NovelToon NovelToon

Jodoh Impian

Bab 1

''Aku tidak boleh terlambat''

Drap! Drap! Drap!

Deru langkah kaki jenjang nan mungil semakin cepat melewati jalanan malam di hadapannya. Rintik hujan yang mulai turun di sertai badai kecil menerpa tubuh ringkihnya. Gaunnya yang indah menjadi basah, serta rambut panjangnya yang tergerai dan tertata rapih menjadi berantakan dan lepek. Gadis itu, Sabella Amandanyella. Dia berlari untuk tujuan yang rumit yang bergejolak di hatinya. Dia ingin menyaksikan dengan mata kepala bahwa harapannya benar-benar musnah, dan tidak lagi bisa di gapai.

Hahh! Hahh! Hahh!

Nafas yang semakin cepat dan memburu membuat dadanya naik turun saat menghirup oksigen yang terasa berat.

'Jangan tinggalkan aku,'

'Mister...'

Tak terasa air matanya berlinangan di pipinya. Riasan wajahnya yang cantik menjadi rusak. Gadis cantik itu terus berlari tanpa merasa lelah melampaui hatinya yang terus menuntut. Dia harus segera sampai pada tujuannya dalam keadaan apapun!

Karena kedaan malam yang gelap dan remang-remang disertai cuaca yang buruk, hingga membuat kepekaannya berkurang. Tanpa disadari kaki mungilnya yang berlari dengan cepatnya tersandung sesuatu.

Bruukk!!

Iapun jatuh dan tersungkur. Gaun indahnya yang telah basah, kini bertambah kotor dan terkoyak. Ia berusaha sekuat tenaga untuk bangkit, namun bersamaan dengan itu ia merasakan pula rasa sakit yang mendera di kakinya yang berbalut flat shoes. Berkali-kali ia ingin bangkit namun tidak berdaya karena menahan rasa sakitnya yang teramat sangat. Saat ini ia sangat membutuhkan pertolongan. Ia berdoa berharap ada seseorang yang membantunya untuk bangkit dan berdiri.

"Tolonglah aku, Tuhan. Aku ingin segera sampai. Aku tidak ingin terlambat." Ujarnya di sela ringihnya.

Namun, tak ada seorangpun di sekitarnya selain dirinya sendiri di jalanan yang sepi itu. Karena pengaruh cuaca yang semakin memburuk membuat orang-orang enggan keluar dari dalam mobil walaupun sedang terjebak dalam kemacetan panjang. Karena situasi itu akhirnya Sabella memilih untuk meninggalkan taxi yang ditumpanginya begitu saja dan segera berlari agar cepat sampai pada tujuannya.

"Aku benci, semua ini. Aku benci!" Ujarnya seraya menangis meruntuki dirinya di tempat membawa ketidakberdayaannya saat ini.

"Mister... Jangan tinggalkan aku. Hiks.. hiks.." ungkapnya dengan kepiluan.

,,,

Marion Hotel

Di sebuah ruangan yang megah terlihat dekorasi mewah yang terkesan estetik serta elegan mahakarya dari seorang dekorator profesional. Nampak tirai putih yang terbentang dengan hiasan bunga-bunga serta ornamen lain yang bertuliskan nama pasangan yang bertunangan. 

Para tamu undangan yang datang silih berganti menjabat tangan mempelai yang bertunangan itu untuk memberi ucapan selamat.

"Selamat atas pertunangan Anda, Tuan Devon Alejandro. Semoga sukses sampai ke jenjang pernikahan." Ujar para tamu undangan itu.

"Terimakasih, Tuan..." Jawab Devon dengan senyum yang berbinar diwajahnya.

"Kalian memang pasangan yang serasi." Kata salah satu wanita yang hadir saat bercipika-cipiki pada mempelai wanitanya, Leona Frederica.

"Ahh, benarkah? Terimakasih atas pujiannya." Ucap Leona lembut dan ramah.

"Tentu saja. Semoga kalian langgeng." Imbuh wanita itu lagi.

"Terimakasih, Nyonya..." Jawab Leona sopan.

Kedua mempelai itu tersenyum bahagia pada para tamu undangan yang telah hadir ke acara mereka. Devon dan Leona terlihat sangat bahagia dan penuh cinta. Sesekali Devon membisikkan sesuatu di telinga Leona, lalu Leona membalasnya dengan malu-malu dengan rona wajah yang kemerahan.

"Kau bahagia?" Tanya Devon, meski ia tau Leona pasti sedang merasa benar-benar bahagia bertunangan dengannya saat ini.

"Menurut mu?" Leona malah bertanya balik. Devon mengangkat sebelah alisnya.

"Menurut ku tidak." Jawab Devon seraya menggoda.

"Menurut mu aku tidak bahagia? Konyol sekali! Kaupun tau sendiri selama ini aku menantikan moment ini." Jawab Leona merengut dengan bersedekap tangan di dadanya. Seketika Devon tertawa, menertawakan sikap Leona yang sedang kesal padanya. Namun itu merupakan sebuah kepuasan tersendiri untuk menggoda kekasih cantiknya.

"Aku tau kau sangat-sangat bahagia bersanding dengan ku. Secara.. Aku itu tampan dan kaya. Kau beruntung memiliki ku, Leona." Ujar Devon menyombongkan diri.

"Ohh, jadi hanya aku yang beruntung. Kau tidak?" Tanya Leona lagi ketus.

Devon semakin melebarkan tawanya. Laki-laki itu sungguh sangat mudah tertawa saat bersamanya. Hal yang sangat sulit dilakukannya pada saat ia sedang serius dengan segala kesibukannya.

"Oke.. oke.. aku menyerah. Aku hanya bercanda. Mana mungkin aku tidak beruntung mendapatkan mu, karena selain cantik, berpendidikan, pandai mencari uang, pandai memasak, pandai bersih-bersih, juga pandai__" Devon menjeda kalimatnya. Membuat Leona penasaran.

"Pandai apalagi?" Sahut nya tak sabar, seketika wajah cantiknya mulai merona mendengar pujian dari Devon, namun saat ini dikepalanya dipenuhi hal-hal yang mesum. Kenapa bisa demikian? Entahlah. Namun pikiran itu benar-benar bersarang di kepala gadis itu.

Sesaat kemudian Devon menghela nafasnya kemudian berkata. "Pandai merajuk.." tawa Devon yang meledek langsung terlepas dan menggelegar di ruangan itu walaupun kegaduhan suara tamu undangan menenggelamkan suara tawa Devon yang mengudara.

P'tak!

"Dasar!" Leona menjitak kepala Devon dengan gemas, karena dari tadi Devon selalu mempermainkannya.

"Auww..., sakit, Leona." Devon meringis dengan dibuat-buat karena sebenarnya pukulan itu bahkan sama sekali tidak menyakitinya samasekali. Devon hanya ingin menggodanya saja.

"Rasakan itu!" Jawab Leona kesal.

"Aish.. kau kejam sekali." Ucap Devon.

"Biar kau tau rasa. Dasar menyebalkan!" Gerutu Leona, seraya mengerucutkan bibirnya. Melihat itu Devon menelan salivanya dengan berat. Dalam keadaan seperti itu Leona sangat-sangat terlihat sensual dan menggoda. Namun Devon harus bisa menahan diri saat ini.

"Sial" kata batin Devon frustasi.

Devon menarik nafas panjangnya untuk menetralisir rasa itu. "Tunggulah sebentar lagi," imbuhnya lagi untuk menenangkan dirinya sendiri.

Saat sedang bersusah payah Devon menetralisir keadaannya, tiba-tiba dari arah kerumunan tamu undangan terdengar sesuatu.

Craang!!

Suara gelas-gelas pecah terdengar melengking di seluruh penjuru ruangan. Semua orang menoleh bersamaan ke arah sumber suara itu.

"Astaga..." Ucap orang-orang yang terkejut dangan berbisik-bisik.

Terlihat penampakan gadis berbaju basah kuyup yang kotor dan berbau tanah basah, baru saja menabrak pelayan yang berlalu lalang mengedarkan minuman ke semua tamu undangan. Seketika orang-orang menutup hidung mereka sendiri dengan tidak sopan.

"Apa gadis itu...."

"Gila? Atau jangan-jangan pengemis?"

Ucapan-ucapan sinis yang terlontar dari arah para tamu undangan sebelum akhirnya terdengar suara riuh orang-orang tertawa terbahak-bahak mengejeknya terdengar sangat gaduh di telinganya.

"Hai, nona.. ada apa dengan dirimu?" Kata orang lainnya lagi.

"Hahaha... Ini pesta orang-orang elite. Bukan orang rendahan seperti mu, dasar rendahan!"

"Hus-hus... Sana pergi saja dari sini! Tidak ada yang akan memberimu uang recehan, karena kami semua tidak memiliki uang receh atau cash." Ucap orang lainnya lagi penuh kesombongan.

Sabella dengan penampilan yang berantakan dan kotor, mengepalkan tangannya, matanya membulat dan menatap semua orang dengan tatapan tajam.

"Cukup!!" Ucap Sabella dengan lantang dan berani membungkam semua mulut yang terus mengejeknya dengan brutal.

"Kalian pikir dengan tampilan ku seperti ini, aku merupakan seorang yang kalian pikirkan?! Picik sekali pikiran kalian. Tunggu saja, apa yang bisa dilakukan oleh pengemis rendahan ini!" Tak gentar Sabella berucap dengan hati yang meradang.

Seketika ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Setelah menghubungi seseorang tak lupa ia mengambil gambar semua orang yang tadi menghinanya dengan kamera ponselnya.

"Akan ku ingat wajah wajah ini! Kalian akan      membayarnya sesuai ucapan kalian. Kalian semua akan menjadi pengemis dan gelandangan bahkan gila! Camkan itu baik-baik!" Ucapnya geram dengan sorot mata yang memerah.

Namun semua orang menertawakannya lagi. Mereka berpikir apa yang akan diperbuat oleh gadis lemah ini? Bahkan statusnya saja tidak selevel dengan mereka yang tinggi.

Namun tanpa diketahui oleh mereka, siapa sangka Sabella adalah salah satu putri dari orang yang berpengaruh di wilayah ini.

Saat mendengar kegaduhan itu Devon seketika meninggalkan pelaminannya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Saat menyibak kerumunan itu didapatinya Sabella dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

"Sabella..." Panggil Devon terkejut.

"Mister..." Jawab Sabella dengan wajah yang pasrah serta menyedihkan.

***

Bab 2

"Sabella..."

Mata Devon terbelalak tak percaya melihat penampilan Sabella yang sangat berantakan. Riasan wajahnya yang rusak dengan noda kehitaman di area mata karena maskara yang telah luntur oleh air mata yang menyapu riasannya. Bulu mata palsunya pun sebagian telah terlepas. Sungguh membuat wajah Sabella terlihat sangat menyeramkan.

Ditambah lagi gaunnya yang kini menjadi basah, kotor penuh noda tanah dan oli terlihat kusut dan compang-camping. Wajah cantik dan ceria yang selalu Devon lihat di wajah gadis remaja itu kini mendadak sirna. Hatinya pun ikut teriris saat itu.

"Pasti telah terjadi sesuatu,"  Pikir Devon.

"Mister..." Sahutnya dengan raut wajah kesedihan. Selain kondisinya yang terlihat memprihatinkan, sebenarnya dihatinya pun terasa hancur karena pria ini, pria yang ia sukai sejak lama akan dimiliki oleh wanita lain.

Dengan sekuat tenaga Sabella menyembunyikan air matanya agar tidak tumpah di hadapan laki-laki itu. Perlahan Sabella mengambil nafas panjang seraya berhitung di dalam hatinya untuk mengolah emosinya yang bergejolak.

"Aku harus kuat. Aku harus terlihat seperti sewajarnya. Aku pasti bisa!" Batin Sabella kala menyemangati diri sendiri. Selama ini hal itu seperti terbiasa di lakukan nya ketika bertemu Devon.

Devon dengan cepat melangkah mendekati Sabella. Menatap mata jernih gadis remaja itu dengan tatapan iba. Berbagai pertanyaan bermunculan di pikirannya. Bagaimana tidak, ia yang merasa bertanggung jawab karena telah mengundang nya ke pesta pertunangannya, sebagai perwakilan tamu undangan dari anak didiknya. Sebenarnya ada satu siswa lain yang ia undang selain Sabella sebagai perwakilan dari siswa laki-laki.

"Ada apa denganmu, Bella? Apa kamu datang sendiri? Lalu dimana Nelson?" Tanya Devon khawatir.

"I-itu.. Aku datang sendirian, Mister. Nelson entah di mana. Tadi kami berencana untuk berangkat bersama, tapi setelah menunggu lama dia tak kunjung datang. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan nya dan pergi ke tempat ini sendirian. Akan tertapi... tadi, terjadi insiden di jalan, Mister." Ucapnya sedih.

Tangan kekar Devon meraih kedua bahu.

"Tenanglah, sekarang mari masuk ke dalam." Ucap Devon penuh perhatian.

"Jadi, gadis berantakan itu termasuk dari tamu undangan." Ucap orang-orang yang mulai berbisik-bisik.

Devon kemudian mengajak Sabella dan menuntunnya berjalan untuk masuk ke dalam. Namun saat mulai melangkah Sabella merasakan lagi kesakitan di kakinya. Langkahnya terpincang.

"Auww..." Pekik Sabella. Menyadari hal itu Devon menghentikan langkahnya. Kembali tatapannya diarahkan pada Sabella dengan mimik wajah terkejut.

"Kamu ada apa? Apa ada yang sakit?" Tanya Devon merasa khawatir.

"Kaki ku sepertinya terkilir, Mister." Jawab Sabella sembari meringis merasakan sakit.

"Apa? Di mana yang terkilir?" Devon langsung berjongkok untuk memeriksa kaki Sabella. Seketika semua orang terkejut melihat sikap Devon. Mereka berbisik-bisik lagi membicarakan hal itu. Namun Devon merasa abai pada bisikan orang-orang itu.

Saat itu, Leona yang merasa diabaikan tak tahan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di hadapannya. Karena dari tempatnya berdiri pandangannya terhalang oleh kerumunan orang. Ia penasaran pada orang-orang yang sedang berbisik-bisik membicarakan sesuatu. Saat telah berhasil menerobos kerumunan mendadak matanya membola menyaksikan pertunjukan dramatis di hadapannya.

Leona melangkah dengan menghentakkan kakinya mendekati Devon. Terlihat kemarahan di wajah cantiknya.

"Ada apa ini sebenarnya, Devon?!" Tanyanya geram seraya menahan dirinya dengan menggenggam erat tangan nya sendiri.

"Dia terluka." Sahut Devon datar tanpa memalingkan wajahnya. Leona tampak mengetatkan rahangnya lebih keras karena merasa diabaikan.

"Mister, jangan!" Cegah Sabella saat Devon akan memulai menyentuh kakinya.

"Kamu tenanglah, biar ku periksa dulu." Jawab Devon tak menghiraukan cegahan Sabella.

Devon mulai mengangkat kaki gadis itu dan meletakkan di pahanya setelah melepaskan flat shoes yang membalut kakinya. Devon seketika itu menarik nafas panjang kala merasakan sesuatu yang bergejolak di dadanya.

"Pegangan ke pundak ku!" Titah Devon. Sabella mematuhi perintahnya. Dengan hati berdebar, tangan mungil nan halus itu mulai berpegangan di kedua bahu kekar Devon.

Leona yang melihat itu seketika ingin mencegahnya, namun akhirnya ia menahan pergerakannya sendiri sehingga ia hanya bisa mematung diam di tempat.

Tangan kekar Devon, perlahan mulai meraba-raba kaki gadis malang itu. Saat menemukan satu titik tertentu gadis itu pun langsung berjingkat. "Aaww.." ringisnya.

"Apa ini yang sakit?" Devon menekan-nekan sedikit titik itu. Sabella menganggukkan kepalanya.

"Biar aku tangani ya? Kalau dibiarkan bisa berbahaya." Lanjut Devon seraya memeriksa warna kebiruan pada satu titik di kaki telanjang Sabella yang sangat indah dan mulus. Bahkan lebih indah bila dibandingkan milik Leona.

"Baiklah, tapi apakah akan sakit?" Sahut Sabella dengan lirih karena takut.

"Sedikit." Devon tersenyum hangat untuk memberikan keberanian padanya.

Jantung Sabella yang sedari tadi berdetak semakin cepat kini menjadi tak karuan saat Devon tersenyum hangat kepadanya. Sabella gugup luar biasa saat berada di dekat Devon. Ia sangat membenci itu. Ia sudah berusaha membuang rasa itu jauh-jauh kala mengetahui pria itu telah memiliki kekasih, namun sekeras apapun ia berusaha tetap tak bisa. Semakin hari Sabella semakin sadar kalau ia benar-benar telah jatuh cinta pada pria dewasa berusia 29 tahun itu. Namun sayangnya perasaan itu hanya bisa dipendamnya sendiri selama kurang lebih tiga tahun ini.

Kreekk!

"Akkhhh..." Pekik Sabella seketika saat tulang persendian Sabella bergeletak, kala tangan kekar Devon memelintir pergelangan kakinya untuk membenarkan posisi tulangnya yang sedikit bergeser.

"Selesai." Ucap Devon.

Dengan wajah pias, Sabella memutarkan pergelangan kakinya. "Ajaib! Ini terasa lebih baik." Seru Sabella senang saat kaki nya tak merasakan kesakitan lagi.

"Terimakasih, Mister." Tambahnya lagi, riang.

Kemudian Devon memakaikan kembali flat shoes nya. Ia pun kemudian bangkit dan berdiri dengan gagah.

"Coba sekarang kamu berjalan. Apa masih sakit?" Titah Devon.

Sabella mulai melangkahkan kakinya perlahan. Devon dengan sedia berada di sisinya untuk menjaga Sabella agar tidak jatuh.

Tap! Tap!

"Ini sudah mendingan." Jawab Sabella seraya melangkahkan kakinya perlahan.

"Baguslah." Seru Devon.

Setelah itu Devon memanggil seseorang wanita cantik yang terlihat sedang meneguk minuman di depannya. Ternyata yang dipanggil adalah seorang MUA. MUA yang bernama Meylin itupun mendekati Devon.

"Meylin, tolong bantu dia memperbaiki penampilannya." Titah Devon dengan sopan.

"Baik, Tuan.." Sahut Meylin. Kemudian Ia mengajak Sabella yang berjalan sedikit tertatih meninggalkan kerumunan menuju ke kamar khusus perias.

Devon kembali pada Leona yang masih kesal padanya. Tanpa mempedulikan Devon, Leona pergi begitu saja kembali ke pelaminan saat Devon telah berada di sampingnya. Devon menghela nafas pasrahnya saat melihat tingkah kekasihnya itu.

"Dasar wanita!" Gumamnya seraya menggelengkan kepalanya. Ia kemudian menyusul Leona yang sudah berada di pelaminan.

Setelah memasuki kamar MUA itu Sabella terperangah saat melihat banyak gaun yang berjajar rapih pada gantungan baju. Matanya terlihat mulai berbinar dengan rasa takjub. Seketika kesedihan yang sejak tadi terpasang di wajahnya mendadak hilang. Mamang sebenarnya gadis ini mudah sekali tersenyum dan mudah pula menangis. Sekecil hal baik atau pun buruk bisa langsung merubah suasana hatinya yang masih begitu polos, suci dan murni itu.

"Wah.. banyak sekali koleksi gaun nya." Seru Sabella senang. Hal itu sedikit mengalihkan suasana hatinya yang bersedih.

"Silahkan bersihkan dirimu dulu, nona. Itu kamar mandinya." Ucap Meylin menunjukkan telunjuknya ke arah pintu kamar mandi.

Sabellapun seketika melangkah menuju kamar mandi itu masih dengan binar mata yang menyala. Bagaimana tidak, salah satu kegemarannya adalah mengoleksi gaun-gaun indah yang masih up to date. Kadang tak segan pula ia mengeluarkan banyak uang hanya untuk mendapatkan satu gaun yang ia suka.

Setelah beberapa saat Sabella pun keluar dari kamar mandi itu dengan berbalut bathrobe. Ia mendekat ke jajaran gaun-gaun indah yang tergantung rapih.

"Silahkan dipilih salah satu, Nona." Ucap Meylin sopan. "Mungkin semua ukuran nya pass dengan tubuh nona, karena saya membawa hanya satu size saja. Tambah Maylin lagi.

"Baiklah." Sahut Sabella. Perlahan tangan lembutnya menyibak satu persatu gaun-gaun itu dan memperhatikan design model nya. Matanya terus berbinar saat melihat lagi dan lagi gaun-gaun indah yang ia sentuh.

"Ini bagus semuanya..." Kata Sabella dengan senyum yang mengembang.

Maylin yang mendengarnya tersenyum ramah. "Pilihlah satu yang Nona sukai," titahnya lagi.

Sabella seketika bedecak, "CK,, Kenapa hanya satu, padahal aku ingin semuanya."

Meylin mendengar hal itupun tertawa.

"Nona cantik, apakah Nona akan mengenakan semuanya sekaligus?"

"Ahh, ya ya aku tau. Maksudku, aku suka semuanya dan aku ingin sekali memiliki semuanya." Ucap Sabella.

"Nona, bisa mendapatkannya yang ada di butik. Sedangkan ini hanya sample untuk pemotretan." Sahut Meylin.

"Baik, aku minta kartu nama mu, nanti aku akan ke sana."

"Aku hanya MUA, Nona. Tidak menjual gaun."

"Jadi, ini semua..." Tanya Sabella penasaran.

"Ini semua milik Nona Leona. Dia yang merancang, dia pula yang menjadi modelnya untuk mempromosikan hasil karyanya." Jawab Meylin dengan jelas.

"Benarkah, aku kira Nona Leona hanya seorang model terkenal, tak disangka diapun seorang fashion designer." Ucap Sabella lirih.

"Aku bukan apa-apa bila dibandingkan dengan dia. Mereka memang sangat cocok dan serasi." Ucapnya tak percaya diri. Semburat kesedihan tampak lagi di wajah cantiknya. Mengingatkan kembali hatinya yang telah hancur.

Bab 3

Di ruang aula yang sedang digelar pesta pertunangan yang meriah serta dihadiri oleh kalangan orang-orang penting di kota itu, tiba-tiba suasana yang tadinya gaduh riuh seketika berangsur-angsur senyap, kala seorang gadis cantik berjalan memasuki ruangan itu.

Seketika itu pula semua mata tertuju padanya. Mereka seakan terpana oleh kecantikan wajah gadis itu. Kecantikan yang tadi tersembunyi dalam penampilan yang berantakan, kini sudah nampak terlihat jelas. Mereka tidak menyangka bahwa Sabella akan menjelma menjadi gadis yang sangat-sangat cantik serta mempesona, walaupun hanya dengan sapuan makeup tipis saja. Kecantikan Sabella terkesan sangat natural dengan wajah polos khas remaja. Gaunnya yang indah menambah kecantikannya kian sempurna dan berkelas. Terlihat binar ketakjupan pada setiap mata yang menatapnya hingga sampai tak berkedip.

"Wah.. cantiknya gadis itu..."

"Cantik sekali..."

"Ternyata dia secantik itu ya.."

"Wajahnya sangat alami..."

Suara orang-orang berdengung di mana-mana memuji penampilannya yang cantik, anggun dan serasi dengan busana dan riasannya.

Leona Frederica yang seharusnya menjadi primadona di acaranya sendiri bagai tenggelam dari perhatian orang, kala paras Sabella yang memukau bahkan lebih-lebih menarik dan lebih indah daripada tuan rumah itu sendiri.

Sabella melangkah dengan percaya diri walaupun dengan kaki yang masih sedikit terpincang-pincang. Ia menatap lurus ke depan tanpa menoleh sedikitpun ke arah orang-orang yang sedang berbisik-bisik itu. Di sisi lain tampak pula wajah orang-orang yang tadi mengejeknya hanya bisa melongo saat melihat kecantikannya yang paripurna saat ini.

"Astaga... Gadis itu, tak ku sangka..." Cletuk salah satu orang yang tadi mengejeknya.

Namun lagi-lagi Sabella tanpa mempedulikan mereka terus melangkah lurus dengan dada dan kepala yang lebih tegap.

"Ckckck,, tak ku sangka seorang upik abu bisa menjelma bagaikan bidadari." Tiba-tiba cletukan salah satu pemuda tertangkap indra pendengaran Sabella saat melewati segerombolan tamu lain. Seketika Sabella menghentikan langkahnya seraya menoleh pada sumber suara itu.

Terlihat pria tampan sedang bersedekap tangan di dada seraya menyunggingkan senyumnya pada Sabella yang kini menatapnya. Pria tampan itu menelisik penampilan Sabella dari bawah sampai ke atas. Terlihat pula binar kekaguman di mata pria itu.

Suit.. suit.. suit.. Pria itu bersiul.

"Sengguh spektakuler." Ucap pria itu lagi mengagumi Sabella.

Sebenarnya sedari awal Sabella telah menarik perhatian dari pria tampan itu, walaupun saat itu penampilan Sabella sedang sangat berantakan. Tapi hal itu tidak mempengaruhi ketertarikannya sama sekali. Karena ia tau Sabella bukanlah gadis yang sesederhana itu. Walaupun baru pertama kali melihatnya, ia yakin kalau dibalik penampilan Sabella yang sangat berantakan, bahkan persis seperti 'orang gila', ia percaya kalau Sabella pasti memiliki 'kejutan' yang tersembunyi di dalamnya. Dan pria itu hanya perlu memastikannya saja. Kini ternyata dugaannya itu tidak meleset. Sabella memang penuh 'kejutan'.

Pria itu menurunkan tangannya dan berkesiap, lalu melangkah lebih mendekati Sabella.

"Perkenalkan, saya Aron Maximo." Kata pria itu seraya menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Sabella hanya menatap tangan itu dengan dingin. Sedetik kemudian Sabella memalingkan muka dari pria itu.

"Aku sama sekali tidak tertarik untuk berkenalan dengan mu!" Ucap Sabella dengan angkuh, tanpa menatap wajah pria tampan itu. Lalu seketika ia berlalu begitu saja dari hadapan pria itu.

Aron dengan cepat meraih gelas minuman dari pelayan yang sedang melintas di hadapannya.

"Kita bersulang, nona dingin!" Pekiknya seraya mengangkat gelasnya tinggi-tinggi ke arah Sabella yang baru saja berlalu dari hadapannya. Walau sebenarnya Sabella dapat mendengar pekikan Aron, namun ia tetap tidak mempedulikannya sama sekali. Sabella tetap melanjutkan langkah-langkah kecilnya tanpa ragu.

Wajah orang-orang yang terus memperhatikan interaksi keduanya merasa terkejut karena Sabella menolak uluran tangan pria tampan yang telah sukses sebagai pengacara kondang di wilayah itu. Sebelumnya ini tidak pernah terjadi. Yang ada, pria tampan itu selalu digandrungi dan dipuja oleh banyak wanita-wanita cantik, namun kali ini terasa sangat berbeda, tak seperti biasanya.

"Ya ampun.. ya ampun! Tak disangka, Gadis itu menolaknya. Sayang sekali!"

"Astaga.. sungguh kasihan pria tampan itu."

Suara-suara cibiran orang terdengar berbisik-bisik disekitaran. Mereka tak henti-hentinya mengomentari dengan keadaan disekitarnya.

Selepas kepergian Sabella, Aron menyunggingkan senyum sinis di wajah tampannya.

"Dingin dan sangat menarik!" Ucap Aron terus menatap punggung Sabella yang lembut, karena gaun yang dikenakannya terbuka di area punggung.

"Siapa dia sebenarnya? Baru kali ini aku bertemu dengan gadis cantik yang menolak ku. Dan sepertinya ini adalah sebuah tantangan besar untuk ku. Ini.. jauh lebih menarik. Lihat saja, dia pasti akan ku dapatkan!" Ungkap hati Aron dengan senyum smirknya. Di pikirannya terbersit rencana untuk bisa mendekatinya.

Sabella terus melangkah ke arah pelaminan. Setelah nampak sepasang kekasih dari kejauhan yang sedang terlihat sangat bahagia, seketika hatinya merintih. Hatinya menangis kala harus menerima kenyataan bahwa pujaan hatinya kini telah termiliki dan bahagia bersama wanita lain.

"Ini tidak adil! Mengapa hanya aku yang harus menderita sendirian. Sedangkan dia, bahkan tidak tau kalau aku sebenarnya menderita karena menaruh hati padanya." Tangan mungilnya meremas gaun yang dikenakannya. Dia menahan diri dengan sekuat tenaga agar tidak menitikkan air mata lagi.

Setelah berada dekat dengan pelaminan ternyata sedang banyak orang yang mengantri untuk mengucapkan selamat pada mempelai. Sabella berada pada baris terakhir, itu sangat menguntungkan nya. Ia mempergunakan kesempatan itu untuk mengatur emosi yang terus bergejolak di dadanya. Ia terus mengatur nafasnya agar suasana hatinya membaik, supaya nanti saat telah sampai giliran nya bersalaman dengan mempelai, keadaannya telah kembali wajar dan normal.

Kini tiba giliran Sabella bersalaman. Devon terpana kala menatap kecantikan Sabella. Hatinya tiba-tiba saja berdesir entah kenapa. Perlahan Sabella sampai padanya. Devon yang sedari tadi terpana tak sadar bila tangan Sabella telah terulur kepadanya.

"Selamat atas pertunangan anda, Mister." Ucapnya berpura-pura bahagia atas pertunangan Kepala Sekolahnya itu.

"Cantiknya.." Gumam Devon dengan lirih. Suara lirih Devon tertangkap indra pendengaran Sabella walaupun tidak jelas.

"Ya, mister?" Pertanyaan Sabella tiba-tiba menyadarkan Devon dari lamunannya, dengan cepat ia menepis pikiran nya itu.

"Ahh ya, terimakasih, Bella. Kamu bisa hadir dalam acara ini, walaupun dengan perjuangan berat." Ucap Devon seraya bergurau, walaupun pada kenyataannya memang demikian.

"Bagaimana keadaan kakimu sekarang?" Tanya Devon menghangat.

"Sudah baikan, Mister. Sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih telah menolongku." Kata Sabella lirih.

Devon menengok ke arah Leona.

"Sayang, perkenalkan dia Sabella, siswa terbaik kami. Dia perwakilan tamu undangan dari peserta didik ku" Ucap Devon.

"Ahh, jadi dia siswamu? Senang bisa berkenalan. Saya Leona Frederica." Leona menjulurkan tangan pada Sabella.

"Saya Sabella Amandanyella. Senang bisa berkenalan dengan anda nona Leona." Ucap Sabella tegar.

"Oke, sudah cukup perkenalannya. Setelah ini kamu langsung pulang saja. Biar nanti kamu diantarkan oleh supirku. Belajarlah dengan lebih rajin agar nilai mu tetap tinggi di ujian akhir nanti, sehingga sekolah kita tetap berada di rengking teratas di wilayah ini. Hanya kamu yang bisa kami andalkan saat ini, Bella." Pinta Devon.

Secara tak langsung ini adalah sebuah perintah yang harus benar-benar dijalankan oleh Sabella.

Dari kelas X hingga kelas XII Sabella peraih juara umum di sekolahnya. Saat ada perlombaan akademik iapun selalu meraih juara sehingga hal itu bisa mengharumkan nama sekolahnya menjadi lebih bergengsi lagi di wilayah itu. Karena pada dasarnya sekolah yang Devon kelola adalah sekolah elite dan bergengsi.

Sekolah itu dibangun dari tingkat dasar hingga menengah atas. Akan tetapi semenjak adanya Sabella yang mulai masuk dari sekolah menengah pertama sebagai murid yang berprestasi, sekolah itu semakin tambah lagi kepopulerannya.

"Baiklah, Mister." Jawab Sabella penuh semangat. Devon mengacungkan ibu jarinya pada Sabella untuk memberi semangat.

"Sekali lagi, selamat kepada Mister dan nona Leona. Semoga bisa berlanjut lagi ke jenjang pernikahan." Ucap Sabella untuk mengakhiri pembicaraan itu.

"Terimakasih..." Ucap Devon dan Leona serentak.

Namun saat akan pergi tiba-tiba Leona menyadari sesuatu. Iapun mengernyitkan dahinya kala mengenali sesuatu.

"Gaunku ternyata cocok kamu pakai." Ujar Leona kala melihat design yang tidak asing baginya.

Devon menyenggol lengan Leona.

"Aku yang menyuruh Meylin meminjamkan gaun koleksi mu padanya." Ucap Devon seraya berbisik di telinga Leona.

"Ahh ya, aku berterima kasih untuk ini. Gaun mu menyelamatkan harga diriku. Aku berhutang budi padamu, nona Leona." Ucap Sabella dengan memelas.

"Tidak usah berlebihan. Anggap saja aku membantu menyelamatkan harga diri sekolah kami. Karena kami bertanggung jawab untuk itu." Leona berkata dengan nada sinis.

Leona melirik ke arah Devon yang sedang memelas padanya.

"Ayolah sayang." Ucap Devon pd Leona untuk menghentikan suasana yang canggung itu.

Leona berdeham, dan beralih ke arah Sabella lagi.

"Ahh ya sudahlah, maaf. Terimakasih atas kehadiranmu pada acara ini sebagai perwakilan." Ucap Leona dengan santainya tanpa ada rasa bersalah.

"Ya tidak apa-apa. Sama-sama. Aku menyukai semua rancangan mu, nona Leona..."

"Benarkah?" Wajahnya pura-pura senang atas pujian Sabella.

"Bahkan aku ingin sekali mengoleksi semua rancangan mu." Ucap Sabella bersemangat. Namun Leona malah terkekeh meremehkan atas perkataan Sabella yang menurutnya hanya sekedar basa-basi, dan tidak serius.

"Harganya sangat mahal. Kamu tak akan mampu untuk mendapatkannya." Ucap Leona seketika.

Deg!

Dan lagi-lagi Sabella mendapatkan hinaan yang serupa di tempat itu. Hatinya tiba-tiba bersedih dengan perkataan Leona yang merendahkan nya. Ia tidak habis pikir kenapa Leona yang terlihat lembut dan cantik bisa menghina seperti itu. Padahal Devon adalah pria dewasa yang penuh etika dan tatakrama dalam berbicara dan dalam segala hal. Devon tidak mudah merendahkan orang lain. Tapi kenapa Leona berbanding terbalik dengan watak Devon?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!