Assalamu'alaikum, Wr. Wb.
Hai semua, apa kabar?
Aku doa'in kalian selalu sehat gak kurang satu apapun, Aamiin 🤲
Maaf, aku baru sempet nulis lagi dan melanjutkan Novel Kedua "Ternyata Ada Cinta" yang sempat mengambang selama 10 bulan 🙏🙏
Bukan maksud bikin kalian menunggu tanpa kepastian tapi tahun ini aku banyak kesibukan di dunia nyata.
Salah satu kesibukanku di dunia nyata di tahun 2024 ini yaitu ikut membantu mengurus seorang anak SMP yang sedang sakit parah akibat minum obat dari Bidan tapi dosisnya terlalu tinggi yang membuat seluruh badannya melepuh, berdarah dan kornea matanya terkelupas.
Awalnya aku gak mengenal anak tersebut dan sama sekali belum pernah bertemu dengannya. Namun menurut cerita yang kudengar, anak tersebut berasal dari keluarga gak mampu dan sudah berpisah dari ayahnya sejak usianya 3 bulan. Hal itu yang membuatku merasa iba dengan kondisinya dan memutuskan untuk mengurusnya saat sedang kritis di RS.
Saat ini badannya yang melepuh serta berdarah sudah mulai mengering dan membaik. Tapi tidak dengan matanya. Karena kornea matanya sudah terlanjur rusak dan gak bisa melihat.
Mungkin kalian sempet liat beritanya di Tiktok. "Siswi SMP di Palembang Korban Mal Praktik"
Karena itu waktuku banyak tersita dan memfokuskan diri untuk mengurus serta menemani anak tersebut operasi mata serta bolak balik berobat ke RS setiap hari selama dua bulan lebih. Dan juga memberinya motivasi agar dia gak terpuruk dan down dengan keadaannya saat ini.
Sampai hari ini sudah 5 bulan lebih anak tersebut belum bisa melihat, stop sekolah dan hidup dalam keadaan meraba-raba karena masih menunggu donor kornea mata dari RS yang belum tau kapan tersedianya 😭😭
Dan sampai saat ini pun anak tersebut gak tau wajahku seperti apa karena saat pertama kali aku membesuknya di RS kondisi matanya sudah gak bisa melihat dan itu menjadi perkenalan pertama kami...
Mohon doanya dari seluruh teman-teman untuk ikut mendoakan agar anak tersebut bisa segera mendapatkan donor kornea mata, Aamiin 🤲
Kalo waktunya memungkinkan, aku pengen menulis kisah nyata anak tersebut ke dalam sebuah Novel. Dan ini juga merupakan kisah nyata hidupku karena bersentuhan langsung dengan hidupku makanya aku berencana mengabadikannya dalam sebuah novel. Tapi baru rencana, gak tau kapan terealisasinya...
***
Zafira Mutia Wibawa
Fariz Erlangga
***
Sepeninggal Fariz, tubuh Zafira mendadak lemas. Tadinya masih berusaha tegar namun kini sudah benar-benar kehilangan kekuatan. Kepergian Fariz telah membuat raga Zafira terasa mati.
Dia berpegangan pada daun pintu demi menopang beban tubuh yang nyaris terjatuh. Tubuhnya terasa limbung dan untuk menegakkan kaki dengan benar pun dia sudah tidak sanggup. Dia sudah tidak mampu berdiri secara sempurna. Penglihatannya pun seolah berkabut tebal tertimbun genangan air yang memenuhi kedua bola matanya.
Zafira menangis pilu. Ditempelkannya sisi wajah pucatnya di daun pintu. Kedua kaki tampak bergetar menopang tubuh yang seakan semakin lemah.
Mata sembab masih tertuju ke depan menatap kosong kendaraan Fariz yang telah menghilang, membawa pergi pria yang kini telah merampas jiwa serta cintanya. Pria yang sudah diterimanya masuk ke dalam seluruh hati serta hidupnya. Namun belum sempat menyatakan segenap rasa serta perasaan cintanya, pria itu telah pergi tanpa memberi waktu dan kesempatan baginya membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
"Fariz, kumohon jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintaimu..." Zafira memanggil pelan nama itu dengan linangan air mata dan suara yang serak meski nama yang dipanggil telah menjauh meninggalkannya, entah kemana.
Zafira termangu sedih, terus memandang nanar ke pekarangan rumah tanpa sanggup berkata-kata. Tidak dipungkiri, betapa dia sangat mencintai sahabat yang kini telah menjadi suaminya. Dan tidak sanggup kehilangan sosok baik itu walau hanya satu hari.
Bagaimana dengan hidupnya jika Fariz benar-benar mengambil keputusan tidak akan kembali padanya. Dia tidak sanggup memikirkan itu meski sekejap. Ada rasa sakit yang terus menusuk tajam di bagian terdalam hati. Perlahan dengan tangan kanan diremasnya dada lalu memukulnya pelan berusaha mengurangi rasa sakit itu.
Sesekali tangannya menyeka buliran air mata yang terus berjatuhan dari kedua sudut mata. Tangisan pilu terdengar keras sampai sekujur tubuhnya tampak bergetar.
Zafira terus menangis mengeluarkan seluruh kesedihan yang teramat dalam karena kepergian Fariz yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya akan terjadi sesakit ini tepat di saat dia telah menyadari rasa cintanya kepada pria itu. Bahkan yang lebih menyakitkan lagi di saat dia ingin mengungkapkan seluruh rasa cinta justru sang sahabat sekaligus suaminya itu lebih memilih pergi meninggalkannya.
Sebuah ketakutan menguap di sudut jiwa. Dia takkan sanggup menjalani kehidupan jika tiada Fariz di sisinya seperti puluhan tahun yang telah dilalui. Jika dapat memilih, dia akan pergi kemana pun Fariz pergi, tak peduli suka atau duka yang penting tetap berada di samping pria itu.
Raut muka Zafira tampak semakin muram dan pucat. Sorot mata lara menyiratkan betapa terpukul serta sedihnya dia saat ini.
Lemas, itu yang dirasakannya. Tubuhnya benar-benar tak bertenaga. Seluruh semangat hidup telah musnah. Dia kembali terisak hingga dadanya terasa sesak.
Rasanya bumi ini runtuh tatkala Fariz lebih memilih pergi meninggalkannya dari pada mempercayai semua penjelasannya.
Tubuh Zafira yang sedari tadi hanya berdiri mematung tampak mulai merosot. Lututnya goyah, hingga akhirnya terduduk bersimpuh di lantai, tak sanggup menahan kesedihannya. Menumpahkan semua tangisan di depan pintu, meratapi duka mendalam yang telah menghancurkan seluruh hidupnya. Dia terus menangis sampai tersedu. Tak peduli jika ada pekerja rumah yang akan melihatnya.
Buliran air begitu mudah lolos dari kedua sudut mata. Bahkan sekuat apapun berusaha membendungnya, itu terasa sia-sia. Bulir demi bulir terus membasahi wajah yang kian memucat. Rasa sesak masih sangat terasa menghimpit dada. Seperti terluka namun tak mengalirkan darah. Bahkan rasanya lebih perih dan menyakitkan dari pada luka yang berdarah. Rasanya nyaris mati menahan semua rasa ini. Nyawa seakan ikut melayang bersama kepergian Fariz yang secara tiba-tiba.
Tak terasa lima belas menit berlalu. Zafira tidak sadar sudah cukup lama terduduk di ambang pintu meratapi takdir yang entah akan membawanya kemana.
Dengan mengumpulkan kekuatan, gadis itu pun berdiri lalu tertatih kembali ke lantai atas. Dia ingin kembali ke kamar dan menghirup aroma tubuh Fariz yang pasti masih tertinggal di ruang kamar.
Seperti ini-kah rasanya patah hati? Zafira belum pernah merasakan patah hati sebelumnya. Tetapi hari ini dia mengalaminya. Dia tahu kalau saat ini dia sedang patah hati dan hancur. Itu terbukti dari langkah kakinya. Hanya beberapa meter berjalan dari lantai bawah menuju lantai atas namun menjadi terasa sangat berat dijalani dan begitu melelahkan.
Dipaksakan-nya menyeret kaki yang terasa berat meniti anak tangga satu persatu menuju kamar sambil berpegangan pada railing tangga/pegangan tangga.
Hingga dengan susah payah, akhirnya dia berhasil sampai ke kamar dimana kamar ini-lah yang menjadi saksi jika sebenarnya dirinya telah mulai mencintai Fariz namun sayangnya perasaan itu belum sempat ter-ungkap.
Rasa marah, cemburu, kecewa, bahagia hingga rasa cinta tumbuh begitu cepat di hatinya hanya hitungan beberapa hari sejak hidup satu rumah bersama Fariz. Kamar beserta isi di dalam ruangan ini menjadi saksi bisu segala perasaan yang tumbuh cepat di hati.
Zafira masuk ke kamar, mendorong pintu dan menutupnya. Menyandarkan tubuh rapuhnya di pintu sembari bola mata yang sembab terus berputar memandang seluruh ruangan seolah berusaha mencari keberadaan Fariz di sana. Untuk beberapa menit Zafira berdiri tercenung tanpa kata.
Kini Zafira memejamkan mata. Kemudian menarik nafas panjang menghirup udara sedalam mungkin demi mencium jejak aroma tubuh Fariz yang masih membekas di setiap sudut ruangan.
Zafira melangkah dengan mata masih tertutup seraya merentangkan kedua tangan. Berjalan meraba seperti orang buta. Sepuluh jemarinya ikut berperan berusaha menggiring udara, menggenggam lalu memeluknya ke dada dan menciumnya. Dia membayangkan udara itu adalah Fariz yang dapat diraba, dipeluk dan dicium. Miris melihat keadaan gadis itu tetapi ini-lah kenyataan hari ini. Dia terus mencoba menghalau kerinduan dengan merasakan sentuhan udara yang dia bayangkan sebagai tubuh Fariz.
Dibukanya mata pelan. Tatapannya jatuh pada tempat tidur luas yang kini tampak terbentang kosong seolah ikut kesepian atas tuannya yang kini telah pergi.
Dengan langkah lemah, Zafira duduk di bibir ranjang. Air mata tetap tidak mampu terhenti, kembali merambat dari kedua ujung mata. Dia sadar, kesalahannya memang teramat besar kepada Fariz. Karena dari awal pernikahan sampai kepergian tiba-tiba Fariz dari rumah, dia belum sepenuhnya menjadi istri yang baik untuk pria itu. Bahkan dia pun belum menjalankan kewajiban yang seharusnya dilakukan seorang istri yakni melayani kebutuhan batin Fariz.
Selain itu, dia pun menyadari, puluhan tahun bersahabat dengan Fariz, baik sengaja atau tidak dia telah banyak melukai perasaan pria itu. Menolak cintanya, menyia-nyiakan waktu yang ada, bersikukuh menolak perjodohan mereka bahkan hampir saja menikah dengan laki-laki lain yang pasti akan menghancurkan hidup Fariz jika sampai pernikahan itu benar-benar terjadi.
Berapa banyak luka, berapa banyak kesedihan yang telah ditorehkannya di hati pria yang dengan tulus telah mencintainya sejak masa putih biru.
Dia pun tidak pernah tahu bahkan lebih tepatnya tidak mau tahu dan tidak mau peduli dengan perasaan sang sahabat. Sepanjang waktu dihabiskan hanya untuk mempertahankan cinta laki-laki lain dan lebih mementingkan perasaannya sendiri, mengesampingkan Fariz yang sekian puluh tahun menanti balasan cinta darinya.
...*****...
Egois! Satu kata yang tepat diperuntukkan bagi Zafira. Merasa bahagia di atas penderitaan sang sahabat. Mengecap kebahagiaan bersama Ronald dan tidak pernah peka seberapa parah luka yang dialami Fariz selama ini karena-nya.
Mengapa mata serta hatinya tertutup selama puluhan tahun? Mengapa tidak bisa melihat betapa besar cinta Fariz untuk dirinya melebihi cinta pria manapun di dunia ini? Mengapa dia tidak mencoba sedetik saja hidup di posisi Fariz? Andai saja itu dilakukannya, pasti keegoisannya akan melebur bersama kebekuan hatinya yang terus menerus menganggap kecil cinta Fariz.
Mengingat itu, membuat Zafira makin meradang karena lebih memilih Ronald dan menentang perjodohan dengan Fariz yang telah disepakati oleh kedua orang tua mereka.
Makin memikirkan hal tersebut, makin besar rasa bersalah yang mendera. Ingin rasanya memutar kembali waktu. Tidak akan ada kata menyia-nyiakan kesempatan. Akan dipergunakan waktu sebaik-baiknya untuk mengungkapkan, mencurahkan seluruh perasaan cintanya kepada Fariz.
Tidak ada guna menyesali diri. Ibarat pepatah mengatakan nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin mengembalikan waktu yang telah berlalu. Tak mungkin memanggil Fariz kembali dan mengungkapkan semua perasaan cintanya saat ini. Semua sudah terlambat. Menyesali diri pun sudah tak berarti apa-apa lagi.
Diusapnya kasur empuk itu perlahan-lahan dengan perasaan sedih.
"Fariz maafkan aku. Kumohon kembalilah. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu.., Aku tidak sanggup..." Isaknya yang takkan pernah didengar Fariz, karena pria itu telah pergi entah kemana.
Zafira tidak dapat menghilangkan perasaan sedih serta rasa bersalah. Bahkan lebih dari itu, dia merasa sangat terpukul atas kepergian Fariz yang belum menyelesaikan kesalahan-fahaman yang terjadi di antara mereka. Kesalah-fahaman yang telah membuat Fariz tidak lagi mempercayainya.
Apapun yang kini terjadi dalam rumah tangganya, pertengkaran serta kesalahan-fahaman antara dirinya dengan sang suami akan diterima dan dijalani dengan setitik harapan mudah-mudahan semua berakhir baik dan secepatnya dipertemukan kembali dengan pria yang dicintainya.
Dari semua fase yang terjadi dalam hidupnya, dia tetap merasa sangat bersyukur, Allah telah menyelamatkannya dari pria pilihannya, yakni Ronald.
Takdir Allah telah membatalkan pernikahannya dengan Ronald. Hingga akhirnya takdir Allah pula yang membawanya terpaksa menikah dengan sahabatnya sendiri. Berawal dengan keterpaksaan namun berujung dengan cinta yang sangat besar yang belum sempat diungkapkan.
Zafira beranjak kemudian mendekati pigura besar, foto dirinya dan Fariz saat Ijab Qabul. Diusapnya foto Fariz dengan tatapan luka.
"Kamu jahat" lirihnya kembali tersedu menaruh kening di tembok.
"Harusnya kamu mempercayai ucapanku. Aku istrimu. Mengapa kamu lebih mempercayai apa yang kamu lihat daripada mempercayai aku yang sudah lama kamu kenal" Zafira makin terisak menyesali sikap Fariz terhadap dirinya.
Sepuluh menit berselang, Zafira mengambil ponsel di atas meja kemudian duduk di sofa. Gerakan tangannya tampak masih bergetar saat menekan tombol yang bertuliskan nama "Fariz".
Dan kini bukan hanya tangan yang bergetar, tubuh pun menjadi kian terasa lemas saat melihat notif panggilan WhatsApp bertulisan "memanggil".
WhatsApp Fariz tidak aktif. tidak seperti biasanya yang 24 jam saat Zafira menelepon pasti akan langsung terhubung.
Perasaan resah kini menghantui. Zafira berdiri dari sofa dan terus mencoba menelepon sang suami, berjalan mondar mandir menggigiti ujung kuku dengan raut wajah terlihat begitu gelisah. Terus berusaha menghubungi Fariz tetapi gagal. Gadis itu pun mulai putus asa. Tergambar jelas dari wajahnya yang pucat terlihat seperti tidak dialiri darah.
Zafira tetap tidak menyerah. Mencoba menelepon dari nomor biasa. Kembali menekan tombol panggilan hingga berpuluh kali tetapi lagi dan lagi sambungan masih tidak terhubung. Mungkin Fariz sengaja mematikan ponsel atau hal terburuk mungkin sudah memblokir nomornya? Pemikiran itu terus berkecamuk di benak Zafira membuat hatinya semakin cemas dan kian tidak tenang.
Gejolak batin teramat menyiksa diri. Berperang dengan berbagai macam pemikiran, kecemasan serta ketakutan hingga sampai di titik dimana dia menjadi sangat lemah, tidak mau bahkan tidak sanggup melakukan apa-apa.
Dia pun terduduk di lantai bersandar di kaki sofa sambil mencengkeram erat ponsel dengan mata yang kembali mengembun. Ditelungkupkannya muka di dudukan sofa dan mulailah terdengar kembali isakan dari bibir gadis itu.
Untung tadi bi Senah dan Marni bekerja dengan cekatan membersihkan kamar sehingga gadis itu tidak harus duduk di pecahan kaca yang tadinya berserakan memenuhi lantai.
"Mengapa nomormu tidak aktif? Apa yang sudah kamu lakukan padaku? Kamu meninggalkanku dalam keadaan seperti ini. Kamu benar-benar jahat" lirih Zafira pelan di balik wajahnya yang tertelungkup di sofa.
Jarum jam terus bergerak seiring dengan suara sedu sedan yang terdengar semakin lirih menyelubungi, membalut kamar tersebut.
Tanpa Zafira sadari, waktu pun terus berputar dengan cepat. Siang berganti sore. Dan sore pun kini merangkak mulai menggelap. Dunia pun sudah menjelang malam namun tidak ada tanda-tanda kedatangan Fariz kembali ke rumah mewah itu.
Entah sudah berapa lama Zafira berada dengan posisi tersebut. Padahal dia tidak tidur. Tetapi dia merasa posisi itulah yang saat ini menjadi posisi ternyaman untuknya. Menumpahkan tangisan dan memejamkan mata meskipun matanya enggan tertidur. Hanya sesekali Zafira merasakan tertidur sekejap tetapi di menit berikutnya dia kembali terbangun dengan perasaan kacau dan frustasi. Begitulah sampai jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam, gadis itu masih dalam keadaan terpuruk di lantai menelungkupkan wajah di sofa.
Hingga akhirnya Zafira dikejutkan dan sontak terbangun karena ketukan dari pintu. Penampilannya tampak sangat berantakan. Bahkan pakaiannya yang sejak pagi belum sempat dia ganti.
"Tok"
"Tok"
"Tok"
Dengan gerakan lemah, Zafira mengangkat wajah dari sofa lalu mengedarkan pandangan melihat jam dinding. Ternyata sudah malam. Untung lampu ruang kamar setiap saat dinyalakan kecuali saat tidur, sehingga saat ini kamar Zafira masih terlihat terang walaupun jendela kamar sebagian masih terbuka.
Zafira mengabaikan ketukan itu yang terus terdengar menggema di seluruh ruangan kamar. Tubuhnya benar-benar terasa lemas. Tidak ada tenaga sekedar untuk bangun dari duduknya atau pun berbicara dengan seseorang di balik pintu.
"Tok"
"Tok"
"Tok"
Ketukan itu kembali terdengar. Tampaknya si pengetuk tidak akan menghentikan ketukannya sebelum dia berhasil masuk ke dalam kamar dan melihat kondisi Zafira.
"Masuk," hanya kata itu yang sanggup dikeluarkan Zafira dari mulutnya dengan posisi tetap duduk di lantai tanpa berniat mengubah posisi duduknya.
Setelah mendapat izin dari si empu kamar, pengetuk di balik pintu pun baru berani memasuki kamar. Daun pintu sedikit terbuka perlahan-lahan sampai akhirnya muncul-lah sosok seorang wanita paruh baya di depan pintu kemudian tampak sosok itu tergopoh-gopoh berlari menghampiri Zafira.
"Neng, neng... Apa yang terjadi dengan neng? Mengapa seharian ini neng tidak keluar kamar sampai melupakan makan siang dan makan malam?" tanya bi Senah cemas duduk di samping Zafira kemudian mengusap lengannya pelan.
Wanita paruh baya itu memperhatikan kondisi Zafira yang tampak sangat berantakan. Kedua kelopak mata bengkak, bibir serta wajah begitu pucat, rambut dan pakaian awut-awutan serta tatapan matanya yang terlihat kosong. Kondisinya amat memprihatinkan.
...*****...
Rupanya yang mengetuk pintu sedari tadi adalah bi Senah karena merasa khawatir sang majikan tidak keluar kamar sejak insiden keributan di ruang tamu dengan Fariz tadi siang. Bahkan sampai tiba waktu makan malam pun Zafira masih belum menampakkan wajahnya.
Biasanya sebelum atau selesai Maghrib, Zafira pasti akan segera turun ke lantai bawah untuk melakukan rutinitas makan malam. Tetapi dari siang bi Senah tidak melihat kemunculan Zafira di meja makan atau di ruangan lain di lantai satu membuat wanita paruh baya itu mulai cemas dan memberanikan diri naik ke lantai atas untuk memastikan keadaan sang majikan. Dan kekhawatirannya ternyata benar, Zafira tengah terduduk lemas di lantai.
"Fariz bi, Fariz. Dia pergi.., Aku tidak tahu dia pergi kemana. Aku sudah berusaha menghubunginya tapi ponselnya tidak aktif. Aku menjadi takut dan sangat cemas dia benar-benar akan meninggalkanku. Aku takut dia tidak akan kembali, bi..," ucap Zafira serak, langsung memeluk bibi separuh baya itu sambil menumpahkan kesedihan serta tangisan dalam pelukan sang pekerjanya.
Saat ini Zafira membutuhkan kekuatan. Dia membutuhkan sebuah pelukan untuk menguatkan dirinya. Di rumah ini dia sangat dekat dengan bi Senah sudah seperti bibinya sendiri sehingga membuatnya sedikit lega karena ada bi Senah di hadapannya saat ini.
Bi Senah terperanjat. Dia tidak menyangka Zafira yang tergolong anak orang kaya raya serta terpandang di kota Metropolitan ini dengan wajah cantik dan rupawan tiba-tiba memeluk dirinya. Dia merasa takut jika tubuhnya yang bau rempah masakan atau bau lain-lain akan mengganggu indera penciuman Zafira. Ya, walaupun dia sudah mandi tetapi tetap saja dia merasa tidak percaya diri karena dipeluk oleh nona majikannya.
Zafira masih menangis dan semakin mengeratkan pelukannya membuat bi Senah iba dan sangat mengerti kesedihan yang dirasakan Zafira. Dengan ragu-ragu dan mengesampingkan pemikiran tentang aroma tubuhnya yang mungkin kurang nyaman di indera penciuman Zafira, dia mengelus punggung Zafira mencoba memberi kekuatan untuk gadis itu.
"Neng jangan bersedih seperti ini. Mungkin saat ini mas Fariz sedang ingin sendiri dan sengaja pergi untuk menenangkan diri di sebuah tempat. Sekarang neng makan dulu. Tadi bibi sudah masak dan menyiapkan menu makan malam kesukaan neng" hibur bi Senah masih dengan lembut mengelus punggung, memberi ketenangan serta semangat yang kini begitu dibutuhkan Zafira.
Zafira melepaskan pelukan dan menghapus air mata dengan punggung tangan. Tatapannya tertuju lurus pada wanita yang duduk di hadapannya.
"Fariz marah padaku bi. Tadi mantan kekasihku tiba-tiba sudah berada kamar, menindihku lalu mengancamku. Aku juga tidak tahu bagaimana dia bisa masuk ke kamar dan pada saat yang sama Fariz tiba-tiba pulang cepat dan melihatku berada dalam satu kamar bersama mantan kekasihku. Karena itulah Fariz marah besar dan pergi meninggalkan rumah tanpa mau mendengarkan penjelasanku. Aku berani bersumpah bi, aku tidak melakukan apapun di luar batas. Tapi Fariz tidak mempercayaiku bahkan menuduhku yang tidak-tidak," jelas Zafira tertunduk menyesali mengapa semua harus terjadi.
Bi Senah tercengang mendengar penjelasan Zafira. Dia baru tahu alasan terjadinya keributan siang tadi. Mimik mukanya jelas menggambarkan keterkejutan mendengar fakta yang terjadi. Dia sama sekali tidak mengetahui kalau ada penyusup yang telah menyelundup masuk ke rumah majikannya. Mungkin itu terjadi saat dirinya pergi ke pasar sedang berbelanja kebutuhan dapur bersama mang Karman.
Wanita paruh baya itu berfikir sejenak menela'ah kejadian yang diceritakan Zafira. Menurutnya hal yang wajar jika Fariz marah besar. Suami mana yang bisa berfikir tenang dan menerima dengan lapang dada saat mendapati istrinya bersama pria lain di kamar mereka apalagi pria tersebut mantan kekasih istrinya.
Tetapi apapun yang difikirkan Fariz tentang Zafira, bi Senah pun memiliki keyakinan yang sangat kuat jika Zafira tidak melakukan sesuatu yang tercela seperti yang mungkin difikirkan Fariz. Dia sangat yakin Zafira adalah gadis baik-baik dan tidak mungkin mengkhianati suaminya dengan kelakuan rendahan memasukkan laki-laki lain ke kamar mereka.
"Aku takut bi. Aku takut Fariz tidak akan kembali. Kali ini dia benar-benar marah padaku. Aku takut dia tidak akan memaafkanku" lanjut Zafira mulai patah semangat dan sesegukan menundukkan muka.
"Tenang neng. Bibi yakin mas Fariz akan kembali. Mas Fariz tidak mungkin bisa melupakan neng dengan mudah, bibi yakin itu. Setelah tinggal satu rumah dengan neng, bibi melihat mas Fariz sangat bahagia. Jangan menyiksa diri neng seperti ini karena itu tidak akan menyelesaikan masalah. Semua sudah terjadi. Neng tidak bisa memutar waktu dan mengembalikan keadaan. Yang penting neng harus tetap memiliki semangat kuat, jangan menyerah dan jaga kesehatan biar bisa mencari mas Fariz. Neng pasti akan menemukan mas Fariz kembali. Saat sudah bertemu, neng bisa menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan meyakinkan mas Fariz kalau semua hanya kesalah-fahaman. Sekarang mari kita ke meja makan. Neng harus makan. Dari siang neng belum makan. Bibi takut nanti neng jatuh sakit dan justru tidak akan bisa mencari mas Fariz" bi Senah mencoba menasehati gadis itu dengan harapan semangat Zafira dapat tumbuh kembali.
Perkataan bi Senah bak hipnotis bagi Zafira membuat gadis itu langsung tersadar. Suara sesegukannya yang sempat terdengar keras kini mulai sedikit mereda. Mukanya yang tadi tertunduk lemas pun kini sudah tegak kembali menatap wanita di hadapannya.
Zafira membenarkan semua perkataan bi Senah. Jika memang dia ingin Fariz kembali ke rumah ini maka dia harus mencarinya. Itu artinya tubuhnya harus sehat. Jika sampai dia tidak makan dan membiarkan perutnya kosong berhari-hari maka bisa dipastikan dia akan dilarikan ke rumah sakit dan pupus sudah harapannya bisa mencari dan menemukan Fariz
Akhirnya Zafira pun mengangguk pelan dan bi Senah langsung tersenyum senang.
"Bibi benar. Aku tidak mau sampai jatuh sakit. Kalau aku sakit, bagaimana aku bisa mencari dan menemukan Fariz. Terima kasih bi. Bibi seperti malaikat penolong di saat aku sedang tersesat" Zafira berusaha menumbuhkan kembali semangat dalam dirinya meskipun itu masih terasa sulit dilakukannya.
"Itu maksud bibi. Neng harus makan agar kondisi tubuh neng tetap bugar. Kalau neng ingin mencari mas Fariz, jangan sampai neng sakit. Neng harus kuat ya!" bi Senah kian menyemangati majikannya.
"Baik bi, nanti aku turun. Aku akan segera makan," ucap Zafira menuruti nasehat wanita yang selama ini memang sering menjadi teman bercerita baginya.
"Baik neng. Bibi tunggu di bawah. Bibi permisi turun dulu," ucap bi Senah beringsut kemudian berjalan meninggalkan kamar namun sebelum keluar kamar dia menutup jendela kamar serta gorden yang masih terbuka.
Sebuah senyum tersungging di bibir wanita itu. Setidaknya Zafira masih memiliki sedikit semangat meskipun dia tahu, tidak semudah itu menyembuhkan seseorang yang tengah patah hati dan terluka.
Setelah kepergian bi Senah, Zafira memaksakan diri untuk berdiri dari lantai. Dia merenggangkan otot yang terasa kaku dan sakit karena setengah hari duduk di lantai dengan posisi kepala tertelungkup di badan sofa.
"Uuh.., Badanku sakit semua," ringis Zafira meraba dan sedikit memijit tengkuk, punggung hingga kedua pundaknya secara bergantian. Seluruh tubuhnya terasa pegal, ngilu dan kaku.
"Astaghfirullahal'adzim, ternyata aku melewatkan shalat Dzuhur dan Asar. Aku benar-benar menyesal," gumamnya berjalan tergesa-gesa ke kamar mandi.
Hati Zafira diliputi penyesalan karena telah meninggalkan dua waktu shalat. Tanpa membuang waktu segera masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu' dan menunaikan shalat Maghrib yang hampir habis.
Gadis itu akan berusaha bangkit dan menumbuhkan semangat pada dirinya. Dia akan bangkit demi menemukan Fariz sampai pria itu kembali padanya dan menjadi miliknya seutuhnya. Dia akan mengatakan kepada sang sahabat kalau hanya dirinya-lah yang selalu ada di hatinya dari kecil hingga saat ini. Dan dia juga akan membuktikan kepada Fariz betapa dia sangat mencintai pria itu.
...*****...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!