Cerita ini berawal dari gadis cantik, yang bernama dinda ayu pratista berusia 20 tahun, yang terbangun dari tidurnya.
Merasakan seluruh tubuhnya terasa remuk, dan sakit di bagian intinya. Bahkan dia terkejut, saat mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, saat tahu jika di sampingnya terdapat laki-laki, yang masih tertidur dengan tubuh polos sama sepertinya.
Dinda seketika menangis mengingat kejadian tadi malam, saat teman laki-lakinya yang bernama Raffael kavindra, merenggut kesuciannya.
Flashback on
Drrrt... Drrrt...
"Hallo." Dinda mengangkat telepon dari Raffael.
"Din, ini gue roy. Lo lagi di mana, " sahut seseorang dari seberang telepon.
"Aku masih di pabrik, roy. Memangnya kenapa ? Dan di mana raffael, " tanya dinda.
"Itu dia, din. Si raffael sekarang lagi mabuk berat. Gue suruh pulang, juga enggak mau. Sekarang gue bingung harus bagaimana?"
Dinda pun menghela nafas dan berkata, " Ya udah, sekarang beri tahu aku, kalian di mana. Nanti aku ke sana."
"Oh, ok din. Nanti gue kirim alamatnya sama lo. Thanks ya, " sahut roy terdengar bahagia.
Dinda pun mengakhiri panggilannya, dan bergegas menuju tempat dimana teman baiknya itu sekarang berada.
***
Setelah menyelesaikan pekerjaannya dinda pun segera pergi ke tempat dimana temannya itu berada.
Dengan menggunakan ojek, dinda pun kini sudah sampai di sebuah club malam.
Sebenarnya dia enggan, menginjakkan kaki di tempat itu. namun dia juga khawatir, akan keadaan raffael saat ini.
Dinda pun berjalan masuk ke dalam club itu, matanya pun menyapu seisi club untuk mencari keberadaan raffael.
"Dinda, " panggil roy saat melihat dirinya.
Dinda pun menghampiri mereka, dan benar saja raffael sedang mabuk berat.
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi, roy?" tanya dinda, setengah berteriak.
Suara musik Dj yang keras,membuat dinda harus berbicara dengan sedikit berteriak.
"Gue juga enggak tahu, din. Tapi sebelum dia mabuk, dia bilang sama gue. Kalau dia, mau di jodohkan sama nyokap nya, " seru roy memberitahu.
Dinda menghela nafas, tidak menyangka karena hal itu membuat raffael minum sampai mabuk berat.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya dinda, menatap roy.
Roy mengangkat bahu acuh, karena jujur dia sendiri juga bingung harus bagaimana.
"Kita enggak mungkin bawa dia ke rumah, din. sebab lo tahu, nyokap nya raffael galaknya minta ampun, " celetuk roy.
"Terus, kamu mau aku bawa raffael, ke kosan ku gitu! Maaf!" seru dinda ketus.
"Gimana, kalau kita biarin si raffael di sini aja, din?"
"Emang di sini ada kamar, roy?" tanya dinda, polos.
Roy tersenyum tipis. "Ya ada lah. Sekalian kalau mau uhuy juga bisa din, " ucapnya bercanda.
Dinda mendelik, saat mengerti apa yang dimaksud oleh roy. mereka pun memutuskan untuk membawa raffael yang sudah mabuk berat, ke salah satu kamar yang berada di club malam itu.
Dengan sedikit kesusahan, mereka berdua memapah raffael yang sempoyongan.
"BRAKK..." Dengan sedikit kasar roy, membuka pintu kamar. mereka pun masuk, dan membaringkan tubuh raffael di ranjang.
"Huh... dasar nyusahin, " gerutu roy, mengusap keringat yang membasahi keningnya.
Dinda memicingkan mata. "Lagian kenapa kamu, bawa raffael ke sini, " ucapnya kesal.
Roy tersenyum kikuk, saat melihat dinda yang terlihat marah kepadanya.
Saat akan menyahuti ucapan dinda, ponsel roy pun berdering. dia pun segera melihat nama, yang tertera di layar ponselnya.
"Siapa, roy?" tanya dinda.
"Nyokap gue, din. Gue lupa kalo malam ini, di rumah gue ada acara. Jadi sepertinya gue harus pulang, din, " ucap roy memberitahu.
"Terus raffael, gimana?"
"Gue serahin dia sama lo. Sorry gue harus pulang."
Setelah mengucapkan pamit, roy pun pergi dari kamar itu.
Dinda pun bingung, harus bagaimana. setelah berpikir lama, dinda pun memutuskan untuk pulang.
Sebelum itu, dinda melepaskan sepatu milik raffael dan menyelimuti tubuhnya.
Namun tiba-tiba saja raffael, menarik tubuh dinda dan menindihnya.
"Raf, apa yang kamu lakukan, " pekik dinda terkejut.
"Gue enggak cinta sama cewek itu. Gue enggak mau di jodohin sama dia." Raffael meracau, dengan mata menatap dinda sayu.
"Lepaskan aku, raf." Dinda yang takut pun, memohon.
Namun sayang, pengaruh alkohol membuat kesadaran raffael tidak bisa menahan hasratnya. pada saat itulah terjadi, hal yang membuat dinda kehilangan kehormatannya.
Flashback off
Dinda pun memungut semua bajunya.dengan tertatih, dia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang terasa lengket.
Tangis dinda kembali pecah, saat dirinya berdiri di bawah guyuran air dari shower.
Dia merasa, jika dirinya wanita kotor dan murahan.
Setelah selesai, dinda pun segera pergi dari sana meninggalkan raffael, yang masih tertidur.
Dinda berharap, jika raffael tidak akan menanyakan hal yang sudah terjadi,di antara mereka tadi malam.
***
Hari ini dinda memutuskan untuk pergi bekerja meskipun, dengan keadaan hati dan fisik yang sakit.
Namun dia sadar, jika saat ini masih banyak hal yang harus dinda lakukan. apalagi saat ini dinda, adalah tulang punggung bagi adik-adiknya di panti asuhan.
"Aku harus kuat. Aku tidak boleh bersedih lagi. Ingat adik-adik mu di panti, dinda. Mereka membutuhkan mu, " gumam dinda menyemangati dirinya sendiri.
Dinda memang berasal dari panti asuhan, setelah lulus sekolah menengah atas, dia memutuskan untuk bekerja. sebab dia tahu, jika keadaan panti sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Dengan dirinya bekerja, sedikitnya dia bisa membantu memenuhi kebutuhan panti. di samping itu, raffael sebagai teman dinda, selalu membantunya dengan menyumbang untuk panti.
Raffael merupakan putra tunggal, dari keluarga terpandang di kota tersebut. sehingga mudah baginya, untuk mendapatkan sesuatu termasuk membantu panti asuhannya dinda.
Dinda menghela nafas, saat hendak akan masuk ke dalam pabrik. Dia mencoba berjalan seperti biasa, meskipun harus menahan rasa sakit pada bagian intinya.
"Din, kamu kenapa?" Salah satu seorang teman dinda bernama mita, merasa aneh saat melihat cara berjalan dinda, tidak seperti biasanya.
"Anu... Tadi aku jatuh di kamar mandi, " jawab dinda berbohong.
"Jatuh, " seru mita khawatir. "Tapi kamu enggak apa-apa, kan?" tanya mita, menelisik seluruh tubuh dinda.
Dinda tersenyum tipis ,melihat ke khawatiran mita kepadanya. "Aku enggak apa-apa, mita. Hanya saja kaki ku sedikit sakit, mungkin akibat terjatuh tadi," ucap dinda menjelaskan.
Mita pun menghela nafas lega, saat tahu jika keadaan temannya itu baik-baik saja.
Mereka pun masuk ke dalam pabrik, untuk memulai bekerja.
...****************...
Sementara itu di club, raffael membuka matanya perlahan. dirinya terkejut, saat mendapati dirinya tanpa mengenakan sehelai benang pun.
Dia melihat sekitar, namun tidak menemukan siapa pun di kamar itu.
Raffael mencoba mengingat, apa yang sudah terjadi semalam kepadanya.
Namun sayang, raffael tidak bisa mengingatnya. dirinya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi.
Namun saat beranjak dari tempat tidur, dirinya terkejut saat melihat noda darah, yang terdapat pada sprei.
"Sial." Raffael menggeram kesal, merutuki perbuatannya yang sudah melampaui batas.
Kini hatinya bertanya, gadis mana yang sudah dia renggut kesuciannya.
Dengan keadaan yang lebih baik raffael meninggalkan club itu.
Sesampainya di rumah, dia di sambut hangat oleh kedua orang tuanya.
"Raffa. Kamu dari mana saja, sayang?" tanya seorang wanita paruh baya, yang masih terlihat cantik.
Dengan cara pakaian yang modis, di usianya kini sudah menginjak kepala empat. wanita itu terlihat masih sangat muda.
Dia merupakan ibu dari Raffael, yang bernama Liana. sementara laki-laki yang berada di sampingnya merupakan ayahnya yang bernama Jeremy.
Mereka sengaja menunggu kedatangan raffael, sebab ada hal yang ingin di bicarakan dengannya.
"Raffa!" panggil Jeremy, tegas.
Dia terlihat kesal, karena raffael sama sekali tidak menanggapi pertanyaan Liana.
Raffael menghela nafas kasar, dia pun akhirnya terpaksa menghampiri kedua orang tuanya.
"Ada apa?" tanya raffael, saat mendaratkan bokongnya di sofa.
Liana tersenyum. "Sayang. Hari ini Monica akan datang ke sini. Jadi mamah harap, kamu tidak ke mana-mana hari ini." ujar Liana menjelaskan.
"Aku tidak bisa janji, mah. Dan aku sudah bilang untuk berhenti menjodohkan ku dengan dia." sela raffael, ketus.
Liana terlihat kecewa dengan perkataan yang di lontarkan oleh raffael. sebenarnya dia hanya ingin yang terbaik untuk anak semata wayangnya itu.
"Raffa, jaga bicara mu!" tegur Jeremy, menatap tajam raffael.
Raffael pun terdiam, dan beranjak dari duduknya. melihat suasana di sana, membuat moodnya menjadi buruk.
Apalagi sekarang pikiran raffael sedang kacau, setelah kejadian semalam.
Tanpa permisi, raffael pun pergi dari hadapan kedua orang tuanya.
Melihat hal itu membuat Jeremy menggeram kesal.
"Raffa! mau kemana kamu?" bentak Jeremy, kesal.
Namun sayang, raffael sama sekali tidak memperdulikan perkataan Jeremy. bahkan raffael tidak pernah merasa takut, pada sosok orang tua yang di kenal dengan ketegasannya itu.
"Biarkan saja pah, mungkin raffael membutuhkan waktu untuk menerima semua ini. Jadi sebaiknya, kita biarkan saja dia dulu." Liana memegang tangan Jeremy, memberikan ketenangan.
Dia tahu jika saat ini, raffael mungkin kecewa dengan keputusan mereka tentang perjodohan ini.
Namun mau bagaimana lagi, Liana dan Jeremy sudah ingin mempunyai cucu. jadi inilah satu-satunya cara, agar raffael segera cepat menikah.
Siang ini raffael meminta roy, untuk menemuinya di sebuah cafe. raffael masih penasaran, dengan sosok wanita yang tidur bersamanya.
Maka dari itu raffael, akan mencoba mencari tahu dari roy terlebih dahulu.
"Hai raf." Roy yang baru saja datang, langsung menyapa Raffael.
Raffael tidak menyahut sapaan dari roy. dia hanya memasang wajah datarnya karena masih merasa kesal pada temannya itu.
Roy duduk dan menatap raffael. "Kenapa muka lo, kusut gitu?" tanyanya, heran.
Raffael menatap tajam roy. "Lo yang kenapa, semalam ninggalin gue di club?" tanya raffael ketus.
Roy terkekeh dan menggaruk kepalanya, yang tidak gatal. "Sorry, semalam gue harus pulang. Biasa nyokap gue...! Lo tahu sendiri, kan, bawelnya kaya gimana." jawab Roy, menjelaskan.
Raffael pun menghela nafas, merasa tidak puas dengan jawaban dari Roy.
Roy yang melupakan sesuatu pun, segera angkat bicara. "Kemarin malam, gue nyuruh dinda datang ke club. Sebab gue bingung harus ngapain, raf." sahutnya memberitahu.
Raffael pun terdiam, hatinya menerka apakah wanita yang tidur bersamanya adalah dinda? Tidak mungkin, dengan cepat raffael menepis tebakannya.
Roy pun melihat sikap raffael sedikit berbeda, Apakah telah terjadi sesuatu pada temannya itu.
"Lo baik-baik aja, kan?" tanya Roy, menatap raffael.
"Gue baik. Kalau boleh tahu, dinda pulang jam berapa?" Raffael, mencoba mencari tahu.
Roy mengangkat bahu acuh. "Gue enggak tahu, sebab semalam gue pulang duluan, raf." jawabnya jujur.
Raffael menghela nafas, kini sepertinya dia harus bertanya langsung pada dinda, untuk meyakinkan apakah wanita yang semalam bersamanya adalah temannya sendiri.
Di saat sedang merenung, tiba-tiba saja ponsel raffael berdering. dia pun melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Raffael mendengus kesal saat tahu, jika yang menghubunginya adalah Liana.
"Siapa, raf?" tanya Roy penasaran.
"Biasa, nyokap gue." Raffael terlihat kesal, saat menyebutkan orang yang menghubunginya.
Roy tersenyum. "Kenapa enggak di angkat. Siapa tahu penting. "
"Enggak, gue malas. Palingan nyuruh gue balik, buat ketemu sama tuh cewek matre." sahut raffael sewot.
Roy hanya terkekeh, saat melihat temannya itu sedang kesal kepada orang tuanya.
"Mau kemana, lo?" tanya Roy, saat melihat raffael beranjak dari duduknya.
"Gue mau ketemu dinda." Raffael menatap Roy sekilas, kemudian pergi dari sana.
"Raf, tunggu." pekik Roy, mengikuti langkah raffael.
Mereka pun pergi dari cafe itu menuju kosan dinda yang lumayan jauh dari sana.
...****************...
Sementara itu di rumah raffael, nampak kedua orang tuanya terlihat gelisah. sebab raffael belum juga kembali pulang.
Sedangkan di rumah mereka sudah datang keluarga dari calon istri raffael.
"Kemana anak, itu!" gumam Jeremy kesal.
Melihat Jeremy marah, membuat Liana kembali menenangkannya. "Sabar pah. Nanti, kita hubungi lagi raffael. Sekarang lebih baik, kita temui saja dulu keluarga Monica. Kasihan mereka sudah menunggu lama." ucap Liana lembut.
Jeremy menghela nafas. " Baiklah, sekarang kita temui mereka. Semoga saja, mereka tidak kecewa pada kita."sahut Jeremy, dingin.
Liana pun mengangguk, dan setelah itu mereka pun turun ke lantai bawah untuk menemui calon besannya.
...****************...
Di sebuah kosan sederhana, raffael dan Roy tampak sedang menunggu kedatangan dinda.
Tak lama kemudian orang yang mereka tunggu pun datang.
Raffael dan Roy terlihat mengernyitkan dahi, saat melihat cara berjalan dinda yang tak seperti biasanya.
Begitu pun dengan dinda, yang terkejut saat melihat kedua temannya ada di depan kosannya.
"Raffael." gumam dinda pelan.
Seketika dinda teringat kejadian, di mana dirinya dan raffael melakukan hal yang membuatnya kehilangan sesuatu berharga dalam dirinya.
"Din, baru pulang, lo?" tanya Roy, saat dinda menghampirinya.
"Iya, aku baru pulang. Tumben kalian kesini, ada apa?" Dinda sesekali melirik ke arah raffael, yang sedang menatapnya.
"Tahu tuh, si raffael. Katanya dia pengen ketemu sama, lo." Menatap raffael. "Eh, jalan lo kenapa kaya gitu?" celetuk Roy.
Dinda pun terdiam, tidak mungkin dirinya memberitahu tentang kejadian tadi malam kepada mereka.
"Tadi pagi, aku terjatuh di kamar mandi. Jadi kaki ku sakit." ujar dinda berbohong.
"Oh jatuh. Gue kira lo habis, di perawanin." celetuk Roy, tepat sasaran.
Raffael dan dinda saling tatap, mereka berdua seakan tersindir oleh perkataan Roy.
Namun baik dinda maupun raffael, mencoba bersikap biasa. meskipun raffael sendiri belum mengetahui siapa wanita itu.
"Kamu kalau bicara suka sembarangan, roy." Dinda pun duduk di samping Roy.
Setelah itu kini giliran Raffael, untuk mengutarakan rasa penasarannya.
"Din, apa semalam lo datang ke club?" tanya raffael menatap lekat dinda, yang tiba-tiba saja mematung.
Tubuh dinda mematung, setelah mendengar pertanyaan dari raffael. jantungnya berdegup kencang, merasa seakan dirinya sedang di hakimi.
Raffael dan roy saling tatap, saat melihat dinda hampir lama hanya terdiam.
"Woi... din! Kenapa lo bengong?" tegur roy, keras.
Dinda tersentak dan seketika dia pun sadar, jika sedang berbicara bersama kedua temannya.
"Eh, ma-maaf. Tadi kamu bicara apa, raf?" Dinda terlihat gugup, saat raffael menatapnya tajam.
"Gue cuma nanya, apa semalam lo datang ke club?" tanya raffael,dingin.
Dinda pun berusaha tersenyum, untuk menutupi kegugupannya. "Iya aku kesana. Karena semalam roy nelpon aku. Jadi aku kesana buat bantu dia, mengurus kamu yang sedang mabuk berat." ucap dinda, tenang.
"Semalam, lo pulang jam berapa, din?" sela roy, menatap Dinda.
"Tidak lama setelah kamu pulang, aku juga langsung pulang, roy. Memangnya ada apa sih?"
Roy mengangkat bahu acuh. "Enggak tahu, tapi tu anak penasaran banget, sama kejadian semalam. Tahu tuh, kenapa?" gerutu roy, menatap raffael.
Dinda pun memberanikan diri, untuk menatap raffael. meskipun hatinya merasa enggan, namun sebisa mungkin dia bersikap seperti biasanya.
"Raf, apa sudah terjadi sesuatu pada kamu semalam?" tanya Dinda, lembut.
"Tidak.Gue hanya mau memastikan, jika semalam tidak ada orang selain lo berdua di kamar, gue." Raffael terlihat kecewa karena tidak mendapatkan jawaban yang sesuai harapannya.
Drrrt...Drrrt...
Tiba-tiba saja ponsel raffael berdering, semua orang yang berada di sana menatap kearahnya. Seakan meminta agar dirinya, segera menerima panggilan itu.
"Siapa raf?" tanya dinda, penasaran.
"Palingan itu nyokap nya." celetuk roy, pertanyaan Dinda.
Dinda hanya mengangguk, dan tidak lagi berkata. dia dapat melihat, jika Raffael terlihat sedang kesal.
"Gue pulang dulu." ucap raffael, beranjak dari duduknya dan menatap dinda.
Dinda pun mengangguk. "Ya udah. Hati-hati." sahut dinda pelan.
Raffael menatap dinda sekilas, dan tersenyum tipis setelah itu di pun pergi dari sana.
Setelah memastikan kedua temannya pulang, dinda pun segera masuk ke dalam kosannya.
Tubuh dinda tiba-tiba saja merosot kebawah, seketika tangisannya pecah.
Jujur ingin sekali dinda bilang pada raffael, jika mereka sudah melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Namun dinda tahu, jika raffael sebentar lagi akan menikah. itulah sebabnya, dinda memilih untuk diam saja.
"Maafkan aku, raf. Aku tidak bisa jujur pada mu. Aku takut mengecewakan tante liana dan om jeremy. Maafkan aku, raf.... " lirih dinda di sela tangisnya.
...****************...
Di rumah raffael, Jeremy tampak marah setelah melihat kepulangan anak semata wayangnya itu.
Dia yang sudah emosi sejak tadi pun, menyambut kedatangan raffael dengan sebuah tamparan keras di pipinya.
"Pah...!" pekik Liana, yang terkejut saat tiba-tiba jeremy menampar raffael.
Jeremy menatap tajam raffael, yang memegang pipinya." Itu hukuman buat kamu raffael. Dengar...sebulan lagi, kamu dan Monica akan segera menikah. Jadi papah harap, kamu tidak membuat ulah lagi!"ucap Jeremy penuh amarah.
Raffael tidak menyahuti perkataan Jeremy. dia memutuskan untuk pergi dari sana, dengan hati yang memang dalam keadaan marah juga.
Di kamar raffael membaringkan tubuhnya, di ranjang king sizenya. tatapan matanya menatap langit-langit kamar, seakan menggambarkan, jika kini dirinya sedang bimbang.
...****************...
Sebulan kemudian....
Setelah kejadian malam itu di club, dinda merasakan ada yang berbeda dengannya saat ini.
Bahkan pagi ini saat bangun tidur, dia tiba-tiba merasakan mual. dinda terlihat memegangi perutnya, yang terus saja bergejolak.
Dapat dia lihat, jika kini wajahnya terlihat pucat pasi.
"Aku kenapa, ya?" gumam dinda lemas.
Dinda berjalan menghampiri tempat tidurnya, tanpa sengaja dia melihat kalender yang menempel di dinding.
Mata dinda membulat, saat menyadari sesuatu. " Bulan ini, aku belum haid. Bahkan aku sudah telat, tiga minggu."gumam dinda khawatir.
Dinda pun seketika menangis, takut jika hal yang selama ini dia khawatirkan terjadi.
Hari ini pun dinda akan membeli alat tes kehamilan, untuk memastikan jika hal buruk itu tidak benar.
***
Di pabrik dinda terlihat lemas, bahkan temannya mita pun ikut memperhatikan gerak geriknya.
"Din, kamu baik-baik saja?" tanya mita khawatir.
Dinda tersenyum. "Aku baik-baik saja, mit. Hanya saja kepala ku pusing dan agak mual." jawabnya pelan.
"Kamu itu sakit, din. Sebaiknya kamu pulang saja. Atau, mau aku antar ke dokter?"
Dinda dengan cepat menggelengkan kepala, mendengar kata dokter dia menjadi khawatir. dia ingin memastikan semuanya sendiri, tanpa harus pergi ke dokter.
"Aku cuma masuk angin saja, mit. Sebentar lagi sembuh, kok." ucap dinda meyakinkan.
Mita menghela nafas, dia tahu pasti dinda akan menolak usulnya itu. namun tetap saja, sebagai teman, dia tidak tega jika melihat keadaan dinda seperti itu.
"Ya sudah. Tapi kalau kamu enggak kuat, bilang saja pada ku ya, din?" tanya mita, menatap dinda.
Dinda pun mengangguk, dan tersenyum tipis sebagai jawaban.
Sepulang kerja dari pabrik, dinda memutuskan untuk mampir dulu ke sebuah apotek.
Dengan perasaan tak menentu, dinda pun memberanikan untuk membeli alat tes kehamilan.
"Ada yang bisa saya bantu?" ucap pegawai apotek, ramah.
Dinda pun tersenyum. "Saya mau beli, alat tes kehamilan, mbak." jawabnya pelan.
Tiba-tiba saja pegawai itu pun menatap sinis, pada dinda yang terlihat malu, saat menyebutkan nama benda yang akan dia beli.
"Anak zaman sekarang, memang pada nakal. Enggak bisa jaga, diri!" cibir pegawai apotek ketus.
Dinda hanya terdiam, hatinya sakit saat mendengar cibiran dari orang, yang tidak mengetahui kejadian sebenarnya.
Setelah selesai membeli alat itu, dinda pun segera pulang ke kosan.
Dia sudah tidak sabar, ingin segera mengecek apa yang mengganggu pikiran dia selama ini.
Dengan jantung berdebar, dinda pun memasukkan alat itu pada wadah kecil berisi air seninya.
Dinda menutup mata, berharap saat membuka mata alat itu membuktikan, jika dugaannya selama ini salah.
Perlahan dinda membuka matanya, dan seketika dia menangis saat melihat alat itu menunjukkan dua garis merah, yang membuktikan jika dirinya benar-benar sedang hamil.
Tubuh dinda lemas, bahkan lututnya pun tak sanggup menahan beban badannya. hingga dia pun, terduduk di lantai kamar mandi.
Dinda menangis, meratapi hidupnya yang seketika hancur karena kesalahan satu malam bersama raffael.
Haruskah dia memberitahu raffael tentang hal ini. Tidak, dinda tidak mau merusak pernikahan raffael, yang sebentar lagi akan di gelar.
Dinda memilih bungkam, meskipun dia juga belum tahu bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya.
Hari ini dinda memutuskan untuk bekerja, seperti biasanya. walaupun masih syok, tak membuat semangat dinda menurun.
Namun saat akan berangkat, dinda di kejutkan dengan kedatangan raffael di kosannya.
"Raffael...! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya dinda terkejut.
Raffael menatap tajam dinda, yang juga menatapnya. "Gue ke sini, karena ada hal yang ingin gue bicarakan sama lo." jawabnya dingin.
Seketika dinda merasa khawatir, apakah raffael tahu keadaannya sekarang? Atau apakah raffael, sudah mengingat hal yang di lakukannya, pada dinda saat malam itu?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!