NovelToon NovelToon

Hello Bella

Episode 1 : New Home New Beginning New Memories

Beberapa bulan ini, Bella, nama panggilan Arabella Dinara, tinggal di perumahan yang baru bersama sang bunda.

Selama bertahun-tahun Bella hanya tinggal dengan bundanya, sementara ayahnya yang telah bercerai dengan sang bunda tinggal di kota lain.

Di tempat tinggal yang baru ini, baik Bella maupun bundanya berharap bisa hidup dengan tenang dan nyaman. Mengingat di tempat tinggal yang sebelumnya mereka selalu menjadi bahan gunjingan orang-orang di sekitarnya.

Status sang bunda yang single parent terkadang dipandang sebelah mata. Bersikap ramah dibilang genit, bersikap biasa saja dibilang sombong.

Bella pun tidak luput dari bahan gunjingan karena kesibukannya kuliah sambil bekerja membuat Bella terkadang harus pulang malam.

Yang paling Bella harapkan dari kepindahan mereka ini adalah Bella ingin menghilangkan jejak dari seseorang yang sampai saat ini masih setia bertahta di hatinya.

Seseorang yang tadinya dia harapkan bisa menjadi tambatan hatinya namun kenyataan pahit menghapus semua harapan itu.

Saat masih di kediaman mereka yang dulu, orang itu masih kerap mencarinya dan Bella sebisa mungkin menghindar. Bella pikir semakin dia menjauh maka rasa yang ada akan semakin berkurang.

Namun hati tetaplah hati kadang tidak sejalan dengan pikiran, semakin mencoba melupakan semakin selalu teringat. Bella kembali berharap seiring waktu, rasa di hatinya akan memudar dan menghilang selamanya.

Di rumahnya yang baru, Bella akan memulai kehidupan yang baru dan mengisi harinya dengan banyak kenangan baru yang menyenangkan.

Perumahan tempat mereka tinggal saat ini tidaklah besar, hanya terdiri dari seratusan lebih rumah. Letaknya yang di pinggiran kota, seharusnya membuat kehidupan di sini lebih tenang dan nyaman tetapi di sini....

Seperti pagi ini dan pagi-pagi sebelumnya, saat Kang Maman, penjual sayur keliling, yang selalu merasa paling tampan diantara para ibu dan mbak-mbak ART yang tengah mengerumuni gerobak sayurnya, dengan sabar melayani diantara ramainya celotehan yang kadang membuatnya bingung. Mereka sebenarnya mau belanja atau mau ngobrol saja.

"Kang Maman, daging sapi sekilo berapa?" tanya ibu berbaju merah.

"120ribu Bu Ratih," jawab Kang Maman.

"Ih, si akang mahal amat," protes Bu Ratih.

"Iya Kang Maman mahal amat, minggu lalu masih 80ribu," ibu berkaca mata ikut berkomentar, mungkin ia juga berniat membeli daging tersebut.

"Aduh, Bu Mar belum dapat atuh, modalnya saja lebih dari segitu," kata Kang Maman.

"Kang, kemarin saya beli di Super**** cuma 100ribu, supermarket lho itu," ibu berbadan gemuk di sebelah Bu Ratih turut angkat bicara.

"Enggak ada lebihnya atuh Bu kalau saya jual segitu, yang ada saya nombok," jelas Kang Maman dengan sabar.

"Jadi gimana nih Bu Ratih, Bu Mar, Bu Dian, mau beli berapa kilo dagingnya?" tanya Kang Maman, berharap ibu-ibu ini segera menyelesaikan acara belanjanya dan mengakhiri sesi protesnya.

Matahari yang mulai meninggi membuat beberapa pembeli mulai terlihat tidak sabar. Begitupun dengan Bella yang sedari tadi mencoba bersabar dalam antrian.

"Enggak Kang, saya beli ini saja," kata Bu Ratih sambil menyerahkan 2 ikat kangkung dan sepapan tempe.

Oh cek harga aja ya, batin Bella.

Pun dengan Bu Mar dan Bu Dian, daging yang ditanya-tanya tidak ada dalam belanjaannya.

Aduh, sudah membuat orang mengantri lama, dibeli tidak, keluh Bella dalam hati.

Setelah selesai berbelanja, ketiga ibu tersebut bukannya segera berlalu menuju rumah masing-masing tapi sedikit menepi dan merapat untuk melanjutkan acara ngobrol di pagi ini.

"Tahu enggak ibu-ibu?" Bu Ratih memulai acara mengobrol mereka dengan suara yang entah sengaja atau tidak cukup terdengar sampai ke telinga Bella dan orang-orang di sekitar mereka.

"Apaan Bu," dengan antusias Bu Mar menjawab.

"Itu si Lidya, anaknya Bu Yos kan baru 2 bulan nikah kok udah buncit aja perutnya," jelas Bu Ratih.

Dan acara ghibah pun berlanjut, mengupas segala perihal Lidya dan kehidupannya, berbagai asumsi mereka kemukakan. Beberapa orang terlihat ikut mendengarkan obrolan tidak berfaedah ini.

Bella berusaha untuk abai atas segala yang terdengar namun pendengarannya tidak kuasa menolak semua informasi yang belum tentu benar ini.

Kasihan banget cewek itu, dijadikan bahan ghibahan, kasihan juga keluarganya, batin Bella.

"Kang Maman, ini belanjaan Bella, jadi berapa semua?" tanya Bella setelah mengumpulkan belanjaannya.

"Bentar Neng Bella," segera Kang Maman berhitung.

"Daging sapi sekilo 120ribu, wortel dan buncis 5ribu, bawang merah 5ribu, ini saja Neng, ada lagi?" tanyanya kemudian.

Sejenak Bella berpikir, coba mengingat apa saja yang harus dibelinya.

"Sudah itu saja Kang," jawab Bella yakin.

"Semuanya 130ribu Neng," kata Kang Maman seraya menyerahkan keresek belanjaan Bella.

Bella menerimanya dan menyerahkan uang senilai 130ribu.

"Hatur nuhun Neng, banyak rezeki ya," ucapan terima kasih diiringi doa dari Kang Maman.

"Sami-sami Kang, mari ibu-ibu, Bella duluan ya," pamit Bella sambil beranjak meninggalkan tempat itu.

Sebelum sampai rumahnya yang terletak hanya 10 sampai 15 meter dari lokasi Kang Maman, Bella teringat sesuatu. Kelapa, ya Bella lupa membeli kelapa, alamat kena omel bundanya kalau pulang tanpa kelapa. Segera ia membalik badannya menuju gerobak Kang Maman.

Baru beberapa langkah, terdengar trio ghibah tadi menyebut-nyebut namanya dalam obrolan asyik mereka.

"Eh ibunya si Bella kerja apa sih, dia kan janda, kayaknya enggak pernah kelihatan pergi-pergi gitu," terdengar suara Bu Dian.

"Enggak tahu ya tapi kata orang janda cerai ibunya Bella, hati-hati lho ntar suaminya digoda dia," jawab Bu Mar.

"Tapi kayaknya banyak uang dia, lihat saja rumahnya, belum lagi baju sama aksesorisnya, barang-barang mahal tuh," kata Bu Dian lagi.

"Kelihatannya saja mahal paling barang kw," Bu Ratih turut menanggapi.

"Apa sekarang jadi istri simpanan kali ya?" bumbu obrolan yang ditambahkan Bu Mar membuat apa yang Bella dengar semakin tidak sedap.

"Terus itu si Bella katanya kuliah, kok pulangnya malam terus, mana yang nganter gonta-ganti," celoteh Bu Ratih semakin memperburuk rasa obrolan mereka di telinga Bella.

Panas telinga panas hati dirasa Bella, ingin sekali ia mendaratkan sandal jepit yang dipakainya ke mulut-mulut lemes itu.

"Anak gadis seperti dia, pengen tampil wah tapi kemampuan tidak ada, paling kerja malam yang iya-iya tuh," tuduh Bu Mar.

"Anak gadis apa gadis Bu?" imbuh Bu Ratih diantara tawa mengejeknya.

Ya Allah, tambah lemes saja mulut ibu-ibu ini, semakin panas hati Bella. Benar-benar ingin merasakan sapuan sandal jepit sepertinya mereka, batin Bella.

Apa yang dulu dialami Bella dan bundanya sepertinya akan terulang kembali di sini, di tempat tinggal yang baru, yang sebelumnya mereka harapkan menjadi tempat yang tenang untuk memulai kehidupan baru mereka.

Dengan tangan terkepal dan langkah yang dipercepat, Bella mengikis jarak diantara dirinya dan trio ghibah yang semakin larut dalam obrolan mereka.

Episode 2 : Drama Queens

Tinggal beberapa langkah lagi. Hanya beberapa detik lagi, Bella akan segera menghadapi ketiga ibu julid tersebut.

Ternyata orang-orang julid ada di mana-mana. Di tempat tinggalnya yang dulu Bella banyak menemui orang-orang seperti ini. Sekarang dia di rumah yang baru, ada juga orang-orang seperti ini.

Bu Ratih, Bu Damar, dan Bu Dian....ready or not...hadapi amarahku, tekad Bella dengan mode siap tempur yang membara.

Mentang-mentang lidah tak bertulang, lemes banget punya mulut, omel Bella dalam hati.

Sesaat, hanya sesaat sebelum mulut Bella menyemburkan segala omelan yang telah tersusun di dalam hatinya untuk membalas ketiga ibu di hadapannya, seorang anak perempuan datang sambil berlari menghampiri mereka.

"Mah...Mamah...," teriak si anak.

"Ya ampun Salsa, kenapa teriak-teriak seperti itu, tidak sopan tahu, Mamah ini lagi ada perlu sama ibu-ibu ini, penting banget, kamu ganggu aja," omel Bu Ratih pada anaknya.

"Ih Mamah mah, itu si papah dari tadi nungguin kopi, Mamah belinya dimana sih, lama amat," tidak mau kalah dengan ibunya, Salsa pun membalas omelan Bu Ratih.

"Mah tuh air di ceret buat bikin kopi sampai kering, terus si dedek pup di karpet ruang tamu, jijik banget ih," lanjut Salsa.

"Hadeuh....begini nih kalau jadi ibu rumah tangga, tugasnya tidak ada habisnya, baru ditinggal sebentar, rumah sudah berantakan, ingin mengeluh takut dosa," keluh Bu Ratih.

"Iya Bu Ratih, saya mah suka ngiri sama ibu-ibu yang lain, pengen juga nikmati Me Time biar tidak stress," Bu Damar turut mengeluh.

"Sudahlah ibu-ibu, yang sabar saja, sudah jadi kewajiban kita untuk mengurus keluarga, anggap saja ladang ibadah buat kita, cicilan tiket surga Bu," hibur Bu Dian.

"Iya, betul...betul...," dengan mimik sendu, seakan beban berat menghimpit batinnya, Bu Ratih menyetujui ucapan Bu Dian.

Bella hanya terdiam mematung melihat pemandangan di depannya. Apa tadi yang mereka katakan...takut dosa...ladang ibadah...tunggu sebentar, otak Bella memutar rekaman gibahan mereka sebelumnya.

Gibahin orang tidak takut dosa Bu, menghabiskan waktu untuk gibah sampai lupa pulang, perilaku seperti itu masih berani mengharap tiket surga, kritik pedas Bella bergulir di batinnya.

"Ayo atuh Mah, si papah kan pengen ngopi, dedek juga belum dicebokin," renggek Salsa, tak sabar melihat sang ibu yang malah melanjutkan acara ngobrolnya.

"Ya sudah ibu-ibu mari, saya duluan, biasalah urusan rumah tangga lebih penting, apalagi ngurus suami, kan surga kita juga ada diridha suami, nantilah kalau senggang kita ngobrol lagi," untaian kalimat perpisahan yang cukup panjang dari Bu Ratih.

"Ya Bu Ratih, silahkan," dengan berat hati Bu Damar melepas kepergian teman ngobrolnya tersebut.

Drama banget sih Bu, cemooh Bella dalam hati, lagi.

"Hem...," akhirnya Bella buka suara membuat kedua ibu tersebut membalikkan badan, terkejut melihat Bella.

"Eh Bella, kok balik lagi?" tanya Bu Dian dengan sangat ramahnya ditambah senyum secerah matahari.

"Bella, bundanya kok jarang kelihatan, sibuk sekali ya?" Bu Damar pun turut bertanya.

"Bu Mar, bundanya Bella tuh walaupun punya anak seumur Bella ini tapi masih seperti gadis, awet muda banget, jadi iri aku, ikut perawatan ya Bel?" puji Bu Dian diiringi pertanyaan.

"Iya Bella juga nih, cantik sekali kamu, beruntung banget laki-laki yang bisa mendapatkan kamu," kata Bu Damar sebelum sempat Bella menjawab.

"Betul Bu, sudah cantik baik pula, bangga sekali kalau punya anak seperti kamu," tambah Bu Dian.

Teringat Bella pada artikel yang semalam dibacanya "Ciri-ciri Drama Queen", beberapa ciri tersebut melekat erat pada ibu-ibu ini.

Suka gibah, ya.

Suka julidin orang, ya.

Suka mendramatisir keadaan, ya.

Suka bicara lain di depan lain di belakang, ya.

Oke saatnya pergi, hindari percakapan lebih lanjut dengan mereka, tidak berguna yang ada buat emosi. Harus segera cari cara untuk kabur, tekad Bella.

"Ibu-ibu, maaf ya Bella ada yang lupa nih, mau ke Kang Maman dulu," kata Bella sambil beranjak pergi.

"Apa yang kurang Bel ?" tanya Bu Dian membuat langkah Bella tertahan.

Mau tahu saja ibu ini, suara hati Bella.

"Ini Bu, daging sapinya kurang, mau beli dua kilo lagi," jawab Bella, sedikit berbohong tidak apa-apa kali, pikir Bella.

"Banyak sekali belinya, ada syukuran ya?" tanya Bu Damar.

"Tidak Bu, biasa bunda mah, suka sekali sama segala masakan berbahan daging sapi, sampai bosan Bella Bu," jawab Bella, bohong lagi.

"Padahal di kulkas masih ada persediaan daging sapi Bu," tambah Bella, masih berbohong juga.

"Oh gitu ya," kata Bu Dian.

"Bu, Bella ke sana dulu ya," tunjuk Bella ke arah Kang Maman.

"Takut kehabisan Bu," tambah Bella sambil segera berlalu.

Kalau terus bicara dengan mereka bisa-bisa kebohongannya terus berlanjut, Ya Allah, ampuni hambu-Mu ini, sedari tadi mengomeli dan menghujat mereka dalam hati, suara hati Bella yang saat ini berada dalam mode anak shalihah.

"Iya...ya...Bella, Ibu juga mau pulang, ayo Bu Mar," ajak Bu Dian.

Akhirnya merekapun berlalu, legalah hati Bella.

Kang Maman yang sedari tadi menyimak sambil melayani pembeli, tersenyum menyambut Bella.

"Dua kilo yang Neng," kata Kang Maman sambil menyerahkan bungkusan berisi daging.

"Beli kelapa parut saja Kang," sambil tersenyum malu Bella menjawab.

Sempat-sempatnya kang sayur tampan ini mendengarkan obrolannya tadi padahal dia sibuk melayani pembeli, pikir Bella.

"Lha dagingnya Neng?" tanya Kang Maman.

"Kapan-kapan ya Kang," kembali Bella sambil memamerkan senyum indah di wajah cantiknya.

"Tapi kalau Akang kasih Bella diskon 50%, bolehlah," tambah Bella.

"Jangankan diskon Neng, gratislah buat Neng Bella mah asal.....," sejenak Kang Maman menjeda ucapannya.

"Neng Bella mau Akang halalin," lanjut Kang Maman disambut seruan ibu-ibu yang sedang berbelanja.

"Usaha nih Kang," kata salah satu pembeli.

"Kali saja Bu, Neng Bella khilaf terus mau saya halalin, kan saya bisa memulai kisah cinta dalam sekilo daging sama si Neng geulis...he he he...," jawab Kang Maman.

Mereka pun tertawa menanggapi ucapan Kang Maman, Bella ikut tersenyum.

Alhamdulillah, acara belanja hari ini tidak berakhir dengan keributan seperti yang tadi sempat dia rancang di benaknya. Sedikit lega hatinya, ya sudahlah, belajar sabar sajalah.

Episode 3 : Moving On, Is A Simple Thing, What It Leaves Behind Is Hard

"Bun," panggil Bella pada bundanya.

"Bundaaa..." panggilnya lagi sambil melirik bundanya yang ternyata sedang asyik dengan ponselnya. Pantas saja sedari tadi dipanggil tidak menjawab.

"Bunda sayang, Bella kok dicuekin sih," protes Bella.

"Bun...anak tetangga gara-gara ibunya asyik main ponsel mulu, jadi badung lho katanya sih gara-gara kurang perhatian," lanjut Bella.

"Bentar Bel...yap...submit," kata Bunda Alya, bunda tercintanya Bella.

"Kamu bukan bocah labil, enggak bakal jadi badung karena kurang perhatian," kata Bunda Alya kemudian.

"Bisa saja kali, namanya juga manusia," sahut Bella.

"Bunda lagi ngapain sih, baca gosip artis ya?" tanya Bella kemudian.

"Hilih kayak bundamu ini kurang kerjaan saja"

"Bunda baru submit novel baru nih, kalau review-nya lancar, dua hari lagi terbit, judulnya Diujung Rindu Kumenanti," terang Bunda Alya.

"Jangan lupa kamu like, komen, vote sama rate 5 ya, eh subscribe juga," lanjut Bunda Alya.

"Siap Bun"

"Bun...lagi rindu sama ayah ya?" tanya Bella.

"Eh... Bell bentar lagi ke konter kan? Udah siap-siap sana, kamu juga ada janji kan di sana!"

Bukannya menjawab tanya Bella, Bunda Alya malah mengalihkan pembicaraan.

Kebiasaan nih bunda kalau ditanya soal ayahnya mesti tidak mau jawab, batin Bella bingung.

Sepanjang pengetahuannya, orang tuanya selalu terlihat baik-baik saja namun entah mengapa mereka memilih untuk berpisah.

Sampai saat ini pun hubungan mereka baik walaupun komunikasi mereka sebatas tentang keluarga dan tentu saja Bella.

Bella yakin ada sesuatu yang terjadi dulu, entah apa yang jelas sesuatu yang besar sampai bisa menyebabkan orang tuanya bercerai.

Bunda Alya di mata Bella adalah sosok ibu yang sangat baik, mandiri dan cantik. Tidak mungkin perceraian ini karena Bunda Alya.

Di sisi lain, sang ayah juga sosok yang baik di mata Bella. Ayahnya memiliki pekerjaan yang bagus, kepribadiannya pun baik.

Dan sampai saat ini pun keduanya tidak mau menikah lagi dengan yang lain. Mungkin sama-sama belum bisa move on pikir Bella. Kalau begitu kenapa tidak rujuk.

"Bun tahu enggak," tiba-tiba teringat Bella akan sesuatu.

"Enggak tuh," jawab Alya asal.

"Ih bunda mah, jangan dulu jawab, Bella kan belum cerita," kata Bella.

"Ya udah, ada apa?"

"Masa tadi di tempat Kang Maman, trio gibah gosipin kita," adu Bella.

"Trio gibah?"

"Itu lho Bu Ratih, Bu Damar sama Bu Dian, perasaan kita enggak pernah ada masalah sama mereka, kok bisa-bisanya mereka julid gitu."

"Oh..."

"Kok oh doang Bun"

"Lha terus bunda harus bilang wow gitu"

"Bunda kok ngomongnya kayak anak ABG, geli Bun dengernya"

"Gibahan soal bunda yang katanya istri simpanan terus kamu juga kerjanya yang enggak halal, suka diantar jemput sama om-om, yang itu toh"

"Kok bunda tahu sih, eh tapi gibahannya kenapa jadi plus-plus gitu," bingung Bella kenapa gibahan yang sampai ke telinga bundanya jadi berlebih, siapa sih yang rajin bumbuin nih gibahan, berasa tambah pahit saja.

"Tadi Bu Siska yang tinggal di ujung sana nelpon bunda, cerita deh semua itu," terang Bunda Alya menjawab tanya Bella.

"Sengaja nelpon Bunda cuma untuk cerita itu, plus dibumbui pula, Bu Siska kan enggak terlalu akrab sama kita malahan lebih akrab sama Bu Ratih cs kok tiba-tiba mendekat gitu, apa mau jadi kompor ya Bun?"

"Entahlah Bel, biarkan saja, yang penting kita tidak seperti itu"

"Terus Bunda enggak kesal gitu, enggak mau datangin mereka?"

"Buat apa datangin mereka"

"Ajak shopping Bun, sekalian traktir...ya dilabrak dong Bun, tuman orang-orang seperti itu mah"

"Ha ha ha...," lha malah tertawa bunda nih, pikir Bella.

Harusnya kan bunda tuh marah terus labrak orang-orang biar tidak sembarangan lagi kalau bicara.

"Sudahlah, nanti juga mereka bosan sendiri kalau tidak kita tanggapi," kata Alya.

"Sudah jam 8 lebih tuh, siap-siap kan mau ke konter," lanjutnya kemudian.

"Oke Bun," jawab Bella kemudian dia segera masuk ke kamarnya.

* * * * *

Tepat jam 9 Bella sampai di konternya. Jarak dari rumah ke konternya memang tidak begitu jauh. Dengan menggunakan jasa ojek online, hanya membutuhkan waktu kurang dari 20 menit jika jalanan lancar.

Setiap hari Sabtu, Bella tidak ada jadwal kuliah sehingga dia bisa ke konternya lebih awal sementara pada hari Senin sampai Jumat dia ada di konter dari sore hingga malam.

Malam mingguan di konter pulsa bersama pegawainya, nasib seorang Arabella Dinara, gadis cantik tapi jomblo.

Bukannya tidak ada yang mendekat tapi hati Bella masih tidak bisa melupakan seseorang. Ternyata move on itu tidak mudah. Sepertinya Bella masih butuh lebih banyak waktu.

Salah satu tujuan Bella menjalankan usahanya ini selain tentu saja mencari uang juga untuk menyibukkan harinya agar hatinya tidak selalu mengingat kenangan pahit bersama dia, seseorang yang masih setia mengusik hatinya.

Konter Bella ini terletak di pinggir jalan yang cukup ramai karena lokasinya berada di daerah padat penduduk.

Hal ini membuat konternya ramai pembeli. Alhamdulillah di tengah menjamurnya konter-konter pulsa di sekitarnya, konter yang baru dia kelola dua bulanan ini masih cukup menguntungkan.

"Teh Bella tadi Mbak Yani order voucher data tri yang matengan, all denom per 10 buah," lapor Nana, satu dari dua karyawan yang Bella miliki.

"Sudah kamu siapkan belum," tanya Bella.

"Sudah Teh," jawab Nana.

Nana telah bekerja di sini jauh sebelum konter ini dikelola oleh Bella jadi dia sudah paham betul dengan pekerjaannya.

Baru saja Bella mau duduk di kursinya, di pojok kanan ruangan, seorang pembeli tiba-tiba menyapanya.

"Eh Bella, kerja disini?" ternyata Bu Ratih yang menyapanya.

"Ya Bu," singkat Bella menjawab.

"Bu, Teh Bella ini yang...," ucapan Nana terhenti saat melihat Bella memberi kode padanya untuk berhenti bicara.

"Kenapa Bellanya," jiwa kepo Bu Ratih mulai bangkit.

"Maksud teman Bella ini, Bella karyawan baru disini," bohong Bella.

"Oh...bukannya kamu kuliah, lha kerja di konter rupanya, yang sabar ya Bel, kerja apa saja lah ya yang penting halal, jangan seperti si Melly tuh anaknya Pak Yunus, entah kerja apa pulangnya malam terus, mana yang nganter dia pulang tuh beda-beda orangnya, kerja apaan coba yang seperti itu kalau bukan ... ya tahulah kamu juga," Bu Ratih mulai menggiring Bella pada asumsi sesatnya.

Ya ampun, bukannya tadi pagi dia yang dijadikan objek gibahan Bu Ratih dan teman-temannya. Dan sekarang giliran Melly yang menjadi objek penderita dengan tema gibahan yang sama dengan dirinya. Apa ada yang salah dengan cara berpikir ibu di depannya ini.

"Bu Ratih mau beli apa ya," cepat Bella bertanya kepada Bu Ratih agar gibahan tersebut tidak berlanjut.

"Pulsa t*lkomsel ada yang berapa aja Bel?" tanya Bu Ratih.

"Ada yang 5000, 10.000, 20.000, 25.000, 50.000, 100.000 Bu," jawab Bella lengkap.

"Yang 10.000 jadi berapa?"

"12.000"

"Kok lebih mahal disini sih Bel, di konter sebelah sana masih 11.500," protes Bu Ratih.

"Maaf Bu, kami jualnya segitu, ini bosnya Bella yang menentukan harga, gimana Bu, pulsanya jadi?"

"Ya udah yang 10.000 saja, ini nomornya," kata Bu Ratih sambil menunjukkan layar ponselnya.

Dengan cepat Nana memasukkan nomor tersebut ke format transaksi di ponselnya dan mengirimkannya.

"Bel, bilangin sama bosnya kalau jual pulsa tuh jangan mahal-mahal, jangan cuma mikirin cari untung sebanyak-banyaknya, samain harganya dengan yang lain, biar ramai pembeli disini, kan kalau ramai dia lebih untung," petuah Bu Ratih kepada Bella.

"Walaupun ngambil untung sedikit tapi kalau yang beli banyak kan lebih baik daripada untung banyak tapi yang beli sedikit, coba pakai deh logikanya," lanjut Bu Ratih.

"Iya Bu, nanti Bella sampaikan," iyain sajalah, biar cepat pikir Bella. Rasanya tidak perlu dia jelaskan kenapa dia menetapkan harga jual sebesar itu pada Bu Ratih.

"Pulsanya sudah masuk, sebentar ya...," kata Bu Ratih.

Bu Ratih kemudian melakukan panggilan telpon melalui ponselnya.

"Assalamu'alaikum."

"Abiyan, ini Tante Ratih, kamu ke rumah Tante ya, Tante ada buat kue buat mamih kamu."

"....…......................"

"Kok tidak bisa, sebentar saja ke sini, ini kue kesukaan mamih kamu lho."

"…...…..................."

"Tidak usah suruh orang ambil, biar Tante sama Saras ke sana."

"..........................."

"Ya sudah, Assalamu'alaikum."

Bu Ratih kemudian menyimpan ponselnya ke dalam tas yang dibawanya.

"Oke deh, Ibu pamit ya, kerja baik-baik ya, apapun itu yang penting halal," pesan Bu Ratih saat pamit kepada Bella.

"Maaf Bu uang pulsanya belum," kata Nana mengingatkan Bu Ratih.

"Lho belum ya?....eh Ibu tidak bawa uang kecil nanti saja ya bayarnya di rumah," kata Bu Ratih.

"Bel Ibu minta dong nomor ponsel kamu, jadi kalau Ibu perlu pulsa Ibu tinggal WA kamu, bayarnya nanti kalau ketemu," lanjutnya.

Lha kok....Bu menyebalkan itu ada batasnya lho... kalau Bella bicara seperti itu kepada Bu Ratih boleh tidak ya...

Setelah Bu Ratih pergi, Bella termenung, kilasan masa lalu kembali membayang.

Nama orang yang Bu Ratih hubungi tadi mengingatkan Bella pada seseorang di masa lalunya. Orang yang pernah mengisi hari-hari Bella dengan kenangan indah dan orang yang pada akhirnya membuat Bella terluka.

Harus move on, lupakan masa lalu, semangat, tekad Bella dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!