"Nona muda."
"Tuan muda Ricky sudah menunggu di lantai atas."
"Baik, terima kasih. Saya ke sana sekarang juga."
Amelia melangkah menaiki anak tangga menuju lantai dua. Gadis muda belia nan cantik itu terlihat sangat anggun ketika melangkah menaiki satu persatu dari anak tangga yang tersusun dengan rapi. Wajah cantik milik si gadis masih terlihat tenang. Meski sebenarnya, jantung dari si gadis sedang tidak baik-baik saja.
Beberapa tahun yang lalu, dia ditunangkan dengan tuan muda dari keluarga Amerta. Ricky Dirgantara Amerta. Tuan muda yang tampan rupawan. Punya kedudukan tinggi, anak satu-satunya dari keluarga terkemuka nan berkuasa. Keluarga Amerta yang terkenal dan sangat terpandang.
Sementara itu, Amelia Racham adalah anak pertama di keluarga Racham. Putri sah yang tidak memiliki kasih sayang yang lengkap. Karena di usia yang sangat muda, dia telah kehilangan mama yang sangat dia sayangi. Lalu tak lama berselang setelah kehilangan sang mama, papanya malah membawa istri baru lengkap dengan anak har*am nya sekalian. Adik perempuan yang umurnya hanya berselisih setengah tahun dengan Amelia.
Sungguh luar biasa ulah papanya ini. Bukannya setia, tapi malah menampakkan belangnya secara langsung setelah kepergian istri sah. Sungguh menyakitkan bagi Amelia. Orang tua yang dia harapkan bisa menjaga dirinya, kini malah membagi kasih dengan orang lain. Membuat dirinya seolah terbuang karena tidak terlalu diperhatikan.
Namun, di tengah kemarau, akhirnya hujan turun. Berkat kakek neneknya yang begitu akrab dengan keluarga Amerta yang sangat dihormati, dia pun dijodohkan dengan putra tunggal pewaris dari keluarga tersebut.
Perjodohan itu sudah direncanakan sejak Amelia masih berada dalam kandungan sang mama. Jika yang lahir adalah anak perempuan, maka akan dinikahkan dengan pewaris dari keluarga Amerta yang sudah berusia lima tahun saat itu.
Dan, rencana itu akhirnya berlanjut. Yang lahir adalah anak perempuan. Kedua keluarga pun sepakat menjodohkan anak tersebut. Pertunangan akhirnya di lakukan beberapa tahun yang lalu. Tepatnya, saat Amelia berusia dua belas tahun.
Pertunangan yang membuat kesal mama dan adik tirinya. Jika saja bisa diubah, tentu saja mereka akan menggantikan Amelia dengan Citra. Anak tidak sah yang papa Amelia bawa pulang di saat usia Amelia baru menginjak sepuluh tahun.
Saat ini, usia Amel baru memasuki lima belas tahun. Tunangan yang sudah berusia dua puluh tahun itu tidak pernah dia temui secara langsung. Karena, si tunangan tidak ada di tanah air selama ini. Dia yang akan menjadi kepala keluarga dari keluarga ternama tentu harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Dia harus matang dari segala aspek. Karenanya, dia pun terpaksa menjalani hidup diluar negeri agar pendidikannya bisa melebihi orang lain.
Tapi, beberapa hari yang lalu, si tunangan pulang. Entah karena pendidikannya sudah selesai, atau karena ada alasan lain. Yang jelas, pria terkenal yang selalu jadi pokok pembicaraan itu sudah ada di kediaman Amerta sekarang.
Amel sebagai tunangan pun tiba-tiba menerima panggilan dari pengurus rumah keluarga Amerta, yang mengatakan kalau tuan muda mereka ingin bertemu. Sungguh, Amel tidak habis pikir. Tunangannya ini pria seperti apa sebenarnya? Masa yang datang menyapa bukan si laki-lakinya? Malahan dia selaku perempuan yang datang untuk melihat prianya.
Kesal sebenarnya. Tapi Amel tidak ingin terlalu berburuk sangka. Dia yang dipanggil harus datang. Karena mungkin, si tunangan punya alasan yang lebih kuat untuk tidak memperlihatkan wajahnya di keluarga Racham.
Berjalan beberapa saat, akhirnya, Amelia tiba juga ke tempat yang ingin dia tuju. Tempat yang dikatakan kepala pelayan tadi. Tidak sulit bagi Amel untuk menemukan kamar belajar Ricky. Karena sebelumnya, Amel sudah pernah di ajak ke kediaman Amerta oleh kepala pelayan tersebut untuk memperkenalkan setiap sudut dari kediaman Amerta yang nantinya akan menjadi tempat tinggal Amel.
Jantung Amel semakin berdetak kencang ketika langkah kakinya sampai ke depan pintu dari ruangan yang ingin ia tuju. Sungguh, perasaan gugup semakin menguasai hati. Maklum, melihat secara langsung tentu sangat amat jauh berbeda dengan melihat orang lewat foto saja bukan?
Ah, iya. Tentu saja mereka tidak pernah bicara secara langsung. Entah apa alasannya, mereka berdua selalu saja tidak punya kesempatan untuk bicara lewat udara. Padahal, ini jaman sudah canggih. Bukan jaman yang tidak punya alat komunikasi lagi.
'Ayolah, Mel. Jangan gugup.' Amel bicara dalam hati untuk menguatkan diri.
Tangannya pun langsung mengetuk pintu yang masih tertutup rapat. Dua kali ketukan, suara bariton yang ada di dalam sana langsung terdengar.
"Masuk."
Berat tangan Amel untuk membuka pintu. Tapi, tetap saja dia harus melakukannya. Pintu Amel dorong secara perlahan, hingga pada akhirnya, si penghuni yang ada di dalam sana langsung terlihat.
Deg. Mata Amel menatap lekat wajah rupawan yang ada di dalam kamar tersebut. Pria muda yang sangat tampan penuh dengan kharisma dan wibawa sedang duduk di kursi belakang meja. Awalnya, pria itu sibuk dengan laptop yang sedang ada di depan mata. Namun, saat melihat Amel, pria itu langsung mengalihkan pandangannya dari apa yang sebelumnya dia lihat.
Tak hanya itu saja, pria itu juga langsung bangun dari duduknya. Tatapan mata tajam menusuk, setajam mata elang yang sedang melihat mangsa. Garis wajah yang terbentuk dengan sangat indah, rambut lurus yang jatuh di sebagian dahi. Pria muda yang sangat sempurna. Meski baru berusia muda, kharisma kepemimpinan sudah sangat terlihat darinya.
"Nona muda."
"Siapa namamu?"
Satu pertanyaan yang Ricky lontarkan. Yang langsung membuat Amel merasa tidak nyaman. Mereka adalah pasangan yang sudah ditunangkan. Tapi mengapa Ricky tidak tahu namanya.
"Nama ku-- "
"Ah. Tidak penting siapa nama kamu. Karena hadirmu di sini sekarang adalah karena aku ingin bicara hal yang penting padamu," ucap Ricky memotong dengan cepat.
"Nona muda. Kamu tidak layak jadi tunagan ku."
Deg. Kata-kata yang bagai petir di siang hari. Kata-kata yang langsung membuat mata Amel membelalak sempurna. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin, pria yang dia anggap akan memberikan ia kasih sayang, yang akan menjadi suaminya di masa depan, malah mengatakan hal yang tidak ingin dia dengar.
Memang, perjodohan ini adalah kehendak orang tua. Para tetua yang sudah tiada yang mengaturnya dulu. Tapi, bukan berarti Amel tidak mengharapkannya. Dia yang tidak dihargai di keluarga Racham, sangat berharap bisa menikah dengan Ricky yang sejujurnya sudah mencuri hati saat pandangan pertama lewat selembar foto.
Dan lagi, dia bertahan di keluarganya juga karena perjodohan itu. Jika bukan karena permintaan nenek dan kakeknya, lalu diperkuat dengan permintaan sang mama yang sangat berharap dia bisa menjadi bagian dari keluarga Amerta yang terkemuka, mungkin, dia sudah lama meninggalkan rumah yang tidak lagi seperti rumah baginya sejak lima tahun terakhir. Tepatnya, sejak sang papa membawa pulang anak tidak sah beserta wanita selingkuhan si papa selang beberapa bulan dari kepergian mamanya.
Halo, aku kembali nih.
Niatnya mau aku up setelah selesai. Eh ... akunya malah kangen sama kalian yang sering baca karya aku. Jadinya, aku batalkan niat itu. Dan, malah up sekarang deh.
He he he.
Oh iya, mohon dukungannya yah semuanya. Dan, maafkan juga untuk karya yang hilang tiba-tiba kemarin. Rencananya, aku akan bikin karya baru dengan judul dan cerita yang sama. Jingga. Atau mungkin, dengan judul karya yang berbeda aja kali yah. Yang jelas, rencana itu ada. Tapi, masih butuh proses yang panjang barang kali. Pokoknya, doain aja deh. He he he ....
"Ap-- apa ... maksudnya ucapan barusan, tuan muda?"
Amel masih ingin memastikan apa yang baru saja Ricky katakan. Dia masih berharap jika Ricky hanya sedang mempermainkan dirinya. Menguji dia yang baru pertama kali bertemu. Mungkin, Ricky ingin melihat reaksinya sekarang.
Senyum terpaksa Amel perlihatkan.
"Jangan bercanda, tuan muda. Kita sudah dijodohkan sejak lama oleh para tertua. Kita-- "
"Cukup. Aku tidak ingin mendengarkan ocehan omong kosong dari mulut manis mu itu. Kau tahu, aku sama sekali tidak setuju dengan pengaturan para tetua. Karena apa? Karena kamu sangat tidak layak untuk menjadi istriku."
"Kenapa aku tidak layak?" Amel bertanya dengan nada yang agak tinggi karena hatinya semakin merasa kesal. "Sisi mana dari diriku yang tidak layak untukmu?"
Pertanyaan yang langsung membuat Ricky memberikan tatapan tajam pada Amel.
"Kamu tidak layak dari segala sisi, nona muda. Jadi, tolonglah untuk sadar diri."
Setelah berucap kata-kata itu, Ricky langsung mengalihkan pandangannya dari Amelia. Tak hanya itu saja, dia juga langsung memutar tubuh untuk segera menghindar dari tatapan mata Amel yang sedang sangat terluka.
"Aku sudah selesai bicara. Kamu bisa keluar sekarang juga," ucap Ricky lagi.
"Tapi-- "
"Amelia Racham. Aku sudah membuat keputusan. Pertunangan kita akan aku batalkan. Terserah kamu setuju atau tidak. Yang jelas, keputusan itu sudah aku buat. Aku akan membatalkan perjodohan kita dengan atau tanpa persetujuan dari kamu."
"Sekarang, tolong keluar dari ruangan ini. Aku masih banyak urusan."
Hancur. Sangat hancur hati Amelia sekarang. Cinta yang dia harapkan, tapi malah kecewa yang dia dapatkan. Pria yang selama ini dia anggap akan mbawa bahagia, tapi malah sebaliknya. Duka yang dia terima ketika pria itu kembali dari luar negeri.
Tanpa mengucap satu patah katapun sebagai penutup, Amel beranjak meninggalkan ruang belajar Ricky. Dia pergi dengan hati yang sangat sakit.
Sementara itu, Ricky langsung membalikkan tubuh ketika mendengar langkah kaki Amel terdengar menjauh. Dia tatap pintu yang sudah tertutup rapat saat punggung Amel menghilang dari balik daun pintu tersebut. Ricky langsung menggenggam erat tangannya.
Amel berjalan dengan cepat menuruni anak tangga. Air mata yang jatuh dia seka dengan cepat. Air mata yang tumpah tampa bisa dia cegah. Padahal, sudah susah payah Amelia menahannya agar tidak jatuh. Setidaknya, tidak jatuh di sini karena dia pasti akan diperhatikan oleh para pelayan yang bekerja di kediaman Amerta ini.
Sayangnya, usaha itu gagal. Karena hati yang terlalu sakit, air mata malah tumpah dengan sendirinya. Amel terus menyeka air mata tersebut hingga tak sengaja berhadapan dengan pak tua tangan kanan kepercayaan orang tua Ricky.
"Nona muda. Anda .... "
Sontak, Amel terkejut. Sigap tangannya menyapu air mata yang tumpah. Senyum manis dia ukir dengan terpaksa.
"Pak tua."
"Nona muda. Anda kenapa? Apa ... tuan muda yang membuat anda menangis?"
"Ha? Pak tua bisa saja. Saya tidak menangis kok. Saya-- saya kelilipan."
"Nona."
"Saya baik-baik saja, Pak. Tapi sekarang, saya harus pamit. Ada hal mendesak yang harus saya lakukan. Saya harus pulang sekarang. Permisi, pak tua."
Gegas Amel beranjak. Baginya, menghindar adalah pilihan terbaik buat dirinya saat ini. Karena luka hati ini terlalu sakit. Dia tidak ingin berbagi dengan siapapun sekarang. Karena memang, tidak ada yang bisa dia ajak berbagi suka maupun kesedihan.
Sapaan para pelayan yang dia temu ia abaikan. Sudah terlalu berat perasaan yang sedang menimpa hati. Dia seolah tidak lagi bisa berpura-pura. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah mencari tempat sepi agar bisa melepas tangisan supaya hati bisa tentram.
....
Satu minggu setelah kejadian itu, keluarga Racham langsung digemparkan dengan kabar tuan muda Amerta yang ingin menukar tunangan. Tidak hanya perjanjian tertulis, Ricky selaku tuan muda Amerta juga datang.
Ricky datang sendiri ke kediaman Racham untuk menyampaikan maksudnya itu. Dia ingin menukar Amelia dengan Citra Lutina Racham. Anak tidak sah yang bergelimangan kasih sayang dari keluarga Racham.
"Apa? Tuan muda ingin menukar tunangan?" Papa Amel berucap dengan wajah sangat terkejut.
"Ya. Saya tidak tertarik dengan putri pertama dari keluarga Racham. Sebaliknya, saya sangat tertarik dengan putri kedua dari keluarga Racham. Karena itu, saya ingin menukar tunangan saya dengan putri kedua kalian. Bagaimana?"
Tentu saja Citra bahagia bukan kepalang. Impiannya selama ini ternyata jadi kenyataan. Dia yang sangat menginginkan posisi istri dari tuan muda Amerta itu langsung terkabulkan secara tiba-tiba. Dia yang selama ini merasa sangat iri pada Amelia yang telah menjadi anak pertama dari keluarga tersebut. Padahal, dia pikir, dirinya lebih cocok dengan Ricky yang tampan dan juga terlahir dari latar belakang yang sangat sempurna.
"Tuan muda. Bagaimana anda bisa mengambil keputusan ini? Perjodohan itu dilakukan oleh para tetua. Anda tidak bisa mengubah calon istri anda secara tiba-tiba," kata papa Amel dengan wajah yang masih tidak berubah.
Namun, gegas istrinya meraih lengan sang suami. "Papa. Tuan muda bisa memilih apa yang dia inginkan. Lagipula, baik Amel atau Citra. Jatuhnya akan sama saja, bukan? Keduanya juga putri dari keluarga Racham."
"Tapi, Ma. Citra-- "
"Perjodohan itu dibuat oleh kedua belah pihak. Perjodohan itu dibuat oleh para tetua. Bukan penerus dari kedua keluarga. Bagaimana bisa ditukar dengan sesuka hati?"
Papa Amel masih ingin berusaha mempertahankan kedudukan anaknya. Walau dia merasa, kalau keuntungan yang akan dia dapat akan sama saja. Baik Citra atau Amel, sama-sama anaknya. Jadi, tetap dia yang akan menerima keuntungan jika pernikahan itu terjadi.
Tapi, selaku papanya Amelia. Dia merasa bersalah pada anaknya. Bagaimana bisa, tuan muda itu tiba-tiba mau menukar calon istri. Padahal, calon istrinya sudah ditentukan sejak masih dalam kandungan.
Citra yang merasa tidak bisa membiarkan kesempatan emas itu lenyap, langsung memainkan sandiwara dengan cepat. Dia langsung memasang wajah sedih seketika.
"Papa. Citra memang bukan putri pertama dari keluarga Racham. Tapi, Citra masih anak papa, bukan? Citra masih punya darah keturunan keluarga Racham. Apa salahnya jika Citra yang menikah dengan tuan muda Amerta."
"Dan lagi, ini bukan keputusan kita. Melainkan, keputusan tuan muda Amerta itu sendiri."
Hening beberapa saat, mereka saling berpikir jalan terbaik dari masalah yang sedang mereka hadapi. Sementara itu, di balik tembok tikungan pembatas ruang tamu, Amelia sedang bersandar kan diri di sana. Hatinya terluka. Batinnya sangat sedih.
Ternyata, dia baru sadar kalau Ricky tidak suka dia. Melainkan, menyukai adik tidak sah yang papanya bawa pulang waktu itu. Perjodohan yang neneknya buat saat dia masih dalam kandungan, malah direbut oleh adik tidak sah yang baru datang ke keluarga nya.
Amel menutup mata rapat-rapat. Buliran bening jatuh perlahan. Satu tangan dia letakkan ke atas dada sambil dia genggam erat. Sungguh, rasa sakit itu semakin kuat terasa.
Tidak cukup keluarganya yang diambil oleh adik tidak sahnya itu ternyata. Sekarang, adik tidak sah itu malah mengambil tunangan yang selama ini dia banggakan. Tunangan yang selama ini dia harapkan akan membawa dirinya pergi dari penderitaan. Tapi ternyata, semua hanyalah angan-angan. Kenyataan lebih menyakitkan sekarang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!