GERARD ADRIAN
Pria 32 tahun seorang pengusaha, suami dari Lucy Adrian
ANDREA HINATA
Gadis 19 tahun seorang office girl & joki balap liar
LUCY ADRIAN
Wanita 29 tahun, seorang model istri dari Gerard Adrian
JULIAN ROBERT
Pria 24 tahun kekasih Andrea Hinata, anggota geng motor
Di sebuah kamar yang sangat luas nan temaram nampak seorang pria mengecup punggung terbuka seorang wanita yang sedang tidur pulas di sampingnya itu dengan penuh gairah, meskipun pagi telah tiba tapi tak membuat pria itu segera bangun untuk pergi ke kantornya. Hujan yang sejak semalam belum reda membuatnya enggan turun dari ranjangnya dan lebih memilih menggoda sang istri yang masih tertidur.
"Sayang, aku masih mengantuk." Rengek wanita tersebut seraya kembali menutup pakaiannya yang sedikit terbuka karena ulah pria itu.
"Ayo sayang sebentar saja," mohon pria itu. Pandangannya nampak mengiba seiring dengan gairahnya yang semakin memuncak.
"Tapi aku masih mengantuk," sahut wanita itu yang enggan membuka matanya dan justru menarik kembali selimutnya untuk menutupi seluruh tubuh dari terpaan dinginnya pendingin ruangan bercampur udara dingin pagi itu.
Namun bukan Gerard yang menyerah begitu saja, meskipun pernikahan mereka sudah berjalan lima tahun tapi pria 32 tahun itu selalu saja bergairah pada sang istri. Ia bersyukur memiliki wanita itu, selain mereka berasal dari keluarga yang setara istrinya tersebut juga sangat sempurna. Kecantikannya selalu membuatnya kagum, tubuhnya yang ideal bak gitar Spanyol selalu membuatnya menginginkannya kapan pun itu.
"Ah sayang," Lucy sang istri pun langsung membuka matanya ketika pria itu mulai memainkan titik-titik sensitifnya dan akhirnya wanita itu pun hanya pasrah ketika kenikmatan mulai melandanya.
"Tunggu sayang, pakai pengaman dulu !!" Ucap wanita itu sesaat sebelum suaminya benar-benar memasukinya.
Gerrard nampak membuang napasnya, selalu saja mereka bercinta dengan menggunakan pengaman. Selama lima tahun pernikahan mereka, pria itu tak pernah merasakan kenikmatan bercinta yang sesungguhnya mengingat istrinya selalu khawatir jika akan hamil karena sedang tak menggunakan alat kontrasepsi. Akhirnya pagi itu lagi-lagi mereka melakukan kegiatan suami istri tanpa sensasi lebih sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Kamu mau pergi ke kantor? Ini masih hujan loh sayang," Lucy nampak menatap punggung sang suami yang berlalu menuju kamar mandi.
"Hm," Gerrard pun hanya menjawab singkat dan segera menutup pintunya dari dalam.
"Ada apa dengannya?" Lucy yang tak mengerti pun nampak mengedikkan bahunya menanggapi sikap dingin pria itu, kemudian wanita itu pun meraih ponselnya di atas nakas.
"Aku akan datang sedikit terlambat ke tempat pemotretan karena di sini masih hujan," ucapnya lantas menutup panggilannya secara sepihak.
Wanita cantik yang sangat di cintai oleh suaminya tersebut adalah seorang model dari beberapa brand terkenal. Wanita 29 tahun itu merasa hidupnya sangat sempurna, memiliki suami tampan dan mapan serta karirnya sendiri pun berada di puncak.
Sementara itu Gerrard yang mengguyur tubuhnya di bawah shower nampak membuka mulutnya ketika tangannya tak berhenti memainkan miliknya di bawah sana, entah kenapa akhir-akhir ini ia merasa lebih puas ketika bermain solo daripada dengan sang istri. Sepertinya ia harus segera mengunjungi dokter karena di rasa itu sudah tak wajar.
Beberapa saat kemudian setelah selesai mengeringkan badannya pria itu pun berlalu menuju walk in closet yang memang pintunya terhubung dengan kamar mandi, lalu segera membuka lemarinya untuk mencari setelan kerjanya. Baginya sudah biasa melakukannya sendiri, karena ia memang tak mengharuskan istrinya itu untuk melayani segala kebutuhan pribadinya meskipun jauh di dasar hatinya egonya menginginkan hal itu.
Istrinya yang berasal dari keluarga mapan membuat wanita itu sangat manja dan keadaannya yang biasa di layani membuat wanita itu sedikit kurang peka sebagai seorang istri, apalagi wanita itu juga memiliki kegiatan sendiri yang sedikit menyita waktunya.
Sebenarnya ia menginginkan wanita itu untuk menjalani peran istri seutuhnya, berdiam diri di rumah tanpa harus bekerja karena ia sudah cukup mampu untuk menafkahi.
"Tampan sekali suamiku," ucap Lucy tiba-tiba sembari memeluk tubuh pria itu dari belakang hingga membuat Gerrard yang sedang memakai dasinya di depan cermin nampak mengulas senyumnya.
"Apa lembur lagi?" Tanya wanita itu setelah mengurai pelukannya.
"Belum tahu, kamu sendiri ada jadwal apa hari ini?" Tanya pria itu yang nampak mengulang kembali ikatan dasinya karena kurang pas sedangkan sang istri hanya menatapnya tanpa berniat membantu, bahkan hal-hal sekecil ini pun wanita itu tidak peka.
"Hari ini aku ada meeting dengan sponsor dari luar negeri," sahut wanita itu seraya membuka lemari pakaiannya sendiri untuk memilih pakaian yang cocok.
"Seorang laki-laki?" Ucap Gerrard sembari berbalik badan menatap istrinya tersebut.
"Hm," sahut wanita itu yang terlihat sibuk memadu padankan setelan pakaiannya.
Gerrard nampak menghela napas panjangnya. "Sayang, kapan kita mulai program bayi? Aku benar-benar menginginkan seorang anak." Ucapnya dan sontak membuat istrinya itu berbalik badan menatapnya, dahinya langsung mengernyit seakan tidak mengerti dengan ucapan pria itu.
"Sayang, apa kamu sedang mengigau? Bukankah sejak awal pernikahan kita sudah sepakat untuk child free? Aku sudah bahagia memilikimu sayang dan jujur aku belum siap mendengar suara tangisan bayi yang begitu berisik bahkan juga membersihkan popok bekas mereka, aku belum bisa." Tolak wanita itu mentah-mentah.
"Tapi kita bisa mempekerjakan seorang pengasuh agar kamu tidak merasa repot mengurusnya sayang," Gerrard pun kembali membujuk wanita itu. Sebelum menikah memang mereka memutuskan untuk tidak memiliki anak, karena hidup berdua saja mereka sudah merasa sangat bahagia. Namun dengan berjalannya waktu dan seiring usianya yang semakin dewasa pria itu tiba-tiba mengubah prinsipnya, apalagi ketika melihat teman-teman seusianya yang sudah memiliki dua atau tiga anak dan hidup mereka pun nampak lebih bahagia.
"Aku tetap tidak mau sayang, hamil akan membuat tubuhnya menjadi gendut dan tidak cantik lagi, kamu juga pasti tidak suka itu kan? Aku tidak mau itu terjadi dan lebih baik kita kembali pada kesepakatan kita semula." Tolak wanita itu lagi, sungguh ia tak bisa membayangkan jika itu terjadi padanya.
"Aku selalu menyukaimu apa adanya tak peduli kamu tidak cantik ataupun gendut," Gerrard nampak mengusap pipi wanita itu dengan lembut berharap keinginannya di pertimbangkan namun Lucy langsung menjauhkan tangan pria itu.
"Tetap saja aku tidak mau jika itu terjadi, aku sangat menyukai tubuhku saat ini." Ucap wanita itu sembari menatap pantulan dirinya dari cermin tak jauh di hadapannya tersebut, bentuk tubuhnya sangat sempurna karena ia rajin berolah raga dan ia takkan merusaknya hanya demi seorang bayi.
"Tapi jika kamu benar-benar sangat menginginkan seorang anak, bagaimana jika kita melakukan inseminasi saja?" Ucapnya memberikan sebuah ide.
"Maksudmu?" Gerrard yang tidak mengerti pun langsung mengernyit menatap wanita itu.
"Kita akan menyuntikkan sper ma mu pada rahim wanita yang sehat dan ku rasa itu akan berhasil karena salah satu temanku ada yang seperti itu dan mereka berhasil. Mereka tetap bisa memiliki anak tanpa harus mengandung dan kamu juga tidak perlu merasa bersalah padaku karena kamu tidak akan meniduri wanita itu, lagipula kita akan membayarnya mahal." Terang wanita itu dengan antusias tanpa sedikit pun memikirkan perasaan suaminya yang sangat sakit hati mendengarnya, apa istrinya itu tidak benar-benar mencintainya?
"Aku akan memikirkannya,"
Gerrard pun berlalu dari hadapan sang istri dan keluar dari ruang ganti tersebut, pria itu tak habis pikir dengan pemikiran wanita itu yang menginginkan anaknya di kandung oleh wanita lain padahal ia menginginkan buah cinta mereka adalah murni darah daging mereka sendiri.
"Sayang, sepertinya aku ingin tidur lagi kamu sarapan sendiri saja ya." Ucap Lucy saat suaminya telah bersiap untuk turun, wanita itu nampak naik ke atas ranjangnya dan menarik kembali selimutnya.
"Hm," pria itu pun hanya menjawab singkat lagipula ia sudah biasa sarapan sendiri tanpa wanita itu.
"Kamu melupakan sesuatu sayang?" Ucap Lucy lagi ketika suaminya sudah berada di ambang pintu hingga membuat pria itu pun kembali mendekat lantas di ciumnya kening wanita itu sejenak.
"Aku pergi dulu," ucap pria itu lantas segera berlalu meninggalkan kamarnya tersebut.
Sesampainya di bawah nampak seorang pelayan menyambutnya. "Selamat pagi tuan Gerrard, sarapan sudah siap." Ucap seorang wanita berusia 40 tahunan dengan seragam pelayan.
"Selamat pagi bik," sahut Gerrard sembari meletakkan tas di atas meja lalu menarik kursinya dan menghempaskan bobot tubuhnya di sana.
"Apa nyonya tidak ikut sarapan, tuan?" Tanya sang bibik yang sudah betahun-tahun bekerja di rumah pria itu.
"Hm, dia masih tidur." Sahut pria itu dengan datar seakan keadaan seperti ini sudah biasa baginya sedangkan sang pelayan pun hanya menggeleng kecil. Nyonya besarnya itu memang jarang sekali bangun pagi hingga untuk urusan sarapan suaminya dirinya lah yang melayani.
"Semoga anda cepat berubah nyonya, sebelum ada wanita di luar sana yang memberikan perhatian pada tuan karena di saat itu terjadi penyesalan pun tak ada gunanya." Gumam wanita itu sembari menggeser segelas jus ke hadapan tuannya tersebut.
Siang harinya Gerrard yang sedang berada di ruangannya nampak termenung di kursi kerjanya hingga ketika sang asisten datang pria itu pun tak menyadarinya.
"Tuan, apa ada masalah?" Ucap Henry sang asisten hingga membuat Gerrard sedikit terkejut lantas segera menegakkan badannya.
"Apa kamu tahu bagaimana proses inseminasi buatan?" Tanya pria itu tiba-tiba dan Henry pun nampak berpikir keras.
"Tidak tuan, tapi jika anda ingin tahu segera akan saya cari tahu." Ucap pria itu dan tanpa menunggu jawaban Henry pun dengan lincah berselancar ke situs pencarian di ipadnya dan tak menunggu lama pria itu menemukan jawaban.
"Inseminasi buatan adalah prosedur medis yang dilakukan untuk membantu pasangan yang mengalami kesulitan hamil secara alami. Prosedur ini dilakukan dengan cara memasukkan sper ma ke dalam rahim wanita menggunakan kateter kecil pada saat masa ovulasi," terang Henry namun pria itu langsung mengernyit.
"Apa anda ada masalah dengan itu, tuan?" Henry nampak ragu menunjuk ke arah masa depan bosnya tersebut.
"Apa kamu mengira aku sedang impoten atau tidak perkasa hingga harus melakukan itu, hm?" Gerrard pun nampak geram dengan pemikiran asistennya itu.
"Maaf tuan," Henry memang tak bisa berbohong. Lagipula jika bosnya itu mampu jadi untuk apa harus menggunakan metode tersebut, bukankah melakukannya secara langsung lebih nikmat dan bonus yang di dapat adalah bayi pula.
"Istriku tetap menolak untuk hamil dan dia menyarankan agar kami melakukan inseminasi buatan pada wanita lain," ucap Gerrard seraya menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya.
"A-apa?" Henry yang mendengarnya pun nampak tak percaya, apa nyonyanya itu sudah gila?
"Apa dia tidak mencintaiku lagi, Henry? Padahal sudah ku berikan seluruh hidupku padanya," ucap Gerrard seraya menatap langit-langit ruangannya.
Henry nampak menatap miris bosnya tersebut, pria itu memang terlewat setia. Meskipun banyak wanita cantik di luar sana yang mengejarnya tapi pandangannya hanya tertuju pada sang istri seorang.
"Apa anda tahu alasan mendasar nyonya kenapa harus melakukan itu, tuan?" Tanya Henry ingin tahu, barangkali ia bisa memberikan pendapatnya.
"Dia bilang takut gemuk dan tidak cantik lagi, dia takut jika tubuhnya akan berubah seiring hormonnya yang ikut berubah karena faktor kehamilan dan dia juga tak ingin merusak bagian tubuhnya karena proses melahirkan dan menyusui." Terang Gerrard dengan sedikit frustrasi saat mengingat alasan sang istri setiap kali ia menginginkan anak darinya, ia tahu bagamaina beratnya perjuangan seorang wanita ketika mengandung dan juga melahirkan tapi ia berjanji akan tetap mendukungnya dan selalu berada di sampingnya. Jika bayinya lahir nanti akan ia pastikan takkan kekurangan kasih sayang darinya, ia akan menjalani peran ayah yang baik dan akan selalu ikut memastikan tumbuh kembangnya.
Henry nampak mengerti kegundahan bosnya tersebut karena nyatanya alasan sang nyonya tak masuk di akal, bukankah kodrat seorang wanita adalah mengandung dan juga melahirkan? Lagipula di luar sana banyak wanita yang tubuhnya akan kembali ideal setelah melahirkan asalkan rajin berolah raga.
"Jika memang nyonya bersikeras apa salahnya anda menurutinya tuan, siapa tahu setelah bayi anda nanti lahir nyonya akan terbuka hatinya dan menginginkan hamil dari rahimnya sendiri. Anggap saja ini sebagai pancingan," Henry pun memberikan saran dan itu membuat sang bos langsung menatapnya.
Setelah berpikir sejenak Gerrard pun kembali membuka suaranya. "Ya kamu benar, terima kasih atas sarannya." Ucapnya dan kini pria itu pun nampak sedikit bersemangat padahal sebelumnya pria itu benar-benar frustrasi.
Sementara itu di tempat lain nampak seorang gadis sedang bersiap-siap untuk pulang sore itu, bekerja sebagai cleaning service membuat wanita bernama Andrea Hinata itu terlihat kelelahan. Namun hanya pekerjaan itu yang cocok dengannya yang notabennya hanya lulusan menengah ke atas, lagipula pekerjaan apapun itu akan ia lakukan demi menghidupi ibu dan adiknya yang masih kecil. Sejak ayahnya meninggal gadis itu memang menjadi tulang punggung keluarganya.
"Hai," ucapnya ketika melihat kekasihnya nampak menjemputnya dan gadis itu pun langsung mengulas senyumnya.
"Apa lelah, hm?" Tanya pria bernama Julian tersebut.
"Sedikit," sahut Andrea seraya naik ke atas jok motor pria itu.
"Aku akan membuatmu tidak lelah dengan berjalan-jalan," sahut Julian seraya menarik kedua tangan kekasihnya tersebut untuk memeluk pinggangnya. Kemudian pria itu pun segera menghidupkan mesin motornya dan melaju meninggalkan area perkantoran tersebut.
Sore itu mereka nampak jalan-jalan mengelilingi kota lantas di lanjutkan dengan makan malam bersama. "Terima kasih," ucap Andrea di tengah mereka menikmati makannya.
"Untuk?" Julian pun langsung menatapnya tak mengerti.
"Selalu ada untukku," sahut wanita itu yang sangat bersyukur karena beberapa bulan terakhir ini ada sosok pria itu di sampingnya yang tak pernah lelah menyemangati dan menghibur di kala keadaan tak berpihak padanya.
Julian langsung mengulas senyumnya. "Always," sahutnya.
"Oh ya ngomong-ngomong malam ini ada race dan hadiahnya lumayan besar tapi jika kamu lelah...."
"Aku ikut," potong Andrea cepat.
Tentu saja gadis 19 tahun itu takkan menyia-nyiakan kesempatan karena ia belum pernah terkalahkan selama menjadi joki. Ya, gadis itu memiliki pekerjaan sampingan sebagai joki balap liar. Meskipun sangat berbahaya juga ilegal tapi mampu menghasilkan lumayan banyak uang baginya.
Di sebuah jalan raya yang lumayan sepi nampak segerombolan pemuda terlihat berkumpul mengelilingi 3 buah motor balap yang siap mengaspal dini hari itu.
"Kamu siap?" Ucap Julian ketika Andrea melangkah menuju motornya yang baru saja di panaskan oleh salah satu temannya yang bertugas sebagai seorang mekanik mesin.
"Tentu saja, demi 10 juta." Sahut gadis cantik itu yang kini terlihat sedikit garang dengan jaket kulit hitam di padukan celana jeans serta sepatu boot yang melengkapi penampilannya malam ini, Andrea juga tak lupa menggunakan sarung tangan dan alat pelindung lututnya agar jika terjadi kecelakaan maka akan minim resiko mengingat pekerjaan yang ia lakukan sangatlah berbahaya.
Julian terlihat bangga menatap kekasihnya tersebut lantas pria itu segera memakaikan helm full facenya setelah seluruh rambut panjang gadis itu di gulung ke atas, kini Andrea pun telah siap untuk bertempur di sirkuit jalanan dengan kedua pembalap lainnya yang juga telah siap.
"Ayo sayang, segera bersiaplah !!" Julian nampak menepuk jok motor kebanggaannya itu agar sang kekasih segera menaikinya.
Kini balapan pun segera di mulai dan para pendukung dari masing-masing pembalap telah berjejer di pinggir jalan raya yang malam itu mereka jadikan sebagai sirkuit.
Seorang wanita nampak sedikit maju ke depan dengan membawa sebuah bendera dan ketika bendera tersebut di angkat maka balapan pun di mulai. Kini ketiganya langsung melajukan motornya secepat mungkin dengan melewati beberapa tikungan yang telah di atur sebelumnya.
Andrea yang menempati posisi utama pun nampak bekerja keras mengingat kedua rivalnya berada tak jauh darinya dan jika lengah sedikit maka ia akan tertinggal dan uang 10 juta di depan mata akan lenyap begitu saja.
Sementara itu di tempat lain sebuah mobil yang baru keluar dari arah tol nampak memperlambat laju kendaraannya.
"Sayang, jam berapa pulang?"
Gerard nampak tersenyum kecil menatap pesan yang baru saja ia terima dari istri tercintanya itu, wanita itu pasti merasa kesepian saat ini karena menunggu dirinya yang tak kunjung sampai.
Hari ini ia mengunjungi anak perusahaannya yang berada jauh dari kota dengan beberapa jam perjalanan hingga menjelang tengah malam pun pria itu belum juga pulang.
"Sabar ya sayang, mungkin 30 menit lagi." Balasnya.
"Tuan, lebih baik kita memutar jalan saja karena daerah sini sedikit rawan." Ucap Henry tiba-tiba seraya menatap persimpangan tak jauh di depannya itu.
"Memang ada apa?" Gerard yang sedang berbalas pesan dengan sang istri pun langsung mengangkat wajahnya menatap jalanan di depannya itu, terlihat sepi karena hanya ada beberapa kendaraan yang melintas.
"Daerah sekitar sini kalau tengah malam sering di jadikan arena balap liar, tuan." Terang Henry dan Gerard yang mendengarnya pun sedikit terkejut.
"Oh ya? Bukankah itu sangat mengganggu pengendara lain?Apa tidak ada petugas yang berpatroli di tempat ini?" Ucapnya menanggapi, sebagai seseorang yang lahir di tengah keluarga kaya raya pria itu memang kurang memahami dunia kalangan menengah ke bawah.
"Mereka tidak melakukannya setiap hari tuan, hanya hari-hari tertentu hingga selalu lolos dari pengawasan petugas lagipula balapan di mulai menjelang dini hari saat semua orang sudah terlelap dan jumlah kendaraan pun mulai sepi." Terang Henry lagi yang semakin memperlambat laju kendaraannya mengingat sang tuan belum membuat keputusan, melewati jalan lain dengan memutar arah yang mungkin akan memakan waktu lebih jauh atau lurus saja tapi resiko berhadapan dengan pembalap liar akan semakin besar.
Sebenarnya para geng motor itu tidak pernah mengganggu atau berbuat onar pada pengendara lain dan untuk itu hingga saat ini mereka selalu lolos dari pengawasan para petugas kepolisian, namun tetap saja balapan liar di jalanan umum sangat berbahaya mengingat bisa saja terjadi kecelakaan.
"Terus saja !!" Perintah Gerard pada akhirnya, selain ingin cepat sampai di rumah karena sang istri sedang menunggunya, sepertinya pria itu juga penasaran dengan salah satu dunia malam jalanan yang begitu memacu adrenalin tersebut. Selama ini yang ia tahu tempat hiburan malam adalah sebuah bar tempat berkumpulnya para pria yang hanya sekedar ingin minum untuk melepas penat sembari menikmati musik bersama teman-temannya atau justru bermandi keringat dengan wanita-wanita penghibur.
"Baik tuan," Henry pun kembali mempercepat laju kendaraannya dengan wajah sedikit tegang mengingat tak jauh di depan adalah jalanan yang di jadikan sirkuit balapan oleh para geng motor.
Semakin lama suara mesin motor yang beradu kecepatan itu pun semakin terdengar nyaring di telinga pria itu meskipun sudah ada peredam di dalam mobilnya dan semoga saja mereka bisa melewatinya tanpa ada masalah sedikit pun.
Sementara itu Andrea yang masih berada di posisi paling depan telah meninggalkan jauh kedua rivalnya tersebut, gadis itu memang menjadi joki andalan geng motornya Julian dan hari ini adalah balapan ke dua puluhnya tanpa terkalahkan selama mengenal dunia balap liar.
Meskipun menjadi satu-satunya peserta wanita, tapi itu tak membuat nyali gadis itu ciut. Baginya pekerjaan sampingannya itu tak ada apa-apanya di banding dengan kerasnya kehidupan. Hidup di tengah keluarga yang kurang mampu membuat Andrea harus bekerja keras menjadi tulang punggung keluarga mengingat sang ayah sudah tiada sejak ia masih kecil.
Kini gadis itu semakin mempercepat laju kendaraan roda duanya tersebut mengingat tinggal satu kali putaran ia akan kembali memenangkan balapannya, namun tiba-tiba ada sebuah mobil yang berlawanan arah dengannya nampak melaju kencang hingga membuat wanita itu langsung mengerem mendadak dan berhenti tepat beberapa senti di depan mobil mewah dengan lampu yang sangat menyilaukan mata itu.
Andrea nampak mengumpat kesal, sepertinya mobil itu memang sengaja ingin menabraknya mengingat jalanan begitu luas. Namun berdebat hanya akan membuang waktunya dan juga berakhir merugikannya saja, karena bagaimana pun ia membela diri akan tetap kalah mengingat apa yang ia lakukan adalah sebuah tindakan ilegal. Akhirnya wanita itu pun hanya membuka penutup helmnya dan langsung mengacungkan jari tengahnya ke arah mobil tersebut lantas kembali melajukan motornya mengingat kedua rivalnya telah berada tak jauh di belakangnya.
Gerard yang memperhatikan pengemudi motor yang berhenti di depan mobilnya itu pun seketika terpaku saat pemilik mata berwarna hazel itu nampak beradu pandang dengannya sesaat sebelum sang pemilik mata indah itu berlalu pergi, jelas terlihat jika itu adalah seorang wanita.
"Bukankah dia seorang perempuan?" Ucapnya pada sang asisten setelah mobil yang di kendarainya kembali melaju meninggalkan tempat tersebut yang memang berada jauh dari pemukiman.
"Sepertinya begitu tuan, kebanyakan para geng motor memang di huni oleh para remaja yang bermasalah." Terang Henry.
Gerard nampak menggeleng-gelengkan kepalanya, mau jadi apa masa depan negara ini jika generasinya macam berandalan seperti mereka gumamnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!