NovelToon NovelToon

Beautiful Accident

Satu

"Cia... Gue gak mau tau! Pokoknya lo harus pergi ke acara ulang tahun gue nanti malem!" Teriak Risa sembari memberikan selembar undangan kepada Cia.

Recia Zevira. Seorang gadis manja yang lemot bahkan penakut. Gadis yang menyukai berbagai hal yang bebau manis dan membenci segala hal yang berbau pahit.

"Tapi Risa, Cia gak mau keluar rumah kalo malem!" Ujar Cia menatap Risa malas.

"Lo gak sayang sama gue? Gini, gue aja deh yang minta izin ke Tante Ratih sama Om Natan buat lo. Kalo perlu, nanti lo nginep aja di rumah gue supaya pulangnya gak kemaleman. Gimana?" Bujuk Risa yang akhirnya mendapatkan anggukan kepala dari Cia.

"Beneran Risa yang minta izin sama mama papa tapi ya?" Tanya Cia memastikan.

"Siap! Yeay... Gue sayang banget sama lo!" Ujar Risa memeluk Cia gemas. Risa memang sudah menganggap Cia seperti adiknya sendiri karena dirinya yang seorang anak tunggal begitu pun juga Cia yang menganggap Risa seperti kakaknya sendiri. Mereka adalah dua orang yang saling membutuhkan.

"Nanti pulang sekolah, kita langsung cuss beli gaun buat nanti malem ya. Gimana?" Tanya Risa yang mendapatkan anggukan kepala oleh Cia.

"Risa yang beliin?" Tanya Cia sambil memakan yupinya.

"Beres!" Ujar Risa senang.

"Izinin sama mama papa dulu tapi ih!" Rengek Cia yang membuat Risa menepuk kepalanya pelan.

"Bentar gue telpon Tante Ratih," Ujar Risa kemudian mengeluarkan ponselnya dan mendial nomor Mama Cia.

"Hallo Tante..."

"Hallo Risa, ada apa sayang?"

"Risa mau minta izin tante, buat ajak Cia dateng ke acara ulang tahun Risa nanti malam. Nginep di rumah Risa kok tante, jadi Cia nya gak pulang kemaleman." Jelas Risa.

"Tapi Cia nya di jagain loh ya!" Peringat Ratih.

"Beres Tante! Diizinin gak Tan?" Tanya Risa.

"Yaudah, bearti Cia pulang sekolah langsung ikut kamu ya sayang?" Tanya Ratih.

"Iya Tante. Boleh ya?" Tanya Risa.

"Iya, kalian hati-hati ya!" Nasehat Ratih.

"Siap boss!" Kemudian terdengar tawa di sebrang sana dan telpon pun di tutup.

"See? Diizinin kan?" Bangga Risa yang membuat Cia menganggukkan kepalanya.

"Nanti pulang sekolah mampir beli es krim dulu ya?" Ujar Cia dengan tatapan memelasnya.

Cii... Lo gemesin banget sih. Batin Risa.

"Kemarinkan udah." Tolak Risa halus.

"Yaudah, kalo gitu Cia gak mau ikut Risa!" Ambek Cia.

"Iya elah. Anceman lo ngeselin banget." Kesal Risa yang membuat Cia tertawa, tak lama mereka berdua pun tertawa bersama.

Tring tring tring

Bunyi bel sekolah pertanda pulang telah berbunyi membuat semua murid berdesak-desakan hendak pulang.

"Ayo Ci!" Ajak Risa yang mendapatkan anggukan dari Cia.

"Jangan lupa es krimnya ya!" Peringat Cia membuat Risa menganggukkan kepalanya.

"Ayo," Risa pun menggandeng tangan Cia ke arah parkiran tempat mobil Risa berada.

"Kak Aaro?" Kaget Risa di tengah perjalanan kala mendapati Ice Prince disekolah mereka sekolah mereka yang tengah berdiri tak jauh dari mereka bersama teman-temannya.

Risa pun menghampiri mereka dan melupakan Cia. Sesampainya dia di depan mereka, gadis itu kemudian memberikan masing-masing dari mereka sebuah undangan.

"Dateng ya Kak, ke ulang tahun aku." Ujar Risa dengan senyum manisnya.

"Wih, mantep nih. Kamu tenang aja cantik, kita bakalan pergi dengan formasi lengkap buat kamu!" Goda teman Aaro yang bernama Dion. Siapa yang tidak mengenal Risa coba? Ketua tim voli sekolah yang sangat di minati oleh para murid laki-laki.

"Bener Kak?" Heboh Risa yang mendapatkan anggukan dari mereka, kecuali Aaro.

Tak lama, Cia datang menghampiri mereka dengan wajah cemberutnya menatap Risa kesal.

"Risa kok ninggalin Cia sih!!!" Kesal Cia yang tidak memperhatikan sekitarnya.

"Aduh, maaf Ci... Tadi gue seneng banget waktu liat mereka, jadi lupa deh sama lo," Sesal Risa dengan jari yang menunjuk ke arah satu persatu laki-laki di depannya membuat Cia menatap sekelilingnya.

"Risa..." Panggil Cia takut kemudian langsung bersembunyi di belakang tubuh Risa ketika bertatapan dengan mata tajam seseorang yang mengarah kepadanya.

"Risa ayo pergi!" Ajak Cia membuat Risa berpamitan kepada mereka, para most wanted sekolahnya. sebenarnya Risa tidak terlalu mengenal mereka, tapi niat awalnya adalah mengundang seluruh siswa-siswi sekolah yang membuatnya berani menghampiri mereka.

"Itu yang sembunyi di belakang Risa siapa Anjay? Cantik banget! Bening bro!" Heboh Dion membuat Cia semakin ketakutan.

"Dia temen Risa Kak, kita duluan ya Kak!" Pamit Risa yang di balas anggukan mereka membuat Risa langsung berjalan meninggalkan mereka dengan Cia yang menggenggam tangannya erat.

"Risa ngapain sama orang-orang tadi sih? Nyeremin tau!" Protes Cia membuat Risa tertawa kecil.

"Aku ngundang mereka Ci!" Ujar Risa gemas kemudian mengunyel kedua pipi Cia.

"Sakit tau! Risa mah!" Ambek Cia membuat Risa terbahak karenanya.

"Ayo kita masuk mobil! Kalo engga, bisa gak pergi-pergi kita." Ajak Risa dengan tangan kanan yang membuka pintu pengemudi diikuti oleh Cia yang membuka pintu penumpang.

"Beli es krim jangan lupa loh!" Ujar Cia yang mendapatkan cibiran dari Risa.

"Giliran es krim aja cepet! Giliran disuruh nemenin gue aja susahnya minta ampun!" Kesal Risa yang membuat Cia tertawa lepas.

"Sayang Risa!" Ujar Cia kemudian memeluk wanita itu dari samping.

"Sayang Cia!" Ujar Risa lembut. Kemudian mengusap rambut gadis itu sayang.

Sesampainya mereka di Mall, Risa mengajak Cia untuk membeli es krim terlebih dahulu, kemudian mereka pergi ke sebuah butik

Mereka pun memilih-milih, bukan, bukan mereka, namun hanya Risa seorang diri lah yang memilih-milih apa saja yang di perlukannya dengan Cia yang mengekorinya bagaikan anak ayam di belakangnya.

Pandangan Risa tertuju pada sebuah gaun manis berwarna pink. Sangat cocok untuk Cia yang manis.

Risa pun mengambil gaun yang panjangnya diatas lutut itu kemudian memberikannya kepada Cia untuk di coba.

"Perfect!" Ujar Risa ketika melihat Cia yang keluar dari ruang ganti.

"Oke! Kita ambil yang ini." Ujar Risa yang di angguki oleh Cia.

"Yang mana aja asal Risa suka." Jawab Cia membuat Risa terkekeh.

"Oke. Ayo kita bayar!" Ajak Risa kemudian mereka pun membayar semua belanjaan mereka.

"Cus salon!" Ujar Risa menggandeng tangan Cia yang sedang melihat gula-gula yang terpajang di etalase toko yang berada di depan mereka.

"Risa... Mau itu!" Tunjuk Cia yang mendapatkan gelengan kepala Risa.

"Gak! Nanti gigi lo sakit baru tau rasa!" Marah Risa yang membuat Cia menunduk takut.

Risa yang melihat Cia pun menepuk keningnya pelan. Bagaimana dia bisa lupa?

"Jangan ya? Nanti sakit gigi!" Ujar Risa lembut tapi tak di hiraukan oleh Cia membuat Risa mau tidak mau akhirnya membelikan Cia gula-gula itu.

"Nih!" Risa memberikannya ke depan Cia namun hanya di tatap oleh gadis tersebut.

Cia kemudian masuk ke dalam salon yang hendak mereka masuki tanpa menghiraukan Risa yang masih memegang gula-gulanya.

Kok jadi gini sih? Kenapa pula dirinya bisa sampai kelepasan membentak gadis itu. Pasti sekarang Cia sedang berusaha menahan tangisnya. Bodoh! Dumel Risa pelan.

Setelah mereka selesai merias diri di salon, mereka pun pergi menuju tempat pesta dengan suasana yang masih awkward.

Sesampainya mereka di sana, ternyata tamu undangannya sudah ramai berdatangan.

Risa pun menggenggam tangan Cia, namun anehnya gadis itu hanya mengikuti Risa tanpa banyak protes ini dan itu membuat Risa menghembuskan nafasnya kasar. Cia masih marah. Pikirnya.

Hingga akhirnya acara selesai, kemudian Cia menunggu Risa di depan sebuah meja. Cia pun mengamati sekitar ruangan itu yang kotor! Penuh dengan sisa rokok serta asap rokok yang masih mengelilingi ruangan tersebut.

Tak lama, Cia merasakan tarikan kuat pada tangannya membuat Cia berteriak kencang. Namun karena ramainya serta bisingnya ruangan itu membuat tidak ada seorang pun yang menghiraukan teriakan Cia.

Brak

Ceklek

Bunyi pintu yang di tutup dan di kunci dari dalam.

Cia pun ketakutan hingga berlari ke ujung kasur.

"Please! Tolongin gue!" Ujar suara serak itu.

"Cia harus tolongin Kakak apa?" Gugup Cia. Dia sekarang benar-benar takut.

Srek

Pria itu maju, naik ke atas tempat tidur kemudian menghampiri Cia.

Dia, Kakak kelasnya tadi sore yang mereka temui di parkiran, orang yang menatapnya tajam saat itu.

Aaro

Aaro pun menarik kaki Cia agar Cia mendekat ke arahnya. Di tindihnya wanita mungil itu kemudian memandangnya lama.

"Maaf! Tapi gue udah gak tahan lagi!" Ujar Aaro yang membuat Cia bertambah takut. Air matanya sekarang bahkan sudah mengalir membasahi pipi chubbynya.

Cup!

Aaro mulai menempelkan bibir mereka, menghisapnya kuat. Memaksakan lidahnya masuk ke dalam mulut mungil itu dengan cara mengigit kecil bibir nya.

Saat Cia hendak berteriak, saat itu juga lah lidah Aaro masuk dan membelai lidah serta menjelajahi seluruh isi mulut Cia.

Air mata Cia sudah membasahi wajahnya. Aaro terus melakukan hal yang membuatnya merasa takut dan kesakitan.

Jleb

"Aaa... Sakit Kak...!!!" Teriak Cia ketika merasakan sesuatu yang terasa seperti merobeknya di bawah sana. Air matanya terus mengalir, bahkan sekarang matanya sudah bengkak.

Tanpa menunggu Cia menyesuaikan diri dengan miliknya, Aaro menggerakkan tubuh mereka hingga akhirnya dia mendapatkan apa yang diinginkannya.

Terus menerus melakukan hal yang sama hingga akhirnya dia pun ambruk di atas tubuh Cia yang sudah pingsan itu.

Dua

Brak

Pintu kamar itu di dobrak dari luar, di susul dengan suara jeritan serta tangisan yang menyatu.

"Cia!" Teriak Risa histeris. Dia pun berlari menghampiri Cia.

Dia yang sejak semalam merasa sangat khawatir karena tidak menemukan sahabat mungilnya itu di dalam aula hotel tempat pestanya di langsungkan pun sangat panik hingga akhirnya tadi subuh, dia mengecek CCTV hotel kemudian melihat sahabatnya itu yang di tarik oleh Aaro ke sebuah kamar.

Teriakan kencang itu membuat dua orang yang sedang tidur dengan saling berpelukan erat itu terganggu.

Cia pun mengerjabkan matanya pelan. Sakit! Itulah hal yang pertama kali di rasakan olehnya. Rasa sakit itu langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Air matanya pun mengalir dengan deras. Bahkan tubuhnya sulit di gerakkan sangking sakitnya.

Plak

Risa menampar pipi Aaro dengan keras.

"Apa yang udah lo lakuin sama sahabat gue hah!" Teriakan Risa menggema di seluruh kamar itu.

Risa pun segera menghampiri Cia kemudian menaikkan selimutnya hingga menutupi dada gadis itu.

"Hiks... Risa... Badan Cia sakit semua. Bawah Cia sakit banget, gak bisa gerak!" Adu Cia dengan isakannya membuat Risa memeluknya erat.

Aaro yang akhirnya menyadari hal tersebut menatap Cia dengan pandangan tidak percaya. Bahkan di sepanjang leher Cia terdapat ruam ke merahan yang sangat banyak. Apakah dia yang membuat itu? Tapi melihat dari situasi yang terjadi, sepertinya memang dialah yang melakukan itu.

"Sakit!" Isak Cia membuat tubuh Aaro menegang. Apa yang sudah dilakukannya kepada gadis polos ini? Astaga! Frustasi Aaro.

Di jambaknya rambutnya keras. Apa yang harus di lakukannya? Jelas-jelas semalam dia merasakan penghalang yang di terobosnya dengan paksa.

"Hiks Risa... Badan Cia sakit banget!" Isak Cia membuat Aaro kembali memfokuskan pandangannya kepada gadis yang sudah di perawaninya semalam.

"Ayo kita pergi!"

Namun, belum sampai Risa membantu Cia bangun, Aaro tidak sengaja melihat genangan darah diatas kasur mereka menatapnya panik. Apa yang sudah dilakukannya pada gadis ini hingga seperti ini? Bahkan muka gadis itu sudah terlihat sangat pucat seperti tidak memiliki darah.

"Tunggu!"

Aaro pun segera bangkit kemudian mengambil baju dan celananya cepat membuat Risa berteriak keras. Di gendongnya tubuh lemas yang sudah dililitnya dengan selimut itu dengan cepat kemudian berlari keluar kamar hotel yang diikuti oleh Risa yang ikut berlari di belakangnya.

Aaro langsung memasuki mobilnya yang terparkir di basement hotel tanpa melepaskan Cia dari pelukannya. Memangku Cia yang sudah benar-benar lemas.

Tak lama, Risa pun memasuki kursi penumpang di samping Aaro membuat Aaro langsung melajukan mobil itu dengan kencang ke arah Markas ayahnya. Hanya markas ayahnya yang jaraknya lebih dekat dari pada rumah sakit saat ini.

Jantung Aaro berdetak sangat kencang saat ini. Masih tidak menyangka dengan apa yang dilakukannya pada gadis polos ini. Dikecupnya kening Cia lembut.

"Jangan tidur!" Bisik Aaro di samping telinga Cia.

"Cia ngantuk, badan Cia sakit semua!" Ujar Cia lemah membuat Aaro panik.

"Cia kenapa?" Teriak Risa sejak tadi namun tidak di hiraukan oleh Aaro.

"Jangan tidur... Gue mohon!"

Tes

Setetes air mata Aaro jatuh untuk pertama kalinya sejak dia beranjak dewasa. Sejak dia berumur enam tahun, laki-laki itu sudah tidak pernah lagi menangis, bahkan saat Papanya memberikannya latihan yang sangat berat pun Aaro tidak pernah menangis. Namun kini? Dia menangis karena gadis polos yang sudah disakitinya ini.

Saat Aaro hendak mengecup kening Cia, di lihatnya gadis itu sudah memejamkan matanya membuat Aaro semakin panik. Dia pun menginjak pedal gas semakin dalam agar mereka segera sampai.

Sesampainya mereka di sana, Aaro langsung membawa Cia ke dalam ruangan yang di buat seperti sebuah rumah sakit dengan fasilitas yang sangat lengkap itu oleh Papanya. Aaro pun mulai menanganinya cepat. Pendarahan berat. Apakah dia sekasar itu semalam? Aaro! Kau sangat bodoh! Makinya.

Aaro bergegas masuk ke dalam kamar mandi kemudian menyalakan air di dalam bath up dan menunggunya hingga terisi penuh. Dimasukkannya tubuh polos Cia ke dalamnya untuk membersihkan seluruh darah yang keluar. Setelah Aaro menyiapkan stok darah Cia yang untungnya ada disini, Aaro kembali mengangkat tubuh Cia ke atas tempat tidur yang sudah dilapisi dengan popok besar yang berbentuk seperti pembalut itu.

Risa pun membantu Aaro untuk mengeringkan tubuh Cia, sedangkan Aaro memasang jarum agar darah bisa masuk ke dalam tubuh Cia. Melakukan semua hal yang di perlukan saat ini dengan cepat.

Setelah kering, Risa menutupi tubuh itu dengan selimut tebal yang ada di sana.

Huh

Aaro menghela nafasnya lega, bahkan kakinya saja sudah terasa lemas sejak tadi. Diusapnya kepala Cia yang sedang tertidur itu dengan lembut.

"Lo harus tanggung jawab!" Desak Risa.

"Tanpa lo bilang juga gue bakalan tanggung jawab!" Ujar Aaro dengan pelan. Diusapnya tangan Cia yang bebas dengan lembut.

Risa yang memperhatikan itu mendengus kesal.

"Ternyata lo emang benar-benar bajingan ya!" Sinis Risa namun tidak di hiraukan oleh Aaro.

Dia terus menatap wajah pucat itu lekat. Mengingat raut serta jeritan kesakitan Cia semalam. Betapa bodohnya dia menyakiti dan merenggut masa depan gadis ini. Namun, karena obat yang entah siapa yang memasukkannya ke dalam minumannya hingga bisa menyebabkan hal ini terjadi.

"Gue..."

Drtt drtt

Bunyi ponsel Aaro dengan layar yang bertuliskan nama Papa.

"Hallo!" Sapa suara dingin itu.

"Siapa yang kau bawa ke markas pagi ini?" Tegas Zio kepada putranya itu.

"Aaro udah merusaknya Pa!" Lirih Aaro yang membuat Zio tersentak kaget.

"Maksud kamu apa?" Bentak Zio kepada anak sulungnya itu.

"Seseorang sepertinya berniat jahat sama Aaro dengan memasukkan obat ke minuman Aaro, Pa!" Tebak Aaro.

"Apa? Papa gak mau tau, kamu harus nikahi dia secepatnya. Jangan sampai anak itu tumbuh sebelum kalian menikah!" Tegas Zio yang di angguki oleh Aaro.

"Besok! Papa bakalan urus semua persiapannya hari ini!" Putus Zio.

"Terima kasih Pa!" Ucap Aaro. Dia memang sangat beruntung karena mendapatkan Papa yang selalu siap siaga untuknya.

Tut tut tut

Aaro pun menatap lurus Risa.

"Apa?" Gasnya.

"Lo bisa keluar!" Tegas Aaro yang mendapatkan gelengan kepala Risa.

"Nanti lo apa-apain Cia!" Bentak Risa.

"Gue butuh tidur! Gue cape!" Ujar Aaro dengan suara seraknya yang sudah terdengar berat karena lelah.

"Sana tidur! Siapa yang larang lo?" Sinis Risa.

"Gue butuh Cia juga!" Lirih Aaro yang mendapatkan tatapan tajam dari Risa.

"Gak! Gak bisa!" Sentaknya.

"Besok gue juga bakalan nikahin dia. Bisa lo kasih kita ruang?" Pasrah Aaro. Dirinya benar-benar lelah sekarang. Dia membutuhkan Cia agar bisa tertidur.

Selama ini dia memang sangat sulit untuk bisa tidur dengan nyenyak, bahkan saat semua tubuhnya sudah lelah saja, matanya seolah enggan tertutup.

Namun semalam, hanya dengan memeluk gadis ini dia bisa tidur dengan nyenyak.

"Gue duduk disana." Putus final Risa. Dirinya juga membutuhkan tidur. Sepertinya sofa itu lebih dari cukup untuk menampungnya sebentar.

Risa pun berjalan menuju sofa itu, sedangkan Aaro bergerak turun untuk memeluk tubuh Cia. Tubuh yang sepertinya akan menjadi candu bagi dirinya.

Dipeluknya tubuh itu dengan hati-hati. Diletakkannya kakinya di atas kaki Cia yang mungil kemudian, Menyembunyikan wajahnya di leher Cia yang terdapat banyak bekas kiss mark yang di buat olehnya.

Dikecupnya lembut leher itu kemudian pergi ke alam mimpi.

Ceklek

"Astagfirullahalazim!" Teriak Rion dari ujung pintu itu.

Dia menutup mulutnya erat ketika mendapati kakak kembarnya yang sedang tidur dengan memeluk seorang gadis.

"Woy A' lo ngapain?" Ujar Rion menggoyangkan tubuh kembarannya kencang.

Aaro pun membuka matanya malas saat menemukan adiknya yang tengah menganga.

"Kenapa?" dinginnya.

"Lo meluk siapa anjing!" Teriak Rion heboh yang menyebabkan Cia membuka matanya perlahan.

Setelah menyesuaikan pandangannya, Deg!

Cia langsung bangkit dari tidurnya yang membuat dia meringis sakit.

"Jangan bangun dulu!" Ujar suara berat itu.

"Aaaa... Risa... Mama... Papa!!!" Teriak Cia kala melihat wajah Aaro yang berada di depannya.

"Kenapa?" Panik Aaro, kemudian membantu menaikkan selimut yang tadi sempat turun hingga menutupi leher Cia.

Risa yang mendengar teriakan Cia pun bangun dan langsung berlari ke arah sahabatnya itu.

"Kenapa Ci? Lo kenapa?" Panik Risa.

"Cia takut! Cia takut sama kakak itu!" Tujuk Cia ke arah Aaro.

Deg

Apakah akan seperti ini? Pikir Aaro.

"Dia jahat! Cia udah minta berhenti berkali-kali! Tapi dia masih aja lakuin itu!" Isak Cia histeris.

Saat Aaro bergerak ingin mendekatinya, Cia berontak menjauh.

"Hiks... Hiks... Mama... Papa... Risa... Cia takut!" Isak Cia. Risa pun akhirnya memeluk sahabatnya itu erat.

Pasti Cia mengalami syok karena kejadian yang Aaro lakukan kepadanya.

Risa pun mengalihkan tatapannya ke arah samping Aaro.

"Kok ada dua?" Bingung Risa yang masih setengah sadar.

Rion pun menyengir memperlihatkan deretan giginya.

"Gue Arion. Kembarannya Aaro, panggil aja Rion!" Ujar Rion memperkenalkan diri membuat Risa tersadar jika Aaro memang mempunyai kembaran. Mungkin efek belum sepenuhnya sadar membuat Risa lupa dengan hal itu. Dia pun terus mengusap rambut Cia lembut. Masih mencoba menenangkan sahabatnya ini.

"Gue tau," Jawab Risa. Siapa coba yang tidak kenal dengan dua orang laki-laki yang sangat tampan ini? Pikirnya.

Warna Mata mereka yang berbeda, serta sikap keduanya yang saling bertolak belakang yang membedakan kedua orang itu.

"Aaaa!!!" Teriak Cia saat merasakan Aaro yang menyentuh lengannya.

"Jangan! Cia takut! Cia gak mau!" Isaknya pilu.

Aaro menatap Cia yang berada di pelukan Risa dengan sendu.

"Maaf!" Bisik Aaro di telinga Cia namun lagi-lagi hanya teriakan takut Cia lah yang menjadi sahutannya.

"Sttt gak apa-apa. Gue disini kok sama lo!" Ujar Risa kembali menenangkan Cia yang bahkan sekarang masih menangis tersedu-sedu.

"Udahan dulu nangisnya ya? Nanti susah nafas loh!" Peringat Risa.

Cia pun mulai meredakan tangisannya karena tidak ingin merasakan kesulitan untuk bernafas lagi.

"Udah ya," Bisik Risa yang di angguki oleh Cia.

"Cia capek Risa," Gumam Cia.

"Iya Cia, ini Risa peluk," Balas Risa yang mendapatkan anggukan dari Cia.

"Jangan di lepas ya Risa." Ujar Cia lemah.

"Iya Sayang." Bisik Risa dengan mengusap rambut Cia lembut.

Aaro dan Rion pun hanya menatap kedua orang sahabat itu dengan tatapan mereka yang berbeda-beda.

Tiga

"Gak! Cia gak mau deket-deket sama orang itu! Orang itu jahat!" Teriak Cia ketika dirinya di giring untuk masuk ke dalam ruangan yang menjadi tempat pernikahannya dan Aaro. Setelah tiga hari sejak kejadian itu, tiba-tiba saja tadi pagi Mamanya mendandaninya secara tiba-tiba.

"Tapi sayang, dia adalah suami kamu." Bujuk Ratih kepada anaknya itu.

"Cia gak mau Ma! Cia takut!" Teriak Cia dengan memberontak keras. Tamu-tamu undangan pun menatap mempelai wanita yang tengah berontak itu dengan heran.

"Mama! Cia gak mau!" Teriak Cia. Ratih pun akhirnya berhenti menyeret Cia ke arah Aaro.

Aaro disana tengah duduk di kursi pelaminan setelah mengucapkan ijab qobul.

Apakah Aaro terlihat semenakutkan itu dimata Cia? Kecewanya.

"Sayang? Hei? Dengar Mama! Nanti di dalam perut kamu bakalan ada dedek bayi nya sayang. Ayahnya adalah Aaro. Laki-laki yang sudah mengucapkan janji suci untuk kamu." Jelas Ratih sabar.

"Dedek Bayi? Cia bakalan punya dedek bayi?" Tanya Cia yang di angguki oleh Ratih.

"Kamu adalah Mamanya dan laki-laki itu..." Tunjuk Ratih pada Aaro.

"Laki-laki itu adalah suami kamu! Ayah dari bayi kamu." Ujar Ratih yang membuat Cia menatap ke arah Aaro dengan mata sembabnya.

"Hallo sayang... Nama Mama, Sana. Kamu bisa panggil dengan Mama Sana atau apapun itu yang kamu mau!" Ujar Sana memperkenalkan dirinya kepada Cia. Gadis yang telah di rusak oleh putranya. Awalnya, Sana merasa sangat terpukul akan hal itu. Bahkan dia sempat pingsan saat mendapatkan kabar itu.

Namun, karena kesalahan putranya, dia harus bisa mengambil hati menantunya yang sepertinya takut kepada Aaro, anaknya.

"Mama Sana?" Tanya Cia mengalihkan pandangannya kepada wanita cantik di depannya ini.

"Cia mau ya sayang kesana sebentar? Pasang cincin doang kok. Mama janji! Abis itu Cia boleh pergi lagi." Bujuk Sana yang membuat Cia berpikir sebentar.

"Kalo kamu mau nanti mama beliin permen yang banyak. Mau gak?" Tanya Ratih yang membuat kedua bola mata Cia berbinar ceria.

"Tapi Cia maunya Yupi, Mama," Saut Cia dengan mata polosnya.

"Iya, nanti kita beli yupi yang banyak ya. Kamu mau?" Tanya Sana dengan senyum lembutnya.

"Cia mau!" Teriak Cia.

Akhirnya mereka pun menghela nafasnya dengan lega.

"Tapi cuma pasang cincin aja ya Ma. Soalnya Cia takut sama orang itu." Ujar Cia sambil menunjuk Aaro.

"Iya sayang," Ujar Ratih dan Sana secara kompak.

Cia pun berjalan dengan diiringi oleh Sana dan Ratih di kiri dan kanannya.

Sesampainya di depan Aaro, Cia menundukkan kepalanya takut.

"Gue gak akan ngapa-ngapain lo!" Ujar Aaro dingin membuat Cia semakin menjauh darinya. Sana yang menyadari itu pun memelototi Aaro membuat orang yang di pelototi tersebut menghela nafasnya pelan.

"Ini cincinnya," Ujar Aaro kemudian memberikan sebuah cincin kepada Cia.

"Makasih," Gumam Cia yang di angguki oleh Aaro.

Aaro pun mengulurkan tangannya membuat Cia memasangkan cincin itu ke jari manis Aaro.

Kemudian Aaro mengulurkan tangannya membuat Cia memberikan tangannya walau pun dengan perlahan.

Prok prok prok

Riuh tepuk tangan menggema di ruangan itu ketika keduanya sudah saling memasangkan cincin satu sama lain.

Setelah Aaro memasangkan cincin di jari manis Cia, gadis itu pun segera berlari meninggalkan Aaro sendirian di tempat pelaminan.

"Mama? Yupi Cia Mana?" Tanya Cia menagih janji kepada Mamanya.

"Iya, nanti malam kita beli ya?" Tanya Ratih lembut yang dibalas anggukan kepala oleh Cia.

"Mama, Cia ngantuk!" Adu Cia sembari menguap lebar.

"Cia mau bobok?" Tanya Ratih dengan sabar.

"Iya Mama." Ujar Cia dengan menganggukkan kepalanya pelan.

"Yaudah sayang, Ayo kita ke kamar." Ajak Ratih yang diikuti oleh Cia.

"Tapi Mama peluk Cia Ya? Kemarin Cia gak bisa tidur karena gak di peluk Mama." Adu Cia.

"Kenapa gak bisa tidur Hmm?" Tanya Ratih yang membuat Cia diam seribu bahasa.

"Nanti anak kalian mau di kasih nama apa Sayang?" Tanya Ratih yang mendapatkan gelengan kepala oleh Cia.

"Cia gak tau Ma," Ujar Cia sembari menguap lebar.

"Emangnya dedeknya udah ada ya?" Tanya Cia bingung.

"Belum sayang, tapi akan ada." Ujar Ratih sembari mengusap rambut Cia sayang.

Ceklek!

Ruangan dengan nuansa berwarna Baby Pink menyambut mereka pertama kali. Cia menaiki kasurnya, kemudian mulai berbaring dengan memeluk Ratih.

"Selamat tidur Ma," Ujar Cia yang mendapatkan anggukan kepala dari Ratih.

"Selamat tidur juga sayang!" Ujar Ratih, kemudian mereka pun pergi ke alam mimpi.

\~\~\~

"Sayang? Ayo bangun yuk!" Ajak Ratih yang berusaha membangunkan Cia yang masih nyenyak dalam tidurnya.

"Nanti Ma, Cia ngantuk banget Ma!" Ujar Cia kembali mengambil guling yang berada di depannya. Memeluk guling itu erat.

"Memangnya kamu gak mau sekolah hmm?" Tanya Ratih.

"Cia mau sekolah Ma," Ujar Cia kemudian mulai bangun dari tempat tidurnya dan bergegas untuk mandi.

"Pagi Ma, Pagi Pa?" Ujar Cia yang turun dari tangga kemudian langsung menghampiri kedua orang tuanya yang sudah berada di depan meja makan. Mengecup pipi keduanya dengan sayang.

"Pagi sayang," Kompak keduanya.

"Sini! Kamu mau sarapan apa?" Tanya Ratih kepada putri satu-satunya itu.

"Cia mau roti selai coklat satu sama selai strawberi satu ya Ma," Cengirnya.

"Siap laksanakan bu boss!" Ujar Ratih kemudian mulai menyiapkan apa yang Cia mau dan menyerahkannya pada gadis itu.

"Cia, Sayang, nanti kamu berangkat sekolahnya sama Aaro ya Nak?" Tanya Ratih kepada Cia membuat yang punya nama menghentikan kunyahannya kemudian, menatap Ratih dengan pandangan takutnya.

"Cia gak mau Ma, Pa! Cia gak mau! Kakak itu jahat... Cia takut!" Lirih Cia.

"Tapi Sayang, Nanti kamu pasti bakalan tinggal berdua sama Aaro nak, dia sekarang adalah suami kamu!" Ujar Natan. Papanya Cia.

"Cia gak mau Pa! Cia takut!" Gigih Cia yang membuat kedua orang tua itu hanya bisa menghela nafasnya pasrah.

Tok tok tok

"Bentar ya, Mama mau bukan pintu dulu!" Ujar Ratih kemudian berjalan ke arah ruang tamu.

"Loh? Aaro?" Tanya Ratih dengan heran ketika mendapati Aaro yang berada di depan pintu rumahnya.

"Cianya belum berangkat kan Ma?" Tanya Aaro yang mendapatkan gelengan kepala oleh Ratih.

"Dia masih di dalam. Tadi Mama sama Papa udah bujukin dia supaya mau pergi sama kamu, tapi dia gak mau." Ujar Ratih menjelaskan.

"Gak apa-apa Ma, Aaro bakalan ikutin Cia dari belakang aja. Nanti Cia berangkatnya sama sopir Aaro aja." Ujar Aaro kepada Ratih.

"Kamu seriusan? Kamu kenapa pucat banget?" Tanya Ratih yang mendapatkan gelengan kepala oleh Aaro.

"Kurang tidur Ma kayaknya. Oh iya Ma, tolong kasih kalung ini sama Istrinya Aaro ya Ma?" Tanya Aaro kemudian menyerahkan sebuah kalung sederhana yang berbentuk huruf A.

"Iya sayang. Makasih ya kamu sudah mau ngerti. Mama sama Papa bakalan berusaha buat terus bujuk Cia semampu kami." Ujar Mama Ratih.

"Iya Ma, makasih banyak ya Ma, Aaro pamit dulu Ma." Pamit Aaro kemudian mencium tangan Ratih

"Kamu hati-hati ya Sayang!" Ujar Ratih yang membuat Aaro menganggukkan kepalanya kemudian pergi meninggalkan rumah Istrinya itu.

Kenapa mereka tidak tinggal di satu rumah padahal dirinya dan Cia sudah menikah? Alasannya adalah, karena Cia yang terus menjerit dan menangis ketika melihat wajah Aaro. Dia terus memberontak hingga pingsan membuat Aaro tidak tega untuk memaksa Cia agar ikut bersama Aaro.

Bantuan dari Mama Ratih dan Papa Natan pun sangat membantu untuk Aaro. Awalnya Papa Natan langsung meninju wajahnya saat dia berkunjung ke rumah Cia untuk pertama kalinya. Tapi entah karena apa, Papa Natan pun juga turut Andil dalam membujuk istrinya itu agar mau tinggal bersamanaya.

Aaro pun masuk ke dalam mobilnya kemudian menunggu istrinya itu untuk keluar dari rumah dan segera masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan olehnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!