Di pagi yang cerah di kota Shanghai, seorang gadis muda bernama He Ma Li baru saja lulus dari universitas dan tengah bersemangat mencari pekerjaan pertamanya.
Mimpinya adalah menjadi seorang penulis novel yang bisa menggugah hati pembacanya, sehingga ketika mendapat kesempatan melamar di sebuah kantor penerbit besar, ia tak ragu sedikit pun.
Namun, kantor itu ternyata dimiliki oleh seorang CEO terkenal, Zhang Xiang Li—pria tampan, kaya raya, namun dikenal memiliki sifat dingin dan keras kepala.
Saat Ma Li berhasil diterima, ia segera menyadari bahwa bekerja di bawah bimbingan Zhang Xiang Li bukanlah hal yang mudah.
Tuntutannya tinggi, dan nada bicaranya seringkali tegas dan tanpa kompromi. Namun, di balik sifat galaknya, Ma Li melihat sisi lain dari sang CEO yang perlahan menarik perhatiannya.
Setiap detik di kantor terasa seperti petualangan bagi Ma Li, terutama ketika ia tanpa sadar memendam perasaan terhadap Xiang Li.
Di tengah tekanan pekerjaan dan interaksi sehari-hari yang penuh ketegangan, perasaan tak terduga mulai muncul antara keduanya.
Meskipun mereka sering berbeda pendapat dan terkadang berdebat sengit, benih cinta yang perlahan tumbuh di hati Xiang Li mengubah segalanya.
Dengan berbagai lika-liku, perjalanan cinta mereka berlanjut ke momen tak terduga yang semakin mendekatkan mereka.
Dari perselisihan kecil hingga momen-momen penuh perhatian, hubungan mereka berdua berkembang menjadi kisah cinta yang tak biasa.
Mereka pun dihadapkan pada keputusan-keputusan besar yang akan membawa mereka lebih dekat ke kebahagiaan dan kehidupan yang saling melengkapi.
Akankah cinta Ma Li dan Xiang Li bertahan di tengah tekanan pekerjaan dan sifat keras kepala sang CEO? Ini adalah kisah cinta yang penuh lika-liku, sebuah perjalanan dari perseteruan hingga kasih sayang yang mendalam.
“He Ma Li kamu saya terima di kantor saya,saya harap kamu melakukan pekerjaan dengan sangat baik ya ,jika tidak kamu akan saya pecat “ ucap Ceo Xiang Li kepada Ma Li.
“Baiklah Pak saya berjanji akan bekerja dengan bak “ ucap He Ma Li kepada Pak CEO Xiang Li.
“INI TEKS NOVEL SELANJUTNYA BUAT KAMU KASIH KE SAYA BESOK PAGI” CEO Xiang Li Kesal kepada Ma Li yang memberikan kertas itu kepadanya.
“Baiklah pak" balas Ma Li.
"ih baru kerja udah di marahin aja dasar CEO galak” gumam Ma Li.
Lalu He Ma Li ingin keluar dari ruangan CEO tersebut tapi CEO tersebut mendengar perkataan He Ma Li.
“Ma Li kamu ngomong apa tentang saya?” tanya CEO Xiang Li berkata Ma Li.
“Saya gak ngomong apa-apa tentang bapak,mungkin bapak salah dengar,yaudah saya akan kembali ke meja saya” jawab Ma Li kepada CEO itu.
“Seperti nya iya saya salah dengar yasudah kamu kembali bekerja” ujar CEO Xiang Li kepada Ma Li.
“Baik lah pak Xiang Li ” ucap Ma Li kepada CEO itu.
“Tunggu disitu jangan pergi “ ucap CEO Xiang Li melarang Ma Li pergi dari ruangannya.
“Kenapa pak? Masih perlu saya?” tanya Ma Li bertanya kepada CEO itu.
“Naskah itu harus selesai besok pagi udah ada di meja saya jika tidak awas saja kamu “ jawab CEO Xiang Li kepada Ma Li.
“Okey pak,” Jelas He Ma Li.
Setelah He Ma Li keluar dari ruangan tersebut ia langsung bekerja mengetik novel yang akan di buat olehnya dan ia di sapa oleh teman baru yang ada di kantor itu.
“Ni hao nama mu He Ma Li kan?” ucap Fang Leng menyapa Ma Li.
“Ni hao juga,iya namaku He Ma Li penulis novel disini dan aku juga karyawan baru disini,nama kamu siapa?” ujar Ma Li.
“Nama ku Fang Leng selamat bergabung disini ya dan semoga betah “ jawab Fang Leng.
“Ni hao He Ma Li namaku Xiao Qi” ucap Xiao Qi menyapa Ma Li.
“Ni hao He Ma Li nama ku Cha Eun-Ha aku senior kamu loh “ ucap Eun-Ha menyapa Ma Li.
“Ni hao juga semuanya terima kasih telah menyambutku dengan baik “ ucap He Ma Li kepada semua karyawan.
“Ma Li nanti siang kita makan bareng yuk di café “ ucap Cha Eun-Ha mengajak Ma Li untuk makan siang bersama
“Kita juga setuju apa yang di kata Eun-Ha “ ucap Semua karyawan
Lalu CEO Xiang Li pun mendengar percakapan mereka semua dan melarang mereka semua untuk makan siang.
“KALIAN SEMUA MAU KEMANA? KERJAKAN DULU NASKAH KALIAN MASING-MASING BARU BOLEH PERGI” ucap CEO Xiang Li marah kepada semua karyawan.
“Itu pak kita semua mau makan siang di luar “ ucap Xiao Qi berbicara kepada CEO itu.
“Tidak boleh kalian harus mengerjakan naskah kalian,saya akan pergi rapat di kota Guangzhou“ ucap CEO itu.
“Baik lah Pak Xiang Li,“ ucap semua karyawan.
“Tapi saya lapar pak belum sempat beli makan tadi “ ucap He Ma Li memberi tahu CEO itu.
“Saya punya makanan untuk Ma Li dan hari ini Ma Li ikut saya rapat di Guangzhou selama 2 hari“ ucap CEO Xiang Li mengajak Ma Li untuk ikut dengannya.
“Makasih pak,hah? Saya pak? Saya kan belum selesai menyelesaikan naskah yang bapak berikan kepada saya “ tanya He Ma Li yang sangat terkejut yang di kata CEO itu.
“Udah kamu jangan pura-pura kaget gitu besok ikut saya ke Guangzhou,hanya 2 hari saja disana“ jawab Xiang Li yang berusaha ngomong pelan dan sabar.
“Jie-jie Eun Ha,Xiao Qi aku takuttt“ ucap Ma Li yang sangat ketakutan di ajak pak Xiang Li CEO yang galak dan dingin kepada Eun-Ha dan Xiao Qi.
“Sudah kamu jangan takut sama dia,dia baik kok orangya” bisik Cha Eun-Ha dan Xiao Qi memberitahu kepada Ma Li.
Sebelum He Ma Li dan Zhang Xiang Li berangkat ke Guangzhou, mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dengan keluarga di rumah, mengingat perjalanan ini mungkin akan memakan waktu lama. Pagi itu, mereka sarapan bersama di ruang makan, di mana suasana hangat terasa di antara canda dan tawa.
He Ma Li terlihat sibuk memeriksa daftar barang yang harus dibawa, sementara Zhang Xiang Li lebih santai, sesekali bercanda untuk mengurangi rasa tegang yang tampak pada He Ma Li. Mereka tahu perjalanan ini adalah kesempatan besar untuk karier mereka, tetapi ada sedikit kekhawatiran di hati mereka meninggalkan keluarga dalam waktu lama.
Malam harinya, keluarga mengadakan makan malam spesial untuk mereka. Orang tua mereka memberikan banyak nasihat dan mengingatkan agar tetap menjaga kesehatan selama di Guangzhou. Sambil menikmati hidangan yang lezat, mereka mengobrol tentang rencana ke depan dan hal-hal yang akan dilakukan di Guangzhou.
Di akhir malam, He Ma Li dan Zhang Xiang Li berpamitan kepada setiap anggota keluarga, berjanji untuk sering memberi kabar dan menjaga diri. Rasa haru terpancar, tetapi mereka juga penuh semangat untuk menghadapi petualangan baru di Guangzhou.
4 jam kemudian mereka semua telah pulang dari kantor dan Zhang Xiang Li telah sampai rumah.
Zhang Xiang Li ingin duduk di sofa sambil nonton TV dan juga ia bergumam di ruang TV tersebut.
"Ah sudah lama aku tidak menonton TV,aku ingin sekali memiliki seorang pacar dan aku juga mulai suka dengan karyawan ku sendiri. Ya Tuhan besok aku pergi rapat ke Guangzhou dan juga belum mempersiapkan baju untuk besok" gumam Xiang Li.
15 menit kemudian Xiang Li telah selesai mandi dan sedang ganti baju piyama untuk tidur.
Seperti biasa Zhang Xiang Li bergumam kembali dirumah nya yang sangat sepi dan sunyi.
Ia memiliki rumah yang sangat besar dan hanya diri nya yang tinggal disana karena kedua orang tua nya telah meninggal.
"He Ma Li sangat cantik dan dia akan ikut aku besok ke Guangzhou, aku akan memberikan yang terbaik untuk nya" gumam Xiang Li.
Zhang Xiang Li telah selesai packing untuk besok berangkat ke Guangzhou ia telah membeli tiket hotel, tiket pesawat untuk mereka berdua.
CEO keras kepala itu memberitahu kepada He Ma Li semua fasilitas sudah di bayar oleh CEO tersebut.
Mereka berdua baru saja sampai di bandara Shanghai menuju bandara Guangzhou, jarak dari Shanghai ke Guangzhou tidak lah jauh menghabiskan waktu selama 2 jam saja.
Keesokan harinya, Mereka berdua baru saja sampai di bandara Shanghai menuju bandara Guangzhou, jarak dari Shanghai ke Guangzhou tidak lah jauh menghabiskan waktu selama 2 jam saja.
CEO keras kepala itu memberitahu kepada He Ma Li semua fasilitas sudah di bayar oleh CEO tersebut.
Pagi yang dinantikan akhirnya tiba. He Ma Li merasa gugup sekaligus penasaran tentang bagaimana perjalanan ini akan berjalan. Dengan jantung berdebar, dia bersiap di lobi kantor sesuai arahan Zhang Xiang Li. Ketika Xiang Li tiba, pria itu menatapnya sejenak sebelum memberikan arahan singkat.
"Jangan membuat masalah selama kita di Guangzhou," ucapnya datar namun tegas.
"Baik, Pak," jawab Ma Li pelan, merasa tertekan namun tetap ingin menjaga profesionalisme.
Di dalam mobil menuju bandara, suasana hening di antara mereka hanya diisi dengan suara lalu lintas. Ma Li sesekali mencuri pandang ke arah CEO-nya, mengagumi sosoknya yang terlihat elegan dan berwibawa meski bersikap dingin. Namun, setiap kali Xiang Li menyadari tatapannya, Ma Li buru-buru mengalihkan pandangannya ke jendela.
Setibanya di Guangzhou, mereka langsung menuju hotel tempat rapat akan berlangsung. Xiang Li memberikan arahan detail tentang agenda yang harus dihadiri Ma Li, termasuk catatan yang harus ia buat selama rapat berlangsung.
“Saya ingin kamu mencatat dengan teliti. Jangan sampai ada yang terlewat,” ucap Xiang Li dengan nada serius.
“Baik, Laoban,” jawab Ma Li. Dalam hatinya, ia bertekad untuk membuktikan bahwa dirinya mampu bekerja dengan baik meski di bawah tekanan.
Selama rapat berlangsung, Ma Li mencatat setiap poin penting yang disampaikan para peserta rapat.
Meski terkadang ia merasa gugup karena tatapan tajam Xiang Li yang sesekali mengarah padanya, Ma Li berhasil tetap fokus.
Setelah rapat usai, Xiang Li terlihat sedikit lebih puas dengan hasil kerja Ma Li.
“Saya akui, kamu bekerja cukup baik hari ini, Ma Li,” ucap Xiang Li sambil melirik catatan Ma Li.
"Terima kasih, Laoban. Saya senang bisa membantu," jawab Ma Li dengan senyum kecil.
Malam harinya, Xiang Li mengajak Ma Li untuk makan malam di sebuah restoran terkenal di Guangzhou. Ma Li terkejut dengan ajakan tersebut, tetapi tidak berani menolak. Saat mereka duduk di restoran, suasana canggung mulai melingkupi. Ma Li tidak tahu harus berkata apa, dan Xiang Li pun hanya diam sambil memandang daftar menu.
"Kenapa kamu begitu diam?" tanya Xiang Li akhirnya, membuat Ma Li tersentak.
"Saya... hanya tidak terbiasa makan bersama laoban," jawab Ma Li dengan jujur.
Xiang Li tertawa kecil, pertama kalinya Ma Li melihat senyuman itu di wajahnya. "Santai saja. Anggap ini sebagai kesempatan untuk memperkenalkan diri lebih dekat."
Ma Li tersenyum kikuk, tetapi dalam hatinya ia merasa senang melihat sisi lain dari sosok CEO yang biasanya dingin. Mereka mulai mengobrol ringan tentang pekerjaan, masa lalu, dan impian Ma Li menjadi seorang penulis novel terkenal. Xiang Li, yang awalnya tampak hanya mendengarkan, mulai menunjukkan ketertarikan pada cerita Ma Li.
“Saya dulu juga ingin menjadi penulis, tapi keadaan membuat saya harus mengurus perusahaan ini,” ucap Xiang Li.
Malam itu, Ma Li merasakan ada sesuatu yang berbeda. Di balik sikap dingin dan galaknya, Xiang Li adalah seseorang yang memiliki mimpi dan ketulusan yang sama seperti dirinya. Hubungan mereka terasa sedikit lebih dekat setelah percakapan tersebut, seolah jarak antara mereka perlahan menghilang.
Namun, Ma Li tetap menyadari bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan dirinya mungkin akan menghadapi banyak rintangan bersama Xiang Li di masa depan. Di tengah kebingungan perasaan yang mulai muncul, ia bertekad untuk memberikan yang terbaik dan tidak mengecewakan pria yang kini diam-diam mulai mengambil ruang di hatinya.
Tiba-tiba He Ma Li tertidur di pesawat karena ia pertama kali naik pesawat, ia merasa senang bisa di percayai oleh CEO keras kepala tersebut.
CEO Zhang Xiang Li membangunkan He Ma Li yang tertidur.
“Ma Li ayo bangun kita udah sampai Guangzhou“ ucap Xiang Li sambil membangunkan Ma Li.
“Iya pak sebentar“ ucap Ma Li yang baru saja bangun tidur.
3 jam kemudian mereka udah selesai rapat lanjut tidur di hotel yang telah di beli oleh Xiang Li.
“Ma Li ini kunci kamar untuk mu dan jika kamu ada keperluan ke kamar saya ini kartu kamar saya ya” ucap CEO Xiang Li sambil memberikan kartu kunci kamar nya.
"Xie Xie Laoban" ujar Ma Li berterima kasih kepada CEO tersebut.
“Ayo kita makan siang tenang saja hari ini saya bayarin” ucap CEO Xiang Li.
"Okey Laoban,Xie-Xie" jawab Ma Li.
Setelah mereka berdua telah selesai lunch lalu Zhang Xiang Li mengajak He Ma Li jalan-jalan ke kota Guangzhou.
karena besok adalah hari terakhir mereka di Guangzhou dan harus kembali ke Shanghai.
“Ayo kita jalan-jalan di kota kelahiran saya" jelas CEO Xiang Li.
"Okey Laoban" respon Ma Li.
"Jadi hari ini kita ke perpustakaan terbesar di kota Guangzhou yuk" ajak Xiang Li.
"Ayo Laoban" respon Ma Li.
15 menit kemudian mereka berdua telah sampai di perpustakaan tersebut.
"Ayo kita masuk" jelas Xiang Li.
"Ok Laoban" ucap Ma Li.
CEO Zhang Xiang Li tidak sengaja pegang tangan Ma Li.
"Laoban kenapa pegang tangan ku?" tanya Ma Li.
"Ah duìbùqǐ Ma Li" jawab Ma Li.
2 jam kemudian mereka berdua telah selesai membaca buku disana dan CEO Xiang Li mengajak He Ma Li ke suatu tempat yang romantis, bagaimana reaksi He Ma Li?.
"He Ma Li ayo ikut saya" jelas Xiang Li.
"Kemana Laoban?" tanya Ma Li.
"Ke tempat yang romantis pasti kamu suka" jawab Xiang Li dengan penuh semangat.
15 menit kemudian mereka berdua telah sampai di tempat paling romantis yang ada di kota Guangzhou.
Zhang Xiang Li menyuruh He Ma Li untuk duduk di bangku taman tersebut karena Zhang Xiang Li ingin membeli sesuatu untuk He Ma Li.
"He Ma Li kamu tunggu sini ya" jelas Xiang Li.
"Laoban mau kemana?" tanya He Ma Li kepada CEO tersebut.
"Saya mau beli sesuatu, jangan pergi kemana-mana soalnya jika kamu hilang dari sini sangat susah mencari mu karena lingkungan ini sangat luas" jawab Xiang Li.
"Haoba Laoban" ujarnya sambil menjawab perkataan sang CEO.
20 menit kemudian Zhang Xiang Li telah selesai membeli makanan dan minuman untuk He Ma Li.
He Ma Li menunggu CEO tersebut sangat sabar dan ia sambil memainkan ponselnya.
lalu Zhang Xiang Li berjalan menuju ke arah He Ma Li yang sedang memainkan ponselnya sambil duduk di bangku taman tersebut.
Zhang Xiang Li langsung duduk dan memberikan makanan berserta minuman untuk He Ma Li.
"He Ma Li ini makanan dan minuman untuk mu" jelas Xiang Li sambil menyodorkan makanan dan minuman yang telah ia beli.
"Wah Xie-Xie ni laoban" jelas Ma Li yang berterima kasih kepada CEO tersebut.
15 menit kemudian mereka berdua telah selesai makan camilan lalu Zhang Xiang Li berbicara kepada karyawan tersebut.
"Oh ya besok kita akan pulang ke Shanghai" jelas Xiang Li.
"Haoba laoban" respon Ma Li kepada perkataan CEO tersebut.
"Yasudah kita kembali ke hotel dan jangan lupa untuk istirahat" ujar Xiang Li.
"Haoba Laoban" jawab Ma Li.
Hari itu langit Guangzhou terlihat cerah. Setelah beberapa hari penuh dengan rapat dan pertemuan bisnis yang padat, akhirnya pekerjaan mereka berdua selesai. Ma Li menghela napas lega, merasa puas karena semuanya berjalan lancar. Namun, perasaan lega itu segera tergantikan dengan sedikit kesedihan. Guangzhou telah memberi mereka banyak kenangan, dan rasanya ia belum siap meninggalkan kota itu.
Di tengah perjalanan menuju bandara, suasana mobil cukup hening. Xiang Li, CEO yang selalu tegas dan serius, fokus menyetir tanpa banyak bicara. Ma Li sesekali mencuri pandang, memandang wajah CEO-nya yang terlihat sedikit lelah namun tetap tenang.
Saat mereka melewati salah satu jembatan yang menghadap ke sungai Zhujiang, Xiang Li tiba-tiba memperlambat laju mobil. Tanpa menoleh, ia berkata, "Kita punya waktu sedikit. Mau lihat pemandangan sebentar?"
Ma Li tersentak, tak menyangka CEO-nya akan menawarkan hal seperti itu. "Benarkah, Laoban?" tanyanya, mencoba memastikan.
Xiang Li mengangguk ringan, lalu memarkir mobil di tepi jalan. Mereka berdua turun dan berjalan menuju tepian jembatan. Sungai Zhujiang berkilauan diterpa matahari sore, memberikan pemandangan yang menenangkan.
"Terkadang kita terlalu sibuk bekerja, sampai lupa untuk menikmati pemandangan sekitar," ujar Xiang Li sambil menatap sungai.
Ma Li mengangguk pelan, merasa terkesan. "Saya setuju, Laoban. Guangzhou punya pesonanya sendiri."
Xiang Li menoleh, menatap Ma Li dengan pandangan yang lebih lembut dari biasanya. "Terima kasih sudah bekerja keras dan mendampingi saya di sini," ucapnya singkat namun tulus.
Ma Li tersenyum. "Terima kasih juga sudah memberi saya kesempatan ini, Laoban."
Setelah beberapa menit menikmati pemandangan, mereka kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan menuju bandara. Namun, di dalam hati Ma Li, ada sedikit harapan bahwa suatu saat mereka bisa kembali ke Guangzhou, bukan hanya untuk urusan pekerjaan, tapi mungkin untuk menikmati kota ini sebagai teman atau... lebih dari itu.
Saat mereka tiba di bandara, Ma Li melihat Xiang Li berjalan di depannya dengan langkah yang mantap. Ada perasaan kagum yang tak bisa ia sembunyikan setiap kali melihat sosok CEO yang tegas dan berwibawa itu. Tanpa ia sadari, kehadiran Xiang Li mulai membuatnya merasa nyaman, walaupun mereka jarang terlibat pembicaraan pribadi.
Di ruang tunggu, mereka duduk berdampingan, menanti panggilan untuk boarding. Ma Li merasa ada suasana canggung di antara mereka, namun ia tidak tahu harus memulai pembicaraan apa. Sesekali ia melirik Xiang Li yang terlihat sibuk membaca email di ponselnya.
Tiba-tiba, Xiang Li berhenti mengetik dan meletakkan ponselnya. "Kau sudah lama bekerja di Z One Entertainment, bukan?" tanyanya tanpa menoleh.
"Iya, Laoban. Hampir tiga tahun," jawab Ma Li, sedikit terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu.
Xiang Li mengangguk, kemudian bertanya lagi, "Kenapa kamu memilih bekerja di sini? Dengan kemampuanmu, pasti kamu bisa mendapatkan posisi yang lebih tinggi di perusahaan lain."
Ma Li terdiam sejenak, merenungkan jawabannya. "Sebenarnya, saya pernah berpikir untuk mencari peluang di tempat lain," ia mulai, menatap ke arah lantai. "Tapi di Z One, saya merasa banyak belajar, terutama dari Anda, Laoban. Meski kadang keras, saya tahu Anda selalu ingin yang terbaik dari kami. Saya menghargai itu."
Xiang Li tersenyum tipis, mendengarkan dengan seksama. "Kau memang pekerja keras, Ma Li. Saya menghargai dedikasimu," katanya dengan nada yang lembut, berbeda dari biasanya. "Kadang saya lupa, di balik semua kerja keras kita, ada orang-orang seperti kamu yang membuat perusahaan ini berjalan dengan baik."
Ma Li merasa hatinya hangat mendengar pujian itu. Ia tak pernah menyangka Xiang Li akan mengucapkan kata-kata seperti itu padanya.
Panggilan boarding pun terdengar, menandakan bahwa mereka harus bersiap untuk masuk ke dalam pesawat. Selama penerbangan, Ma Li kembali tenggelam dalam pikirannya, teringat akan setiap momen yang ia lalui bersama Xiang Li selama di Guangzhou. Ia menyadari bahwa perasaannya terhadap CEO-nya mulai tumbuh, meski ia berusaha untuk menahannya.
Saat mereka tiba di Shanghai, Xiang Li menoleh padanya sebelum berpisah di bandara. "Kamu sudah bekerja keras. Besok kau bisa ambil cuti. Nikmati hari liburmu, Ma Li," katanya dengan senyum yang tipis namun tulus.
Ma Li terkejut. "Benarkah, Laoban? Terima kasih banyak!" Ia tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
Xiang Li mengangguk, lalu berjalan pergi dengan langkah mantap. Ma Li berdiri di tempatnya, menatap punggung Xiang Li yang semakin menjauh. Tanpa ia sadari, senyum kecil terukir di wajahnya. Perjalanan ke Guangzhou mungkin sudah selesai, tapi perasaan yang baru tumbuh dalam hatinya akan menjadi awal dari cerita yang belum ia ketahui akhirnya.
Setelah Xiang Li menghilang di kerumunan bandara, Ma Li merasa ada sesuatu yang tertinggal. Bukan hanya kenangan tentang Guangzhou, tapi juga perasaan yang terus mengganggu pikirannya sejak perjalanan itu.
Hari berikutnya, Ma Li memutuskan untuk memanfaatkan cuti yang diberikan Xiang Li. Ia berjalan-jalan di sekitar kota Shanghai, menikmati suasana kota yang selalu sibuk, tapi terasa sedikit sepi tanpanya harus kembali ke kantor. Tanpa sadar, langkah kakinya membawanya ke sebuah kafe kecil yang nyaman di sudut kota, salah satu tempat favoritnya untuk berpikir.
Sambil menyeruput kopi, pikirannya terus kembali ke Xiang Li. Ia teringat momen-momen singkat yang mereka habiskan bersama di Guangzhou—saat melihat pemandangan sungai, percakapan di ruang tunggu bandara, hingga senyum singkat yang jarang sekali Xiang Li tunjukkan. Ada sesuatu yang berbeda dari dirinya saat itu, dan Ma Li menyadari bahwa perasaannya semakin jelas, bahkan meski ia tahu batasannya sebagai bawahan.
Di tengah lamunannya, Ma Li dikejutkan oleh suara notifikasi di ponselnya. Ia membuka pesan dan mendapati sebuah pesan dari Xiang Li: “Bagaimana harimu? Semoga menikmati liburan, Ma Li.”
Pesan singkat itu cukup untuk membuat hatinya berdebar. Xiang Li jarang sekali menghubunginya di luar urusan pekerjaan. Setelah beberapa detik, Ma Li membalas, “Terima kasih, Laoban. Saya menikmati waktu untuk beristirahat. Semoga Anda juga bisa bersantai di tengah kesibukan.”
Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi lagi. Kali ini, bukan balasan pesan, melainkan panggilan dari Xiang Li. Dengan sedikit ragu, Ma Li menjawab teleponnya.
"Ma Li, sedang di mana?" tanya Xiang Li dengan suara yang terdengar tenang namun hangat.
"Sedang di kafe, Laoban," jawab Ma Li, suaranya sedikit bergetar karena tak menyangka mendapat telepon dari CEO-nya langsung.
"Aku ada di sekitar sini untuk sebuah pertemuan. Apakah aku boleh mampir?" Xiang Li bertanya dengan nada yang berbeda, seperti mencoba memberikan kesempatan untuk berbicara lebih santai.
Ma Li terdiam sejenak, tak percaya bahwa Xiang Li ingin bertemu dengannya di luar pekerjaan. "Tentu saja, Laoban," jawabnya akhirnya, masih bingung dengan perasaan yang mulai campur aduk.
Beberapa menit kemudian, Xiang Li masuk ke kafe dan menemukan Ma Li duduk di pojok. Ia mengenakan pakaian kasual, berbeda dengan tampilan CEO yang biasanya formal. Melihat Xiang Li dengan tampilan yang lebih santai membuatnya terlihat lebih hangat dan approachable.
Mereka duduk bersama, berbincang tentang hal-hal ringan yang biasanya tak pernah mereka bahas di kantor. Tentang kesukaan Ma Li pada kopi, hobi Xiang Li dalam membaca, hingga pengalaman masa kecil mereka. Ma Li tak menyangka bahwa di balik sosok tegas dan galak, Xiang Li memiliki sisi lain yang penuh kehangatan.
Saat obrolan mereka semakin dalam, Xiang Li tiba-tiba menatapnya dengan serius. "Ma Li, selama perjalanan ke Guangzhou, aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Tidak hanya soal pekerjaan, tapi tentang kamu."
Ma Li menahan napas, tak berani berharap terlalu jauh. Namun, Xiang Li melanjutkan dengan nada yang lebih lembut. "Aku tidak tahu apakah ini pantas, tapi aku ingin mengenalmu lebih jauh, jika kamu merasa nyaman."
Wajah Ma Li memerah, hatinya berdebar tak menentu. "Laoban... saya... saya juga merasa begitu," jawabnya pelan, nyaris berbisik.
Xiang Li tersenyum, untuk pertama kalinya menunjukkan ekspresi yang begitu tulus. "Kalau begitu, mulai hari ini, anggap saja kita teman, Ma Li. Kita bisa melihat ke mana arah ini akan membawa kita, tanpa terburu-buru."
Ma Li hanya bisa tersenyum, merasa bahagia dengan kesempatan yang tak disangka-sangka ini. Hubungan mereka mungkin masih panjang dan penuh tantangan, namun sore itu di kafe kecil, mereka memulai sesuatu yang baru—sebuah langkah kecil menuju perasaan yang tak terucap selama ini.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!