..."Everything can be bought, except sincere love."...
Btw cerita ini akan direvisi, supaya bacaannya bisa lebih baik lagi, dan tidack ada kata insecure lagi. Direvisi pada tanggal 2 Januari 2023, anjay lama bet. Kenapa lama coba? Soalnya kalo sebentar ya itu hubungan asmara kalian awokawokawok. Canda, so Happy reading guys...
"Van, buka pintunya sana." Pria yang bernama Rezvan kini terlihat sedang menghentak-hentakkan kakinya kesal. Menjadi adik tidaklah mudah, ia harus beberapa kali mengalah, contohnya dalam urusan siapa yang membukakan pintu rumah ini.
Tubuh Rezvan mendadak kaku saat ia menyadari siapa orang yang mengetuk pintu rumahnya tersebut. Seorang Gadis cantik berpakaian formal, dengan senyuman manis yang terpampang di wajahnya kini sedang berdiri dihadapan Rezvan. "Hi, Kak." Sapa Gadis cantik itu.
Pria itu kembali kealam bawah sadarnya, saat secara tiba-tiba gadis itu memeluknya dengan sangat Erat, "Freya rindu Kakak." Yup, Gadis itu adalah Freya, anak termuda dari keluarga Abrisam. Sebenarnya sedari kecil, Freya dan Gerald dititipkan oleh kedua orangtua mereka kepada Kakek dan Neneknya. Dan kemarin Gerald mengatakan, jika Freya bisa tinggal di Indonesia untuk bertemu ketiga Kakak laki-lakinya yang lain, awalnya Freya menolak, ia tak tega dengan Gerald yang merawat Kakek dan Neneknya secara sendirian. Akan tetapi Gerald mengatakan jika ia akan baik-baik saja, lagipula ada beberapa maid yang akan membantunya, dan karena alasan ini Freya dengan bulat memutuskan jika ia akan tinggal di Indonesia saja.
"I miss you too, baby."
Rezvan membawa adik kecilnya kehadapan Azri dan juga Farrel. Fokus kedua pria itu buyar, saat Rezvan dengan sengaja mematikan saluran PS-nya.
"Liat ke belakang lo berdua, Bang." Azri dan Farrel hanya menurut, mereka berdua mengalihkan pandangannya kearah belakang, dan disitu mereka berdua melihat sosok adik kecil mereka yang selama ini tinggal jauh di negara Amerika. Farrel yang langsung berteriak, dan Azri yang hanya tersenyum tipis. Freya dan Rezvan tidak heran dengan reaksi Azri, karena pria yang satu itu sangatlah langka, dan ia hanya akan heboh jika anjing kesayangannya itu mati.
"Kamu naik apa kesini?"
"Pesawat, abis itu naik Gojek. Tadi Freya hampir kesasar tau, Kak. Daddy ngasih alamat rumah yang salah, untungnya Freya masih inget sama alamat rumah."
Farrel terkikik geli mendengar cerita adik kecilnya itu. Untung saja Freya tiba dalam keadaan yang baik-baik saja, jika tidak... mungkin Daddy-nya itu sudah dalam bahaya.
"Dek, mandi dulu sana, kamu mau Duda."
Semacam perkataan sarkas, tapi membuat Freya kini tertawa keras. Ia tahu maksud dari perkataan Kakak dinginnya itu, Azri dan Farrel, adalah dua pria yang tidak ingin melihat Freya dekat dengan pria lain. Bisa dibilang mereka berdua sangatlah Possessive, hal inilah yang membuat Freya sampai sekarang belum mempunyai pacar.
Tubuh Freya oleng saat dengan sengaja Azri mendorongnya kearah kamar mandi. Yang didorong kini berdecak kesal, dengan terpaksa Freya mandi dalam keadaan mood yang tidak baik. Sementara si pelaku hanya tertawa kecil, Azri terdiam saat menyadari jika Farrel sedang menatapnya dengan tatapan tajamnya.
15 menit kemudian, Freya sudah menyelesaikan acara mandi malamnya, gadis itu berjalan kearah dapur, untuk membantu beberapa maid yang sedang sibuk menyiapkan beberapa makanan. Freya dengan sigap membantu, akan tetapi tubuh kekar dari Rezvan kini menghalanginya.
"Duduk sana! Kak Farrel bisa marah kalo liat kamu yang mau bantu maid kaya tadi."
Freya menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Padahal niatnya bagus, akan tetapi peraturan didalam rumah ini tidak bisa diganggu gugat. Farrel adalah orang paling berkuasa di rumah ini, pria itu akan selalu memberikan tata tertib baru jika ada salah satu dari adiknya yang melanggar aturan lama.
menyebalkan, batin Freya.
Entah kerasukan apa Freya dipagi hari ini. Gadis itu bangun lebih pagi daripada biasanya, Farrel yang menyaksikan hal itu, ia membulatkan matanya tak percaya. Fyi Freya adalah gadis termalas yang ada dikeluarga Abrisam. Maka jangan heran jika reaksi Farrel dianggap terlalu melebih-lebihkan.
Dengan polosnya, Freya duduk dimeja makan, lalu berkata ke pada Farrel jika ia ingin sekolah ditempat public. Tentu saja Farrel menolak hal itu, pria itu ingin keselamatan Freya terjaga. Lagipula Farrel sudah menghubungi Sisca, guru privat kepercayaan keluarganya, untuk mengajarkan beberapa materi sekolah kepada Freya.
"Yahh, Kak... kan Freya juga pingin kaya Kakak,"ucap gadis itu dengan nada lesu.
Rezvan yang mendengarnya menjadi iba, ia memberi saran kepada Farrel jika Freya bisa bersekolah dengan mereka bertiga. Dengan begitu keamanan Freya pasti terjaga. Hal inilah yang membuat Farrel mempertimbangkan kembali keputusannya.
"Terima aja, lagian lo juga tau adek gak suka dikekang kaya gitu." Yang dikatakan oleh Azri ada benarnya juga, diusia Freya yang menginjak 15 tahun memang dibutuhkan banyak pengalaman tentang dunia luar. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Farrel menyetujui jika Freya bisa bersekolah ditempat yang sama dengan ketiga Kakaknya.
Freya berteriak senang. Dengan refleks ia memeluk Azri yang sedari tadi membantunya dalam hal ini. Ya, Freya sudah merencanakan hal ini tadi malam dengan Azri. Dan Azri berkata jika rencananya tidak pernah gagal, awalnya Freya tidak mempercayai hal itu, akan tetapi setelah menyaksikan kejaiban hal ini, ia percaya jika Azri memang berbakat.
Jadwal ke sekolah hanya tinggal 1 jam lagi, Farrel dengan cepat ke sekolah untuk menyelesaikan pendaftaran Freya, dengan begitu Freya bisa masuk sekolah hari ini juga. Ketiga adiknya yang lain akan menyusul dalam waktu 10 menit lagi. Farrel hanya pasrah dengan hal itu, mau bagaimana lagi di Keluarga Abrisam hanya ialah yang berprinsip untuk tiba lebih awal dari siapapun. Sedangkan ketiga adiknya berprinsip jika bisa nanti, kenapa harus sekarang? Sungguh perbedaan yang menarik bukan?
"Kak, kelas aku dimana?" Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba, Farrel dengan cepat memberi tahu Freya jika ia harus pergi keruang kepala sekolah terlebih dahulu. Freya pergi dengan ditemani oleh Rezvan, sedangkan Farrel dan Azri, mereka berdua masuk kedalam kelasnya masing-masing.
"Uncle, apa Freya sekelas denganku?"
Kepala sekolah yang akrab disapa Mr. Krish kini terlihat menggelengkan kepalanya pelan. Rezvan mendesah kecewa melihatnya. Sementara Freya? Gadis itu hanya tertawa kecil.
Dengan perlahan Krish kini mendekati keponakan tersayangnya, lalu memberitahukan letak kelas baru yang akan ditempati oleh Freya. Gadis itu mengangguk, ia dengan cepat membawa pergi Rezvan, dan membawanya masuk kedalam kelasnya. Guru barunya yang melihat hal itu kaget, karena selama ini Rezvan bisa dibilang salah satu pria yang sangat sulit untuk disentuh.
"Dia adik saya, namanya Freya Meisie Friska Abrisam, mohon kerjasamanya. Dan tolong temani dia, terimakasih."
Setelah mengatakan kalimat itu, Rezvan pergi tanpa rasa bersalah. Pria itu meninggalkan adik kecilnya yang masih dalam keadaan terdiam. Gurunya kini mulai menyuruh Freya untuk segera duduk ditempatnya.
Selama belajar 40 menit, Freya mendapatkan 4 teman yang kelihatannya tulus ingin berteman dengannya. Selama ia hidup di Amerika sana, ia belum pernah mendapatkan teman, Gerald lah yang selalu menemaninya. Gadis itu tersenyum saat ia melihat Anatha yang mulai berceloteh mengenai hubungan asmaranya.
Freya kini mulai berpikir, ternyata mempunyai teman tidak buruk juga.
TBC...
"Frey, gue penasaran deh, lu gak punya marga apa?"
"Maksudnya?"
"Marga tuh kaya nama keluarga gitu. Misalkan si Anatha, nama marga dia Natuzion. Lu gak punya apa?"
Freya menggelengkan kepalanya pelan. Bukan maksudnya ingin berbohong, akan tetapi ia masih tidak percaya dengan sahabat barunya ini. Bisa gawat jika mereka menyebarkan berita tentang ia adalah adik dari seorang Farrel, Azri, dan Rezvan.
"Lo bohong, kan? Dari cara jalan aja, lo keliatan dari kalangan berada. Gue gak maksa lo buat ngasih tau siapa asli lo yang sebenernya, karena gue yakin lo belum yakin 100% sama kita semua. Gak apa-apa gue akan tunggu sampe lu percaya 100% sama kita semua."
Freya tersenyum. Mereka benar-benar sahabat yang baik, bukan?
"Yaudah, ke kantin aja yuk." Freya, Anatha, Mikaela, dan Alice menganggukkan kepalanya secara bersamaan. Alice mendekati Freya, lalu gadis itu mengandeng lengan Freya untuk pergi kearah luar kelas, dan menuju kantin.
Selama di perjalanan,mereka semua menjadi pusat perhatian, entah apa alasannya. Tapi mungkin saja ini soal Freya, karena gadis itu berstatus sebagai murid baru disini. Yang gadis-gadis lain heran kan adalah, mengapa gadis baru itu sangat dekat dengan Farrel, Azri, dan juga Rezvan.
"Oh, jadi ini cabe yang deket-deket sama bebep Azri gue?!"cibir salah satu kakak kelas kearah Freya.
"Ups! Maaf nih, kak. Tapi, yang sebenernya cabe itu kakak apa temen gue ya, kak?"tanya Alice dengan nada pedas nya.
Kakak kelas itu memandang Alice dengan tatapan sinis nya. "Jelas-jelas temen lo, lah! Masa gue? Yakali gue yang cantik gini dibilang cabe. Iwuhh banget!"balasnya.
Freya. Gadis itu memandang Kakak kelasnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Senyuman tipis terlihat di bibir cantiknya itu. "Kakak emang cantik, tapi aku gak yakin kalo Kak Azri mau sama cewek modelan kaya kakak."
Nara a.k.a Kakak kelas itu mendekati Freya dengan perlahan. Tangan dari wanita itu kini mulai mengarah kearah Freya. Freya memegangi pipinya yang kini terasa sangat perih. Melihat hal itu, Nara tersenyum smirk. Prinsipnya hanya satu, hanya ia yang boleh mendekati Azri, yang lain jangan. Jikapun ada yang memaksa, ia akan memberi pelajaran kepada orang tersebut, sama seperti ini.
"Be careful if you have trouble with me, little girl!"
...•••••••••••••...
Farrel masuk kedalam kelas dengan senyuman yang terpasang di wajah tampannya itu. Aland yang ada disampingnya menatap pria itu heran. Ada apa pria dengan pria ini? Kemana Farrel yang sering kali menampilkan wajah datarnya?
"Heh! Kenapa lo?"
"Lagi bahagia, Adek gue udah balik."
"Siapa?"
"Freya Meisie Friska Abrisam."
Aland tertawa kecil. "Gue mau bahagia juga, tapi gue gak tau Adek lo itu yang mana, hehehe.... sorry."
Farrel menatap sinis Aland. Tapi kemudian, pria itu menghembuskan nafasnya pasrah. Sudah terhitung 10x ia menunjukkan foto Freya kepada pria itu, akan tetapi Aland tetaplah Aland, pria itu cepat lupa bahkan hal yang menyangkut tentang pelajaran sekalipun.
"Serah lo."
Kembali kepada Freya, kali ini gadis-gadis itu sedang menikmati acara makannya secara bersama-sama. Freya menunjuk salah satu kerumunan yang terjadi di kantin itu. "Itu ada apa, ya?"tanyanya.
"The most wanted dateng."
Freya mengangkat sebelah alisnya. Pertanda bahwa ia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Delsya tadi. Delsya yang mengerti hal itu, ia menepuk jidatnya pelan. "Freya yang cantik, maksud gue tuh tadi, The most wanted boy udah pada dateng. Lo ngerti kan apa yang dimaksud sama The most wanted boy?"
"Cowok-cowok populer+ganteng, kan?"
"Right, nah cowok-cowok itu terdiri dari ketiga anak laki-laki keluarga Abrisam, yaitu Farrel, Azri, sama Rezvan. Terus ada Kelvin, Erick, Dalbert, sama Nichol. Lo ngerti sekarang?"
"Ngerti, tapi menurut gue semua muka mereka tuh biasa-biasa aja, bagian mananya yang kalian sebut mereka itu ganteng?"
Alice yang memang dasarnya pecinta cogan akut. Gadis itu kini memukul pelan lengan dari Freya. "Picek mata lo?! Itu Kak Azri yang sebegitu gantengnya masyaallah, subhanallah. Lo bilang gak ganteng?"
Freya speechless dengan kelakuan ajaib temannya itu. Azri ganteng? Memang, akan tetapi menurutnya seorang Manu Rios lebih daripada Azri. Sorry Alice....
"Permisi, boleh minta nomornya? Gue kalah ToD tadi."
Alice tersenyum. "Mau minta nomor siapa, kak?"
Lelaki itu a.k.a Dalbert mulai menunjuk kearah Freya. "Yang ini aja gimana? Dia lucu soalnya, mukanya kaya gampang diunyel-unyel gituh."
Diujung meja sana, tentu saja Azri selaku kakak Freya tidak terima jika adiknya itu digoda oleh Dalbert. Pria itu berjalan mendekati Dalbert, lalu memaksa agar pandangan dari Dalbert kini mengarah kearah seorang Alice. "Yang ini aja, biar gampang,"alibinya.
Freya yang tertawa kecil, dan Alice yang tersenyum lebar. Gadis itu memang tidak bisa bersikap biasa saja, jika ada pria tampan dihadapannya. Selagi Dalbert meminta nomor Alice. Azri mengalihkan pandangannya kearah Freya, bahkan sekarang pria itu mulai memberikan mata genitnya kearah Freya. Delsya yang melihat hal itu, ia berteriak histeris.
Nara juga ada disitu, gadis itu melihat semua kejadian yang telah terjadi. Kejadian dimana gebetannya, yaitu Azri. Memberikan semacam mata genitnya kearah seorang gadis yang baru saja ia tampar.
Nara mendekati gadis genit itu. Ia ingin memberikan satu pelajaran lagi kepada gadis itu. Nara mengangkat tangannya, dan Freya yang sudah bersiap-siap menutup matanya. Akan tetapi sampai hitungan ketiga, tak ada tangan yang menampar pipi mulusnya itu. Freya membuka matanya, dan yang pertama kali ia lihat adalah seorang Azri yang sedang menggenggam erat tangan dari wanita gila itu.
"You want to make trouble with me? Don't touch her, or you'll die. You understand?!"
Farrel. Pria itu segera berlari kearah Azri. Bisa gawat jika pria itu menyakiti wanita jadi-jadian itu kembali. Farrel membawa mundur Azri, serta memerintahkan Delsya untuk segera membawa Freya kearah kelas. Karena tempat ini tidak aman untuk adik kecilnya itu.
Sesampainya didalam kelas, Alice langsung saja menanyakan siapa itu Freya yang sebenarnya. Beruntungnya kali ini, Freya akan membongkar semua rahasianya kepada keempat sahabatnya itu. Hal ini ia lakukan, karena gadis itu sudah mulai menaruh kepercayaan kepada Alice, Delsya, Mikaela, dan juga Anatha.
"Gue sebenernya adik dari Kak Farrel, Kak Azri, sama Kak Rezvan. Tapi kalian harus jaga rahasia ini baik-baik, gue gak mau cewek gila tadi juga tau kalo gue ini adik dari Kak Azri."
Mikaela mendekat kearah Freya. Gadis itu mencoba bernegosiasi dengan sahabat barunya itu. "Gue akan tutup mulut, asal dengan satu syarat."
"Apa?"
"Bikin gue deket sama Rezvan."
TBC.....
See you next part, babai!
..."Terkadang waktu yang singkat, memiliki kenangan yang hebat."...
Happy reading, guys. Enjoy.....
Freya. Gadis itu memandang wajah tampan Azri dengan intens. Tangan dari gadis itu kini mulai mengusap setiap inci dari wajah tampan kakaknya itu. Mulus, batinnya. Freya turun dari tempat tidur Azri, kemudian gadis itu membukakan pintu kamar yang sedari tadi diketuk oleh seseorang.
"Kenapa, Kak?"
Freya mencubit pelan tangan kiri dari Rezvan. Kakaknya yang satu itu memang sering menganggu waktu santainya. Sementara Rezvan, pria itu kini tersenyum polos kearah adik kecilnya. "Mau main gak?"tawarnya.
Freya mengangguk dengan semangat. Gadis itu berlari kencang kearah kamarnya, saat Rezvan menyuruhnya untuk bersiap sesegera mungkin. Rezvan sibuk merapihkan semua barang dikamar milik Azri. Setelah semuanya selesai, pria itu berjalan kearah ruangan keluarga dan menemukan Freya yang sedang sibuk memakai Hoodie dengan dibantu oleh Farrel.
"Bilangnya udah gede, tapi pake Hoodie aja masih gak bisa."
Freya mengerucutkan bibirnya lucu. Ia memang sudah besar, akan tetapi jika masalah memakai Hoodie, itu urusan belakang. Tangan dari gadis itu kini mulai mengusap pelan puncak kepala dari Farrel.
"Beda lagi, Kak. Freya emang udah gede, kakak aja yang gak mengakui."
Farrel menghembuskan nafasnya kasar. Freya akan tetap seperti anak kecil dimatanya. Walaupun nanti ia sudah mempunyai anak, ia akan tetap menganggap Freya sebagai anak kecil yang harus ia jaga dan juga ia sayangi. Ia yakin jika Rezvan dan Azri juga akan melakukan hal yang sama seperti dirinya. Karena Freya adalah segalanya bagi mereka. Preman yang akan menyentuh adiknya saja, Azri lumpuhkan. Bagaimana dengan orang yang menyakiti adiknya?
Setelah semuanya siap, Freya dengan segera menarik lengan Rezvan agar segera masuk kedalam mobil. Rezvan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia tak ingin, jika Farrel memarahinya hanya karena hal sepele seperti ini.
Rezvan tersenyum, lihatlah, Freya berlari kesana kemari. Lucu, batinnya. Rezvan turun dari mobilnya, lalu mengikuti Freya dari arah belakang. Ingin bermain bersama pun, ia merasa malu. Rezvan berumur 18, sementara Freya berumur 16. Sungguh tidak pantas jika Rezvan bermain salju-saljuan seperti ini.
"Kak, cepet sini, ayok main salju bareng."
Rezvan menggeleng. Pria itu hanya memantau Freya dari arah kejauhan. Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, Rezvan dengan segera menggendong adiknya itu, lalu membawanya kearah tempat penjual pizza.
Freya yang menangis, dan Rezvan yang sedang sibuk memesan pizza. Rezvan mengusap puncak kepala adiknya itu. Melihat Freya yang menangis karenanya, membuat hatinya sedikit teriris.
"Mainnya nanti lagi, ya? Ntar kita ajak Bang Azri sama Bang Farrel buat main juga ditempat ini."
Freya menggelengkan kepalanya pelan. Ia tak ingin terlalu banyak berharap. Azri memang bisa jika ia ajak bermain, akan tetapi jika Farrel? Ia bahkan tak yakin.
"Kenapa gak mau? Kan seru main salju berempat."
"Emang Kak Farrel mau?"
Rezvan yang mengerti akan arah pembicaraan ini, ia mengusap pelan puncak kepala Freya. Ia bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan singkat adik kecilnya itu. Tak ingin melihat adiknya bersedih lagi, dengan cepat Rezvan mengambil pesanannya, lalu membawa Freya pulang.
Tubuh Azri oleng, saat Freya memeluknya dengan sangat erat. Kini Azri merasakan jika baju yang dikenakannya kini basah. Azri mengusap pelan puncak kepala adiknya itu. "Kenapa?"tanyanya.
"Pingin main lagi, hiks!"
Azri mengecup puncak kepala adiknya itu, lalu setelah itu, ia menatap tajam Rezvan. Sementara yang ditatap hanya bisa menampilkan senyuman polosnya saja.
"Yaudah makan pizza nya dulu, yuk. Ntar kakak ajak kamu lagi deh buat kesana."
Tangisan Freya kini mereda. Gadis itu kini menampilkan senyuman manisnya kearah Farrel. Dengan penuh semangat ia memberikan satu per satu pizza kepada ketiga kakaknya. Rezvan yang melihat hal itu tersenyum senang, akhirnya adiknya itu ceria kembali.
Setelah semuanya selesai, kini Azri, Freya, dan Rezvan sedang sibuk memilih film yang akan ditonton secara bersama-sama nantinya. Azri yang ingin menonton film bergenre psycho, sementara Freya dan Rezvan, mereka berdua sama-sama ingin menonton film bergenre romance.
Tak ingin melihat Freya yang menangis, akhirnya dengan terpaksa Azri mengalah saja. Dimenit yang ke-10, Azri dan Rezvan sama-sama tenggelam dalam mimpi mereka masing-masing. Sementara Freya, gadis itu sedang sibuk terbawa perasaan dengan film yang sedang ditontonnya saat ini. Ia membulatkan matanya tak percaya, saat film itu tiba-tiba saja mati. Freya mengalihkan pandangannya kearah Farrel, yang sedang sibuk menatapnya dengan tatapan tajam. Tangan dari pria itu kini beralih kearah jam tangan yang sedang dipakainya saat ini. Dan bagusnya, Freya mengerti akan hal itu.
"Jam 11 malem, kak."
"Waktunya buat?"
"Tidur."
Farrel mengangguk kecil. Setelah memastikan adik kecilnya itu benar-benar tidur, ia kembali kearah ruang keluarga. Dengan lembut, ia menarik kaki Azri dan Rezvan hingga sampai kearah dapur. Rezvan menatap takut Farrel, sementara Azri, pria itu menatap tajam Farrel.
"You want to die, Farrell Edzard Abinaya Abrisam?"
Farrel menatap tajam Azri. Tangannya kini memukul pelan kepala dari Azri. "Yang sopan, bego!"tegurnya.
Azri memutar bola matanya malas. Ancamannya memang selalu gagal jika dengan Farrel. Menyebalkan, batinnya.
"Ini ada apa ya, kak? Kok kita dibawa kesini?"
Farrel tersenyum kecil kearah Rezvan. Pria tua itu kini mengelus pelan puncak kepala Rezvan. "Do you know what wrong you have done?
Rezvan yang mengerti akan arah pembicaraan ini, ia dengan segara menatap tajam Farrel, hal ini ia lakukan agar mental dari Farrel turun.
"What are you doing?"
"Let your mind down."
Farrel memutar bola matanya malas. Setelah itu, ia memukul pelan pipi kanan Rezvan. "Stupid,"umpatnya.
TBC........
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!