sendiri telah mengirim para prajurit terlatihnya untuk membantu keadaan genting ini.
Tapi entah kenapa perasaannya begitu resah. Firasat Trois Greeya merasakan ada sebuah bencana dan malapetaka yang akan terjadi.
Kemudian terdengar suara yang mengejutkannya.
“Bapa Kepala... "
Dia menoleh dan terlihatlah salah satu prajurit terbaik yang berada di Kuil Anemos, Sebastian Greeya.
“Ya, Sebastian anakku. Apa ada sesuatu yang ingin Kau bicarakan denganku?”
“Bapa, kenapa Engkau tidak memerintahkan hamba untuk pergi memimpin pasukan Kuil Anemos, untuk membantu para Half-blood Burung Api menghadapi penyerangan dari Half-blood Harimau?”
“Sederhana, Anakku..."
Trois Gereja menjawab pertanyaan dari muridnya sambil menghela nafas.
“Aku memiliki firasat buruk. Sesuatu yang benar-benar buruk. Aku ingin kau disini menjaga Kuil Anemos, menjaga Ann, istrimu, dan anakmu yang baru lahir.”
Trois menatap Sebastian dalam-dalam.
“Kau harus tahu, Anakku...”
Ia kembali mengamati wajah muridnya dengan sungguh-sungguh.
“Anakmu, yang baru berusia dua bulan itu, adalah harapan dan pilar bagi masa depan Prosdimos. Sesuatu yang telah kutunggu, kita tunggu, bangsa ini tunggu, ia adalah penerus WIND selanjutnya. Aku memerintahkan merahasiakan kelahirannya agar para Half-blood Harimau tidak berusaha untuk membunuh anakmu. Tapi…”
Trois menghela napas panjang.
“Aku takut bahwa para Half-blood Harimau itu tidak sebodoh yang kukira. Terutama Lott Greg, karena aku sudah cukup lama mengenalnya. Aku takut ia memiliki intuisi yang cukup tajam untuk mencium adanya ancaman yang berada di Kuil Anemos ini. Ancaman yang kita bawa para klan penerus Elementary Owner, WIND, Klan Greeya.”
“Apa mungkin….” Sebastian menyela.
“Bukan mungkin, Anakku. Tapi hal itu cepat atau lambat akan terjadi. Dan saat aku mendengar kabar penyerangan yang terjadi di Pemukiman Izios milik Half-blood Burung Api yang dapat menjadi ancaman besar bagi ambisi mereka, Half-blood Harimau. Sudah pasti mereka akan berusaha menyingkirkan kita, Klan Greeya, yang merupakan klan penerus WIND, untuk mencegah kelahiran kembali kekuatan pengendalian angin. Dengan adanya penyerangan di Izios, terlihat bahwa bencana ini datang lebih cepat dari yang kukira...”
“...dan aku ingin kau tetap disini!”
Trois terus melanjutkan perkataannya.
“Menjaga kuil ini, dan yang paling penting menjaga anakmu… sang penerus WIND selanjutnya.”
Sebastian menatap sejenak Trois, kemudian menundukkan kepalanya.
“Saya mengerti, Bapa Kepala.”
****
Malam telah tiba, Trois Greeya sedang duduk di dalam ruangan khusus untuk Kepala Pendeta Kuil Anemos. Dia saat ini tenggelam kedalam kegelisahan. Ia memikirkan keputusan terbaik yang dapat diambilnya dalam situasi sekarang.
“Ya, aku harus memerintah Sebastian dan Ann untuk pergi bersama dengan anaknya meninggalkan kuil ini sebelum semuanya terlambat,” katanya dalam hati.
BRAAKKKKK
Tiba-tiba terdengar suara bantingan keras yang terdengar dari depan, dari ruang aula utama, disusul dengan bunyi suara keramaian serta dentingan-dentingan suara senjata yang saling beradu.
Saat itu juga, Trois langsung bangkit dari kursinya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Tapi tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dengan kuat. Dan terlihat salah satu penjaga kuil yang datang dengan nafas terengah-engah.
“Bapa!” seru sang penjaga, “Para Half-blood Harimau datang menyerang.”
“Baiklah,” Trois Greeya tidak terkejut mendengar kabar itu karena dia telah menduga akan hal ini.
Saat itu juga, Trois Greeya langsung berlari ke arah aula utama.
“Sudah terlambat rupanya. Tak bisa dipercaya...Mungkinkah mereka membagi pasukannya menjadi dua kubu, satu melakukan penyerangan ke Izois dan lainnya kemari, Kuil Anemos,” pikirnya dalam hati.
Di perjalanan melewati lorong-lorong dia bertemu dengan Sebastian yang sepertinya menunggu kedatangannya.
“Sepertinya Tuhan masih berpihak pada kita."
Dia bersyukur karena bertemu langsung dengan murid kebanggaannya.
“Sebastian! Pergi dan jemputlah istrimu. Larilah dari sini dan selamatkan anakmu."
Perintah Trois kepada Sebastian. Ia pun melanjutkannya.
“Kalian pasti bisa! Aku yakin kalian pasti dapat bertahan. Kalian adalah prajurit terbaik di sini. Selamatkanlah diri kalian! Selamatkan anakmu!”
Mendengar itu Sebastian merespon perkataan gurunya dengan menundukkan kepala.
“Maafkan saya, Bapa Kepala... “
Trois terkejut melihat reaksi dan jawaban dari Sebastian.
“Saya mohon,” Sebastian melanjutkan, “saya tidak sanggup menjalankan perintah Bapa Kepala. Saya akan mencurahkan seluruh jiwa dan raga saya untuk melindungi Kuil Anemos.”
Saat itu Trois Greeya menatap mata Sebastian sesaat. Terlihat olehnnya mata yang di naungi oleh amarah, keberanian, dan kesungguhan tekad yang luar biasa. Dia merasa tidak akan mampu menghentikan muridnya untuk pergi menghadang para penyusup yang ada di depan.
“Baiklah,” Trois berkata sambil menghela napas dalam, “kau pergilah dahulu, aku akan pergi ke tempat Ann, istrimu, dan memintanya untuk membawa anakmu pergi dari sini. Setelahnya, aku akan membantumu menghadapi para harimau itu.”
Kemudian Sebastian menunduk kepala memberi hormat sekali lagi dan berlari ke depan, menuju aula utama.
Sedangkan Trois Greeya berlari kembali menuju ke ruangan tempat keberadaan Ann dan anaknya. Dia terus berlari berharap masih memiliki waktu yang cukup untuk memerintahkan Ann melarikan diri bersama anaknya.
Saat itu jalan-jalan di lorong-lorong antara ruangan kuil terasa begitu panjang.
Dan ketika dia tiba di ruangan tempat Ann dan anaknya berada. Terlihat olehnya Ann meletakkan putranya di keranjang bayi miliknya. Setelah Ann meletakkan bayinya, ia berjalan dan mengambil pedangnya.
Ann hendak pergi melawan para harimau itu.
Tapi, Trois tidak ingin Ann melakukannya. Ann harus pergi dan membawa bayinya melarikan diri dari sini. Ann harus merawat dan membesarkan bayinya.
Dengan lantang Trois berteriak untuk memberi perintah kepada Ann.
“Pergilah, Ann! Larilah dan selamatkan putramu.”
“Bapa..."
Tapi entah kenapa Ann melihat kearah Trois dengan tatapan memohon.
“Kumohon jangan lakukan ini kepadaku, Bapa... Sekalipun aku adalah seorang perempuan. Engkau pun tahu bahwa aku adalah salah satu prajurit terbaik disini.”
“Apa yang kau katakan? Pergilah! Selamatkan anakmu... Masa depan Prosdimos jauh lebih berharga dari ini. Dan anakmu adalah masa depan itu. Didiklah dan besarkan ia dengan baik.”
Kemudian tiba-tiba Ann menundukkan kepalanya, dan berkata dengan suara lembut tapi tegas.
“Bapa, tolong pergilah bersama anak yang kucintai ini. Dan saya mohon, kiranya Bapa berkenan untuk mendidik dan membesarkannya seperti engkau mendidik serta membesarkanku dan suamiku. Jadilah seorang ayah dan guru untuknya.”
Kemudian Ann mengangkat kepalanya dan tersenyum lembut kepada Trois Greeya yang telah dianggapnya seperti ayahnya sendiri. Melihat hal tersebut Trois hanya dapat diam mematung. Keteguhan dan kelembutan yang terpancar di kedua mata Ann, yang telah dianggapnya seperti putrinya, telah menjatuhkannya dalam kebimbangan. Dia membisu dan tak bergerak.
Melihat Trois yang tenggelam ke dalam kebimbangan mendengar permintaannya, Ann kemudian melangkah melewat sosok yang telah dianggapnya seperti ayahnya sendiri itu.
Sesaat kemudian, ia membalikkan tubuhnya ke arah Trois Greeya lalu berkata.
“Dapatkah saya memanggil Bapa untuk yang terakhir kalinya, seperti…,”
Ann menatap Trois Gereja dengan ragu.
“seperti yang saya inginkan selama ini….”
Suasana menjadi hening sejenak, keheningan yang begitu rapuh dan menyayat. Keheningan yang menyampaikan sebuah akhir dan perpisahan.
“Ayah…."
Ann kemudian memeluk tubuh laki-laki yang telah membesarkannya itu sesaat. Lalu ia berlari menuju aula utama untuk melawan para Half-blood Harimau. Semakin lama, tubuh Ann semakin menjauh menghilang di balik dinding-dinding.
Sekarang hanya tertinggal Trois Gereja yang termenung dan tediam disamping tubuh bayi kecil yang terus menangis melihat kepergian ibunya. Dia tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. Tubuhnya masih membatu, terkejut oleh tindakan Ann, perempuan yang ia besarkan seperti anak gadisnya sendiri.
Ini adalah ucapan perpisahan dari putrinya...
Dan juga permintaan terakhirnya untuk merawat anak laki-lakinya.
Cucunya...
****
Di aula utama terlihat para prajurit Kuil Anemos melawan para Half-blood Harimau. Para pasukan Half-blood Harimau itu dipimpin oleh Harse Greg.
Lott telah membagi pasukannya menjadi dua kubu, satu kubu yang melakukan penyerangan ke Pemukiman Izois yang dipimpin oleh dirinya sendiri. Sedangkan di kubu lain, melakukan penyerangan ke Kuil Anemos dengan dipimpin oleh Harse Greg. Sehingga Lott Greg dapat melenyapkan dua penghalang impiannya sekaligus. Para Half-blood Burung Api yang merupakan salah satu dari empat Half-blood Hewan Suci dan juga klan dari Kuil Anemos untuk mencegah lahirnya WIND.
Terlihat Sebastian yang sedang memainkan Pedang Tachi (pedang panjang yang merupakan senjata khas dari Kokki’po) miliknya membantai para penyusup. Pedangnya berayun, mengalir, dan menari dengan lembut serta tenang di antara para penyusup itu. Satu persatu dari mereka tertebas, terpotong, dan terpenggal. Seolah kelebihan kekuatan yang mereka miliki, sebagai seorang Half-blood, sama sekali tidak berarti di hadapan permainan pedang milik Sebastian.
Melihat hal itu, Harse berjalan menghampiri Sebastian sambil membawa Tombak Kamayari miliknya. Kemudian melompat dan melesat ke depan, dengan tusukan mengarah ke wajah Sebastian.
Menyadari hal tersebut, Sebastian dengan sigap melompat kecil kearah samping sambil, menepis ke samping tusukan tombak Harse itu. Tapi, tangannya bergetar hebat saat menerima kekuatan serangan laki-laki yang ada di depannya. Sebastian menyadari bahwa laki-laki ini pastilah pimpinan dari para penyusup.
“Luar biasa, kau dapat menepis tusukan tombakku."
Harse memuji dengan hormat.
“Sebagai seorang manusia, tanpa Kristal Enicthis, kau menunjukkan perlawanan yang luar biasa terhadap kami para Half-blood.”
“Apa kau pemimpin para Half-blood Harimau?”
“Aku bukanlah pemimpin Half-blood Harimau. Aku masih terlalu kecil untuk hal sebesar itu. Pemimpin kami yang terhormat dan termulia sedang memimpin pasukan menyerang ke Pemukiman Izois. Sedangan aku...”
Harse Memutar-mutar tubuhnya, seakan sedang melihat sekelilingnya.
“Menggantikan beliau memimpin pasukan untuk melenyapkan para klan pendeta yang berada disini… tanpa sisa.”
Tak berselang lama, Harse melompat cepat menerjang Sebastian dengan tombak kamayari-nya dengan buas.
Menghadapi ayunan dan tusukan yang begitu buas serta liar dari lawannya, Sebastian hanya dapat menghindar. Bahkan untuk sekedar menepis ayunan dan tusukan tombak pun tidak dia lakukan. Karena dia telah menyadari kekuatan yang berada di balik ayunan dan tusukan tombak lawannya. Kekuatan yang bahkan dapat menggetarkan otot-otot serta saraf-sarat di kedua tangannya hanya untuk sekedar menepisnya saja.
Sebastian terus terdesak, mundur kebelakang. Hingga di akhirnya dia tidak dapat menghindari ayunan tombak tersebut dan terpaksa menahannya. Dan seketika itu juga, tubuhnya terpental menghantam pilar-pilar yang berada di aula tersebut. Saat dia berusaha bangkit dan mempertahankan kesadaran dirinya, terlihat musuhnya yang sedang berjalan perlahan menuju ke arahnya.
Tapi tiba-tiba…
Tanpa diduga oleh siapapun, terlihat sosok yang tiba-tiba melesat menebas dengan pedangnya kearah Harse Greg. Pedangnya terlihat menari dengan cantiknya meliuk-liuk diantar tubuh Harse Greg.
Crat....
Suara sayatan pedang terdengar. Dan terlihat Harse melompat menjauh sambil menggenggam lehernya. Pedang itu telah berhasil menebas lehernya. Bahkan telat sedikit saja sudah bisa dipastikan kepalanya akan terlepas dari tubuhnya.
Terlihatlah sosok wanita yang begitu menawan dengan pedang tachi-nya yang berhiaskan ukiran bunga sakura berwarna kuning di gagangnya. Dia adalah Ann Greeya.
Ann menoleh kearah suaminya, dan berkata sambil tersenyum.
“Masih sanggupkah kau menemaniku menari? mungkin untuk terakhir kalinya.”
“Hmm…”
Sebastian bangkit berdiri menanggapi permintaan istrinya.
“Apa aku sudah terlihat begitu lemah dimatamu?”
Keduanya pun kemudian saling menatap sejenak, kemudian melompat menerjang kearah lawan Harse Greg.
Dihadapkan dengan sepasang pendekar pedang, yang menari dan berayun dengan indahnya dengan pedang mereka, Harse benar-benar terdesak. Seolah-olah pedang milik mereka mengalir ke setiap sela-sela di tubuhnya dengan tenang dan lembut untuk mencari segala celah yang ada di tubuhnya.
Perlahan jubah yang dikenakan Harus mulai robek, teriris oleh ayunan-ayunan pedang itu.
Dan akhirnya, tubuh Harse mulai tersayat bertubi-tubi, hingga dia melompat dengan kuat kebelakang akibat ayunan salah satu pedang itu yang kembali mengarah ke lehernya. Tombak kamayari miliknya seolah tidak berarti apa-apa di hadapan sepasang pendekar pedang yang ada di hadapannya.
Tak tinggal diam begitu saja, sepasang pendekar pedang itu kemudian melompat cepat mengejar musuhnya yang menjauh itu.
Harse tertawa lantang menyambut serangan kedua lawannya. Baru kali ini dia bertemu dengan manusia yang mampu membuatnya kewalahan seperti ini tanpa memakai Krista Enichtis.
Harse kemudian menggeram dengan buas dan lantang. Dan tiba-tiba tubuhnya berubah bentuk menjadi manusia harimau (wujud terakhir dari Ras Half-Blood Harimau).
Pertarungan antara Harse melawan Ann dan Sebastian pun kembali berlangsung dengan sengitnya.
Tapi para prajurit Kuil Anemos lain mulai berjatuhan satu persatu menghadapi para Half-blood Harimau, tak kuasa melawan ketimpangan kekuatan antara Ras Manusia dan Ras Half-blood.
Dan perlahan-lahan langit di malam itu mulai terlihat semakin pekat.
****
Di perbatasan Kokki'po terlihat Trois Greeya berlarian menuju ke arah hutan yang berada di dekat Kuil Anemos. Di tanggan kirinya terdengar suara seorang bayi laki-laki yang terisak karena kehilangan ibunya.
Tiba-tiba terlihat olehnya tiga sosok manusia yang membawa tombak.
Apakah mereka manusia?
Bukan!
Mereka adalah Half-blood keji yang telah membantai klannya. Menghancurkan kuilnya.
Dan, mungkin telah membunuh kedua orang tua dari bayi yang sedang digendongnya.
“Siapa kau!”
Terdengar teriakan dari salah satu laki-laki yang berada di hadapannya.
Tanpa basa-basi dia mencabut pedang yang ada di pinggang sebelah kirinya dengan tangan kanannya dan melesat cepat kearah mereka.
Beberapa saat kemudian, kepala mereka telah berterbangan terlepas dari tubuhnya.
Trois kembali berlari menuju ke hutan. Kakinya terasa begitu berat, dan hatinya terasa begitu perih teriris. Dia menyadari betul bahwa dia telah kehilangan kuil yang dicintainya, murid-murid yang berharga baginya. Perempuan yang telah menjadi putrinya di dalam hatinya.
Tapi bayi di tangannya ini juga kehilangan ayah dan ibunya.
Trois kembali memeluk bayi itu semakin erat sambil terus berlari. kemudian sosoknya pun menghilang dibalik hutan di kegelapan malam.
****
“Malam itu langit terlihat begitu pekat, menghitam,
Pintu-pintu terbanting,
Terdengar riuh-riuh teriak memekakkan telinga,
Para harimau memporak-porandakan seisi ruang,
Dan kaki rapuh ini terus berlari tanpa henti,
Sambil membawa harapan dicemari air mata.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!