Cripp.. Cripp.. Cripp..
Suara burung di pagi hari terdengar sampai ke dalam kamar dan membangunkan seseorang yang sedang tertidur pulas. Seseorang itu langsung terusik dengan suara burung tersebut dan membuatnya terbangun.
"Hoam... Kenapa berisik sekali." Ucapnya yang masih dalam keadaan setengah sadar. Dia langsung mengucek matanya dan menatap jam dinding yang ada di depannya.
"Astaga!! Aku bangun kesiangan." Pekiknya terkejut. Saat itu juga dia langsung bergerak turun dari ranjangnya dan berlari ke arah pintu. Tanpa memperdulikan penampilannya yang masih acak-acakan dia keluar dengan memakai piyama sexy tanpa memakai bra.
Ceklek
"Kejutaaaaan!!"
Deg
"M...m-mas I-indra..." Ucapnya terbata-bata sambil mematung menatap seseorang yang ada di depan matanya saat ini.
"Selamat ulang tahun isteriku, Intan. Maaf, aku mengucapkannya dengan telat. Lihatlah.. Aku pulang dinas membawa cake ulang tahun dengan atasan buah stroberi kesukaanmu."
Ya, dia adalah Intan Novalia. Saat ini dia sedang berulang tahun yang ke 29. Meskipun ucapan selamat dari sang suami terbilang telat, namun itu berhasil membuat dirinya tertegun dan tak menyangka dengan kehadiran sang suami yang kini tepat ada di depan matanya.
Indra selalu sibuk dengan pekerjaannya, dia menjabat Ceo di perusahaan milik ayahnya. Bahkan saking sibuknya, dalam satu bulan dia bisa pergi dalam tiga atau empat kali untuk dinas keluar kota.
"Sayang, ayo tiup lilinnya." Ucapnya sambil membawa cake ulang tahun. Intan hanya busa mengangguk pelan dan meniup api dari lilin tersebut.
"Fiyuuhh.."
Intan meniup lilin tersebut, lalu menatap sang suami. "Kapan kau pulang, hm?"
Raut wajah Intan berubah sendu, sudah dua minggu ini dia di tinggal dinas oleh sang suami dan tentu saja dia sangat merindukan kehadiran sang suami.
"Aku pulang 1 jam yang lalu. Melihatmu tidur, aku tak berani membangunkannya. Lalu saat di perjalanan pulang teringat kalau hari ini adalah hari ulang tahunmu dan saat itu juga aku bergegas untuk pulang cepat dan segera memberikan kejutan kecil ini."
Indra mengucapkan kata yang panjang lebar, Intan hanya menatapnya dan bibirnya tersenyum tipis. Bisa di bilang bahwa saat ini Intan bahagia dengan kehadiran suaminya, dan tanpa menunggu lama, dia langsung memeluk sang suami dengan erat.
Grep
"Aku merindukanmu, mas." Lirihnya sambil memeluk erat. Melihat reaksi itu, Indra mengulum senyumannya dan membalas pelukan sang isteri.
Tiba-tiba Intan mendorong suaminya dan menguraikan pelukannya. Dia tersadar kalau saat ini dirinya belum mandi bahkan pakaian dan rambutnya terlihat acak-acakan.
"T-tunggu, mas. Aku belum mandi, pasti aku bau, kan? Ih.. Kamu sih gak bilang mau pulang, kalau tau mau pulang, aku akan bersiap-siap dan menyambutmu."
Ucapan Intan terdengar sedikit menggerutu namun terlihat manja. Indra hanya terkekeh melihat ocehan sang isteri yang sedang menggerutu panjang lebar.
"Gak papa, kamu selalu paling cantik." Ucapnya dengan mengelus pipi Intan lalu menangkupnya.
"Ishh.. Kamu, jangan buat aku salting, mas." Jawabnya dengan pipi merona dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Indra tiba-tiba memeluk pinggang sang isteri dan menatapnya dengan intens. Intan merasa bingung dengan reaksi Indra yang terus menatapnya, intan pun mencoba mengalihkan pandangannya.
"Katakan, apa kado yang kamu inginkan? Aku akan mengabulkannya." Ucapnya tiba-tiba.
Awalnya tatapan Intan menatap ke arah lain, dan setelah mendengar ucapan Indra, Dia pun menoleh kembali dan beralih menatap suaminya dengan semangat.
Yaa.. Yang di inginkan Intan bukanlah kado mewah seperti, mobil, tas, perhiasan dan uang. Barang-barang tersebut sudah cukup baginya saat ini. Yang dia inginkan yang tak lain adalah menghabiskan waktu berdua bersama sang suami di atas ranjang untuk saling memuaskan.
Tersirat dalam fikiran Intan untuk mengajak suaminya berhubungan panas di atas ranjang. Karena bisa di bilang, sudah lama Intan merindukan sesuatu yang hangat bersama suaminya.
"Aku......."
"Ah, aku ingat! Bukankah kamu dulu pernah berkata ingin jalan-jalan ke hawai? Aku akan membeli tiketnya dan ayo kita pergi berlibur." Ucap Indra. Mendengar suaminya mengatakan itu, Intan mengerutkan dahinya dan merasa jengkel saat mendengar ucapan Indra.
Saat ini yang di inginkan Intan bukanlah itu. Apakah Indra tidak merindukan dirinya atau bagaimana. Intan merasa heran, kenapa suaminya tak paham juga.
"Lho, kok liburan sih, mas?" Ucapnya ketus.
"Hm, lalu? Apa ucapanku salah, sayang? Tapi aku ingat kok, kamu pernah bicara ingin pergi ke hawai." Jawab Indra dengan yakin.
Karena Intan malas berdebat di pagi hari, dia pun menepis tangan sang suami lalu melangkahkan kakinya kembali untuk masuk ke dalam kamar.
"Sayang, kenapa kamu......"
Ting.. Tong...
Bel pintu apartemen Indra dan Intan berbunyi. Posisi Indra yang cukup dekat dengan pintu keluar, saat itu juga dia pun bergegas langsung ke arah pintu untuk membuka dan melihat siapa yang datang.
Ceklek
"Paket!!"
Indra terkejut, saat dia membuka pintu tiba-tiba ada seorang kurir pengiriman barang yang berdiri di luar pintu apartemennya.
"Paket?" Indra menaikan satu alisnya dan menatap heran. Pasalnya, dirinya mau pun Intan, tidak pernah memesan paket lewat mana pun. Dan jika mereka membutuhkan sesuatu, mereka langsung membeli barang-barang tersebut ke mall.
"Ya, paket ini bertuliskan atas nama bapak Doni Pratama?"
Indra semakin heran, paket tersebut tiba-tiba nyasar ke rumahnya, padahal nama-nama pembantunya tak ada nama yang di sebutkan kurir tersebut.
Tap.. Tap.. Tap..
"Ada apa ini, mas? Kenapa berisik sekali?"
Saat itu juga Indra menoleh dan menatap Intan. "Apakah pembantu kita ada yang bernama Doni?"
"Haa? Gak ada tuh, pembantu baru kita juga namanya adalah pak komar. Dan dia juga hanyalah sopir panggilan."
Pembantu rumah mereka hanya bekerja mulai dari jam sembilan pagi sampai jam tiga sore, setelah itu mereka pulang. Indra dan Intan tinggal di apartemen mewah.
"Anda salah rumah, Suami saya bukan Doni. Dan kami tidak pernah memesan paket apapun." Jawab Intan dan meyakinkan tukang kurir.
Drap.. Drap.. Drap..
"Maaf, itu paket saya!" Pekik seseorang yang sedang berjalan cepat ke arah mereka. Intan maupun indra, langsung menoleh menatap seseorang tersebut.
"Eh, m-maaf.. Sepertinya saya salah rumah." Kurir tersebut meminta maaf pada Intan dan juga Indra. Dan setelah itu kurir pengiriman barang memberikan paket tersebut pada Doni.
"Terima kasih." Ucap Doni dengan singkat. Tak lama kemudian kurir tersebut langsung pergi setelah menyerahkan paketnya.
Saat sebelum Doni melangkahkan kakinya untuk pergi, dia pun menyapa Intan dan Indra terlebih dahulu. Setelah kejadian tersebut, Doni merasa tak enak dengan mereka berdua.
"Maafkan saya, saya baru pindah kemarin malam kesini. Salam kenal, saya Doni." Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.
"Ah, anda tetangga baru? Hallo, nama saya Indra." Menjabat tangan Doni.
Entah kenapa pandangan Intan tak bisa menghindar, dia terus menatap Doni dengan tatapan intens. Bisa di bilang Doni ini cukup tampan, tubuhnya yang gagah dan rambut side part yang pantas dengan gayanya.
"Aku, intan." Ucapnya dengan senyum manisnya. Mendengar nama yang keluar dari mulut Intan, Doni pun langsung menoleh. Dia melihat pakaian Intan yang cukup sexy dengan piyama tidurnya dan tanpa mengenakan bra.
Srett
Doni langsung mengalihkan pandangannya kembali saat melihat Intan, dia pikir dia tak boleh menatap isteri orang dengan seperti itu. Namun entah mengapa, wajah Intan benar-benar adalah tipe idealnya. Selain cantik, Intan juga memiliki hidung yang mancung, tahi lalat di bawah matanya dan juga di atas dagunya.
"Kapan kamu akan menikah?" Pertanyaan seseorang tersebut membuat Doni terkejut. Entah kenapa Doni selalu enggan menjawabnya dan selalu mengalihkan pertanyaan tersebut.
"Bu.. Aku masih belum kepikiran kesana, jangan membahas itu lagi." Ucapnya sedikit kesal.
Bisa di bilang usia Doni ini cukup mapan. Saat ini usianya tepat 34 tahun, dia masih ingin terus mengajar menjadi dosen di universitasnya sekarang.
Bukan tak ingin dia menjalin hubungan lagi dengan seorang wanita, namun dia pernah gagal dalam menjalani sebuah hubungan yang kandas karena terjadinya perselingkuhan. Mungkin bisa di bilang kalau Doni sedikit trauma dan enggan memikirkan tentang pasangan, apalagi sampai menikah.
"Astaga, usiamu sudah matang dan sudah waktunya untuk menikah, nak. Anak teman-teman ibu juga sudah pada menikah, kenapa kamu yang memiliki wajah rupawan dan mapan ini masih saja jomblo?!"
Orang tua Doni terus mengoceh panjang lebar, Doni dengan cepat menutup telinganya agar tak mendengar ocehan ibunya lagi.
"Bu, bisakah kau pulang sekarang? Aku akan bersiap-siap untuk pergi ke kampus." Ucap Doni sedikit tegas.
Ibunya melototkan matanya saat putera semata wayangnya mengusirnya secara halus. Meski ibunya sudah terbiasa dengan sikap ketus dan acuh sang putera, dia pada akhirnya mengalah dan beranjak dari duduknya.
"Baiklah, ibu pulang sekarang. Dan ibu tidak akan menyerah untuk cepat-cepat menyuruhmu menikah. Dan pastinya, minggu depan ibu akan kesini lagi." Tuturnya langsung pergi melangkahkan kakinya keluar dari apartemen Doni. Doni pun menghela nafasnya sejenak setelah ibunya pergi.
"Huft.. Aku benar-benar muak mendengar ibu mengatakan itu. Menikah? Apa ibu lupa jika dulu aku di selingkuhi oleh Amara. Bagaimana aku memulai kembali suatu hubungan, aku saja sedikit trauma."
Yang membuat Doni sedikit trauma adalah perselingkuhan yang di lakukan dulu mantan kekasihnya yakni Amara, dia memergoki langsung dengan mata kepalanya sendiri melihat sang mantan kekasih sedang melakukan hubungan terlarang di atas ranjang bersama pria lain.
"Aku benci ketika aku mengingat kejadian itu." Gumamnya.
Ting.. Tong..
Doni terkejut mendengar bel nya berbunyi kembali. Dia pun memijit pelipisnya dan mengira ibunya datang kembali.
Ceklek
"Ada apalagi sih, bu......"
"Eh...?" Seseorang mendongak terkejut ketika mendengar ucapan Doni.
Saat itu juga Doni mematung seketika. Bagaimana tidak, dia mengira bahwa seseorang yang memencet bel pintunya itu adalah ibunya, tapi ternyata dia salah, orang yang ada di depan matanya saat ini adalah orang lain. Bukanlah ibunya, yakni Intan.
"M-mbak Intan...?"
"Ah, apa saya mengganggu anda? Maaf sebelumnya, mas." Intan sedikit menundukan kepalanya merasa tak enak karena sudah bertamu di jam yang tidak tepat.
Doni berusaha mencairkan suasana dan membuat Intan agar melanjutkan kembali maksud kedatangannya.
"Tidak, mbak. Saya hanya terkejut. Saya mengira itu orang lain, ternyata mbak intan." Ucapnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ini. Saya membawakan cake ini untuk anda. Kebetulan hari ini saya berulang tahun dan cake ini cukup banyak, saya bagikan ke mas Doni yang kebetulan menjadi tetangga baru saya." Intan menyerahkan beberapa potong cake tersebut pada Doni.
Doni langsung menerima cake tersebut dan tersenyum tipis pada Intan. Melihat itu, entah kenapa Intan merasa aneh, senyum manis Doni membuatnya terasa ada kupu-kupu yang menggelitik dalam perutnya.
Bahkan aroma maskulin dari tubuh Doni, membuat Intan tiba-tiba mendekat untuk lebih mencium wangi aroma tersebut.
Srukkk
"Astaga!!" Pekik Doni terkejut saat cake yang dia pegang tiba-tiba jatuh dan mengenai baju yang Intan kenakan.
"Duh.. Bajuku..." Ucapnya menunduk untuk melihat bajunya yang kotor karena cake. Intan mencoba untuk membersihkannya namun malah semakin kotor.
Doni dengan sigap menawarkan kamar mandinya pada Intan untuk membersihkan bajunya yang kotor. "Mbak, ayo masuk saja ke dalam, anda bisa membersihkannya di kamar mandi saya."
"Eh, tapi...."
"Tidak papa. Ayo masuk saja, mbak." Doni membukakan pintu apartemennya dengan lebar dan mempersilahkan Intan untuk masuk ke dalam. Meski sebenarnya niat Doni ini baik, namun di sisi lain, dia malah memberikan jebakannya sendiri yang akan berujung fatal.
Dan setelah itu...
Suara air keran dari kamar mandi terus keluar, Intan cukup lama di kamar mandi dan membuat Doni sedari tadi mondar mandir menunggu di luar kamar mandi.
Batin Doni bahkan sampai heran, kenapa Intan lama sekali di kamar mandi. Apa yang terjadi dengannya di dalam? Bukannya membersihkan baju yang terkena cake tidak membutuhkan waktu lama. Dan akhirnya Doni memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar mandi.
Tok.. Tok.. Tok..
"Mbak Intan, apa anda baik-baik saja?" Tanyanya di luar pintu. Suara air dari keran pun tiba-tiba berhenti. Dan tak lama kemudian Intan pun muncul membukakan pintu kamar mandi.
Ceklek
"Mas Doni.. Bisakah anda menolong saya?" Ucap Intan dengan memasang wajah sendunya yang hampir menangis.
Melihat itu Doni terkejut dan menunjukan sedikit kepanikan dalam dirinya, Doni pun berusaha menanyakan apa yang terjadi pada intan. "Ada apa, mbak? Apa mbak terluka?"
"C-cincin pernikahan saya masuk ke dalam saluran pembuangan, mas. Saya tak sengaja menjatuhkannya saat saya sedang mencuci tangan saya." Ucapnya menjelaskan panjang lebar.
Mendengar itu Doni pun terkejut, bahkan dia sampai mengerutkan dahinya. Benda kecil tersebut terbilang sakral dalam pernikahan. Dan jika itu hilang, situasinya akan menjadi gawat.
"Mbak, mbak tenang dulu ya.. Saya akan mencoba membantu mbak Intan." Ucapnya dengan lembut mencoba menenangkan Intan.
"Hiks.."
Alih-alih membuatnya tenang, justru Intan malah menangis di depan Doni. Melihat Intan seperti itu, Doni tanpa fikir panjang dan langsung memeluk Intan.
Greb
Doni paham, meskipun dia mencoba untuk membantunya, namun tetap saja. Benda tersebut tidak akan bisa kembali lagi.
"Mbak, jangan menangis. Lebih baik anda beritahu mas Indra saja sekarang, atau........"
"Gak! Jangan sampai mas Indra tahu." Ucapnya memotong pembicaraan Doni.
Doni cukup terkejut melihat reaksi Intan, dia pun hanya terdiam dan mengusap-usap punggung Intan. Dia memang lebih baik diam dari pada mengucapkan kata yang salah.
Merasa lebih baik, Intan mencoba mengurai pelukan dan mendorong Doni dengan pelan. Mata Doni tak sengaja melirik sesuatu yang menonjol dari baju Intan yang transparan.
"M-mbak.. Saya akan membawakan handuk untuk anda." Ucapnya sambil mengalihkan pandangannya.
Baju Intan berwarna putih dengan memakai bra hitam di dalamnya. Bra tersebut terpampang jelas karena Intan memakai baju yang baru saja dia bersihkan dengan air.
"Terima kasih, mas."
Doni hanya mengangguk pelan dan mencoba untuk melangkahkan kakinya. Namun sebelum melangkah, tiba-tiba sesuatu pun terjadi.
Srettt.
"Aww...." Intan meringis saat rambutnya tersangkut di kancing baju kemeja milik Doni.
"Astaga, sebentar!" Pekiknya terkejut dan mencoba untuk melepaskan rambut Intan dari kancing bajunya.
Doni berusaha melepaskan rambut Intan dengan pelan, Intan pun hanya meringis karena rambutnya sedikit ketarik. Saat Doni sedang fokus untuk melepaskan rambut Intan, justru Intan malah fokus ke dada bidang Doni yang terlihat bagus dan otot perutnya terlihat bentukan sixpack.
Tanpa sadar Intan malah menyentuh benda tersebut dan membuat Doni meremang terkejut. Intan pun dengan santainya mengelus-elus bentukan roti keras tersebut tanpa memperdulikan reaksi Doni.
"M-mbak Intan.. A-apa yang anda lakukan..?"
"Eh....?" Intan terkejut dan langsung mendongakan kepalanya. Dan di situ juga Doni menunduk untuk melihat apa yang sedang Intan lakukan.
Posisi mereka cukup dekat, hidung mereka sedikit menempel dan hembusan aroma mint Doni membuat suasana semakin panas. Bahkan Doni dengan susah payah menelan ludahnya karena melihat situasi mereka saat ini.
Tap.. Tap.. Tap..
"Eh, kunci mobilnya mana..?" Ucap Indra sambil merogoh sakunya. Dia lupa mengambil kunci mobil miliknya dan mengira benda tersebut sudah ia masukan ke dalam saku.
Indra menghela nafasnya sejenak, dia sebenarnya malas untuk kembali ke apartemennya.
"Huft.. Aku tak berani menyuruh Intan untuk membawakan kunci kesini. Entah apa yang membuatnya kesal, sampai-sampai dia enggan bicara denganku."
Terpaksa Indra melangkahkan kakinya kembali untuk masuk ke dalam lagi, dia lebih baik mengambil kunci mobilnya sendiri dari pada menyuruh isterinya yang saat ini sedang dalam mode sangar.
Sebenarnya mudah, Indra harusnya peka pada sikap isterinya saat ini. Sudah 2 minggu dia tak menyentuh Intan, wajar saja Intan merindukan sesuatu yang hangat apalagi dalam urusan ranjang.
Dan yang lebih parahnya, Indra malah izin pergi ke rumah orang tuanya dulu di saat hari ulang tahun Intan. Bukan tanpa alasan, Indra ingin memberikan titipan yang di ingkan oleh ibunya.
"Kenapa Intan gak mau ikut, ya? Apa dia tidak merindukan orang tuaku? Aku benar-benar tak paham dengan sikapnya saat ini. Tapi, tak papa. Mau bagaimana pun dia, aku tetap mencintainya."
Dalam lift, Indra terus bergumam. Dia menatap ponselnya dengan wallpaper foto sang isteri. Jari telunjuknya mencoba mengelus foto tersebut sambil menunjukan senyum tipisnya.
Ting
Saat itu juga, Indra keluar dari lift dan berjalan menuju apartemennya. Kemudian Indra pun menekan sandi pintu lalu membukanya.
Ceklek
Dengan membuka pintu yang pelan, Indra menatap seluruh ruangan yang nampak sepi. Dia merasakan kalau Intan seperti sedang tak ada di rumah.
"Sayang...?"
"Intan, apa kamu sedang mandi?"
Langkah kaki Indra terus berjalan menulusuri beberapa ruangan. Tak ada jawaban dari Intan, namun hanya keheningan yang ada. Indra mengerutkan dahinya merasa aneh, kepanikan muncul dalam dirinya
"Intan kemana..? Ponselnya ada disini. Tapi, kenapa orangnya gak ada? Kalau memang dia pergi, seharusnya dia membawa ponselnya, kan? Dan lagi, aku tidak bertemu dengannya di bawah."
Indra merasa bingung, kemana sebenarnya perginya Intan? Pasalnya, jika Intan pergi ke minimarket terdekat pun, dia tidak pernah lupa untuk membawa ponselnya.
Dengan cepat Indra mengambil kunci mobilnya dan berlari keluar apartemen untuk mencari Intan. Rasa menyesal Indra yang sudah membuat sang isteri marah, dirinya kini merasa khawatir dan panik.
Lalu setelah Indra pergi, tiba-tiba pintu apartemen Doni pun terbuka.
Ceklek
"M-maafkan saya, mas Doni. Saya sudah membuat anda merasa tak nyaman." Ucap Intan sambil menundukan kepalanya karena merasa malu.
Gelagat Doni pun menunjukan kebingungan bercampur dengan rasa malu. Bagaimana tidak, sesuatu telah terjadi antara mereka tadi.
"Ah.. tidak papa, mbak. Tidak perlu meminta maaf." Timpalnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Entah apa yang terjadi tadi, situasi mereka saat ini benar-benar gugup. Intan bahkan memalingkan wajahnya karena tiba-tiba terasa panas.
"Itu.. Ah, saya.. Kalau begitu, saya mau bersiap-siap dulu untuk pergi mengajar." Ucapnya sambil melirik Intan yang masih memalingkan wajahnya menatap ke arah lain.
Doni pun mengerti dan tak mau untuk membahas itu.
"Ya, silahkan, mas." Ucap Intan sambil mengangguk cepat. Saat itu juga, Doni pun masuk ke dalam apartemennya lagi.
Intan masih tetap tak berani menatap wajah Doni. Dia hanya berdiri di luar sambil menghela nafas sejenak merasa lega dengan situasinya sekarang.
"Huft.."
Intan menghela nafasnya sejenak sambil mengelus dada. Pikirannya saat ini kacau dan beberapa kali dia pun menggelengkan kepalanya. "Apa yang kau lakukan Intan! Kau benar-benar tak tahu malu. Bisa-bisanya kau melakukan itu."
Puk
Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Intan dari belakang, dia pun terkejut dan langsung menoleh ke arah belakang.
"Hosh.. Hosh.. Sayang..!"
Mata Intan terbelalak saat melihat seseorang yang tak lain adalah sang suami tepat berada di depan matanya. Kepanikan muncul dari raut wajah Intan. Hatinya pun bertanya-tanya, apakah Indra melihatnya sejak tadi.
"M-mas.. Bukankah tadi kamu sudah berangkat?" Tanyanya dengan terbata-bata. Intan bahkan melihat Indra yang seperti habis berlari karena sang suami terlihat seperti mengatur nafasnya sejak tadi.
"Aku mencarimu, Intan. kenapa kamu ada di depan pintu apartemen mas Doni?"
Deg
Pertanyaan Indra membuat Intan mematung dengan ekspresi terkejut. Dia tak berani menatap suaminya dan malah menunjukan rasa paniknya.
"Kuharap.. Mas Indra gak salah paham." Gumam Intan mencoba melirik sang suami meski takut.
Bisa di bilang saat ini Intan sedang ketar-ketir dengan situasinya, dia gak ingin Indra salah paham, apalagi jika tahu apa yang terlah terjadi antara Intan dan Doni.
Indra menatap lekat sang isteri untuk mendengarkan penjelasan tentang maksud Intan yang sedang berdiri di depan pintu apartemen Doni.
"Aku........"
******
Sebelumnya....
30 menit yang lalu, saat Doni mencoba melepaskan rambut Intan yang tersangkut di kancing bajunya, Intan tanpa sadar menyentuh dada bidang Doni beserta otot perutnya.
Doni saat itu juga terkejut dan menundukan kepalanya menatap apa yang sedang Intan lakukan. "A-apa yang sedang anda lakukan, mbak Intan...?"
Intan tersadar lalu mendongakan kepalanya. Namun tanpa sengaja, hidung mereka sedikit menempel, hembusan aroma mint dari Doni membuat mata Intan tertuju pada bibir pria yang ada di depannya.
Glek
Entah kenapa, saat ini bibir Doni seperti meminta untuk di cium. bentuk bibirnya yang bagus, bagian atas terlihat tipis namun bibir bawahnya tebal. Tanpa sadar tangan Intan menyentuh bibir tersebut dan mengusapnya pelan.
Deg.. Deg.. Deg..
Jantung Doni berdetak dengan kencang, dia pun mematung seketika saat bibirnya di sentuh seorang wanita. Padahal posisi Doni saat ini bisa saja dia mendorong Intan. Namun entah kenapa, tangannya tiba-tiba mati rasa dan malah seperti pasrah saat Intan melakukan itu.
"Aku ingin menciumnya."
Mata Doni terbelalak sempurna, entah hantu apa yang merasuki tubuh Intan sehingga dia dengan beraninya melontarkan kata-kata yang tak masuk akal tersebut.
Dahi Doni mengerut, hatinya bahkan berkata-kata. Apa yang Intan ucapkan? Dia sangat terkejut dengan ucapan sepele tersebut yang mempunyai makna negatif. Bukan tanpa sebab, posisi Intan yang tak lain berstatus isteri orang sangat tak pantas mengatakan hal tersebut.
Terlepas dari masalalu nya, dia sangat benci dengan perselingkuhan maupun pengkhianatan, apalagi sekarang Intan sudah melakukan kontak fisik dengannya.
Grep
Tiba-tiba Doni menyentuh tangan dan menatap Intan dengan tatapan tajam. "Apa yang anda lakukan, mbak Intan?"
Deg
Dengan cepat Intan langsung tersadar dan menarik kembali tangannya yang baru saja mendarat di bibir Doni. Dia merasa malu dan kacau saat ini, bahkan Intan tak berani menatap Doni.
"M-maaf.. Tanpa sadar saya sudah melakukan hal yang ceroboh."
Bukan tak ingin Doni melakukan hal yang sama, dia sadar dengan posisinya dan juga status Intan bukanlah wanita yang tidak akan bisa dia miliki.
"Ah, t-tidak papa." Jawabnya tiba-tiba gugup.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!