NovelToon NovelToon

After Meet You

1.

“Zivana Kirani !”

Ziva langsung menghentikan langkahnya yang tergesa itu dan berbalik ke arah sumber suara yang meneriakkan nama lengkapnya.

Seorang pria menyodorkan sebuah card holder dengan tali panjangnya pada Ziva.

“ID card mu jatuh”

Buru-buru Ziva mengambilnya dari tangan pria itu dan langsung mengalungkannya agar tidak hilang lagi.

“Makasih banyak pak, maaf saya buru-buru, permisi”

Memang benar gadis itu sedang terburu-buru, ini adalah hari pertamanya training untuk magangnya dan dia akan terlambat jika membuang menit-menit terakhirnya dengan berjalan santai.

Pria itu menarik sudut bibirnya menatap kepergian Ziva yang berlari kecil meninggalkannya.

“Seburu-buru itukah sampai dia gak sempat lihat gue ?” gumamnya menatap kepergian Ziva

..

“Akhirnya datang juga”

Ziva yang baru saja duduk masih mengatur nafasnya.

“Nih”

Dia langsung meneguk air yang Bianca berikan padanya hingga habis setengahnya.

“Ck, haus banget ya tuan putri” sindir Bianca

“Gue pikir bakalan telat tadi”

“Kenapa juga bisa telat begini ?”

“Antri parah !”

“Lo jadi naik busway ?”

“Hem, motor gue gak ada bensin”

“Kenapa ? di pinjam si panjul ?”

“Iya, kebiasaan gak di isi lagi bensinnya, padahal pas gue kasih pinjam bensinnya full. Bingung gue di bawa jalan kemana coba tuh motor sampai habis 6 liter”

“Jalan-jalanlah, habisin bensin kan”

“Besok-besok gue suruh minum aja tuh bensin sampai habis”

“Ck, sebal banget dengar jawaban lo itu” ketus Bianca

Ziva terkekeh melihat kekesalan temannya itu.

Sampai tawa kecilnya itu tertangkap oleh sepasang mata yang melangkah masuk bersama seorang rekannya.

Baik Ziva, Bianca, maupun para mahasiswa dan mahasiswi magang lainnya yang hadir langsung diam saat melihat dua orang pria masuk dan tengah menyiapkan bahan presentasi untuk training hari ini.

“Zi, doakan gue semoga bisa secepatnya terbebas dari masa jomblo ini” bisik Bianca

“Ck, fokus magang, bodoh !”

“Sembari, Zi. Sekali dayung dua pulau terlampaui”

Ziva tidak meladeninya lagi. Sejak tadi memang matanya tetap fokus ke depan hingga proyektor sudah dinyalakan saat lampu ruangan diredupkan.

“Selamat pagi, teman-teman !” sapa salah seorang trainer yang berdiri di depan

“Pagi pak !”

“Oke sebelum kita mulai training hari pertamanya, kita atur dulu ya tempat duduknya per kelompok”

Beberapa peserta magang berdecak, mungkin kesal karena harus pindah tempat duduk dan di antaranya ada Bianca.

“Sorry ya, biar lebih tertata dan efisien kedepannya” seru pria itu

“Yang divisinya room silahkan duduk di sebelah sini !” sambungnya

Ziva dan Bianca beserta beberapa peserta lainnya mengikuti arahan trainer tersebut.

Hingga divisi F&B, marketing, dan finance sudah duduk di kelompok masing-masing.

“Zi, yang ini nih” bisik Bianca melirik seorang trainer yang sedari tadi sedang berkutat dengan laptop di depannya

“Astaga Bi !” Ziva mendengus kesal

Pasalnya mereka tidak lagi duduk di barisan tengah, tapi duduk di barisan terdepan tepat di depan meja trainer.

Siapa sangka, orang yang mereka bicarakan itu ternyata mendengarnya namun memilih untuk berpura-pura tidak dengar.

Bianca senyum-senyum saat pria incarannya itu berjalan ke tempat duduknya.

“Absen” ucapnya dengan sorot mata yang tajam dan suara khas tegas

“I-Iya pak”

Ziva baru saja mau mengambil lembaran absen itu karena dirinya duduk di barisan paling pinggir dan memang seharusnya dirinyalah yang lebih dulu menandatangani lembaran absen itu.

“Kamu terakhir”

“Tapi pak-"

“Pastikan jumlah peserta yang hadir sesuai jumlah tanda tangan yang terisi lalu kembalikan ke saya”

“Baik pak”

Saat beralih untuk berdiri di sisi rekannya, pria itu tersenyum sangat tipis mengingat Ziva yang pasrah.

Lucu banget..

“Oke, lembar absen udah berjalan ya !”

“Hari ini saya dan rekan saya yang akan mengisi training pertama kalian”

“Perkenalkan saya Arshaka dari tim HR”

“Dan saya Bagas, kita berdua sama-sama dari tim HR ya teman-teman”

“Dingin banget Zi” bisik Bianca

Ziva enggan menanggapi ocehan Bianca, dia ingin fokus pada training pertamanya sebelum memulai magang.

2.

“Sebelum kita mulai, ada yang mau ke toilet dulu ? karena kalau udah di mulai gak ada lagi yang ijin keluar ya”

Bagas yang kembali bersuara, sementara Arshaka sudah kembali duduk.

Sepertinya dia lebih betah duduk dan mengawasi para peserta dengan mata elangnya.

“Ke toilet yuk” ajak Bianca

“Gak”

“Terus lo ngapain berdiri ?”

“Ngerjain PR” sindir Ziva

“Ish, masa gue sendirian sih Zi ?”

“Banyak orang Bi”

“Gak asik lo” ketus Bianca melangkah keluar ruangan

Sementara Ziva masih saja fokus menghitung jumlah peserta yang keluar beserta sisanya yang tetap duduk dalam diamnya.

Jemari tangannya tidak ikut bergerak seperti pada umumnya, hanya matanya saja yang berkeliling, bahkan mulutnya tetap tertutup rapat.

“Ngapain ?” tanya Bagas yang sudah berdiri di dekatnya

“Hitung jumlah peserta pak” sahut Ziva

Bagas mangut-mangut saja, sudah dipastikan itu ulah Arshaka.

“Siapa namamu ?”

“Ziva, pak”

“Divisi room ?”

“Iya pak”

“Dari fakul-“

“Ekhem !”

Belum juga selesai pertanyaan Bagas, Arshaka sudah berdehem keras.

Bagas mengisyaratkan Ziva untuk kembali duduk sementara dirinya menghampiri Arshaka.

“Ck, ganggu” gerutunya berbisik

Arshaka diam saja. Memang pria satu itu terkenal sebagai pria yang irit. Bukan hanya irit bicara saja, tapi juga irit senyum. Walaupun begitu, ketampanannya malah semakin bertambah karena keiritannya itu.

Sudah 10 menit waktu berjalan dan para peserta yang sebelumnya ke toilet baru lengkap kembali duduk.

Dalam fokusnya, Ziva tetap saja menunggu lembaran absen datang padanya.

Dan akhirnya yang dia tunggu-tunggu datang juga.

Setelah membubuhkan tanda tangan di kolom samping namanya, Ziva kembali menghitung jumlah tanda tangan yang terisi sesuai perintah Arshaka tadi.

Sebelum dia kembalikan pada Arshaka, Ziva menyempatkan diri untuk mencatat beberapa poin penting di slide yang ditampilkan saat Bagas memberi mereka waktu untuk mencatatnya sembari memberikan penjelasan.

“Pak” panggil Ziva

Pasalnya hingga Ziva berdiri di samping mejanya,

Arshaka masih tetap mengawasi para peserta seolah tidak melihat Ziva disana.

“Hem” sahutnya

“Ini pak, udah saya cek dan jumlahnya sesuai” ucap Ziva menyodorkan lembaran absen tadi di atas meja

“Jumlah apa ?”

“Jumlah peserta yang hadir sama jumlah tanda tangannya pak”

“Hem, lain kali kasih penjelasan yang jelas”

“Iya pak, maaf”

“Kamu boleh duduk”

Ziva langsung saja melangkah kembali ke mejanya. Baru juga mau mendaratkan bokongnya, matanya melihat Arshaka yang berdecak sembari menggelengkan kepalanya menatap dirinya.

Mau tidak mau Ziva kembali menghampirinya, “maaf pak, apa ada yang salah ?”

“Seharusnya saya yang tanya, gak ada yang mau kamu bilang sebelum pergi tadi ?”

Hanya butuh sedetik Ziva menyadari kesalahannya, “maaf pak, terima kasih”

“Hem”

Ziva masih berdiri di tempatnya membuat Arshaka yang tadinya sudah berpaling pada lembar absen kembali menatapnya.

“Apa lagi ?”

“Saya udah boleh duduk pak ?”

“Hem, duduklah”

“Baik pak, terima kasih”

Sengaja Ziva menekankan kata terima kasihnya sebelum kembali duduk.

Benar-benar..

Padahal yang gue maksud itu tentang ID cardnya tadi..

..

“Sekarang kita istirahat dulu, jam 1 semuanya udah kumpul disini lagi ya dan gak ada yang ijin keluar lagi, paham ?”

“Paham, pak !”

“Oke, selamat makan siang”

Ziva menyimpan kembali buku catatannya ke dalam tas. Lalu mengeluarkan pouch make up, ponsel, serta botol minumnya.

“Dih, bawa minum sendiri” gerutu Bianca

“Kenapa ?”

“Tau gitu tadi gak gue kasih minum gue” ketus Bianca

Ziva terkekeh pelan, “pelit banget sih, sini gue balikin”

“Gak usah”

“Ayo buruan !” desak Ziva

“Sabar dikit kenapa sih, takut banget gak kebagian makan”

Sebenarnya bukan makanan alasannya, tapi karena hanya mereka peserta yang tersisa di dalam ruangan itu bersama dua pria yang memperkenalkan diri mereka sebagai tim HR tadi pagi.

“Udah, ayo !”

3.

Baru beberapa langkah keluar ruangan, perasaan sungkan Ziva kembali muncul ketika merasakan dua pria itu berjalan tidak jauh di belakangnya dan Bianca tidak menyadari hal itu.

“Haish Zi, kayanya gue mesti ganti incaran deh”

Ziva hanya menarik nafas panjang mendengar keluhan temannya itu.

“Lo tau gak ? sorot matanya itu tajam banget Zi ! gue rasa kalo sampai gue kepergok perhatiin dia, bisa ketusuk mata gue”

“Lo dengarin gue ngomong gak sih ?!” gerutu Bianca

“Dengar”

“Terus kenapa diam ajaaa ?” gemas sekali Bianca pada temannya itu

“Ya terus gue mesti bilang apa ?”

“Ya apa kek, udah kenapa sih Zi cukup di kampus aja lo cosplay jadi es batunya, masa disini juga ? emang lo gak ada cita-cita dapat gebetan gitu ?”

“Gak”

“Haish !!”

Saat masuk ke kantin karyawan, mereka harus mengantri sesuai jalur yang disediakan.

“Banyak banget yang masih antri, apa kita bakalan kebagian Zi ?”

“Pasti kebagian kok”

Bukan Ziva yang menjawab, tapi Bagas.

Saat Ziva dan Bianca menoleh ke belakangnya, rupanya sudah ada Arshaka yang mengantri tepat di belakang Bianca, dan Bagas di belakang Arshaka.

“Eh, bapak” sapa Bianca tersenyum gugup

“Zi, tukeran” bisik Bianca langsung menyelak antrian Ziva yang memang tadi mengantri di depannya

“Makanya Ka jangan tajam-tajam punya mata, anak gadis orang jadi takut tuh” ledek Bagas

“Ma-Maaf pak” Bianca sampai tidak berani menatap Arshaka

“Hem” hanya itu yang Arshaka sahuti

“Ka, tukeran dong” pinta Bagas

“Antri”

“Ck !”

Suasana terasa begitu mencekam bagi Bianca sampai dia tidak secerewet biasanya karena kehadiran Arshaka.

Ke empat orang itu tidak ada yang mengeluarkan suara, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

“Siapa Zi ?”

Bianca hanya menolehkan kepalanya saat mendengar suara notifikasi di ponsel Ziva.

“Dept collector” sahut Ziva asal dengan jemari tangan sibuk membalas pesan

“Emang ada dept collector yang berani nagih ke rentenir kaya lo ?!”

“Ya lagi pakai nanya”

“Orang nanya apa salahnya sih Zi”

“Hem”

“Siapa Zi ?”

“Astaga Bi”

“Orang penasaran doang”

“Nih !” ketus Ziva menunjukkan layar ponselnya pada Bianca

“Oohh”

“Udah ?”

“Ck, es batu” ketus Bianca

Tanpa Ziva ketahui, sejak awal dia membuka jendela percakapan di aplikasi ponselnya, Arshaka mengintip di belakangnya. Sangat mudah bagi Arshaka melakukannya tanpa sepengetahuan orang lain karena tinggi Ziva hanya sebatas dagunya saja.

Sampai giliran mereka tiba dan duduk di meja kosong seadanya, Ziva kembali sibuk dengan ponselnya.

“Gabung boleh kan ? belum ada meja yang kosong lagi soalnya” seru Bagas yang sudah menarik kursi di samping Ziva

“O-Oh, boleh pak, boleh” sahut Bianca

Namun saat Arshaka menarik kursi di sampingnya, refleks Bianca menelan salivanya susah payah.

“Kenapa ? kamu risih saya duduk disini ?”

Padahal biasa saja nada bicara Arshaka, datar tanpa ada sorot mata tajam disana, namun bagi Bianca nyawanya tetap terancam berada di dekat Arshaka.

Dengan segala kepekaannya, Ziva menggeser piring makannya dan menarik piring makan Bianca ke tempat duduknya.

“Sini” serunya beranjak bangun

Buru-buru Bianca langsung pindah duduk dengan Ziva sebelum Ziva berubah pikiran.

“Sebegitu seramnya kah saya ?” kali ini Arshaka bertanya pada Ziva yang sudah duduk di sampingnya

“Gak pak”

“Jujur aja Ziva, dia emang perlu validasi dari orang lain biar sadar” celetuk Bagas

“Emang gak seram pak, kalo seram tuh pak Arshaka gak makan nasi pak”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!