Osaka, Jepang..
Seorang pria berjas menghampiri wanita cantik yang tengah keluar dari kamar mandi, tampak ia sehabis membersihkan diri. Kulitnya yang mulus putih serta bentuk tubuh ideal yang nyaris sempurna membuat pria itu tersenyum dan menghampirinya mengecup punggung belakang itu dengan lembut.
"Kenapa kau di sini?." Lirih wanita itu.
"Aku merindukanmu, Amora."
Tidak ada jawaban lagi darinya, ia meraih body serum untuk melulur tubuh indahnya sebelum istirahat.
Pria itu semakin nakal, dari yang sekedar mengecup kini beralih mencium mencumbu leher jenjang wanita cantik itu.
"Stop Andre!."
Mendapat penolakan dari wanita itu Andre bertanya-tanya dan kembali mendekati Amora. "Kenapa? kenapa kau menolak? aku ini suamimu."
"Aku butuh istirahat jika kau menginginkannya datangi istrimu yang satu lagi!." Ujar Amora.
Pria itu tampak tak suka mendengar jawaban dari Mora. "Tiba-tiba menjawab seperti itu maksudnya apa? selain Karina kau juga istriku Mora."
"Cepatlah kembali ke Indonesia biar urusan di sini aku yang menyelesaikan." Mora mengalihkan pembicaraan. "Jangan berbuat lebih sebelum Karina tahu."
Andre mengepalkan tangannya karena kesal dengan wanita cantik di hadapannya. "Kau berbeda jauh dengan Karina! setiap aku menginginkan hakku tak pernah kau berikan sama sekali!."
Sudut bibir Mora terangkat ia menoleh menghadap pria yang berstatus suaminya. "Jangan marah seperti itu, ingat janjimu pada Karina dulu yang tidak akan pernah menyentuhku."
"Kau!..."
"Bukankah sudah cukup? sekarang keluarlah!."
"Mora??." Andre menahan.
"Keluar!." Ulang Mora yang sudah tak bisa menahan diri lagi.
"Ck Mora!."
Brakk!
Pintu apartemen tertutup setelah Andre keluar.
Wanita cantik itu baru bisa bernafas lega. "Menyebalkan sekali ada apa dengan dia tiba-tiba seperti itu? kau pikir aku bodoh Andre?."
Amora istri kedua dari Andre, bukan karena cinta atau keinginannya sehingga mereka menikah. Namun Amora melakukan itu demi mengambil alih perusahaan peninggalan mamanya yang dirampas dan dikhianati oleh sekretarisnya sendiri yaitu Riana ibu dari Andre.
Melihat keluarga mereka bahagia foya-foya dari hasil pengkhianatan itu, Amora berniat akan membalaskan rasa sakit untuk sang mamanya yang telah tiada.
Saat ini perusahaan berada di tangan Riana dan melalui Andre lah ia akan membalaskan penghianatan itu. Misi yang penuh drama ini membutuhkan banyak energi karena di dalamnya banyak sekali orang-orang munafik.
Terlepas dari itu semua, Amora tak peduli ia tahu potensi dirinya lebih dari pada mereka.
Setelah melulur tubuh indahnya dengan body serum, Mora melepaskan handuk diganti dengan lingerie siap-siap untuk tidur.
Dalam waktu bersamaan..
Tok tok tok!
Wanita cantik itu menoleh saat pintu apartemen diketuk. "Ck apalagi Ndre?."
Kaki jenjangnya melangkah menuju pintu utama.
Cklek..
Deg!
Amora terkejut saat melihat seorang pria tak dikenal dengan wajah tertutup topeng tubuhnya tinggi kekar dengan jaket hitam berdiri di hadapan Mora, dia bukan Andre.
"Sorry anda si..
"Hmph!!."
Pria itu membungkam mulut Amora mendorong paksa tubuhnya hingga mereka masuk ke dalam apartemen.
"H-hei!!!."
Terdengar pintu apartemen terkunci otomatis.
Karena tak mengenali pria itu Amora panik berontak sekuat tenaga. "Hey lepas!!! kau siapa?."
Belum sempat menjawab dalam waktu bersamaan tiba-tiba pintu apartemen terdengar diketuk kembali, sontak pria itu menahan tubuh Amora. "Jangan dibuka!."
Mata indah Amora tertuju pada tangan pria itu yang menahan bagian perut bawahnya, Mora terkejut saat menyadari ada darah di sana.
Tok tok tok!
Amora menatap manik pria di hadapannya, saat ini ia paham situasi yang terjadi, sambil menelan saliva ia memberanikan diri membuka pintu dengan tenang.
Beberapa orang berbadan hitam dan gundul terlihat menyeramkan membuat Amora memaki dalam hati. "Tuyul? jelek sekali!."
"Siapa kalian? ada perlu apa?."
Beberapa dari mereka melihat penampilan Mora dari atas sampai bawah lalu mengintip ke dalam apartemen.
"Apa kau melihat seor....
"Hoaaam!." Amora menguap. "Sepertinya anda salah orang, mengganggu waktu tidurku saja!."
Orang-orang itu melirik satu sama lain.
"Baiklah, maaf mengganggu waktu istirahat anda nyonya."
"Jelas mengganggu!."
Orang-orang itu pun berlalu pergi dan Amora langsung menutup pintu apartemen mengunci rapat-rapat.
Ini cukup menegangkan, Amora berusaha mengatur nafas untuk bisa tenang.
.
Bersambung
Masih ingat jika ada pria asing di dalam kamarnya, Mora langsung mencari keberadaan pria itu.
Mora meraih benda yang sekiranya tajam dan ia menodongkan garpu untuk jaga-jaga. "Siapa kau sebenarnya? apa kau buronan! maling?."
Pria itu hendak mendekat.
"Stop! aku akan teriak jika kau berani..
Srett!
Pria itu membuka topengnya, memperlihatkan wajah tampan rupawan yang begitu maskulin seperti pahatan sempurna karena semuanya tampak tak ada celah kekurangan.
Beberapa detik Amora tertegun melihat sosok pria itu. "Bukankah dia sangat tampan?." Namun Mora sadar ia harus tetap waspada.
"Jangan takut..." Lirih pria itu merebut garpu yang digunakan Amora.
"Jangan takut bagaimana? saya tidak tahu anda siapa ya!."
"Mungkin ini lancang tapi tolong bekerjasama lah sebagai ganti aku akan memberimu uang, nona." Balasnya serius dengan sorot mata yang berusaha meyakinkan.
Amora menatap tajam setiap gerak-gerik pria asing di hadapannya, memang tidak ada yang mencurigakan tapi tetap saja menegangkan.
Karena dirasa aman Amora kini menurunkan tangan yang dari tadi pasang badan untuk jaga-jaga. "Jadi siapa anda? dan kenapa dicari-cari oleh mereka kalau bukan buronan!."
"Saya dari pihak kepolisian." Lirihnya menunjukkan sebuah tato berbentuk simbol agen rahasia.
Amora tak mudah percaya namun karena tidak terjadi hal-hal buruk, ia pun memutuskan untuk membantu pria asing ini untuk bersembunyi di apartemennya terlebih dahulu.
Melihat perut pria itu yang masih meneteskan darah, Mora tanpa bicara apa-apa langsung mengambil kotak obat. "Apa dia bukan manusia? padahal sedang terluka tapi terlihat biasa-biasa saja."
Dirasa gerah, Amora tanpa sadar melepas penutup lingerie nya.
"Sebelum pergi obati lukamu." Amora menyerahkan kotak itu.
"Tak perlu ini bukan apa-apa bagiku..."
"Cih.."
Mengingat dulu Amora pernah bekerja di kesehatan ia tahu jenis luka itu. "Kau pendarahan, buka jaket mu akan ku obati."
Pria tampan itu tak bisa menolak saat ini tubuh kekarnya terekspos, Mora dengan teliti membersihkan luka sebelum di obati.
Tidak ada yang bersuara, namun siapa sangka Amora cukup tegang dengan posisi mereka saat ini di tambah tubuh kekar pria asing yang membuat pikirannya kemana-mana. "Sepertinya otakku ada yang tak beres!."
Pria itu sedikit meringis saat diobati, kini lukanya telah diperban tidak ada lagi darah yang menetes.
Diam-diam tatapan tajam pria itu tertuju pada wajah cantik Amora, namun seketika ia mengalihkan pandangan, lingerie yang menerawang dengan body goals yang sexy membuat ia salah fokus. Si kembar yang kencang sempurna dan di bawah...... Ah lupakan!
Pria itu segera menjauh dan mengenakan pakaian kembali. "Berapa nomor rekening mu akan ku transfer!."
Mora menyebutkannya dan benar saja uang masuk dalam jumlah yang cukup besar.
"Sudah ku transfer, terimakasih atas kerjasamanya."
"Oke."
Setelahnya, dikenakan kembali topeng itu sehingga wajah tampannya tak terlihat lagi. "Aku harus pergi."
Belum sempat Amora menjawab, pria itu sudah keluar lewat jendela apartemen Mora.
"Tunggu!?."
Amora menghampiri jendela melihat ke arah luar dan di sana sudah tidak ada siapa-siapa. "Apa dia laba-laba? cepat sekali hilang." Wajah tampan pria asing masih teringat di benak Mora. "Padahal belum tahu namanya."
"Apa yang sedang kau pikirkan Mora? tapi jika dilihat-lihat dia tak buruk juga.." Dirasa berlebihan wanita cantik itu menggelengkan kepala. "Menggelikan, aku tak pernah seperti ini sebelumnya."
"Sudah, mari lupakan."
Ditutup kembali jendela apartemen dan kotak obat itu pun di simpan, banyak sekali kejadian yang melelahkan hari ini. Mora bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tangan bekas mengobati.
Betapa syoknya wanita itu ketika melihat pantulan diri sendiri dalam cermin. "Kau gila Mora!!." Pekiknya.
Setelah mengusir orang-orang yang mencari pria asing tadi, Mora teringat jika tanpa sadar telah melepas penutup lingeri nya sebelum mengobati luka pria itu.
Yang mana lekuk tubuh indahnya tanpa penutup terekspos dengan jelas, hanya tertutup kain tipis dan transparan.
Blush!..
Wajah cantik itu merah padam akan malu, mau dikemanakan harga dirinya? Andre suaminya saja belum pernah Mora berikan akses untuk itu tapi lelaki tadi?.
"Ya tuhan.." Amora terkulai lemas. "Sialan! kenapa dia juga tak memberitahuku?."
"Apakah sengaja? dasar pria mesum!!."
Amora berusaha untuk tidak terus merutuki diri. "Tenanglah, kita juga orang asing tidak mungkin bertemu lagi! ya, pasti itu tak akan pernah terjadi!."
.
Bersambung
Indonesia..
Seorang pria paruh baya yang masih terlihat gagah berkharisma mondar-mandir kesana-kemari, tampak ia begitu frustasi karena telepon nya tak di angkat oleh orang yang dimaksud.
"Kenapa pah?." Tanya seorang wanita menghampiri setelah meletakkan teh hangat di atas meja.
"Mora belum juga menjawab panggilan papa? apa dia sesibuk itu mengurus pekerjaannya ma?."
Wanita itu tersenyum hangat. "Sabar dulu kan papa tahu sendiri, nanti kita coba hubungi lagi ya."
"Baiklah." Ucapnya mengalah.
Sementara itu..
Setelah selesai meeting pertemuan terakhir, Mora berpisah dengan asisten kerjanya. Ia kembali ke apartemen pada sore hari.
Di ambilnya handphone untuk mengecek email, Mora terkejut saat melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari sang papa, sebelum kena omel wanita cantik itu memilih untuk menghubungi papanya terlebih dahulu.
Panggilan tersambung..
"Hallo pah?."
"Pulang! sampai kapan terus berada di posisi itu? papa bisa melakukannya untukmu tanpa menempatkan dirimu pada posisi itu."
Amora menggaruk kepala tak gatal. "Papa kan tahu kalau aku ingin melakukannya sendiri." Ujarnya merengek.
"Kau sudah mengambil keputusan sejauh ini Mora, papa mengijinkan semuanya dan sekarang sebagai ganti kau patuh dan pulanglah! itu masih tak didengar juga? papa membutuhkanmu di sini." Timpal Anggara, papa kandung Amora.
Wanita cantik itu cemberut.
"Sayang? Mora?." Terdengar suara seorang wanita mengambil alih telepon.
Amora tampak senang. "Mama Bella?."
"Pulang ya mama juga ingin bertemu dan berkumpul denganmu. Sejak pernikahan itu kita tak bersua lagi. Papamu juga memikirkan ini dari jauh hari sayang..."
Mendengar apa yang dikatakan ibu sambungnya Mora terdiam.
Dua tahun berlalu setelah mamanya meninggal, Mora menyuruh dan merestui papanya untuk menikah lagi dengan seorang wanita yang Mora percaya yaitu Bella sekaligus teman dekat mendiang mamanya yang berasal dari Amerika.
Pernikahan mereka terjadi satu bulan yang lalu, namun karena kepentingan pribadi Mora tak pernah pulang ke rumah utama lagi sejak pernikahan itu.
Walaupun Bella ibu sambungnya tetapi semua perlakuan wanita itu sama persis dengan mendiang ibu kandung Mora.
Rasanya tak enak jika Amora menolak setelah melihat bagaimana kasih sayang yang telah Bella berikan pada dirinya walaupun dari jarak jauh.
"Hallo? Mora?.
"Baiklah, aku akan pulang malam ini karena pekerjaan juga sudah selesai."
"Benarkah?." Bella tampak senang.
"Iya ma." Mora tersenyum.
"Oke hati-hati ya sayang mama buatkan makanan kesukaan kamu."
"Yeay!."
Anggara yang melihat itu hanya menggelengkan kepala, bagaimana pun juga anaknya ini walaupun sudah dewasa di matanya tetap anak kecil yang manja.
"Sama mama patuh giliran papa?."
Amora terkekeh.
"Dasar kau ini."
"Ya sudah nanti papa kirim anak buah papa untuk menjemputmu di bandara."
"Iya pah."
"Sampai jumpa, hati-hati."
"Oke."
Panggilan pun berakhir.
Mora menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, tatapan matanya tertuju pada langit-langit kamar. Pikiran wanita cantik itu kemana-mana.
Ternyata sudah sejauh ini langkah Amora, ia juga memiliki seorang suami namun itu hanya status saja. Andre..
Tak mau ambil pusing, Amora langsung packing dan setelah semuanya siap ia langsung berangkat menuju bandara untuk kembali ke Indonesia.
.
Pukul 08.15 pagi hari..
Amora sudah tiba di Indonesia pada pukul 02.00 dini hari, saat ini ia keluar dari kamarnya hanya mengenakan celana pendek dan kaus putih santai, tapi itu semua tidak pernah menutupi kecantikan dan kemolekan seorang Amora.
Meja makan.
"Pagi sayang.." Sapa Bella mencium pipi Mora, setelah menyiapkan beberapa hidangan untuk sarapan.
"Pagi ma, pa." Amora mencium pipi keduanya dan duduk berhadapan dengan mereka.
Mereka bertiga mengobrol sesekali diiringi gelak tawa melepas kerinduan.
"Apa suamimu tahu kalau kau sudah pulang?." Tanya Anggara pada putrinya.
"Iya pah Andre tahu."
"Suruh ke sini! nanti papa mau bicara sama dia."
"Soal apa?." Penasaran Amora.
"Ini urusan papa."
"Tapi papa gak akan melakukan apapun kan tanpa persetujuannku?."
"Tenang saja."
"Oke."
Tak lama sarapan spesial datang, mama Bella menyiapkannya 4 porsi di atas meja.
Sebelum mulai sarapan, mata Mora tertuju pada halaman mansion. "Itu mobil siapa? tampak asing?."
"Oh iya mama sama papa belum bilang ya? kamu masih ingat kalau kamu punya kakak laki-laki dari mama? sekarang dia ada di sini kembali dari tugasnya untuk berkumpul keluarga juga." Jelas Bella.
Amora seketika teringat lagi kalau mama Bella memang mempunyai seorang anak laki-laki yang sekarang berstatus menjadi kakak tirinya, namun mereka belum pernah bertemu. "Oh iya ingat ma."
Bella tersenyum. "Kageo! ayo sarapan!." Panggilnya.
"Kageo namanya?." Batin Mora.
Cklek!..
Terdengar suara pintu kamar terbuka, seorang pria tampan, tinggi, masih mengenakan pakaian santai berjalan ke arah mereka untuk bergabung.
"Kageo, ini adikmu Amora."
Pandangan pria itu mengikuti telunjuk sang mama.
Mata keduanya kini saling bertemu...
Amora memicingkan mata untuk memastikan namun tak lama mata indah itu hampir keluar saat mengetahui siapa yang menjadi kakak tiri Amora.
Deg!
Kageo sendiri sedikit membulatkan matanya. "Dia? pakaiannya yang kurang bahan itu ya?."
"Hah!!! pria ini? ya tuhan yang benar saja!!!." Batin Amora syok bukan main.
.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!