Seorang pemuda bernama Arya Pratama yang hidup di Jakarta tahun 2030. Dia menemukan bahwa dirinya memiliki kemampuan supernatural untuk mengendalikan listrik. Namun, kekuatan ini membawanya ke dalam konflik berbahaya antara kelompok-kelompok rahasia yang memperebutkan kendali atas kota.
Arya Pratama menghela nafas panjang sambil menatap layar komputer di hadapannya. Jam digital di sudut ruangan menunjukkan pukul 23:45, namun kantornya masih dipenuhi suara ketikan dan gumaman pelan rekan-rekan kerjanya. Sebagai seorang programmer di salah satu perusahaan teknologi terbesar di Jakarta, lembur hingga larut malam sudah menjadi rutinitas baginya.
"Ayo, Ar. Tinggal sedikit lagi," gumamnya pada diri sendiri, jemarinya kembali menari di atas keyboard dengan kecepatan tinggi. Proyek yang sedang dikerjakannya harus selesai malam ini juga, tak peduli berapa lama ia harus terjaga.
Tiba-tiba, lampu di ruangan berkedip beberapa kali. Arya mengangkat kepalanya, mengerutkan dahi. Hal ini sudah terjadi beberapa kali dalam seminggu terakhir, namun tak ada yang tahu penyebabnya. Beberapa rekannya mulai berbisik-bisik tentang kemungkinan gedung mereka berhantu, tapi Arya terlalu rasional untuk mempercayai hal-hal seperti itu.
Ketika ia kembali fokus pada pekerjaannya, sesuatu yang aneh terjadi. Layar komputernya berkedip, kode-kode yang telah ia tulis selama berjam-jam mulai berantakan. "Tidak, tidak, tidak!" serunya panik, jemarinya dengan cepat menekan tombol untuk menyimpan pekerjaannya.
Namun, sebelum ia sempat melakukannya, seluruh listrik di gedung padam. Kegelapan pekat menyelimuti ruangan, diikuti dengan seruan kaget dari rekan-rekannya. Arya merasakan jantungnya berdegup kencang, campuran antara frustrasi dan ketakutan.
Dalam kegelapan itu, ia merasakan sesuatu yang aneh. Seperti ada aliran energi yang mengalir melalui tubuhnya, membuat ujung jari-jarinya terasa geli. Tanpa sadar, ia mengangkat tangannya, dan seketika itu juga, percikan-percikan kecil listrik muncul di ujung jarinya.
Arya terkesiap, matanya melebar tak percaya. "Apa yang...?" bisiknya pada diri sendiri, namun kata-katanya terputus ketika listrik kembali menyala.
Ruangan kembali terang, diiringi helaan nafas lega dari semua orang. Namun Arya masih terpaku, matanya menatap tangannya yang kini tampak normal. Apakah yang baru saja ia lihat hanya ilusi akibat kelelahan?
"Hei, Arya! Kau tidak apa-apa?" Suara Dian, rekan kerjanya, membuyarkan lamunannya.
Arya mengerjapkan mata, berusaha kembali ke realitas. "Ah, ya... aku baik-baik saja," jawabnya, meski pikirannya masih berkecamuk.
Ketika ia kembali menatap layar komputernya, Arya terkejut. Semua kode yang ia kira hilang, kini tampak utuh dan bahkan lebih lengkap dari sebelumnya. Seolah-olah ada yang menyelesaikannya selama listrik padam.
Arya menggigit bibirnya, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah kekuatan aneh yang ia rasakan itu nyata? Dan jika benar, apa implikasinya bagi hidupnya?
Tanpa ia sadari, malam itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Sebuah kekuatan misterius telah terbangun, dan Arya Pratama akan segera mengetahui bahwa dunia yang ia kenal selama ini jauh lebih kompleks dan berbahaya dari yang pernah ia bayangkan.
Arya berfikir keras, apakah ini titik awal kehancuran. jiwanya berkecamuk pikirannya tidak tenang dan gelisah. Bagaimana ini apa yang harus aku lakukan, arya pun berdoa. ya tuhan jika ini sudah engkau takdirkan untuku maka permudahkanlah jalan langkahku. Ucap Arya dengan penuh gegelisahan hati dan pikirannya.
Nyi Roro dan Persaudaraan Elemen. Kita juga melihat perkembangan konflik dengan adanya ledakan misterius di pusat kota. Arya kini berada di ambang petualangan besar yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Arya dan Nyi Roro berlari menyusuri jalan-jalan Jakarta yang kacau. Orang-orang berlarian panik, beberapa mobil terparkir sembarangan di tengah jalan. Asap hitam semakin tebal, menyelimuti langit kota.
"Apa sebenarnya yang terjadi?" tanya Arya, nafasnya terengah-engah.
Nyi Roro menjawab tanpa menoleh, "Kelompok yang menamakan diri mereka 'Api Abadi'. Mereka adalah pengendali api yang ingin menguasai kota ini."
Mereka berbelok ke sebuah gang sempit. Di ujung gang, Arya melihat pemandangan yang membuatnya terkesiap. Sebuah gedung tinggi terbakar hebat, api menjilat-jilat hingga ke lantai teratas.
"Astaga..." gumam Arya.
Nyi Roro mengeluarkan kristal biru dari tasnya. "Arya, dengarkan aku. Kau harus fokus. Rasakan energi di sekelilingmu. Listrik ada di mana-mana, dalam setiap benda elektronik, dalam udara. Kendalikan itu."
Arya menutup matanya, berusaha merasakan apa yang Nyi Roro katakan. Perlahan, ia bisa merasakan aliran energi di sekitarnya, seperti ribuan benang tak kasat mata yang bergetar.
Tiba-tiba, terdengar tawa menggelegar. Seorang pria dengan jubah merah muncul di hadapan mereka, dikelilingi oleh kobaran api.
"Ah, Nyi Roro. Sudah kuduga kau akan datang," ujar pria itu dengan nada mengejek. "Dan siapa ini? Murid barumu?"
Nyi Roro memasang posisi siaga. "Guna Api. Hentikan semua ini sekarang juga!"
Guna Api tertawa lagi. "Menghentikan? Kami baru saja memulai! Jakarta akan menjadi milik Api Abadi!"
Dengan gerakan cepat, Guna Api melemparkan bola api ke arah mereka. Nyi Roro berhasil menghindar, tapi Arya terlambat bereaksi.
"Arya!" teriak Nyi Roro.
Secara naluriah, Arya mengangkat tangannya. Seketika, sebuah perisai listrik terbentuk di depannya, menelan bola api itu.
Guna Api terkejut. "Pengendali listrik? Menarik..."
Arya menatap tangannya dengan takjub. Ia bisa merasakan kekuatan mengalir deras dalam tubuhnya.
"Bagus, Arya!" seru Nyi Roro. "Sekarang, fokuskan energimu. Padamkan api itu!"
Arya mengangkat kedua tangannya ke arah gedung yang terbakar. Ia membayangkan listrik sebagai air, mengalir dan memadamkan api. Perlahan tapi pasti, kilatan-kilatan listrik biru mulai menyelimuti gedung, melawan api yang membara.
Guna Api menggeram marah. "Tidak akan kubiarkan!" Ia melemparkan lebih banyak bola api, tapi kali ini Arya siap.
Dengan gerakan lincah, Arya menangkis setiap serangan dengan perisai listriknya. Sementara itu, Nyi Roro mulai merapalkan mantra, tangannya bergerak membentuk simbol-simbol aneh di udara.
"Arya, tahan dia sebentar lagi!" seru Nyi Roro.
Arya mengangguk. Ia memusatkan energinya, membentuk sebuah jaring listrik besar yang mengelilingi Guna Api.
"Kau pikir bisa menahanku dengan ini?" ejek Guna Api, berusaha membakar jaring listrik itu.
Namun sebelum ia berhasil, Nyi Roro menyelesaikan mantranya. Sebuah lingkaran cahaya muncul di bawah kaki Guna Api, memerangkapnya.
"Tidak!" teriak Guna Api saat tubuhnya mulai tenggelam ke dalam lingkaran itu.
Dalam sekejap, Guna Api menghilang. Bersamaan dengan itu, api yang membakar gedung pun padam sepenuhnya.
Arya jatuh berlutut, kelelahan. Nyi Roro menghampirinya dan membantu ia berdiri.
"Kerja bagus, Arya," puji Nyi Roro. "Tapi ini baru permulaan. Guna Api hanyalah satu dari banyak ancaman yang akan kita hadapi."
Arya mengangguk lemah. "Aku... aku masih tidak percaya semua ini nyata."
Nyi Roro tersenyum. "Percayalah, Arya. Kau memiliki kekuatan yang luar biasa. Dan Jakarta membutuhkanmu."
Saat mereka berjalan meninggalkan lokasi kejadian, Arya merasakan beban baru di pundaknya. Ia bukan lagi sekedar programmer biasa. Kini, ia adalah pelindung kota, seorang pengendali listrik yang harus belajar menguasai kekuatannya sebelum ancaman berikutnya datang.
Di kejauhan, sirine polisi dan ambulans masih terdengar.
Matahari baru saja terbit ketika Arya membuka matanya. Untuk sesaat, ia berharap semua yang terjadi kemarin hanyalah mimpi. Namun, rasa nyeri di seluruh tubuhnya mengingatkannya bahwa semua itu nyata.
Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela apartemennya. Jakarta terlihat normal dari sini, seolah-olah kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Namun Arya tahu lebih baik. Dunia yang ia kenal telah berubah selamanya.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Dian muncul di layar.
"Halo, Dian?" jawab Arya.
"Arya! Astaga, akhirnya kau angkat juga. Kau ke mana saja kemarin? Bos marah besar karena kau menghilang begitu saja!"
Arya menghela napas. Bagaimana ia bisa menjelaskan situasinya?
"Maaf, Dian. Aku... ada urusan mendadak kemarin. Keluarga," bohongnya.
"Yah, pokoknya cepatlah ke kantor. Bos ingin bicara denganmu."
Setelah menutup telepon, Arya baru saja akan bersiap-siap ketika terdengar ketukan di pintu. Ia membukanya dan menemukan Nyi Roro berdiri di sana.
"Selamat pagi, Arya," sapa Nyi Roro. "Sudah siap untuk hari pertama pelatihanmu?"
Arya mengerjapkan mata. "Pelatihan? Tapi aku harus ke kantor..."
Nyi Roro tersenyum misterius. "Ah, soal itu. Jangan khawatir, sudah kuurus. Mulai hari ini, kau 'dipindahtugaskan' ke divisi khusus."
"Apa? Bagaimana bisa?"
"Persaudaraan Elemen memiliki koneksi di mana-mana, Arya. Termasuk di perusahaanmu. Sekarang, bergegaslah. Ada banyak yang harus kau pelajari."
Setengah jam kemudian, Arya menemukan dirinya di sebuah gedung tua di pinggiran kota. Dari luar, gedung itu tampak tidak terawat. Namun begitu mereka masuk, Arya terkesiap. Interior gedung itu ultra-modern, dengan teknologi canggih di setiap sudut.
"Selamat datang di markas Persaudaraan Elemen," ujar Nyi Roro.
Mereka berjalan melewati lorong-lorong yang dipenuhi orang-orang dengan kemampuan unik. Arya melihat seseorang mengendalikan air dari sebuah akuarium, sementara yang lain membuat tanaman tumbuh hanya dengan sentuhan jari.
"Ini... luar biasa," gumam Arya.
Nyi Roro mengangguk. "Dan kau adalah bagian dari kami sekarang, Arya. Tapi ingat, dengan kekuatan besar datang tanggung jawab yang besar pula."
Mereka memasuki sebuah ruangan besar dengan berbagai peralatan latihan. Di tengah ruangan, berdiri seorang pria tinggi dengan rambut keperakan.
"Arya, perkenalkan. Ini adalah Guru Bayu, pengendali angin. Dia akan melatihmu."
Guru Bayu menatap Arya dengan tajam. "Jadi ini si pengendali listrik baru? Hmm, masih banyak yang harus dipelajari."
Selama beberapa jam berikutnya, Arya diajari dasar-dasar pengendalian kekuatannya. Ia belajar untuk memusatkan energi, membentuk berbagai bentuk listrik, dan bahkan terbang dengan menggunakan medan elektromagnetik.
Ketika hari mulai sore, Arya sudah kelelahan tapi merasa lebih kuat dari sebelumnya.
"Kau belajar cepat," puji Guru Bayu. "Tapi jangan senang dulu. Ini baru permulaan."
Tiba-tiba, alarm berbunyi nyaring di seluruh gedung. Nyi Roro berlari masuk ke ruangan dengan wajah serius.
"Ada serangan di pusat kota. Kali ini, pengendali tanah."
Guru Bayu mengangguk. "Sudah waktunya untuk uji coba lapangan. Arya, kau ikut denganku."
Arya menelan ludah. Baru saja ia mulai terbiasa dengan kekuatannya, dan sekarang ia harus menghadapi ancaman baru?
Saat mereka bergegas menuju lokasi kejadian, Arya merasakan campuran antara ketakutan dan kegembiraan. Ia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Tapi mungkin, dengan kekuatan barunya ini, ia bisa membuat perbedaan.
Jakarta mungkin memiliki banyak rahasia gelap, tapi mulai sekarang, kota ini juga memiliki pelindung baru. Dan Arya bertekad untuk tidak mengecewakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!