Malam Hari disebuah hotel berbintang di daerah kota bandung, terlihat seorang wanita bercadar yang sudah berdandan cantik dengan pakaian pernikahan.
"Bagaimana para saksi sah?"
"SAH!"
"Alhamdulillah."
Mendengar itu , wanita bercadar yang yang sudah cantik menggunakan pakaian pernikahan itu langsung meneteskan air matanya, ia tidak menyangka bahwa dirinya sudah menjadi istri di usianya yang masih berumur delapan belas tahun.
Wanita cantik bercadar itu bernama Amira Khairunnisa, dia kini harus bisa menerima nasib nya menjadi seorang istri dari seorang lelaki yang bernama Fajar Rudianto yang terkenal sebagai seorang ketos tampan yang dingin dan juga tegas di sekolahnya.
"Umi akhirnya aku sudah menikah dengan pria pilihan Umi, meskipun Umi tidak bisa melihat putri Umi menikah, aku sangat berharap dan berdoa bahwa Umi bisa bahagia di sana, Ya Allah semoga pernikahan ini menjadi yang terbaik untukku," batin Amira sambil berdo'a.
Tok..Tok...Tok!.
Suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar oleh telinga wanita bercadar itu yang membuatnya langsung menoleh ke arah pintu.
" S-siapa?"
" Ini Bunda, Nak."
Mendengar suara itu, membuat Amira langsung beranjak dari kursi meja rias yang ada di kamar nya lantas langsung mendekati ke arah pintu dan langsung membukanya, yang langsung menampakkan seorang wanita paruh baya yang sangat cantik dan anggun tengah tersenyum terhadap nya.
" Bunda boleh masuk?" tanya wanita itu yang bernama Annisa Ayuningsih.
Saat pintu kamar sudah dibuka oleh Amira, Amira pun lantas langsung menjawabnya.
" Tentu saja, Bu, silahkan masuk," ucapnya dengan ramah.
Amira pun kini dengan sopan langsung menuntun Ibu mertua nya itu untuk masuk kedalam dan mempersilahkan nya untuk duduk di pinggir sofa panjang yang ada di kamar hotel itu.
"Masih panggil Ibu?" tegur Annisa ramah, meminta kepada wanita bercadar yang sudah menjadi menantu nya itu, dengan senyuman yang hangat.
Amira yang masih canggung dan belum terbiasa itupun langsung menunduk malu.
" M-maaf, B- bunda." jawabnya dengan gugup.
Annisa yang mendengar itupun langsung tersenyum senang, dia tentu saja paham bagaimana perasaan Amira sekarang dan juga mengerti bagaimana posisi nya sekarang apalagi usia nya sangatlah masih muda untuk menerima takdir suci seperti ini, ditambah dia juga sudah harus berjuang sendirian ketika dia sudah kehilangan kedua orang-tuanya.
" Tidak masalah kamu masih belum terbiasa, nanti juga lama-kelamaan kamu akan terbiasa." ujar Annisa sembari mengelus kepala Amira dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Bunda datang kesini ingin mengucapkan terima-kasih sama kamu, makasih karena kamu sudah mau menikah dengan anak Bunda," lanjutnya.
Semenjak ijab kabul selesai, Annisa memang tiada hentinya mengucap syukur kepada Allah karena sudah memberikan sosok menantu idaman seperti Amira ini sebagai istri anak nya mereka, karena dia memang sudah mengincarnya sejak lama.
" Amira yang seharusnya berterimakasih kepada Bunda, Amira bukan siapa-siapa tapi Bunda selalu menjaga Amira layaknya keluarga." ucap Amira dengan tulus.
Annisa yang mendengar nya pun langsung menggelengkan kepalanya, dia tidak setuju dengan kalimat yang baru saja Amira katakan itu.
" Siapa bilang kamu bukan siapa-siapa? kamu itu anak Bunda sekarang, bahkan sampai seterusnya kamu udah Bunda anggap sebagai anak Bunda sendiri." ucap Annisa yang langsung memeluk Amira dengan penuh kasih sayang.
Amira pun langsung membalas dan menerima pelukan itu, walaupun dengan perasaan yang masih canggung.
" Mulai sekarang kamu tidak boleh berpikir dan merasa sendiri lagi, walaupun orang tua kamu sudah enggak ada, tapi sekarang ada kami yang akan menjadi keluarga kamu kedepannya."
Ceklek!
Sebelum Amira hendak menjawab, Tiba-tiba saja pintu kamar hotel pun langsung terbuka dari arah luar.
Amira dan Annisa pun langsung melihat ke arah pintu yang sudah terbuka itu.
" Bunda, Bunda di cari Ayah." ucap Fajar yang berdiri di ambang pintu.
Dan Annisa pun langsung mengangguk kepada anaknya itu.
Namun sebelum pergi Annisa kembali menatap ke arah Amira yang masih duduk di sampingnya.
" Kalau begitu, Bunda pergi yah, kalian langsung istirahat dan persiapkan diri untuk lanjutan resepsi nanti malam." ucap Annisa sambil menatap ke arah Amira dan juga Fajar secara bergantian.
Amira dan Fajar pun langsung mengangguk secara bersamaan.
Setelah itu Andini pun berlalu meninggalkan anak dan menantunya itu berduaan di kamar, membiarkan mereka untuk beristirahat dan juga mengobrol bisa dibilang masa pdkt untuk mereka berdua, meskipun mereka sebenarnya sudah saling mengenal sejak lama karena mereka juga satu sekolah bahkan satu sekelas dan satu forum dalam keanggotaan OSIS di sekolah mereka.
TO BE CONTINUE.
Setelah Annisa pergi dari kamar, kini suasana di kamar itupun langsung hening dan kecanggungan bisa dirasakan oleh Amira, apalagi kini hanya menyisakan mereka berdua saja yang ada didalam kamar itu.
" Mau langsung istirahat?" tanya Fajar datar yang mulai membuka suara dengan dirinya yang masih berdiri di dekat pintu.
Amira langsung melirik sekilas ke arah Fajar yang kini sudah sah menjadi suaminya, namun hanya meliriknya sekilas saja lalu dirinya kembali memalingkan pandangannya dengan cepat.
" K-kalau kamu mau istirahat, tidur aja disini, aku mau...." ucap Amira dengan gugup tanpa dirinya menjawab pertanyaan Fajar tadi.
" Mau kemana?" tanya Fajar dengan cepat.
Amira yang hendak pergi pun langsung menghentikan langkahnya, disana hanyalah ada mereka berdua saja, jadi sudah pasti kalau Fajar sedang bertanya kepada dirinya.
" Aku mau keluar, biar kamu bisa istirahat dengan tenang." jawab Amira sambil menundukkan kepalanya, dia masih tidak berani untuk menatap wajah Fajar meskipun Fajar sudah sah sebagai suaminya.
Rasanya aneh dan penuh kecanggungan, padahal mereka sudah bersama sebagai teman selama 2 tahun lebih, namun karena status mereka yang berubah membuatnya dirinya merasa asing kepada Fajar.
" Saya mau bicara sama kamu, bisa?" tanya Fajar datar, tanpa ekspresi sama sekali.
" Bisa." jawab Amira yang langsung dengan cepat menjawabnya.
Fajar pun kini langsung berjalan mendekat ke arah sofa panjang yang ada disana, lalu segera duduk.
" Kemari, Duduk sini." pinta Fajar, sambil menunjuk ke arah sofa yang masih kosong disampingnya.
" Aku disini aja." ucap Amira tanpa disadari kalau dia sudah menolak perintah dari suaminya itu.
Namun, tidak lama setelah itu Amira pun langsung teringat bahwa saat ini Fajar sudah menjadi suaminya bukan temannya lagi, orang yang harus dia patuhi selama itu baik untuk dirinya.
Secara perlahan, dia pun mulai melangkah mendekat dan duduk di sofa panjang itu bersama Fajar, tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh.
" Pada saat itu apa Bunda yang maksa kamu buat nikah sama saya?" tanya Fajar, sambil menatap Amira yang sejak awal terus menundukan kepalanya karena dia masih tidak berani untuk menatap balik dirinya.
" Bukan maksa, tapi membujuk." jawab Amira, membenarkan apa yang diucapkan oleh Fajar yang menurutnya kurang benar, yaitu '*Memaksa*.'
" Lalu kenapa kamu menerimanya?" tanya Fajar kembali.
" Karena itu permintaan dari Umi dan juga Bunda jadi aku tidak menolaknya," ucap Amira lirih kala dia harus mengingat kejadian kenangan bersama Alm, ibunya.
Jujur, dia sangat merindukannya dan sangat membutuhkannya saat ini, namun takdir seolah mempermainkannya dengan Ibunya yang sudah dipanggil duluan menghadap sang ilahi, sebelum Amira dan Fajar menikah pada saat itu.
" Apa yang sudah kamu lakuin ke Bunda, sampai-sampai Bunda jadi sayang banget sama kamu?" tanya Fajar, emang Bundanya itu sangat menyayangi Amira yang dimana Fajar tidak tau alasan kenapa ibunya bisa menyukai dan menyayangi Amira layaknya seperti anak kandung nya sendiri.
Amira yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Aku gak berbuat apa-apa, Aku tulus sayang sama Bunda, aku juga nyaman saat disamping Bunda dan pelukan Bunda sangat sama persis seperti Alm Ibu aku yang sudah lama tidak bisa aku rasakan lagi sekarang." ucapnya lirih.
Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba saja ekspresi Amira langsung berubah menjadi sendu, dia jadi teringat kembali kepada almarhumah Umi nya yang telah meninggalkan nya beberapa bulan yang lalu .
"Umi udah tenang disana, jangan kamu buat sedih dia dengan ngeliat kamu menangis kayak gitu, berikan doa terbaik kamu untuk Ibu."
"Gak!, Aku gak nangis." elak Amira, sambil membuang pandangannya ke sembarang arah, padahal air matanya itu sudah terlihat sangat jelas oleh Fajar.
Fajar yang melihat Amira yang malu karena ketahuan menangis itupun, hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan pelan, karena Amira tidak mau terlihat lemah di hadapan pria itu.
Air mata yang masih menggenang di pelupuk mata indahnya itu sudah menjadi bukti, karena Amira yang menggunakan cadar, membuat kedua bola mata indahnya menjadi pusat utama Fajar untuk memandanginya.
Baru kali ini juga Fajar berani melihat Amira dalam waktu yang cukup lama, yaitu setelah Amira sudah sah menjadi istrinya, biasanya di sekolah dia sama sekali tidak pernah melakukan hal itu bahkan saat berdiskusi dengan Amira sekalipun, karena dia sangat menghargai Amira yang sangat menjaga aurat dan juga pandangannya, karena itu dia tidak pernah berani menatap Amira selama ini, bahkan berkomunikasi selama dua tahun lebih pun hanya seperti ini sangat irit dan juga jarang, namun selalu ketemu setiap harinya.
"Ya, Kamu memang gak nangis, tapi hampir menangis."
" E-enggak Fajar aku enggak nangis kok." ucap Amira yang masih membantahnya.
Pada akhirnya Fajar pun memutuskan untuk tidak memperdebatkan nya lagi, dia langsung beranjak dari sofa, meninggalkan Amira yang masih duduk disana.
" Kamu mau kemana?, bukanya mau istirahat?, biar aku aja yang keluar." ujar Amira melihat Fajar yang beranjak dari sofa itu.
Dia pun lantas langsung ikut bangkit dari duduknya, menyusul Fajar yang sudah berdiri lebih dahulu.
" Kapan saya bilang,kalau saya mau istirahat?" tanya Fajar, sambil memasukan kedua tangannya ke saku celananya.
Hal itu membuat Amira terdiam, dia juga membenarkan bahwa Fajar memang tidak pernah mengatakan ingin istirahat, itu hanya kesimpulannya saja, malah melainkan Fajar lah yang bertanya seperti itu kepada Amira.
Setelah itu Fajar pun langsung segera pergi kamar mandi untuk berganti pakaian ke lebih yang nyaman sama hal dengan Amira setelah Fajar selesai.
TO BE CONTINUE.
Beberapa menit kemudian, setelah mereka bersih-bersih dan sudah memakai pakaian mereka yang sopan dan nyaman, dengan Fajar yang memakai kaos serta celana panjang dan Amira yang memakai pakaian Abaya serta cadar yang senada.
" Mau tidur dimana?." tanya Fajar, saat mereka berdua sudah kembali ke kamar mereka.
Sedangkan Amira saat dirinya sudah berganti pakaiannya bukanya langsung segera beristirahat, dia malah hendak pergi meninggalkan kamar mereka.
" Kamu mau kemana?, jumlah kamar yang kita pesan udah pas, kamu sudah tidak bisa tidur di kamar lain lagi." sambung Fajar kembali.
" Aku bukan mau tidur atau mau mencari kamar lain, kok , aku cuman mau ke taman." ucap Amira, sembari menggenggam sebuah buku kecil di tangannya.
Yah!, Dia tadi sudah diberitahu oleh pihak hotel sebelumnya, bahwa di hotel ini terdapat sebuah taman yang berada di rooftop, jadi dia hendak kesana untuk menenangkan dirinya.
" Bukanya tadi kamu bilang kamu sudah cape?." tanya Fajar.
" Iyah ini aku mau ngilangin rasa cape ku sambil baca buku di taman." jawab Amira sambil menunjukan buku nya kepada Fajar.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Fajar pun langsung berjalan ke arah pintu, dimana disana terdapat Amira yang hendak keluar dari kamar mereka.
Dan dalam satu kali gerakan, Fajar pun langsung mengunci pintu kamarnya tersebut.
Amira sontak langsung memicingkan matanya saat melihat hal yang baru saja fajar lakukan.
" Ini sudah larut malam, tidur sekarang." ucap Fajar, tanpa berekspresi.
Dia pun tanpa melihat respon dari Amira pun langsung kembali ke arah tempat tidur, kemudian langsung mengambil sebuah bantal.
" Kamu tidur disini, biar saya yang tidur di sofa."
" Tapi...." ucap Amira yang terpotong.
" Jangan berdebat lagi, saya sudah ngantuk."
Fajar pun tanpa berbicara lagi langsung mendekati sofa panjang itu dan langsung menaruh bantal yang baru saja dia bawa di atas sofa, kemudian langsung merebahkan dirinya di sofa.
Sementara Amira, dia masih setia berada di tempatnya, sambil mengamati apa yang suaminya itu lakukan.
" Jangan lupa baca doa sebelum tidur." ucap Amira mengingatkan.
" Hmm." gumam Fajar yang langsung berdoa dan kembali memejamkan matanya.
Melihat mata Fajar yang sudah terpejam, Amira pun langsung melangkahkan kakinya ke arah tempat tidur dan mengambil sebuah selimut tebal yang tidak Fajar bawa.
" Pakai selimutnya." ucap Amira, sambil menyelimuti Fajar menggunakan selimut tebal yang sudah ia bawa itu.
" Masih ada satu selimut lagi didalam lemari, aku akan pakai itu." ucapnya kembali, saat fajar hendak berbicara.
" Hmm." gumam Fajar dengan pelan, tenyata Amira sudah tau apa yang hendak dia katakan itu.
" Selamat malam, Fajar!."
" Yah, malam " jawab Fajar.
Amira pun kembali ke tempat tidur dengan membawa selimut yang sudah dia ambil didalam lemari, dan mereka pun langsung tertidur di jarak yang terpisah, bersiap menjalani hari-hari mereka yang baru, sebagai seorang suami-istri nantinya.
...🖤🖤🖤🖤🖤...
Pagi harinya tepat pukul 04:35, Amira yang sudah terbangun langsung membangunkan Fajar.
" Fajar, ayo bangun, udah waktu subuh, sholat dulu."panggil Amira dengan suara pelan, tanpa menyentuh nya sedikitpun.
Dia masih belum berani melakukan itu, walaupun sudah jelas bahwa saat ini mereka sudah sah merubah status mereka menjadi suami-istri jadi sudah sah juga jika Amira maupun Fajar mau bersentuhan.
" Sebentar lagi, masih ngantuk." gumam Fajar dengan suaranya yang berat dan matanya masih memejam.
" Nanti boleh lanjutin lagi tidurnya, sekarang shalat dulu, ya." ucap Amira kembali membujuk Fajar dengan suara yang terdengar lembut.
" Duluan saja."
Kedua matanya masih terpejam sempurna, dia seperti benar-benar enggan untuk membukakan matanya hanya untuk melakukan kewajiban nya sebagai seorang umat muslim, karena masih saking ngantuk nya dirinya.
" Aku udah, giliran kamu."
Amira sejak tadi memang sudah lebih dulu melaksanakan shalat subuh, bahkan dia juga baru selesai membaca Al-Qur'an.
Setelah beberapa saat Amira berusaha untuk membangunkan Fajar, akhirnya Fajar pun mendengarkan nya dan langsung segera bangun, walaupun dengan sedikit terpaksa, dia harus bisa dan wajib melaksanakan kewajibannya itu.
TO BE CONTINUE.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!