Pengadilan Negeri Agama Kelas 1 Jakarta Selatan
Ardiona menunggu kedatangan istrinya, Sabrina. Pria itu duduk dengan gelisah sementara Harry, pengacaranya, melirik judes ke kliennya yang tidak bisa diam.
"Mas Ardi, bisa tenang sedikit?" bisik Harry.
"Kok Brina belum datang?" bisik Ardiona sambil melirik jam Patek Philippe nya.
"Mungkin kena macet."
Ardiona merasa bukan kebiasaan Sabrina untuk jam karet karena dia sangat tahu bagaimana istrinya on time freak.
"Maaf pak Hakim, saya terlambat..."
Ardiona menengok ke belakang dan tampak Sabrina datang dengan pakaian formal ditemani Yudho Sardono, pengacaranya yang juga iparnya. Di belakang, tampak kedua orang tua Sabrina, Lee Yoo Joon dan Brinda Dewanata. Ardiona pun berdiri dan menghampiri kedua orang tua Sabrina untuk Salim. Yoo Joon dan Brinda menerima Salim dari menantunya.
"Selamat pagi appa dan eomma," salam Ardiona.
"Pagi Ardi," jawab Yoo Joon dan Brinda bersamaan dengan nada datar.
"Brina..." Ardiona menoleh ke istrinya.
"Mas Ardi..." jawab Sabrina.
"Ehem. Pak Ardiona dan Bu Sabrina bisa duduk di depan?" panggil hakim ketua pengadilan.
Ardiona pun duduk di tempatnya dan Sabrina duduk di seberang bersama Yudho.
Setelah memastikan data, hakim ketua bertanya ke Ardiona.
"Bagaimana pak Ardiona, apakah anda menerima permintaan cerai dari istri anda, Bu Sabrina? Sebelum saya memutuskan."
Ardiona menoleh ke Sabrina yang hanya memasang wajah datar.
"Sampai kapan pun saya tidak akan menceraikan Sabrina Andara Dewanata Lee. Saya tidak akan pernah mengucapkan kata itu seumur hidup saya!" jawab Ardiona sambil menatap Sabrina.
Sabrina menatap Ardiona. "Mas!"
"Aku tidak pernah mengucapkan talak kepadamu, Sabrina! Tidak sekarang, tidak besok, tidak kapanpun! Kamu akan selalu menjadi istriku.. Selamanya!"
***
Tujuh Setengah Tahun Sebelumnya
Sabrina turun dari kereta yang membawanya dari Yogyakarta ke stasiun Gambir. Gadis itu pun menyeret koper tuanya keluar dari stasiun dan mencari taksi biru yang sudah dipesannya.
"Sudah semua barang bawaannya mbak?" tanya sopir taksi biru itu sambil memasukkan koper-koper Sabrina.
"Sudah pak." Sabrina berusaha menghilangkan cengkok Jogjanya agar tidak dikira orang daerah yang bisa dikadali.
"Baik mbak. Kita ke tempat yang mbak tuju ya?"
Sabrina pun masuk ke dalam mobil setelah sopir paruh baya itu menutup pintu bagasi mobilnya. Tak lama mobil biru itu pun pergi meninggalkan stasiun Gambir menuju ke sebuah rumah kost di daerah Jakarta Barat.
***
Dua Hari Kemudian
Selama dua hari Sabrina memilih menghapal lingkungan sekitarnya karena baginya penting untuk bisa menghapal seluk beluk sekitarnya. Nanti baru dia menjelajah lebih luas karena dia benar-benar buta arah Jakarta. Sekarang dirinya berada di sebuah gedung perkantoran tiga lantai untuk wawancara. Sabrina sudah memasukkan lamaran sebulan sebelumnya dan sekarang dia dipanggil untuk wawancara.
Gadis itu melihat bahwa tidak hanya dirinya yang perempuan tapi ada beberapa ikut wawancara. Sabrina memilih diam dan tidak banyak bicara karena baginya, ini adalah persaingan kerja. Dia datang kesini bukan mencari teman tapi mencari uang!
Sabrina menunggu dengan sabar dan saat gilirannya, dia pun masuk. Di dalam ruang wawancara sudah ada lima orang dengan wajah datar dan mereka seperti menilai Sabrina dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Silahkan duduk, nona Sabrina Santoso. Saya Lewis, manajer HRD di Ramadhan Securitas. Anda orang Jawa?" tanya Lewis sambil membaca CV Sabrina.
"Iya pak Lewis."
"Tapi anda seperti blasteran?"
"Mungkin, saya tidak terlalu memperhatikan fisik saya," jawab Sabrina.
"Anda baru lulus SMA di usia 16 tahun. Anda masih 16 tahun?"
"Usia bukan masalah pak Lewis. Saya kemari untuk bekerja dan kuliah. Ibu saya sudah meninggal dan saya harus membiayai hidup saya sendiri. Saya tahu saya masih muda tapi saya mau belajar," jawab Sabrina tegas.
Lewis dan keempat orang disana bisa melihat keteguhan Sabrina.
"Nona Sabrina, perkenalkan saya Galuh, manajer bela diri Ramadhan Securitas. Saya tahu anda bertekad dan berusaha keras tapi..."
"Anda bisa mengetes kemampuan saya pak Galuh. Sejauh mana saya bisa bela diri!" potong Sabrina.
Galuh menoleh ke arah Lewis.
"Coba saja," senyum Lewis.
Galuh yang berbadan besar itu pun berdiri dan Sabrina melakukan hal yang sama dengan menyingkirkan kursi yang tadi dia duduki hingga suasananya lega.
"Jangan menangis jika kamu kena pukul!"
Sabrina pun memasang kuda-kuda dan semua orang disana menatap penuh minat karena itu bukan kuda-kuda ilmu bela diri yang mereka pelajari.
Galuh pun mengayunkan tangannya yang ditepis Sabrina lalu gadis membalikkan tubuhnya dan menyikut perut Galuh hingga pria itu tersedak. Sabrina pun kembali ke posisinya dan Galuh bisa menguasai kondisi tubuhnya lalu menyerang Sabrina yang sudah siap dengan membalikkan tubuhnya lagi tapi kali ini dia membanting Galuh seperti judo dan saat Galuh terkapar, Sabrina mengarahkan tinjunya ke wajah pria itu.
"STOP!" seru Lewis. "Kamu pakai jurus apa itu?"
"Mix martial art. Saya mempelajari semuanya hingga menguasainya." Sabrina mengulurkan tangannya untuk membantu Galuh berdiri tapi pria itu menyerang Sabrina lagi hingga terlentang. Sabrina tidak mau kalah dan segera mengarahkan kakinya untuk mengangkat tubuh besar Galuh hingga terbang lalu jatuh tersungkur.
Macam gini ya gaeeesss.
"Berhenti Galuh!" perintah Lewis. "Oke nona Sabrina. Kamu sangat mengesankan..." Suara ponsel berbunyi dan Lewis menerimanya. "Ya Boss?" Lewis menatap Sabrina. "Baik Boss."
Sabrina menatap bingung ke semua orang sementara Galuh pun berdiri dan menyalami Sabrina.
"Kamu itu kecil-kecil menyeramkan," ucap Galuh.
"Hanya berusaha yang terbaik, Pak Galuh. No hard feeling?" senyum Sabrina.
"No hard feeling."
Lewis memandang Sabrina. "Nona Sabrina, anda kami terima bekerja disini tapi bukan sebagai bodyguard, belum, karena anda masih di bawah umur. Anda akan menjadi asisten Pak Galuh sebagai administrasi karena pegawai admin yang lama, keluar untuk ikut suaminya yang dipindahkan tugas oleh batalyonnya. Anda bisa bekerja sambil kuliah."
"Jadi sementara saya di bagian admin, Pak Lewis?" tanya Sabrina.
"Iya."
Sabrina tersenyum senang. "Terima kasih pak Lewis."
"Gaji awal anda ikut pegawai kontrak dulu ya karena anda masih belum punya KTP. Pertanyaan saya, tahun depan anda mau masuk KK yang mana? Jogja atau Jakarta? Apakah di Jakarta ada sponsor?"
Sabrina menggelengkan kepalanya. "Saya hanya nekad kemari."
"Kita atur saja nanti Pak Lewis," ucap Galuh. "Toh dia masih 16 tahun. Masih banyak yang dipelajari disini."
Lewis pun mengangguk.
***
Enam Tahun Kemudian
Sabrina
"DOR! DOR! DOR !"
"Nice shot, Brina..." puji Galuh saat melihat hasil tembakan Sabrina.
"Thanks Pak Galuh," senyum Sabrina sambil memasang magazine keduanya.
"Besok kamu sudah mendapatkan klien baru lho."
Sabrina mengarahkan Glocknya. "Semoga bukan cewek! Ribet aku ngawalnya! Kebanyakan drama dan iiissshhh... julidnya!"
"DOR! DOR! DOR!"
"Nggak kok. Kali ini kamu mengawal seorang CEO."
Sabrina menghela nafas panjang. Apalagi CEO cewek. Reseh! "Cewek kah?"
"Nope. Cowok."
Sabrina melepaskan headsetnya. "Siapa namanya?"
"Ardiona Waranggana."
***
Yuhuuuu up Siang Yaaaaaaaa
Akhirnya sepupu Dom yang hilang nongol
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂
"Aku tidak butuh bodyguard, Kakek," ucap seorang pria tampan dengan pakaian kerja formal ke arah pria paruh baya dengan jenggot putih, suit lengkap dan duduk sambil memegang tongkat.
"Ardi, ingat ada yang ingin membunuhmu dengan memberikan paku di minuman kamu. Banyak talent yang ingin menjebak kamu..." ucap pria paruh baya yang dipanggil kakek. "Kakek rasa tidak ada salahnya kamu pakai bodyguard sekarang, Ardiona."
Ardiona menatap datar ke arah kakeknya. Ardiona adalah seorang CEO yang bergerak di bidang FnB. Keluarga Waranggana memiliki perusahaan yang memegang banyak brand restauran, cafe dan drink stall dimana-mana. Ardiona tinggal bersama kakeknya karena kedua orangtuanya sudah meninggal saat Ardiona masih kuliah di bidang bisnis culinary Paris. Kedua orangtuanya dan neneknya meninggal akibat kecelakaan pesawat, meninggalkan Ardiona bersama kakeknya yang bernama Bratajaya.
Ardiona menyelesaikan pendidikannya dan di usia 25 tahun, dia bersama kakeknya, melanjutkan perusahaan keluarga mereka. Jangan dikira keluarga mereka akur, tidak. Oom dan Tante Ardiona ingin menguasai perusahaan keluarga dan berusaha menjatuhkan Ardiona namun kakeknya dikenal pengusaha tangan besi. Tidak perduli itu anak dan menantunya, Bratajaya membuang mereka yang berusaha menghancurkan perusahaan yang dibangun dari jaman ayahnya dengan susah payah.
Bratajaya mencoret anak dan menantunya dari daftar warisan bahkan tidak dimasukkan sebagai bagian dari keluarga Waranggana. Akibatnya, keduanya pun menjadi dendam dan berusaha membunuh keduanya. Bratajaya pun tidak tinggal diam dan membuat mereka tidak dapat kembali ke Indonesia.
"Tapi aku tidak butuh Kakek. Oom Indrajit dan Tante Sissy sudah tinggal di Arizona. Mereka pun tidak bisa masuk ke Indonesia."
"Memang mereka ditahan di Arizona, tapi kan bisa saja mengirimkan orang buat hajar kamu, Ardi," ucap Bratajaya.
"Kakek, mereka di Arizona sudah empat tahun dan sudah punya usaha sendiri disana."
Bratajaya tetap teguh dengan pendiriannya. "Tetap Kakek tidak tenang. Benar kamu ada Ishan, asisten kamu tapi tidak ada salahnya, Ardi."
Ardiona menghela nafas panjang karena percuma ribut dengan kakeknya ya sama-sama keras kepala. Pria berusia 29 tahun itu hanya mengangguk. "Baiklah. Kapan dia datang?"
"Siang ini."
Ardiona melongo. Apa?
***
Ramadhan Securitas Jakarta
Sabrina mempelajari semuanya tentang kliennya yang bernama Ardiona Waranggana. Gadis itu tampak serius di depan laptopnya untuk mencari detail tentang pria itu.
"Harusnya dia punya dua bodyguard, pak Galuh. Bukan aku seorang," ucap Sabrina ke Galuh yang menjadi keluarga angkatnya di Jakarta.
Semenjak Galuh dikalahkan Sabrina, pria itu menjadi wali gadis itu bahkan memasukkannya ke dalam KK nya sebagai adik. Galuh yang tinggal bersama ibunya, seperti mendapatkan adiknya yang hilang. Dulu Galuh punya adik perempuan tapi meninggal karena sakit. Melihat Sabrina, mengingatkan Galuh dengan adiknya hingga dia bersedia menjadi walinya termasuk saat Sabrina membuat KTP dan kuliah.
"Sayangnya, Brina, Ardiona Waranggana adalah pria keras kepala yang menganggap semua aman."
Sabrina mematikan laptopnya. "Oom dan Tante nya memang sudah di Arizona tapi namanya orang dendam kan tahu sendiri pak Galuh."
"Tul! Sudah, kamu bersiap-siap ke W Food deh."
***
Gedung PRC Jakarta
Sabrina menatap gedung tinggi 36 lantai itu dengan perasaan yang aneh, seperti ada sesuatu yang membuatnya berdesir. Gedung itu tidak hanya dipakai PRC Group tapi juga disewakan ke beberapa perusahaan karena memang letaknya sangat strategis di Kuningan. PRC Group sendiri berkantor dari lantai 15 hingga 36 sementara W Food berada di lantai enam hingga sepuluh. Sisa lantai lainnya sudah disewa beberapa perusahaan dan sekarang Sabrina masuk ke dalam lift setelah mengatakan kepentingannya ke satpam.
Sabrina tiba di lantai sembilan, tempat dirinya akan bertemu dengan Bratajaya dan Ardiona Waranggana. Gadis itu mengenakan mantel dan tampak cantik natural dengan make up tipis. Rambutnya dibiarkan tergerai hingga tidak tampak sebagai seorang bodyguard.
Seorang sekretaris yang ditemuinya, meminta untuk menunggu dan Sabrina bisa melihat jika lantai sembilan dan sepuluh ternyata sudah disulap oleh W Food menjadi satu. Sabrina duduk di sofa empuk depan meja sekretaris dan mengedarkan pandangannya. Sabrina menghapalkan layout ruangan itu dan dia bisa melihat ada tangga melingkar ke arah ruangan dengan pintu kayu kokoh. Sabrina memperkirakan itu adalah ruang kerja calon kliennya.
"Nona Sabrina. Pak Ardiona akan segera menemui anda. Mohon tunggu sebentar ya?" ucap sekretaris manis itu.
"Baik nona." Sabrina pun menunggu lagi.
***
"Terima kasih Ika. Saya akan turun sebentar lagi," ucap Ardiona saat Ika memberitahukan bahwa tamunya sudah datang.
Pria itu berbalik ke arah kakeknya. "Kenapa bodyguard aku wanita?"
"Karena wanita itu lebih luwes, Ardi. Dia akan dikira Aspri (asisten pribadi) kamu. Kamu lihat dulu deh. Kakek tidak akan salah pilih orang," jawab Bratajaya tenang sambil menyesap tehnya.
Ardiona menggelengkan kepalanya, kesal dengan Kakeknya yang suka membuat keputusan seenaknya. Ardiona pun keluar dari ruang kerjanya dan berdiri dari atas. Hanya ada satu gadis yang sedang duduk dengan sikap santai tapi waspada. Ardiona menatap dingin ke arah gadis itu dan matanya menilai fisiknya.
Setidaknya tidak malu-maluin kalau dibawa kemana-mana.
Sabrina mendongakkan wajahnya dan melihat wajah kliennya berdiri di depan ruang kerjanya.
"Ika, suruh gadis itu naik."
"Baik pak Ardiona." Ika meminta Sabrina naik menggunakan tangga yang ada disana.
"Terima kasih nona Ika," jawab Sabrina sopan.
"Sama-sama nona Sabrina."
Sabrina pun naik dan Ardiona masuk ke dalam ruang kerjanya dengan membiarkan pintunya terbuka. Sabrina mengetuk pintu dan sebuah suara bariton terdengar di dalam.
"Masuk Sabrina," ucap Bratajaya sambil berdiri dan Sabrina pun masuk ke dalam lalu menutup pintu kayu itu.
"Selamat siang, tuan Bratajaya," senyum Sabrina sambil menyalami pria tua itu.
"Selamat siang, Sabrina. Kamu sudah bertemu dengan cucuku, Adriona."
"Selamat siang tuan Ardiona," senyum Sabrina sembari mengulurkan tangannya namun Ardiona hanya menyimpan kedua tangannya di dalam saku celana pantalonnya.
"Hhmmm..." sahut Ardiona dengan wajah tidak bersahabat.
"Biarkan saja Sabrina. Kita duduk dulu." Bratajaya mengajak gadis itu duduk di sofa sementara Ardiona duduk di kursi kebesarannya.
"Tuan Bratajaya sudah mendapatkan informasi dari Pak Lewis kan?" tanya Sabrina.
"Sudah dan kata Lewis, kamu paling cocok menjadi pengawal Ardi. Kalau boleh tahu, apakah kamu menguasai bahasa asing apa saja?" tanya Bratajaya.
"Tidak banyak, tuan. Selain Inggris, saya menguasai Jerman dan Jepang. Sekarang sedang belajar Korea. Memang di Ramadhan Securitas, kami diberikan pelajaran bahasa asing karena klien kami tidak hanya orang Indonesia tapi juga seluruh dunia."
Bratajaya mengangguk. "Itu sudah bagus, Sabrina. Kemampuan bela diri kamu?"
"Basic saya pencak silat, tapi saya suka belajar berbagai macam bela diri dan dua tahun terakhir fokus di krav maga."
Ardiona hanya diam saja mendengarkan obrolan kakeknya dan Sabrina.
"Menembak?"
Sabrina mengangguk. "Saya punya lisensinya."
"Good. Mulai siang ini, kamu mengawal Ardiona ya!"
Sabrina dan Ardiona melongo.
"EEEEHHH?"
***
Yuhuuuu up Pagi Yaaaaaaaa gaeeesss
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Sabrina mengantarkan Bratajaya ke lobby bersama dengan Ardiona. Kakek itu hendak pulang ke rumahnya karena merasa lelah dan Sabrina sudah menawarkan untuk mengantarkan namun ditolak.
"Tugas kamu adalah mengawal Ardi. Toh aku sudah bersama dengan senior kamu," senyum Bratajaya sambil menunjuk dua pengawalnya yang memang senior Sabrina di Ramadhan Securitas.
"Alhamdulillah, tuan bersama bang Haris dan bang Lukman," senyum Sabrina tulus.
"Kamu tenang saja, Sabrina. Kawal saja cucuku," balas Bratajaya sebelum masuk mobil.
"Sudah Pak Brata?" tanya Haris.
"Sudah Haris. Kita pulang."
"Baik pak. Brina, kawal mas Ardi ya?" ucap Haris ke Sabrina.
"Siap bang. Hati-hati kalian berdua!" Sabrina melambaikan tangannya ke Lukman.
Dua pengawal itu mengangguk dan masuk ke mobil lalu keluar dari area parkir khusus milik W Food. Sabrina pun berbalik dan melihat wajah dingin Ardiona.
"Kamu datang cuma begini saja?" tanya Ardiona dengan nada dingin.
"Iya tuan."
Ardiona pun membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan Sabrina.
Nih orang kenapa sih? - batin Sabrina.
Mereka pun tiba di lantai ruang kerja milik Ardiona dan Sabrina mengikuti pria itu masuk ke dalam ruang kerjanya. Gadis itu menutup pintu, membuat Ardiona menoleh.
"Kamu ngapain ikut saya?"
"Karena saya harus mengawal anda, tuan Ardiona," jawab Sabrina tenang. "Bolehkah saya mendapatkan jadwal acara anda sebulan ini?"
"Kamu minta sama Ika sana!"
Sabrina mengangguk. "Permisi." Sabrina berjalan menuju pintu.
"Kamu tinggal dimana?" tanya Ardiona.
"Saya tinggal di rumah bersama kakak angkat saya Pak Galuh dan ibunya di daerah Tebet."
"Mulai besok, kamu datang jam enam pagi di rumah saya! Tidak mau dengar alasan kamu terlambat!"
"Baik tuan Ardiona," jawab Sabrina patuh. "Saya menemui nona Ika dulu."
"Tunggu! Rumah kamu di Tebet kalau ke Kemang... Berikan nomor telepon Galuh. Biar aku bicara dengannya."
Sabrina memberikan nomor telepon Galuh ke Ardiona yang memberikan kode ke gadis itu untuk keluar dari ruang kerjanya. Sabrina pun mengangguk sopan lalu berjalan menuju pintu.
Ardiona menunggu sampai Sabrina keluar, baru dia menghubungi Galuh.
"Selamat siang," salam Galuh dengan nada tegas seperti biasanya.
"Selamat siang. Saya Ardiona Waranggana. Apakah saya berbicara dengan Galuh, kakak bodyguard Sabrina Santoso?" tanya Ardiona.
"Benar pak Ardi. Ada apa pak? Apakah Brina berbuat kesalahan?" tanya Galuh dan Ardiona mendengar nada sedikit concern disana.
"No. Hanya saja saya baru tahu dia satu agensi dengan dua pengawal kakek saya."
"Ah, Haris dan Lukman."
"Yes. So, karena Sabrina tinggal di Tebet sementara rumah saya di Kemang, bagaimana jika Sabrina tinggal di rumah saya seperti dua rekannya. Lebih efektif kan?" ucap Ardiona. "Anda tahu sendiri Tebet ke Kemang tidak macet itu setengah jam. Kamu macet ..."
"Baik pak Ardi. Biar nanti saya kondisikan dengan Sabrina," jawab Galuh. Ini bukan hal yang pertama bagi Sabrina untuk tinggal di rumah klien karena sebelum-sebelumnya gadis itu juga melakukan hal yang sama demi efisiensi waktu. Biasanya hanya tiga sampai enam bulan dan Bratajaya meminta Sabrina mengawal cucunya selama enam bulan.
"Good. Keep me updated!" ucap Ardiona sambil mematikan panggilannya.
***
"Nona Sabrina akan menjadi Aspri pak Ardiona?" tanya Ika ke Sabrina yang bisa mendengar nada iri di nada bicaranya.
"Iya."
"Saya tidak diberikan note!"
"Saya mendapatkan pekerjaan ini langsung dari tuan Bratajaya," jawab Sabrina datar.
Ika terdiam karena jika boss senior itu sudah bertindak, maka tidak ada yang bisa dia lakukan.
"Ini jadwal pak Ardiona." Ika membagikan jadwal Ardiona ke iPad Sabrina.
"Terima kasih." Sabrina pun duduk di sofa dan mulai membaca jadwal pria menyebalkan itu.
Suara telepon di meja Ika berbunyi dan gadis itu menerimanya. "Siang pak Ardiona," sapa Ika manis. "Baik pak." Ika meletakkan gagang teleponnya dan menatap dingin ke Sabrina. "Nona Sabrina dipanggil pak Ardiona."
"Oh? Baik." Sabrina memasukkan iPadnya ke dalam tasnya lalu berjalan menaiki tangga ke ruang kerja Ardiona dan mengetuk pintunya. Sabrina pun masuk setelah pintu itu terbuka otomatis.
"Anda memanggil saya, tuan?" tanya Sabrina.
"Ya. Saya sudah menghubungi Pak Galuh dan mulai besok pagi, kamu pindah ke rumah saya." Ardiona menatap Sabrina.
"Baik tuan."
Ardiona mengangguk. "Jangan pakai baju yang biasa saja. Berkelas sedikit. Formal yang lebih formal dari ini."
"Baik tuan."
"Kamu sudah mendapatkan jadwal saya?"
"Sudah tuan."
"Bagus. Mulai besok kamu mengawal saya seperti SOP di Ramadhan."
"Baik tuan."
"Jangan kecewakan saya karena saya tahu Ramadhan Securitas adalah perusahaan pengawalan terbaik di Jakarta."
"Baik tuan."
"Sekarang kamu boleh keluar."
"Baik tuan Ardiona. Permisi." Sabrina mengangguk sopan dan berjalan keluar.
Ardiona menatap punggung Sabrina. Kenapa dia memilih menjadi bodyguard kalau bisa menjadi model?
***
Sabrina menunggu Ardiona hingga jam kerjanya selesai. Menjadi seorang bodyguard itu sudah pasti harus bisa mengatur jadwal makan karena bukan tidak mungkin akan berantakan. Sabrina selalu sedia onigiri atau kimbab di tas besarnya serta coklat dan snack protein tinggi plus air putih minimal dua botol.
Ika memperhatikan Sabrina mencorat-coret di iPadnya sambil makan kimbab dengan santainya. Aspri apaan sih dia?
Sabrina lebih suka mengawal CEO karena jadwalnya tidak terlalu padat dibandingkan dengan model atau artis hingga dia ada kesempatan berisitirahat. Hanya saja jika CEO itu sibuk meeting dengan banyak orang, tentu saja Sabrina tidak ada waktu banyak untuk beristirahat seperti ini.
Menjelang jam pulang kantor pukul lima sore, Ika sudah bersiap-siap dan melihat Sabrina memasukkan Ipad-nya di dalam tasnya. Gadis itu pun berdiri saat Ardiona keluar dari ruang kerjanya.
"Sabrina.. Ikut saya." Ardiona mengedikkan kepalanya.
"Baik tuan." Sabrina pun mengikuti Ardiona.
"Ika, jadwal saya sudah diberikan ke Sabrina?" tanya Ardiona saat melihat Ika berdiri.
"Sudah pak Ardi," jawab Ika manis.
"Kita pulang sekarang." Ardiona memencet tombol lift bersamaan dengan para pegawainya juga hendak pulang.
"Sore pak Ardi.." sapa semua orang yang menunggu lift karyawan. Di gedung PRC Group memang ada satu lift khusus untuk CEO dan direktur yang dipakai bersama di semua perusahaan yang ada disana. Masing-masing CEO dan direktur itu memiliki kode sendiri untuk pemakaian lift itu.
"Sore," jawab Ardiona pendek. Pria itu pun masuk bersama dengan Ika dan Sabrina.
"Lho, Aleksei? Tumben pulang cepat?" sapa Ardiona ke pria bule itu.
"Biasa, jemput kekasih hati halal aku," kekeh Aleksei Reeves dengan bahasa Indonesia. "Hai Ika. Lho ini siapa?" Pria bule bermata biru itu menatap Sabrina yang hanya memasang wajah datar.
"Aspri aku yang baru. Sabrina Santoso, Aleksei Reeves. Salah satu CEO PRC Group."
Sabrina dan Aleksei saling bersalaman.
"Senang bertemu dengan kamu, Sabrina," senyum Aleksei.
"Sama-sama tuan Reeves."
Entah mengapa Sabrina merasakan sesuatu saat bersalaman dengan pria bule ini. Perasaan apa ini?
***
Yuhuuuu up malam Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️ 🙂 ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!