NovelToon NovelToon

Love Me Boy!

Bibit kualitas premium

Praang! 

Bunyi sebuah gelas yang sengaja dilempar ke dinding, pecah. 

"Apa sebenarnya yang dipikirkan Penyihir Meksiko itu hingga menyuruhku menikah?" gerutunya saat Nathan asisten pribadinya menyampaikan pesan dari ibunya. 

Nathan hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalanya, karena dia pun bingung harus menjawab apa. 

"Kenapa harus menikah jika dia hanya ingin memiliki cucu? Aku bisa menyumbangkan bibit kualitas premiumku kepada siapapun yang menginginkannya." Jiwa narsisnya tiba-tiba muncul di saat tak tepat. 

Nathan hanya bisa memutar bola matanya. Jengah dengan kenarsisan atasannya tersebut. 

"Dimana mereka sekarang?" 

"Satu jam lagi mereka akan datang ke restoran XXX bersama calon istri Anda." Nathan sangat berhati-hati saat mengucapkan kalimat terakhirnya. 

"Jangan sebut dia sebagai calon istriku! Karena aku hanya akan menyumbangkan benihku tanpa harus menggarap ladangnya. Sebut saja dia penampung benih! Hahaha..." Dewa tertawa begitu renyahnya. 

Heh, apa dia kata? 

Bagaimana bisa kau melakukan hal itu Bodoh? Ingin sekali Natan mengucapkan kalimat itu kepada atasannya tersebut.

Sadewa nama pria angkuh, narsis dan arogan itu. Bukan tanpa sebab dia memiliki jiwa narsis yang tingkat dewa tersebut. Ketampanan dan kemapanan melekat erat pada dirinya, hingga dia menjadikan dirinya sendiri spesial dibandingkan orang lain. 

Dewa sengaja datang telat dari jadwal yang kedua orang tuanya tentukan, dan hal itu sudah bisa diprediksi oleh mereka. Sebabnya mereka pun datang lebih telat dari jadwal yang mereka tentukan tadi. 

"Maaf aku telat. Ada banyak urusan kantor yang harus aku beresin," ucapnya dengan wajah seolah menyesal. Dia tidak tahu jika mereka pun baru datang lima menit yang lalu. 

Kedua orang tuanya pun hanya mencibir akting putra mereka. Jika saja tak ada Ruby perempuan yang akan mereka nikahkan dengan putranya, mungkin sendok sudah melayang ke kening si Narsis Dewa. 

Dewa melirik gadis yang duduk di samping Mommynya. Cantik. Tapi bukan tipenya, hanya sekedar cantik dan pastinya Mommynya yang membuatnya terlihat cantik dengan mendandaninya ke salon. Pikir Dewa. 

Pria berwajah kharismatik itu duduk tanpa menunggu dipersilahkan. Dia duduk tepat di samping Ruby, karena hanya kursi itu yang tersisa. 

"Kenalin, dia Ruby!" ucap Sandra. 

"Ruby!" Seraya mengulurkan tangannya kepada Dewa. 

"Sadewa. Pria tampan, mapan, dengan berjuta pesona. Yang bisa memproduksi bayi-bayi lucu karena bibit premium yang aku miliki," ucapnya dengan bangga. 

Wajah Ruby langsung terlihat terkejut mendengar ocehan pria dihadapannya. Kedua orang tuanya memang telah memberitahukan jika putra mereka memiliki kenarsisan tingkat Dewa sama seperti namanya. Tapi Ruby tak menyangka jika pria itu benar-benar sangat narsis. 

"Buktikan saja nanti, apa benar bibit unggul yang kamu bangga-banggakan itu memang memiliki kualitas premium!" jawab Akbar sang Papi. 

"Jangan kaget sayang, dia emang seperti itu sehari-harinya. Bahkan dia betah berlama-lama di depan cermin karena mengagumi wajahnya sendiri," sambung Sandra, yang adalah atasannya di tempatnya bekerja.

Acara makan siang pun dimulai dengan beberapa obrolan yang terselip diantara acara makan mereka. 

Akbar dan Dewa yang lebih sering mengisi obrolan dengan percakapan tentang perkembangan perusahaan. Sandra sesekali menimpali obrolan kedua prianya. Sedangkan Ruby hanya menikmati suguhan makan siang kualitas premium di hadapannya. 

"Apa pekerjaanmu? Dokter? Dosen? Atau sibuk dengan bisnismu?" Tanya Dewa pada Ruby yang ia perhatikan terlihat cuek dengan obrolan mereka, karena untuk ukuran model tubuhnya tidak cukup tinggi.

"Aku kerja di butik Ibu (Sandra)," jawab Ruby apa adanya. 

Dewa langsung tersedak makanannya mendengar ucapan wanita yang orang tuanya akan jodohkan itu. Karena biasanya mereka akan mengenalkan Dewa kepada seorang model, artis, dokter, pemimpin perusahaan atau seorang bisnis women. Tapi apa katanya barusan? 

Dia hanya seorang pekerja butik? 

Ditempat mommynya pula. Heh. Otak kedua orang tuanya pasti telah cedera. 

Ini sama saja menanam bibit kualitas premium di ladang gersang. Tak akan pernah ada kualitas premium yang akan dihasilkan. 

Pikir Dewa.

"Minum sayang!" Sandra menyodorkan gelas kepada putranya. 

Dewa minum dengan rakusnya, hingga membasahi kemeja yang ia kenakan. 

"Maksud kamu. Kamu pemilik salah satu gerai butik Mommy kan?" Dewa masih penasaran sampai mengubah posisi kursinya hingga menghadap ke arah perempuan cantik bernama Ruby tadi. 

"Bukan. Saya cuma karyawan di butik ibu," jawabnya lugu. 

Dewa seperti tersambar petir di siang bolong saat mendengar jawaban perempuan di hadapannya. Bibit kwalitas premium yang ia bangga-banggakan harus berakhir di ladang gersang? Oh my God.

Ingin sekali ia menjerit. Tapi wajah protesnya saja yang bisa dia berikan kepada kedua orang tuanya. Selain narsis, dia selalu menjaga imagenya di depan khalayak. Dia tak ingin ada rumor tak baik mengenai dirinya. 

Acara makan siang mereka pun usai dengan Dewa yang lebih banyak diam dari sebelum tahu pekerjaan wanita yang Mommynya kenalkan sebagai calon istrinya. 

"Mommy sama papi pamit dulu ya. Kita mau ke undangan anak temennya papi kamu." Sandra pamit kepada putranya dan juga Ruby. 

"Hmmm," balas Dewa, dia terlihat malas menimpali ucapan Mommynya. 

"Wa, titip Ruby. Anterin dia pulang ya!" lanjut Sandra sebelum masuk ke dalam mobilnya. 

Dewa membelalakan matanya mendengar permintaan Sandra. 

Kenapa harus aku yang mengantar pulang si Ladang Gersang?

"Kamu bisa pulang sendiri kan?" ucap Dewa sambil melirik ke pergelangan tangannya seolah dia sedang diburu waktu. "Aku harus ketemu klien aku sebentar lagi."

"Oh, iya."

"Kalo gitu aku permisi dulu ya!" pamit Dewa. 

Ruby langsung mencekal pergelangan tangan Dewa saat melihat Dewa akan meninggalkannya. 

"Apa?" Dewa terkejut dengan kelakuan perempuan bergaun hijau toska tersebut. 

"Aku boleh minta ongkos pulang?" jawab Ruby tampak malu-malu. "Tas aku ketinggalan di butik. Handphone aku juga gak dibawa. Jadi gak bisa pesen taksi online."

"Lima ratus ribu, cukup?" tanya Dewa sambil mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan. 

"Banyak amat Om. Ini sih bisa puas keliling Jakarta aku." Ruby cekikikan. 

Apa dia bilang barusan? 

Om? 

Dia memanggil pria dengan ketampanan limited edition ini Om? Dewa benar-benar geram. 

"Apa kamu bilang tadi? Om?" Dewa mengepalkan tangan, menahan amarahnya agar tak pecah. "Kamu barusan panggil aku Om?"

"Emang harusnya apa? Masa saya panggil Bapak? Ketuaan dong kesannya." Jawaban Ruby membuat Dewa ingin memakannya hidup-hidup. 

"Liat sama mata lahir dan mata batin kamu. Perhatian sama kamu dari wajah sampai kaki aku! Kira-kira berapa umur aku sekarang?" bentaknya.

Ruby langsung memperhatikan tubuh tinggi dihadapannya. 

"Kata ibu umur Om 35 tahun. Berarti beda 13 tahun sama aku," jawab Ruby masih dengan wajah polosnya. 

Masih penasaran? 

Jangan lupa like, komen n votenya sebelum lanjut!!! 🤗🤗🤗

80 juta????

Terserah kamu mau panggil saya apa. Asal jangan om!" Tegur Dewa. 

"Baik Pak."

Dewa semakin geram mendengar jawaban Ruby yang memilih memanggilnya bapak. 

Dia menyerahkan uang lima ratus ribu miliknya kepada Ruby. 

"Ini kebanyakan Pak." Ruby enggan menerimanya. 

"Gapapa anggap aja uang jajan dari om." Jawab Dewa dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya. 

Ruby tersenyum senang mendengar ucapan Dewa, dia tidak melihat saja ke arah wajah Dewa yang kesal dan seperti ingin menerkamnya. 

Dewa pun berlalu. Menuju tempat mobilnya terparkir.

"Om! Eh Pak! Tunggu!"

"Apa lagi?" Dewa sudah mulai tidak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya.

"Boleh pinjem handphonenya?" 

"Buat apa?" 

"Buat pesen taksi online."

"Heh kamu pikir saya rakyat jelata yang punya aplikasi begituan? Kamu gak liat saya punya mobil keren. Dan gak cuma satu tapi banyak mobil-mobil keren lainnya. Dan lagi saya juga punya asisten pribadi saya buat nyupirin saya. Jadi untuk apa saya punya aplikasi begituan." Dewa akhirnya meluapkan amarahnya. 

"Maafin saya Om, eh pak!" Ruby tertunduk dengan wajah kecewa. "Kalo begitu saya permisi."

Dewa langsung mencekal pergelangan tangan perempuan yang sudah berhasil menambah kerutan di wajah tampannya. Ruby harus setengah berlari untuk menyamai langkah lebar pria blasteran Indo-Jepang dan Amerika Latin tersebut, ditambah lagi dengan heels yang Sandra pakaikan kepadanya, membuatnya sulit berlari. 

"Bapak mau ngapain?"

"Masuk!" Ucap Dewa sambil setengah mendorong tubuh Ruby untuk masuk ke mobilnya.

Dewa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat Ruby ketakutan. Dia mencengkram sabuk pengaman dengan kedua tangannya. 

"Mau kemana kita?" Tanya Dewa. 

"Kemana aja asal selamat." Jawab Ruby sambil memejamkan matanya. 

Melihat Ruby yang ketakutan membuat Dewa memperlambat laju mobilnya. Ternyata dibalik sifat arogannya masih terselip prikemanusiaan. 

Akhirnya Ruby bisa bernafas lega, dia duduk normal di kursi penumpang. 

"Dibayar berapa kamu sama mommy?" Dewa tahu pasti ada imbalan besar untuk Ruby hingga dia rela menikah dengannya. 

"Delapan puluh juta." Jawab Ruby ragu, dia takut Dewa akan mencapnya sebagai wanita matrealistis yang hanya ingin uangnya saja. Walaupun pada kenyataannya Ruby menerima tawaran itu karena uang. 

"WHAT?" Dewa terkejut mendengar jumlah nominal yang orang tuanya berikan kepada Ruby. Karena dia menyangka orang tuanya membayar Ruby dengan mata uang dollar. Yang artinya Ruby menerima 80 juta dollar Amerika. 

Hati Ruby semakin menciut melihat kemarahan di wajah Dewa. Dia tidak menyangka Dewa akan semarah ini. 

"Buat apa kamu uang sebanyak itu?" Kali ini ucapan Dewa dengan nada sinis. 

"Biaya operasi jantung adik saya." Jawab Ruby dengan wajah tertunduk. 

"BOHONG!" Bentak Dewa. 

"Aku berani sumpah." Jawab Ruby dengan lirih. 

"Emang berapa banyak adik yang kamu operasi sampe kamu bisa habiskan delapan puluh ribu dolar untuk operasi jantung?" Masih dengan nada sinis. 

"Aku bayar pake rupiah ke rumah sakit pak."

"WHAT? RUPIAH?" Dewa kembali dibuat terkejut. 

Ruby mengangguk. "Iya aku bayar pake rupiah. Emang harusnya bayarnya pake dollar ya?" Ruby dibuat bingung. 

Dewa menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dia langsung menatap wajah Ruby, mencari kebenaran atas apa yang dia ucapkan. 

"Heh Ladang gersang! Kamu tahu gak seberapa banyak uang si Mak Lampir Meksiko itu?" 

"Aku gak tau. Yang aku tahu uang ibu emang banyak banget. Tapi untuk tau seberapa banyak uang ibu, aku gak berani tanya." Jawab Ruby dengan wajah tertunduk, dia seperti malu  menatap wajah Dewa. "Kok om panggil aku ladang gersang?"

"Orang kaya mah bebas." Jawab Dewa. "Liat aku! Kenapa kamu cuma minta 80 juta ke mommy? Karena sekalipun kamu minta sepuluh kali lipatnya mommy masih bisa bayar untuk itu. Kamu sama aja udah ngerendahin harga diri keluarga kami tau! Kamu pikir keluarga kami miskin apa?" 

Ruby semakin bingung, tadi dia marah saat dia sangka Ruby meminta imbalan 80 juta dolar, sekarang dia kembali marah saat Ruby hanya meminta imbalan 80 juta rupiah. Apa sih maunya pria tua di hadapannya ini?

"Karena aku cuma butuh 80 juta. Tadinya aku pinjem uang ke ibu buat operasi, ibu pinjemin tanpa syarat apapun. Tapi ternyata operasi yang adik aku lakukan itu gagal, sehingga adik aku meninggal dua hari setelah menjalani operasinya, karena dia gak bisa melewati masa kritis pasca operasi. Tapi biaya operasi yang udah dibayar ke rumah sakit gak bisa dikembalikan lagi." Ruby bercerita dengan deraian air mata.

Dewa terdiam. Dia pun terkejut mendengar cerita Ruby yang memberitahu jika adik yang dia perjuangkan harus meninggal.

"Terus kenapa kamu bisa jadi calon ladang aku?" 

"Calon istri maksud om, eh bapak?" 

"Terserah apapun itu. Ceritain kenapa mommy bisa jadiin kamu calon— aku." Dewa masih enggan mengucapkan kata calon istri pada Ruby. 

"Minggu lalu, waktu aku gajian aku mulai mau niat nyicil utang aku ke ibu. Gak banyak emang cuma setengah dari gaji aku. Tapi ibu gak mau terima, kata dia aku cukup berterima kasih dengan menjadi menantunya." Ruby pun menceritakan semua yang terjadi pada dirinya. 

"Marimaaaaaaarrr!!!" Teriak Dewa saat dia menginjakkan kakinya di kediaman kedua orang tuanya. "Dimana mak Lampir Meksiko itu?" Tanya Dewa pada salah seorang pembantu yang menyambut kedatangannya. 

"Ibu sedang berenang Mas." Jawab wanita yang terlihat jauh lebih tua darinya. 

"Si Suneo?"

"Bapak sedang keluar Mas." 

Dengan langkah lebar Dewa langsung menghampiri mommynya yang sedang berada di kolam renang, wanita asli Amerika Latin itu terlihat baru saja beranjak dari kolam. Dia merentangkan tangannya agar dipasangkan jubah handuk kepada pelayanan yang menemaninya di tepi kolam. 

"Gimana calon yang mommy kenalin sekarang?" Tanya Sandra tanpa memperdulikan raut wajah kesal putranya.

"Cih. Selera mommy makin kesini makin gak berkualitas. Mommy tega, bibit premium ini di semai di Ladang yang gersang?" Dewa mencibir wanita yang sedang menyeruput jus wortel dan apel yang disuguhkan pembantunya. 

"Ladang gersang? Hahaha." Sandra tertawa lebar. "Berarti tugas kamu sebagai pemilik ladang untuk membuat ladang itu layak tanam." Sandra pergi meninggalkan putranya yang tengah marah. 

"Ladang gersang katanya. Buktiin dulu kalo bibit kualitas premium yang kamu bangga-banggakan itu bisa membuahi ladang gersang!" Sambung Sandra, sengaja menantang putranya. 

"MARIMAAAAAAARRR!!!!"

Masih penasaran? 

Sebelum lanjut jangan lupa ritualnya ya Shay! 

Like, komen n vote! 

Vote yang banyak jangan kayak orang syusah!!!!! 

Bayar aku dengan cucu!

Kata-kata Dewa siang tadi masih terngiang-ngiang di telinganya, bagaimana caranya berucap bahwa dirinya tak akan mau menikahinya kembali terus saja berputar-putar di pikiran Ruby. Ruby kecewa, bukan karena dia tidak bisa menjadi istri seorang Sadewa, tapi dia bingung bagaimana cara dia akan membayar hutangnya kepada Sandra, karena kemarin Sandra dengan tegas tidak ingin menerima uang darinya kecuali Ruby membalas ucapan terima kasihnya dengan bersedia menjadi seorang menantu sang pemilik butik. 

"Aku harus gimana?" Tanyanya pada Amel teman sekamarnya yang juga teman kerjanya di Butik. 

"Mana gue tau. Orang kaya emang ada-ada aja kemauannya ya! Suka minta yang aneh-aneh aja," jawab Amel yang ikut pusing dengan kondisi sahabatnya. "Gue kira anaknya bisa dengan mudah nerima lu jadi calon bininya. Secara lu kan cantik By, bodi lu oke. Gue kira dia akan dengan mudahnya jatuh cinta pada pandangan pertama kaya yang di drakor-drakor."

"Kebanyakan nonton drakor sih kamu Mel. Aku duduk di samping dia berasa kayak berlian sama koral. Kagak ada apa-apanya, anak bu Sandra bener-bener bersinar. Bikin silau mata siapa aja yang liat." Ucap Ruby. 

"Jadi penasaran gue pengen tau dia seganteng apa," ujar Amel, sambil merapikan tempat tidurnya. "Bukannya dia udah tua ya?" 

Ruby mengangguk. "Kata Bu Sandra sih udah 35 umurnya. Tapi mukanya masih muda banget gitu deh. Mukanya perpaduan Bu Sandra sama Pak Akbar. Tapi lebih banyak muka Bu Sandranya sih dibanding suaminya, jadi dia mirip model-model Amerika Latin gitu." Ternyata Ruby mengagumi wajah Dewa. "Tapi ya Allah, narsisnya nauzubillah. Heleh. Geli kuping aku dengernya kalo dia udah mengagumi dirinya."

"Orang kaya mah bebas-bebas aja mau ngomong apa. Emang kita." Amel merebahkan tubuhnya di ranjang. 

"Terus aku harus ngomong apa ini ke Bu Sandra? Aku beneran bingung."

"Bilang aja anaknya yang nolak lu. Emang kenyataannya gitu kan! Lagian Bu Sandra ada-ada aja."

Ruby terdiam, benar apa kata Amel barusan. Kesalahan bukan ada di pihak Ruby tapi di pihak Dewa. 

"Udah tidur. Besok kita harus kerja lagi. Mau lu dipecat?"

"Mom, untuk yang ini aku gak bisa nurut apa kata mommy. Aku gak mau nikah sama perempuan macam dia." Dewa masih bersikeras menolak Ruby. 

"Sekarang apa kurangnya Ruby?" tanya Sandra yang sedang menerima pijatan seorang terapis. 

"Harusnya mommy tanya apa kelebihannya!" Dewa sudah sangat kesal dengan kelakuan kedua orang tuanya. "Bisa-bisanya dia panggil aku Om. Emang muka aku kayak om-om?"

Sandra tertawa dengan lantang mendengar ocehan putranya. "Dulu mommy bawain perempuan dari sekelas artis, model, dokter, sampe pebisnis, kamu tolak mentah-mentah. Sekarang mommy bawain perempuan dengan model yang berbeda, tetep kamu gak mau. Mau kamu apa? Batangan juga?"

"MOMMY!" Dewa benar-benar kesal dengan ucapan asal Sandra, dia tak percaya jika Sandra menganggapnya seorang penyuka sesama jenis. 

"Kamu mau kemana?" tanya Sandra saat melihat putranya menjauh. 

"Nyari ladang yang pantas buat benih aku!" jawab Dewa. 

...☀☀☀...

Ruby mengetuk pintu ruangan kerja Sandra si Pemilik Butik. 

"Masuk!" 

Perlahan Ruby masuk ke dalam ruangan penuh sketsa baju itu. Sketsa rancangan baju hasil karya Sandra sendiri. 

"Silahkan duduk!" Sandra mempersilahkan. 

"Maaf Bu, saya mau bilang kalo pak Dewa menolak saya. Dia menyuruh saya untuk menjauhinya." Ruby kemudian terdiam. 

Sandra menautkan jari jemarinya di atas meja kerjanya. "Lalu?"

"Ya sepertinya saya memang harus membayar hutang saya dengan uang." Ruby tertunduk saat mengucapkannya. 

"Saya gak butuh uang. Uang saya banyak dan mungkin tak pernah terbayang olehmu. Yang saya butuhkan bukan uang tapi seorang keturunan."

Ruby langsung mendongakkan kepalanya. "Haaaah?" Ruby seperti tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. 

"Saya bilang saya gak butuh uang receh dari kamu. Yang saya inginkan sekarang adalah cucu yang akan kamu lahirkan dari benih Dewa."

Ruby langsung menelan salivanya. Dia begitu terkejut mendengar jawaban Sandra yang begitu terang-terangan. 

"Tapi Pak Dewa nolak saya Bu."

"Itu urusan kamu. Paksa dia untuk menikahi kamu. Bagaimanapun caranya!" Sandra tersenyum miring. 

Benar kata Amel semalam. Orang kaya selalu memiliki keinginan yang aneh-aneh. Cucu katanya, memang gampang apa membuat seorang bayi? 

"Kita ada rapat dengan CEO Adikarya group setengah jam lagi." Nathan sangat hati-hati saat mengucapkannya. 

"AKU TAU! BISAKAH KAMU DIAM SEBENTAR SAJA?" bentak Dewa. 

Nathan langsung mundur dua langkah dari tempatnya. Dia takut ada benda yang melayang mengenai dirinya. 

"Nat. Kemari!" 

Nathan kembali mendekat. 

"Perhatian wajahku dengan baik dan benar. Gunakan semua indra penglihatanmu, oke!"

Nathan mengangguk, walaupun masih bingung untuk apa dia harus menggunakan matanya dengan baik. 

"Berapa umurku?" Tanya Dewa. 

"35!" Jawab Nathan tanpa berpikir. 

"BUKAN ITU MAKSUDKU BODOH!"

Jantung Nathan seperti terhempas saat mendengar teriakan Dewa. 

Apa aku salah? 

Bukannya dia baru saja melangsungkan pesta ulang tahun yang ke 35 tahun bulan lalu?

Apa aku salah menghitung umurnya? 

"Kubilang perhatikan wajahku dengan indra penglihatanmu sebaik mungkin." Nada suara Dewa sudah menurun. 

Nathan kembali mengangguk. 

"Apa aku sudah setua itu hingga harus dipanggil Om oleh perempuan berumur 22 tahun?"

Si cerdas Nathan langsung mengerti arah pembicaraan Dewa. Dia langsung menyimpulkan jika perempuan yang ditemuinya kemarin telah menjatuhkan harga dirinya. 

"Wajah Bapak jauh lebih muda dari umur Bapak. Bahkan Bapak terlihat lebih muda dari saya." Nathan memberi jawaban yang memang diinginkan manusia narsis di hadapannya. 

Benar saja, setelah mendengar jawaban Nathan wajah Dewa langsung berseri-seri, dia tersenyum lebar, karena puas mendengar jawaban Nathan yang terdengar menyanjungnya. 

"Si Ladang Gersang itu saja yang tidak bisa melihat kualitasku. Dasar mata rakyat jelata. Mereka memang tidak pernah bisa membedakan barang berkualitas dengan barang imitasi."

Dewa punmenceritakan tentang semua kejadian kemarin siang kepada Nathan. Tentang bagaimana orang tuanya begitu konyolnya orang tuanya terutama mommynya menjodohkannya dengan salah satu karyawannya yang terlihat begitu bodoh menurutnya.

"Kamu tau berapa upah dari Mak Lampir Meksiko itu berikan kepada si Ladang Gersang?"

"Tidak! Memang berapa?  Satu milyar kah?"

"Bukan tapi 80 juta." 

Nathan terkejut mendengar jumlah yang diberikan Sandra untuk Ruby. "Ibu Sandra memberikan uang sebanyak itu kepada perempuan itu? Kalo seperti itu imbalannya aku juga bersedia menjadi istri Anda Pak!"

"Hissst!" Dewa melempar bolpoin tepat mengenai wajah Nathan yang sedang membayangkan jumlah uang yang Ruby terima. 

Dewa sudah mengira Nathan akan salah paham mengenai mata uang yang diberikan mommynya kepada Ruby, sama seperti yang dia lakukan kemarin. 

"Memang kamu pikir 80 juta apa?"

"Ya 80 juta dolar bukan. Yang artinya dia akan mendapatkan sekitar 1,2 Triliun."

"Bukan dalam dolar, tapi dalam rupiah." Dewa tersenyum merendahkan. 

"WHAAAAT? SERIOUSLY?" Nathan kembali terkejut sama seperti Dewa kemarin. "Anda dihargai semurah itu oleh Ibu Sandra?" Nathan tak bisa menyembunyikan tawanya seolah merendahkan pria yang ada di hadapannya. 

Dan akhirnya sebuah buku berukuran tebal mendarat di tubuh Nathan.

...Lanjut kah?...

Jangan lupa ritual seperti biasanya ya gengs.

Like komen n vote!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!