NovelToon NovelToon

Cinta Milik Kita

Berita Tidak Terduga

“Apa Married (menikah)!” teriak Sekar, tidak percaya dengan berita yang baru saja dia dengar.

Perempuan bertubuh mungil ini langsung bangun dari tidurnya. Ia sangat terkejut dan berusaha mencerna apa yang baru saja disampaikan oleh orang tuanya.

Dia akan menikah, dengan seorang laki-laki yang saat ini dia benci, Danil Rahardi Kesuma. Mantan kekasihnya.

“Masih sebulan lagi sayang,” ucap bunda Rianti degan lembut, berusaha menenangkan anak semata wayangnya.

“Bunda ...,” panggil Sekar lemas. Ia tidak percaya jika bundanya mendukung keputusan ayah Bagas.

“Iya sayangku.”

“Apa bunda mendukung keputusan ayah?”

“Apa ada yang salah dengan keputusan ayah?”

“Sekar tanya bunda, bunda malah tanya balik.”

“Bunda mendukung keputusan ayah. Ayah sudah memikirkan hal ini dengan matang. Semua yang terbaik untuk kebahagiaan kamu.”

“Ayah, Sekar baru lulus kuliah. dan belum mau menikah,” rengek anak semata wayangnya.

“Sekar, ayah hanya melakukan yang terbaik untuk jalan hidup kamu,” ucap bunda dengan sabar berusaha kembali menjawab dengan lembut.

“Bunda, Sekar mau cari calon suami pilihan Sekar sendiri, bukan karena perjodohan atau dijodohkan seperti ini.”

“Kalian sudah lama saling kenal, bahkan kamu dengan Danil pun sempat berpacaran. Selama ini di mata ayah dan bunda Danil adalah seorang anak yang baik dan tentunya saleh.”

“Hal ini yang menjadi pertimbangan kami sebagai orang tua, untuk memilih Danil menjadi calon suami kamu,” bunda Rianti dengan sabar kembali menjelaskan pada Sekar.

“Bunda, Danil itu sudah punya Renata dan Sekar sedang menjalin hubungan dengan Ryan.”

“Sayang, ini sudah menjadi kesepakatan ayah dan Om Andi,” kata Bagas tegas.

“Ayah, ini nikah loh, bukan pacaran,” kata Sekar tidak kalah tegas.

“Siapa yang bilang kalau ini pacaran. Ayah dan Om Andi memang akan menikahkan kalian.”

“Tapi ayah ...,”

“Sekar, maaf ayah harus jujur sama kamu. Ayah tidak suka dengan pribadi Ryan,” ayah Bagas memberi alasan dengan tegas.

“Bukan berarti Sekar tidak bisa cari calon suami sendiri ayah.”

“Sayang, ini yang terbaik untuk kamu,” kata Bagas, tidak mau di bantah.

“Terbaik untuk Sekar apa ayah?”

“Terbaik untuk kamu lah sayang, masa untuk ayah.”

“Tapi, Sekar sayang Ryan.”

“Kamu belum tahu siapa Ryan yang sebenarnya. Mungkin dia baik, tapi bunda masih ragu. Bunda rasa kamu pun memiliki keraguan yang sama, iya kan?” tanya bunda Rianti.

“Bunda, Sekar sama Ryan sudah hampir satu tahun pacaran. Sejauh ini semuanya baik-baik saja.”

“Berapa lama kalian berpacaran tidak akan menjadi jaminan kalian bisa sampai ke pernikahan.”

“Ayah,” bunda Rianti dengan lembut memanggil suaminya.

"Sekarang jawab ayah, Sekar! apa nya yang baik-baik saja?"

"Semuanya ayah," jawab Sekar sedikit ragu.

“Ucapan kamu membuktikan bahwa kamu sendiri ragu. Kamu tidak yakin kan?” tanya ayah Bagas.

“Kamu anak kami satu-satunya Sekar, bagaimana mungkin orang tua mu ini tidak mengetahui keraguanmu, Ayah dapat memastikannya.”

“Bunda ...,” Sekar pasrah. Dia sudah terpojok, tidak tahu apa lagi yang harus dikatakan, agar ayah dan bunda membatalkan rencana pernikahannya.

Perkataan bunda memang benar, Sekar belum sepenuhnya yakin akan di bawa kemana hubungan yang dia jalankan bersama Ryan. Akankah putus ditengah jalan atau akan berlanjut ke tahap yang lebih serius? Hanya waktu yang akan menjawab semuanya.

Sekar kecewa atas keputusan sepihak mengenai rencana pernikahannya dengan Danil. Pemberitahuan serba mendadak, hanya beberapa jam sebelum acara pertunangan keduanya. Ia marah, dan tidak setuju, sangat tidak setuju.

Ada tiga kemungkinan, pertama karena rencana yang mendadak, membuatnya tidak dapat berpikir dengan jernih, seakan ayah dan bundanya memaksakan kehendak.

Kedua, ini bukan lagi zaman sitti nurbaya, yang menikah terpaksa dengan Datuk Meringgih. Kisahnya yang tertuang dalam novel Kasih Tak Sampai karya Marah Rusli.

Ketiga, bisa jadi penyebabnya adalah Danil.  Akhir kisah kasih mereka menjadikan keduanya saling menjauh, bagaikan kutub magnet utara dan selatan yang tidak dapat bersatu, namun dapat menarik benda lain.

“Tidak ada bantahan. Sekarang kamu bangun dan langsung bersiap, pukul sebelas Om Andi, Tante Fina dan Danil akan datang. Ayah sangat berharap sekali, kamu tidak melalukan sesuatu hal yang mengecewakan kedua orang tuamu ini,” ucap Bagas tegas.

“Bunda ...,” panggil Sekar pasrah.

“Turuti apa kata ayah, dia melakukan apa yang terbaik untuk hidup kamu. Ayah tentunya sangat memikirkan kebahagiaan kamu sayang," ucap bunda Rianti, sambil mencium kening Sekar dengan penuh sayang, sebelum keluar kamar.

“Sumpah ini gila! benar-benar gila. Kenapa sih semua orang tua selalu melakukan hal-hal yang tidak masuk akal?”

“Semua berdalih untuk kehidupan anaknya, agar anaknya bahagia. Kehidupan yang bagaimana yang ayah dan bunda mau?”

“Apa ayah dan bunda bahagia dengan semua ini?“

“Begitu bahagianya kah mereka, melihat anak satu-satunya  harus bertunangan dengan Mas Danil yang sudah memiliki Renata?”

Ayah bunda menjadi sosok yang tidak bisa diajak berdiskusi, perintah bagaikan titah seorang raja, tidak ada yang dapat membantahnya. Hal itu membuat Sekar semakin membenci Danil.

"Kenapa aku jadi sangat membenci mas Danil?"

Sekar adalah anak tunggal dari pasangan Bagas Anugerah Jayanegara dan Rianti Ayu Kesuma. Dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya, tidak menjadikan dirinya seorang yang manja.

Ayah Bagas adalah CEO Abadi Pratama, memiliki beberapa resort yang tersebar di negara ini. Hampir setiap pulau besar terdapat usaha mereka, tidak ketinggalan di beberapa pulau kecil, berbagai tempat pariwisata berdiri tegak di bawah bendera Abadi Pratama.

Bunda Rianti, seorang designer pakaian tradisional, namun kini usahanya merambah untuk semua kalangan, dari anak-anak hingga orang tua, tidak untuk perempuan saja, laki-laki pun dapat menikmati nya. Brandnya kini sudah mulai go internasional, semua tentu berkat keuletan dirinya serta dukungan dan campur tangan suaminya.

Pengusaha tampan ini seseorang yang workaholic (pekerja keras), family man (seorang laki-laki yang mencintai keluarganya), berwatak keras dan posesif. Terlebih  terhadap istri dan anaknya. Hanya sang mantan model ini yang dapat meluluhkan sifatnya kerasnya itu.

Bunda Rianti seorang yang lemah lembut, ramah, dan pengertian, oleh karena itu, ayah Bagas tidak bisa jauh darinya. Bila menyangkut masalah istri cantiknya ini, ia akan berubah seratus delapan puluh derajat. Cemburu berat!

Ayah Bagas seorang yang penyayang, namun tegas, dia tidak akan gentar oleh apapun terlebih akan sesuatu hal yang diyakininya benar. Bunda Rianti seorang istri dan bunda yang sempurna untuk ayah dan anak semata wayangnya.

Perempuan ini tidak pernah sekali pun terdengar mengomel ketika suami dan anak perempuannya berdebat, seperti saat ini dimana keduanya tidak menemukan titik akhir mengenai masalah pernikahan. Bunda hanya tersenyum dan berusaha menenangkan keduanya. Bunda laksana mata air di gurun yang tandus.

***

Kabar Dari Adit

Kring....Kring...Kring....

Smartphone Sekar berbunyi, di biarkannya saja ponselnya berbunyi tanpa diangkat sampai telepon itu mati, berbunyi lagi, mati dan kembali berbunyi untuk ke tiga kalinya. Akhirnya dengan malas ia pun mengangkat ponselnya.

“Congratulation my dear (selamat sayang ku),” teriak Nia, sahabat yang sekaligus tetangga Sekar.

“Kok lesu banget sih?”

“hari ini menyebalkan tahu.”

“Buka jendela loe dong, sudah siang tahu, malu sama matahari,” pinta Nia sambil mematikan teleponnya.

Sekar menyimpan ponselnya  di atas bantal, dengan malas dia berjalan menuju jendela, menyibak tirai berwarna abu-abu muda, tanpa semangat. Angin semilir masuk melalui sela kisi kisi.

ketika ia menggeser pintu jendela kamarnya, seketika hembusan angin menerpa wajahnya, sedikit menenangkan. Sekar membuka perlahan matanya, menoleh ke arah kiri melihat sinar mentari mulai meninggi, tanpa awan yang menjadi penghalangnya.

Jendela tanpa terali itu langsung berhadapan dengan kamar sahabatnya. Di hadapannya, Nia sedang memperhatikan ritual pagi sahabatnya itu.

Perempuan yang memiliki rambut hitam ikal ini memamerkan senyum manis pada wajah kusut perempuan yang berada di seberangnya. Nia adalah sahabat Sekar sejak kecil. Perempuan manis ini  selalu terlihat ceria.

Keceriaan Nia biasanya menjadi obat mujarab dan paling ampuh bila hati Sekar sedang gundah. Namun kali ini Sekar sangat kesal melihat sahabatnya tersenyum lebar, seakan tidak mengerti beban yang sedang di hadapinya.

Beban!

Tampaknya kata itu yang tepat untuk menggambarkan isi hatinya setelah keputusan sepihak yang diambil kedua orang tuanya.

“Jahat loe, mau nikah enggak bilang-bilang sama gue,” cerocos Nia, tidak peduli dengan tatapan tajam yang ditunjukkan oleh Sekar.

“Gue baru tahu tadi tahu, dan itu sangat menyebalkan!”

“Kok loe sewot?”

“Siapa yang enggak sewot ...,”

“Kalau bunda enggak nelepon ke mamah mengabarkan pertunangan loe, mana gue tahu kalau hari ini loe tunangan,” ucap Nia memotong ucapan Sekar.

“Gue juga baru ...,”

“Loe Hamidun?” tanya Nia penuh selidik.

“Gila loe, emang gue cewek apaan?” omel Sekar.

“Cewek apaan loe?”

“Nia!!!”

“Terus, kalau loe enggak hamil, kenapa mendadak banget mau tunangan?”

“Hei neng, kalau gue hamil, yang ada bukan tunangan, tapi langsung di nikahin.”

“Bener juga loe,” kata Nia tanpa merasa bersalah.

“Loe sengaja buat gue makin kesal ya?”

“Jadi nikah sama Ryan?” tanya Nia tanpa menjawab pertanyaan Sekar.

“Gila loe, seneng di atas penderitan yang gue alami. Temennya lagi kesusahan gini, bukan dibantuin malah cengar-cengir.”

“Orang mau tunangan ya harusnya senang dong.”

“Iya kali senang.”

“Kali apa?”

“Kali Ciliwung!” teriak Sekar.

“Jodoh sudah di depan mata, masih marah-marah, harusnya loe bersyukur.”

“Kalau gue married sama Ryan, gue enggak akan pusing kayak gini. Lagian tahu mau nikah, juga barusan” jawab Sekar dengan ketus.

“Maksud loe?” tanya Nia bingung. “Lihat sini dong Kar,” teriak Nia, kesal menatap wajah temannya yang menunduk.

“Ayah bilang, gue mau di nikahin sama Danil!” teriak Sekar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali.

“Are you serious (apa kamu serius)?” tanya Nia tidak percaya.

“Danil Rahardi Kesuma?” tanya Nia, yang dijawab anggukan oleh Sekar

“Danil anaknya Om Andi, dan Tante Fina?” tanya Nia, sekali lagi Sekar menjawab dengan anggukan

“Danil pacarnya Renata?” tanya Nia untuk ketiga kalinya, dan masih dalam anggukan yang sama Sekar menjawabnya.

“Danil yang musuhnya Ryan?” tanya Nia untuk kesekian kalinya, dan masih saja Sekar menganggukkan kepalanya.

“Danil mantan loe?” tanya Nia untuk terakhir kalinya, dan untuk terakhir kalinya juga Sekar mengangguk.

“WOW!’ teriak Nia senang. “Turut berduka cita deh jeng, buat loe yang sebel banget sama Danil” kata Nia.

“Harusnya loe senang, bahagia tahu,” ucap Nia.

“Enak banget ngomongnya gue harus bahagia.”

“Tapi Danil tuh baik loh, loe beruntung kalau bisa CLBK lagi,”kata Nia, membuat Sekar sebal.

“Daripada loe teriak-teriak buat kepala gue pusing, mendingan loe ke sini deh. Sumpah gue enggak tahu apa yang harus gue lakuin,” kata Sekar dengan sedikit berteriak.

“Tunggu ya,” pinta Nia.

“CEPAT ENGGAK PAKE LAMA!”

Nia sudah menghilang dari pandangannya, sudah di pastikan saat ini dia sudah sampai di bawah, menuju ruang makan di depan kolam renangnya. Minta izin sama mamah dan papahnya, lalu berlari menuju rumah Sekar.

“Pagi, Pak Jajang, Pak Atmo, Mas Yudi, Pak Yadi,” terdengar samar sapaan ramah Nia pada kedua supir dan satpam yang berada di dekat gerbang.

Terdengar bunda dan ayah mengajak sarapan itu berarti sebentar lagi Nia sampai di kamarnya. Tiga, dua, satu.

“Aku datang,” teriaknya dengan nafas yang tidak teratur. Berjalan menuju meja di samping tempat tidur, mengambil gelas, membaliknya, menuangkan air dan menenggaknya dengan sekali tarikan nafas.

"CLBK, Loe pikir Cinta Lama Bisa Kembali, NO WAY!!!" teriak hati Sekar.

Sekar duduk di ujung tempat tidurnya, melamun dan bingung entah apa yang harus dia lakukan.Tidak ada satu alasan atau langkah yang dapat ia lakukan untuk menolak perintah ayah.

Perintah ayah adalah titah. Ia dan penghuni rumah lainnya tidak kuasa untuk membantahnya, terlebih ayah selalu mengatas namakan kebahagiaan dirinya.

“Kar? Loe enggak apa-apa?” tanya Nia lima menit kemudian, nafasnya sudah kembali normal.

“Loe tahu ayah kan? Gue harus gimana dong, Ryan gimana?” tanya Sekar putus asa.

Ponsel Sekar berbunyi, namun ia terlihat tidak akan mengangkatnya. Panggilan itu tidak terjawab.

Kring ..., Kring ..., Kring ...,

Kembali ponselnya berbunyi lagi, dan Sekar masih tidak ingin mengangkatnya.

Kring ..., Kring ..., Kring...,

Untuk ketiga kalinya ponsel itu berbunyi setelah dua panggilan tidak di jawab olehnya. Karena Sekar terlihat tidak akan mengangkat teleponnya,

Nia mewakili Sekar mengangkatnya.

“Adit, kenapa?” tanya Nia yang ternyata pacarnya yang menelepon.

“Sayang, kamu lagi di mana?” tanya Adit dari ujung telepon.

“Di rumah Sekar,” jawab Nia. “Ay, tolong bilang sama Sekar, tadi malam Ryan berkelahi sama Danil. Di Violin, cafe nya Ginda.

“Serius?” tanya Nia panik.

“Iya, enggak ada yang luka-luka serius sih, tapi biasa Ryan merusak mobilnya Danil. Dia memecahkan kacanya dengan batu dan seperti biasa Ryan yang memulai,” kata Adit menjelaskan.

“Ay, sudah dulu yah. Kalau ada apa-apa kabarin aku,” kata Adit, dengan berat hati sebenarnya memberi kabar buruk.

“Ok,” jawab Nia.

“Eh ..., Adit tunggu, ada kabar baru,” teriak Nia sebelum Adit mengakhiri pembicaraannya.

“Apa?” tanya Adit.

“Sekar mau di nikahin sama Danil, dan siang ini acara pertunangannya. Bulan depan mereka akan menikah,” kata Nia menjelaskan.

“Demi apa?” tanya Adit tidak percaya apa yang barusan ia dengar dari Nia.

“Demi cinta ku padamu ay,” jawab Nia.

“Ay.”

“Kapan aku bohong sih,” kata Nia.

“Iya ay maaf. Aku siap-siap dulu, langsung berangkat kesana,” kata Adit mengakhiri pembicaraannya.

“Kabar apa?” tanya Sekar yang menyimak pembicaraan Nia.

Nia menceritakan semua yang dikatakan Adit, Sekar mendengarnya dengan tidak percaya, kekasihnya berkelahi dengan laki-laki yang akan menjadi tunangannya dalam hitungan jam, dan akan menjadi suaminya dalam hitungan minggu.

“Ya Tuhan, aku harus bagaimana?”

***

Kabar Dari Danil

Kring ..., Kring ..., Kring ...

Ponselnya Sekar kembali berdering, dengan sigap Nia mengangkatnya, lalu memberikan smart phone berwarna hitam itu pada Sekar. 

“Danil, mau ngomong sama loe,” ucap Nia, sambil menyerahkan ponselnya pada Sekar.

Sekar menatap benda tipis berwarna hitam yang menunggu diambil oleh dirinya. Namun kemudian dia menggelengkan kepalanya.

Sekar malas mengangkat panggilan Danil, tapi Nia memaksanya untuk mengobrol dengan mantan kekasihnya tersebut.

Sekar masih menggelengkan kepalanya, saat Nia mulai kesal karena Sekar tidak juga nengambil ponselnya.

“Angkat enggak!” kata Nia berbisik, namun tegas.

“Enggak mau,” jawab Sekar, sambil merebahkan tubuhnya di kasur.

“Jawab, sekarang Sekar!” pinta Nia dengan tegas.

Ia memaksa dan memberikan ponselnya pada Sekar, dengan malas Sekar mengambilnya.

“Hallo,” sapanya.

“Bee,” panggil Danil.

Sapaan Danil terdengar sangat menenangkan. Terlebih dia mengucapkan dengan lembut, seperti saat mereka masih menjalin kasih.

Hal ini membuat Sekar terlena, dia sangat merindukan panggilan khas dari Danil.

Mas, mengapa cara memanggil mu masih sama? nada suara mu yang menenangkan dan berat.

Dejavu!

“Iya mas,” jawab Sekar. Ia pun menjawab sapaan Danil dengan panggilan sayang saat mereka masih bersama.

Sekar berusaha mengontrol suaranya. Debaran di dadanya berdetak sangat cepat. Pagi ini jantungnya di paksa berolahraga berat.

“Sudah dengar Bee ...,” ucap Danil, tanpa melanjutkan kata-katanya.

“Iya mas, Sekar sudah di beri tahu. Tadi pagi ayah sudah berbicara ...," ada jeda, kedua nya terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Bee."

"Siang ini ..., mas akan datang bersama keluarga besar, kita bertunangan dan sebulan kemudian akan menikah,” ucap Sekar melanjutkan ucapannya yang belum selesai, terdengar tidak bersemangat.

“Mas juga baru diberi tahu,” ucap Danil.

"Mas."

"Iya Bee."

"Apakah tidak ada yang dapat kita lakukan?"

"Mas akan mencari jalan keluarnya."

"Baiklah mas."

"Saat ini tidak ada yang dapat kita lakukan Bee. Kita tidak dapat melawan perintah kedua orang tua kita."

"Kita tidak bisa menolaknya kah?” tanya Sekar berharap.

“Maaf, untuk saat ini tidak bisa Bee,” jawab Danil.

"Baiklah mas."

“Mas masih memikirkan jalan keluarnya Bee."

"Baiklah mas."

"Mari kita bermain sinetron untuk sementara waktu,” pinta Danil sama lesu nya dengan Sekar.

 “Iya” jawab Sekar.

Danil sadar, saat ini Sekar masih shock dan tidak terima di jodohkan dengan dirinya, dan dia pun masih belum percaya apa yang mamah dan papahnya minta.

“Mmm...Bee,” panggil Danil.

“Iya mas.”

“Semalam mas berantem sama Ryan," ucap Danil masih terdengar walau berbisik.

"Sekar sudah tahu mas, dari Adit."

"Sumpah bukan mas yang mulai,” kata Danil berusaha menjelaskan.

“Tidak apa apa mas,” jawabnya

“Maaf Bee,” ucap Danil meminta maaf.

“Tidak apa-apa mas,” jawabnya sekali lagi

“Ok kalau begitu, sampai nanti Bee,” kata Danil.

“Mas,” panggil Sekar.

“Iya Bee.”

“Eng... enggak jadi.”

“Apa Bee? mas mendengarkan,” ucap Danil.

“Tidak jadi,” katanya lemas.

“Baiklah, mas tagih nanti saat kita bertemu."

"Tidak jadi mas."

"Tidak ada bantahan Bee. Sampai nanti siang,” pamit Danil mengakhiri pembicaraan singkat dengan Sekar.

Sekar terdiam, menyimpan ponselnya di atas tempat tidur. Mengambil bantal dan membenamkan wajahnya.

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!

Sekar berteriak sekuat tenaga, mengulangnya hingga tiga kali. Sedikit lega namun masih ada yang mengganjal.

“BEE!!!"

"Kenapa masih ...,” ucap Sekar.

"Suara nya, kenapa begitu menenangkan?"

"Seakan mengulang masa itu, dejavu!"

Nia menatap sahabatnya saat ini. duduk di depannya dan merapihkan rambutnya.

“Kalian tuh masih saling sayang tahu, tapi gengsi” kata Nia kesal.

"Nia, jangan bicarakan hal yang tidak masuk akal."

"Makan tuh gengsi!"

"Siapa yang gengsi?" tanya Sekar.

"Basi banget deh," Nia semakin kesal dengan jawaban Sekar.

"Mendingan sekarang mandi, biar terlihat lebih segar," pinta Nia.

Sekar masih belum beranjak dari duduknya, tatapannya jauh menatap keluar jendela.

"Nikahnya kan baru bulan depan, apapun bisa terjadi dalam waktu yang singkat ini,” ucap Nia sambil memilih baju yang cocok untuk Sekar pakai di acara pertunangannya siang ini.

"Ni ...,"

"Iya tahu. Benar kan, apa yang gue bilang. Kalian tuh masih saling cinta," ucap Nia tersenyum penuh kemenangan dapat meng-skakmat Sekar.

"Jangan sok tahu."

"Siapa yang sok tahu???"

Sekar mengangkat jari telunjuknya, dan menunjuk Nia.

"Loe boleh bohongi semua orang dengan sikap menolak, ucapan yang ketus, dan wajah nelangsa loe ini. Tapi itu tidak berlaku buat gue."

"Loe tuh cuma bingung satu hal sebenarnya. Ryan!"

"Apa sih Ni," Sekar terlihat kaget dan kesal.

"Benar kan?" tanya nya penuh selidik. "Ayo sekarang mandi, dandan itu butuh waktu sayang," pinta Nia lebih mirip perintah.

Dengan langkah gontai, Sekar bangkit dan menuruti perintah Nia, sebelum dia semakin cerewet.

Dengan cekatan Nia menyiapkan semua yang dibutuhkan Sekar. Mengambil kebaya berwarna peach dipadu kain batik dengan yang senada.

Tidak lama kemudian Sekar keluar dari kamar mandi. Ia terlihat lebih segar, namun wajahnya masih saja di tekuk.

Tanpa membuang waktu Nia langsung meriasnya. Setengah jam kemudian Sekar sudah berubah menjadi seseorang yang berbeda, berkat tangan ajaib Nia.

"Ceria dong Kar," pinta Nia. "Sudah di telepon sama calon tunangan juga."

Sekar hanya diam, sama sekali tidak menanggapi ucapan Nia. wajahnya terlihat datar, tidak ada senyuman.

"Percaya satu hal Kar, bahwa restu orang tua adalah harga mati menuju sebuah kebahagiaan."

"Sok tua, cocok temenan sama bunda."

"Mungkin loe tidak bisa menerima keputusan ayah saat ini. Loe tuh masih kaget, kita lihat siang nanti. Apapun bisa terjadi."

"Iya ah bawel!"

“Kar, apapun yang terjadi berusahalah untuk melakukan yang terbaik."

"Sekar, dengan tulus guw mendukung apa pun yang akan loe lakukan, selama masih mrnggunakan akal sehat."

"Satu yang harus diingat, tidak ada orang tua yang mau ngejerumuskan anaknya.”

Sekar mengangguk, dan sekali lagi memandang dirinya di depan cermin seakan-akan tidak percaya akan apa yang sedang menimpanya saat ini.

“Kamu sudah siap sayang?” tanya bunda Rianti yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

“Masa bunda tidak sadar sih, anaknya yang sedikit bawel itu sudah terlihat sangat cantik,” ucap Nia berusaha mencairkan suasana yang sedikit tegang antara ibu dan anak.

“Kamu juga cantik Nia, sudah semestinya menikah,” kata bunda.

“Belum saatnya bunda, Adit lagi nabung dulu. Kalau sudah terkumpul banyak baru nikah,” kata Nia.

Bunda doakan semoga tabungan kalian cepat terkumpul," ucapnya tulus.

"Aamiin, terima kasih bunda."

“Sekar ayo turun, mas kamu sudah datang,” perintah bunda sambil mengajak Nia.

“Sebentar lagi, Nia sama Sekar turun bunda,” jawab Nia.

“Bunda tunggu di bawah ya, jangan lama-lama loh. Kasian Danil.”

"Siap bunda,” jawab Nia.

“Kasian Danil, emang bunda enggak kasian sama gue yah?” tanya Sekar putus asa.

“Kar, siap?” tanya Nia, yang tidak peduli dengan omelan sahabatnya.  

“Senyum dulu dong” katanya sambil membentuk bibir Sekar agar tersenyum.

“Perfect, cantik pake banget,” kata Nia.

“Ayo saatnya menemui pangeran,” ajak Nia.

Sekar mengangguk walaupun terlihat jelas anggukkan kepalanya terasa berat.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!