KENALAN DULU SAMA TOKOH VISUAL CERAI YUK 2 VERSI AI YUK....
RADITYA GUNAWAN - MANAGER
MELISA INDAH PERMATA - ISTRI
KALISTA VIONITA - MENDIANG ISTRI
BIANCA AYU PRASTIKA - DESAINER
KEVIN - DIREKTUR HOTEL
SINTYA DESWITA - SAHABAT KALISTA
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Eh, denger ya. Gue emang kismin. Tapi gue nggak minat buat jadi selingkuhan om om kayak lo?" - Melisa.
"Saya nggak nawarin kamu untuk jadi selingkuhan saya. Saya cuma mau nawarin kamu untuk jadi pengasuh anak-anak saya. Itu aja." - Raditya
"Kalau cuma mau jadi pengasuh anak-anak lo, ngapain harus nikah sama lo segala? Lo mau ngebegoin gue?" - Melisa
"Saya nggak mau ada fitnah diantara kita. Kamu butuh uang, saya butuh figur ibu untuk anak-anak saya. Kalau kamu setuju, tanda tangan kontrak ini. Kalau enggak, juga nggak masalah. Kita batalkan saja." - Raditya.
...----------------...
Di dalam sebuah kontrakan berukuran empat kali empat. Seorang wanita usia 30 tahunan, yang seharusnya sudah menikah dan punya anak, tapi masih betah hidup men-jomblo dengan tujuan hidup yang tidak menentu.
Wanita itu tidur sambil tengkurap dengan rambut acak-acakan persis seperti perempuan habis diperkosa. Suara dengkur dan sedikit iler yang menjuntai keluar dari sudut bibirnya menandakan jika ia sangat lelah menjalani kehidupan ini.
Bagaimana tidak, ia harus bekerja seharian tanpa henti demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk bertahan hidup di ibu kota yang keras ini. Syukur-syukur dia tidak menjual diri. Sebab memang prinsip hidupnya yang sudah tertanam sejak dini,
Biar miskin, tapi punya harga diri.
DUMM DUMM DUMM
Suara pintu kontrakan digedor dengan sangat kuat dari luar. Menimbulkan suara bising yang sangat menganggu ketenangan penghuni di dalamnya.
"MEL..!!MELISA !! Buka pintunya atau kalau tidak akan saya dobrak?" teriak seseorang dari arah luar kontrakan.
Wanita bernama Melisa itu pun memicingkan matanya. Suara ketukan pintu memecah gendang telinganya. Dia berusaha menutup kepalanya dengan bantal, namun sia-sia.
Perempuan yang tak lain adalah ibu pemilik kontrakannya itu, tampaknya tidak mengenal kata menyerah. Perempuan gendut itu kembali menggedor pintu kontrakannya dengan keras.
"Iihhh... Berisik banget sih!" Melisa lalu bangkit dan membuka pintu.
"Heh.. duit." ucap wanita gembul tersebut seraya menengadahkan tangannya kepada Melisa.
"Bu, ini tuh masih pagi banget loh bu. Masih jam 7." ucap Melisa. Dia menggaruk-garuk kepalanya.
"Saya ngak-pe-du-li. Bayar. Kamu udah telat tiga hari."
"Ya elah, baru juga tiga hari, belum juga satu bulan." Ucap Melisa.
"Apa kamu bilang? 'Baru'. Enak bener kamu bilang 'baru'. Kamu pikir, satu juta dua ratus ribu itu dibagi 30 hari berapa? Empat puluh ribu, tau? Sekarang kamu kali tiga, berapa? Seratus dua puluh ribu. Satu karung beras. Paham kamu?"
"Ini kok jadi belajar perhitungan sih pagi-pagi. Ya udah ya udah ah, tunggu, aku ambil ke dalam dulu." ucap Melisa ketus.
Tak lama Melisa masuk, dia sudah keluar lagi seraya membawa beberapa lembar uang merah jambu dan biru toska.
"Nih..." ucap melisa seraya menyodorkan uang tersebut. Wanita gendut itu pun langsung menghitungnya.
"Kurang lima puluh ini." ucap ibu pemilik kontrakan.
"Aduh bu, tinggal lima puluh lagi. Buat ongkos."
"Emang mau kemana kamu pagi-pagi kayak gini?" tiba-tiba nada bicara wanita gendut itu turun drastis setelah menerima uang.
"Aku mau... Astaga! Iya, aku lupa. Aku ada interview. Mati aku." Melisa langsung masuk ke dalam dan menutup pintu kontrakannya. Ia bahkan tidak peduli akan wanita gendut tadi.
Melisa langsung berlari ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Kemudian dia mengganti bajunya dengan pakaian hitam putih yang identik dengan pencari lowongan kerja di ibu kota.
Dia menyanggul rambut panjangnya ala ala pramugari pesawat terbang. Tidak lupa deodoran mengingat dia tidak mandi serta parfum yang sedikit lebih banyak dari biasanya. Yah setidaknya walau pun nanti dia ditolak, kehadirannya tidak menjadi musibah bagi HRD yang nanti meng-interview dirinya.
Melisa langsung memanggil abang-abang ojek pangkalan dan segera berangkat menuju ke lokasi tempat ia akan melakukan interview. Namun sayang, jalanan yang macet membuat Melisa sampai di perusahaan tersebut telat tiga puluh menit.
"Kamu ini, baru hari pertama udah nggak disiplin." ucap pria berkepala plontos yang duduk di depan Melisa.
"Saya minta maaf Pak. Jalanan macet." Melisa nampak pasrah.
"Kalau kamu mau cari yang nggak macet, ya jangan cari kerja di ibu kota. Cari kerjanya di hutan Amazon sana. Di jamin, pasti nggak macet. Bayangin aja kalau semua karyawan telat dengan alasan macet kayak kamu ini. Mau jadi apa perusahaan.
"Intinya bapak terima saya atau nggak sih? Kalau nggak, saya keluar sekarang nih." ucap Melisa tegas dan mulai kesal.
"Ya udah, silahkan kamu keluar sekarang." ucap HRD itu lagi.
Melisa langsung bangun dan keluar dari ruangan HRD tersebut. Mulutnya bergoyang-goyang menirukan cara bicara sang HRD tadi.
Dasar nggak punya hati!
Melisa keluar dari gedung tinggi tersebut. Lagi-lagi dia harus kecewa karena tidak di terima kerja. Padahal sudah dari sebulan yang lalu dia berusaha namun tidak juga membuahkan hasil. Nasibnya sangat tidak beruntung.
Melisa lalu mengambil buku catatannya. Dia mencoret nama perusahaan yang baru saja menolak dirinya. Kemudian melihat kembali nama tempat lainnya yang ada membuka loker.
"Selanjutnya... " Ucap Melisa. Dia melihat list loker yang begitu banyak di catatannya. List loker hasil menyusuri mbah Google semalam suntuk.
"Ha, ini dia. Kalista Bakery. Di jalan... " Ucapnya sambil berdiri. Dia kemudian langsung berjalan menuju tepi jalan. Namun tanpa dia sadari, dompetnya justru terjatuh.
"Ojek bang..." panggil Melisa pada salah seorang ojek pangkalan yang ada di sekitaran gedung tersebut.
"Kemana neng?" tanya abang ojek tersebut.
"Ini bang. Ke sini." ucap Melisa seraya menunjuk catatannya.
"Oh, itu sih dekat dari sini neng. Ya udah, naik aja." ucap abang ojek.
Melisa pun memakai helm dan naik. Kemudian mereka langsung menuju ke alamat yang di tuju. Dan benar saja, lokasinya tidak seberapa jauh dari tempat Melisa melakukan interview menyakitkan tadi.
"Berapa bang?" Melisa.
"20 ribu aja neng." Ucap abang ojek.
"Sebentar ya bang." Melisa lalu turun dan membuka helmnya. Dia kemudian mulai mencari-cari dompetnya di dalam tas ransel yang dia pakai. Namun tak ia temukan.
"Cepetan mana duitnya...?" ucap abg ojek.
"Sabar napa? Ini juga lagi di ambil." Balas Melisa.
Mana sih dompet gue. Perasaan tadi ada di dalam tas... Apa jangan-jangan... Aduh, sial. Ini pasti jatuh di depan kantor tadi nih. Sial-sial. Gimana gue bayar abang ojeknya? Apa gue kabur aja ya? ( monolog Melisa).
"Cepetan. Gue mau narik lagi nih. Lama banget..! " Ucap pria tinggi kurus bagai burung kutilang itu.
Saat abang ojek tersebut menunggu bayaran dari Melisa, wanita urakan itu malah memilih lari dan kabur dari tanggung jawabnya. Entah apa yang ada di dalam benak perempuan yang hobi mengunyah permen karet itu saat ini?
"Woy tunggu. Jangan kabur lo." Teriak tukang ojek.
Melisa tidak peduli, dia tetap tidak mau berhenti. Sampai terlepas sanggul rambutnya dan terurai lah rambut panjang wanita itu. Dia tetap berlari.
Sampai tiba-tiba seorang pria turun dari dalam mobil dan melihat kepada Melisa yang tengah berlari ke arah dirinya. Pria itu terdiam cukup lama dalam menatap Melisa. Hingga Melisa berada cukup dekat dengan dirinya. Degup jantungnya seketika saja seolah berhenti berdetak. Dia terperanjat melihat Melisa. Namun Melisa tidak tahu.
Melisa langsung memegang pria itu sebab dia sudah lelah berlari. Lari dari kenyataan. Kenyataan kalau abang tukang ojek itu sudah berdiri tepat di depan pria tersebut.
"Om om... tolongin. Tolongin om." ucap Melisa dengan tangan memegang lengan pria dewasa itu dari belakang.
"Hei, enak aja main kabur. Bayar dulu lo..." Ucap tukang ojek.
"Ini ada apa ya?" Tanya pria berkemeja dan dasi tersebut.
"Ini nih... cewek tengil ini. Udah naik ojek, kagak mau bayar.." Jelas tukang ojek.
" Hai, gue bukan kagak mau bayar ya, tapi dompet gue jatoh. Ngerti kagak lo?" Alasan Melisa.
"Alah, hari gini lo pakek alesan dompet jatoh. Lo kira gue percaya gitu? Alasan lo itu udah sering di pakek sama FTV-FTV di channel televisi yang satu untuk semua itu tu. Gue kagak percaya. Bayar sekarang." Pinta tukang ojek.
"Ya tapi gue kagak punya duit lagi... Mau bayar pakek apa coba?" Melisa tampak mulai mendung.
"Kalau lo kagak punya duit, napa lo naik ojek? Lo jalan kaki aja. Tuhan ngasih lo kaki, biar kalau lo miskin, lo bisa jalan kaki. Gratis kemana-mana. Kecuali lo kaya, kayak bapak ini. Baru lo naik mobil." Hina tukang ojek.
Melisa terdiam. Dia masih bersembunyi dibalik pria berdasi itu.
"Ya udah, bawa mari tas lo.." Tukang ojek itu mulai menarik paksa tas Melisa.
"Eh jangan bang... gue cuma punya ini bang.." Melisa mencoba mempertahankan tasnya.
"Bang bang... Sebentar...sebentar." Tiba-tiba pria berdasi itu bicara.
Tukang ojek dan Melisa pun terdiam seketika. Mereka langsung mengalihkan atensi mereka kepada pria berdasi itu, yang sejak tadi hanya diam saja melihat mereka berdua ribut.
"Biar saya yang bayar ya? " Ucap pria berdasi itu sambil mengambil dompetnya dari saku celananya.
"Berapa?" Tanyanya lagi.
"20 ribu... " Jawab tukang ojek.
Pria itu mengeluarkan selembar uang warna biru toska dan memberikan kepada tukang ojek tersebut.
"Nggak usah di kembali..." Kata pria itu lagi.
"Ya, makasih." Kata tukang ojek kepada pria itu.
"Hei, selamat lo ya. Perkara duit 20 ribu aja, ngabisin energi gue aja lo." Tukang ojek itu kemudian berlalu meninggalkan Melisa dan pria berdasi tersebut.
Tanpa Melisa sadari, dia masih bersembunyi di belakang si pria sambil tetap memegang kedua lengan pria tersebut.
"Tukang ojeknya udah pergi.." Ucap Pria itu.
Melisa lalu melepaskan pegangan tangannya. Dia kemudian berdiri seraya merapikan rambutnya yang sudah seperti rambut singa itu.
"Makasih ya om..." Ucap Melisa.
"Kalista... " Ucap pria itu.
"Ka... Kalista?" Melisa melihat ke belakang dan sampingnya. Dia mengira jika pria tersebut melihat orang yang bernama Kalista itu.
"Om manggil siapa? " Tanya Melisa lagi. Namun pria dewasa itu tidak menjawab dan hanya menatap dirinya. Melisa pun merasa heran. Dia kemudian berlalu meninggalkan pria itu seraya menyanggul kembali rambutnya.
Dasar aneh...
"Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hai Hai.... jumpa lagi ya kita. Semoga kalian sehat selalu. By the way... Video Klip Cerai Yuk?! seasons pertama sudah ada di instagram author loh... Buruan liat dan jangan lupa untuk follow dan like videonya ya... 😇🙏
Melisa sudah berdiri di depan sebuah toko kue dan roti yang bertuliskan
KALISTA BAKERY
Dia melihat tulisan 'Di Cari Karyawati' di dekat pintu masuk yang terbuat dari kaca itu. Melisa langsung membuka perlahan pintu tersebut. Lonceng tanda ada pengunjung pun berbunyi tatkala Melisa membuka pintu.
"Permisi... " Ucap Melisa. Seorang wanita kemudian keluar dan menghampiri Melisa. Dia terpana melihat perempuan yang belum mandi sejak dari tadi itu.
"Maaf mba, aku liat di internet, katanya disini lagi dibutuhkan karyawati ya mba? Apa aku bisa melamar mba?" Tanya Melisa.
"Ka.. lista..?" Ucap wanita di toko roti itu. Melisa menoleh ke kiri dan kanan.
"Maaf mba, Kalista...siapa ya? Yang punya toko roti ini ?" Tanya Melisa bingung. Sebab sudah dua orang pagi ini yang menyebut nama Kalista di depannya.
"Oh ya, kenalin mba. Aku Melisa. Melisa Indah Permata." Melisa mengulurkan tangannya kepada wanita tersebut. Wanita itu menyambut perlahan uluran tangan Melisa.
"Sintya.. " Ucap wanita itu.
"Jadi, gimana mba? Apa aku boleh ngelamar di sini? " Tanya Melisa lagi. Namun lagi-lagi pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban. Perempuan bernama Sintya itu masih terdiam seraya menatap dirinya.
"Mba... " Panggil Melisa sekali lagi.
"Oh, ya.. Ayo... masuk... " Ajak Sintya. Semua karyawan yang sedari tadi melihat Melisa pun kembali melanjutkan pekerjaan mereka dengan perasaan penasaran.
Sintya lalu mempersilahkan Melisa untuk duduk. Namun dia masih terus memperhatikan gadis acak-acakan itu dengan sangat teliti.
Melisa langsung memperhatikan setiap sudut ruangan yang tidak begitu besar itu. Hanya muat untuk satu buah meja dan dua buah kursi saja. Tapi cukup rapi dan nyaman.
"E... sebentar ya, saya... harus telepon atasan saya dulu." Ucap Sintya seperti orang gugup. Melisa mengangguk cepat.
Sintya lalu berjalan ke luar ruangan. Dengan cepat dia mengambil ponselnya dan mulai mendial nomor seseorang yang ia sebut sebagai atasan kepada Melisa tadi.
"Halo mas Radit...?" Ucap Sintya.
"Iya, kenapa Sin?" Tanya pria bernama Radit tersebut.
"Mas... Mas bisa ke toko lagi nggak? Ini tuh penting banget..." Ucap Sintya.
"Kenapa Sin?" Tanya pria bernama Radit tersebut.
"Udah... pokoknya mas ke toko sekarang. Ya...? Sekarang." Pinta Sintya.
"Oke oke. Aku akan ke sana lagi..." Ucap Radit.
Sintya lalu menutup teleponnya dan kemudian masuk lagi dalam. Sintya kembali duduk di depan Melisa. Dia melihat Melisa dengan seksama.
Identik sekali... (Monolog Sintya)
"E... tunggu sebentar ya. Atasan saya sedang dalam perjalanan ke sini. Kamu... mau minum teh atau kopi? " Tanya Sintya.
"Ha? mba nawarin saya minum?" Tanya Melisa seraya tersenyum pelan.
"Iya... " Jawab Sintya.
"Mba.. dari sekian banyak tempat yang saya datangi untuk interview, baru mba yang nawarin saya minum. Mba baik.. " Ucap Melisa.
Sintya langsung teringat pada seseorang saat Melisa berkata seperti itu kepada dirinya. Tiba-tiba Sintya menjadi terharu dan nyaris menangis. Namun dia menahan air matanya dengan jarinya agar tidak jadi jatuh.
"Sebentar ya..."
Sintya lalu berjalan keluar ruangan dan langsung meminta salah seorang karyawannya untuk membuatkan teh hangat dan mengambil beberapa potong kue untuk Melisa.
Dan saat Sintya masih berbicara dengan karyawannya, suara deru mobil berhenti di depan toko kue itu. Sintya langsung menuju pintu masuk dan melihat seorang pria masuk ke dalam toko.
"Mas Radit.. mas... ada seseorang di dalam. Dia nyari kerja.." Ucap Sintya setengah berbisik.
"Terus... " Tanya pria yang di panggil dengan nama Radit itu.
"Dia... " Belum selesai Sintya bicara, orang yang dia bicarakan tiba-tiba saja keluar.
"Mba... saya bisa izin ke toilet sebentar nggak?" Tanya Melisa. Dia sudah berdiri di depan pintu ruangan.
Mata Raditya dan Sintya langsung tertuju kepada Melisa. Bahkan semua karyawan yang ada di dalam toko melihat kepada Melisa.
"Mirip banget kan mas...? " Tanya Sintya setengah berbisik.
"Iya Sin.. " Jawab Radit.
Radit berjalan mendekati Melisa. Dia terus menatap Melisa tanpa berkedip. Seperti sedang mengamati sesuatu yang ajaib dan mustahil ada di depan matanya saat ini.
"Loh, kok om bisa ada di sini?" Tanya Melisa. Namun bukannya menjawab pertanyaan Melisa, Radit langsung menunjukkan Melisa arah toilet.
"Kamar mandinya sebelah sini... " Ucap Raditya dengan ekspresi datar dan kembali melihat kepada Melisa.
"Oke.. " Melisa pun segera berlalu masuk ke dalam toilet. Dia lalu buang air kecil dan membasuh tangannya.
Sesaat kemudian dia sudah selesai dan keluar dari kamar mandi. Sintya ternyata sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Mba... itu tadi atasan mba?" Tanya Melisa.
"Iya... Ganteng kan?" Sintya tiba-tiba saja lari dari topik pembicaraan.
"Y ela mba. Aku nggak bahas gantengnya."
"Ya udah, kamu masuk ke dalam terus ya. Langsung interview." Ucap Sintya.
"Ha? Langsung interview mba? Tapi saya belum ngasih berkas apa-apa lo mba." Melisa merasa heran.
"Nggak perlu.... Silahkan.." Sintya membuka pintu ruangan tadi. Melisa langsung masuk dan kembali duduk.
Radit yang memang sudah lebih dulu ada di ruangan itu hanya memperhatikan Melisa dengan posisi jari tangannya saling bertaut dan diletakkan untuk menopang dagunya. Bahkan sampai Melisa duduk pun pria dewasa itu belum berucap sepatah kata pun. Membuat jantung Melisa berdebar hebat dalam menunggu hasil lamarannya. Dan setelah sekian detik saling diam, barulah Radit bicara.
"Hmm... Siapa nama mu?" Tanya Radit.
"Melisa Indah Permata, Om. Eh, Pak..." Jawab Melisa.
"Kamu tinggal dimana?"
"Saya ngontrak Pak.. Nggak jauh dari sini."
"Kamu tinggal dengan keluarga mu?" Tanya Radit lagi. Melisa menggelengkan kepalanya.
"Saya tinggal sendiri pak. Maksud saya, saya baru merantau ke sini." Jelas Melisa.
"Oke... Kamu saya terima. Mulai besok, kamu udah boleh bekerja."
"Beneran Pak? " Tanya Melisa sekali lagi. Guna meyakinkan dirinya kalau tadi dia tidak salah dengar.
"Iya, benar..." Kata Radit dengan mimik wajah serius.
Raut wajah Melisa langsung berubah drastis. Yang tadinya tegang menjadi lebih ceria. Lelahnya Melisa berkeliling-keliling sejak sebulan ini untuk mencari kerja di ibu kota, akhirnya dapat juga. Yah, walau bukan kerja kantoran, sebab ia hanya memiliki ijazah SMA saja, tapi gaji yang ditawarkan oleh toko roti Kalista tersebut cukup masuk akal untuk biaya hidup selama dia berada di kota.
Melisa sebenarnya tidak menyangka jika dirinya akan diterima dengan semudah itu. Tadinya Melisa baru berniat untuk menanyakan perihal lowongan kerja saja dan apa-apa saja syarat untuk melamarnya, eh justru langsung di terima kerja. Padahal dirinya belum memasukkan berkas lamaran sama sekali. Bahkan CV saja tidak ada.
Dewi Fortuna kayaknya sedang berpihak kepada gue.... - Melisa Indah Permata
...****************...
Melisa keluar dari toko kue Kalista dengan senyuman sumringahnya. Bagaimana tidak, sebab mulai malam ini dia tidak perlu lagi kerja mencuci piring sampai tengah malam di warung pecel lele , yang ada dipinggir jalan raya. Yang membuat tubuhnya masuk angin dan badannya pegal-pegal setiap kali Melisa pulang bekerja dari sana.
"Kamu pulang naik apa?" Tiba-tiba Radit sudah berdiri di belakang Melisa.
"Saya jalan kaki pak." Jawab Melisa.
Gue bukan kagak mau bayar ya, tapi dompet gue jatoh....
Tiba-tiba saja Radit teringat akan ucapan Melisa saat pertama kali mereka bertemu tadi. Radit mulai menduga jika Melisa sepertinya tidak berbohong saat tadi dia mengatakan jika dompetnya terjatuh.
"Dompet mu udah ketemu? " Tanya Radit. Melisa hanya menggeleng.
"Ya udah, saya... permisi dulu ya pak." Melisa kemudian berlalu meninggalkan Radit.
Melisa berjalan sambil mengayun ayunkan tas ransel nya dengan sesekali melompat seperti anak kecil. Membuat senyum tipis muncul di bibir si om ganteng itu.
Sintya keluar dari toko seraya menjinjing sesuatu. Dia melihat Melisa sudah tidak ada lagi di depan toko.
"Loh, mas... dia kemana?" Tanya Sintya.
"Dia udah pulang Sin. Kenapa?" Tanya Radit.
"Lah, aku baru mau ngasih dia ini. Roti... karna aku lihat cara dia makan kayaknya dia laper banget waktu aku suguhkan kue."
Radit dengan cepat mengambil paper bag dari tangan Sintya. Pria dewasa itu pun langsung masuk ke dalam mobilnya. Dia kemudian melajukan mobilnya untuk menyusul Melisa.
Dan hanya beberapa menit saja. Mobil Radit sudah berjalan di belakang gadis yang asik menari-nari sepanjang jalannya itu seraya mengunyah permen karet.
TIT TIT...Klakson mobil Radit. Melisa langsung melihat ke belakang. Dia lalu berhenti dan berdiri di tepi jalan.
Radit menghentikan laju mobilnya tepat di depan Melisa. Dia kemudian menurunkan kaca mobil bagian jok depan yang ada di sebelah bagian Melisa berdiri.
"Ayo saya antar." Ucap Radit.
Melisa diam sesaat. Dia melihat ke kiri dan ke kanan. Dia seperti ragu untuk masuk. Sebab yang dia tahu selama ini, kalau atasan udah terlalu baik itu... pasti ada maunya.
"Beneran ini pak?" Tanya Melisa.
"Iya..."
Melisa pun langsung masuk....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kamu bagaikan obat penawar rindu ku. Tapi aku tidak berani mengatakan itu....
Mobil Radit mulai masuk ke dalam halaman rumahnya. Dia lalu turun dan membuka pintu. Suasana hening pun langsung terasa sejak pertama dia membuka pintu. Tak ada siapa-siapa di sana. Hanya figura-figura yang terpajang di dinding dan di atas sepanjang meja hias pada ruang tamu.
Radit lalu duduk pada sofa yang ada di ruang nonton rumahnya. Tempat favoritnya setiap kali dia pulang bekerja, yang sekaligus menjadi tempat penuh kenangan bersama seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya selama kurang lebih sepuluh tahun lamanya.
Bagaimana Radit dan orang itu tertawa dan bercanda bersama. Makan dan menonton TV berdua dengan sesekali dirinya mengusili orang tersebut.
Senyum tipis mengembang di bibir Radit. Dia lalu mengusap sofa itu perlahan. Menyandarkan kepalanya dan dan mulai menutup matanya.
Aku kangen banget sama kamu, Lis... - Raditya Gunawan
Saat Radit sedang hanyut dalam lamunnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Radit langsung mengeluarkan ponsel itu dari dalam saku celananya.
"Assalamu'alaikum ma." sapa Radit begitu telepon tersambung.
"Waalaikumsalam Dit. Kamu udah pulang kerja?" tanya seorang wanita ditelepon.
"Udah ma, baru aja. Kenapa ma? Apa ada masalah sama anak-anak." tanya Radit.
"Ini si Kaila, dari semalam badannya panas. Dia kayaknya demam." jelas wanita itu.
"Kaila sakit ma? Parah nggak ma? " tanya Radit yang mulai cemas.
"Awal-awal sih suhu badannya lumayan tinggi, tapi setelah mama dan papa bawa ke dokter, alhamdulillah suhu badanya mulai turun. Tapi dia asik mengigau terus setiap tidur."
"Mengigau ya ma?" tanya Radit.
"Iya, dia manggil-manggil bundanya terus. Membuat hati mama sedih Dit."
"Itu biasa ma. Kaila hanya belum terbiasa aja. Nanti lama-lama dia akan terbiasa." ucap Radit. Dia mencoba untuk tegar menanggapi kabar yang sang mama sampaikan.
"Kamu beneran nggak berniat menikah lagi Dit?" tanya wanita itu lagi dan lagi. Dengan pertanyaan sama, yang sudah entah yang ke berapa kalinya dia lontarkan kepada putranya itu.
"Ma, Radit kan udah bilang berkali-kali sama mama. Radit nggak butuh siapa-siapa lagi ma. Radit nggak berniat menikah lagi. Radit mau fokus kerja dan bahagiakan mama papa dan anak-anak aja." jelas Radit.
"Kamu mungkin nggak butuh, tapi anak-anak kamu butuh Dit. Mereka butuh figur seorang ibu. Kamu sendiri kan tau, seorang nenek nggak akan bisa memberikan figur itu. Mama hanya nenek bagi mereka. Berbeda dengan kalau kamu menikah. Mereka punya seseorang yang bisa mereka panggil dengan sebutan 'Bunda'." jelas wanita tua itu lagi.
"Nggak ada yang bisa gantiin Bunda mereka ma." kata Radit.
"Mama tau itu Dit. Mana mungkin ada yang bisa menggantikan ibu kandung mereka. Tapi setidaknya saat ada acara sekolah atau apa pun itu yang mengharuskan sosok ibu hadir bagi mereka, mereka punya itu Dit. Sebab mereka terlalu kecil untuk menjelaskan kepada teman-temannya tentang mengapa mereka tidak punya ibu. Lebih-lebih lagi Demian saat nanti dia mulai bisa mengerti."
Radit terdiam. Dia sudah tidak tahu harus menjawab apa lagi kalau sudah sang mama membahas soal Demian. Bayi usia 8 bulan itu bahkan tidak sempat merekam moment bersama ibunya. Yang membuat terenyuh hati Radit setiap mengingatnya.
"Radit... halo?"
"Iya ma. E...nanti Radit coba pikirkan lagi ya ma. Dan kalau ada libur nanti Radit pulang ke sana." ucap Radit.
"Iya, kamu sehat-sehat ya di sana?"
"Iya ma. Radit tutup ya ma." Radit meletakkan ponselnya di atas sofa. Dia kembali menjatuhkan kepalanya pada sandaran sofa.
Melihat kepada sebuah foto yang ada di dinding ruangan tersebut. Foto pernikahan dirinya dengan seseorang yang sudah tidak ada di sisinya lagi.
Aku masih belum bisa menggantikan mu dengan wanita mana pun Lis... - Raditya Gunawan
...****************...
Pukul delapan pagi, Melisa sudah bersiap untuk pergi bekerja. Setelah kemarin dia diantar pulang oleh Radit ke kontrakannya, dia juga mendapatkan beberapa lembar uang berwarna pink dari sang atasannya itu.
Awalnya Melisa menolak, sebab dia tidak mau dianggap mata duitan oleh pria dewasa tersebut. Karena biar bagaimana pun, dia kan belum bekerja di toko Kue miliki Radit. Masa sudah mendapatkan bayaran.
"Aku tau kamu nggak punya uang lagi, jadi ambil aja uang ini." ucap Radit seraya menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah muda tersebut.
"Jangan Pak. Aku nggak mau merepotkan." ucap Melisa sungkan.
"Nggak apa. Kamu mau makan apa nanti malam kalau nggak punya uang?" kata Radit dengan sangat apa adanya.
Melisa lalu menggigit bibir bawahnya seraya menunduk dan perlahan menggerakkan tangannya, untuk mengambil uang itu dari tangan atasannya itu.
Radit lalu masuk ke dalam mobilnya. Melisa hanya memperhatikan saja atasannya yang tidak pernah senyum itu. Namun saat mobil Radit sudah mulai bergerak hendak meninggalkan kontrakannya, Melisa kembali memanggil Radit seraya mengetuk kaca jendela mobil.
"Pak.. Pak... " panggil Melisa. Membuat pria tampan itu terpaksa menginjak rem dengan spontan. Radit lalu menurunkan kaca mobilnya.
"Ya..?" ucap Radit dengan ekspresi masih datar.
"E... nanti bapak boleh potong dari gaji saya. Ini saya anggap hutang ya pak?" ucap Melisa seraya menunjuk uang ya Radit berikan.
Radit hanya melihat kepada Melisa tanpa merespon apa-apa. Dia kembali menutup kaca jendela mobilnya. Kemudian langsung menggerakkan mobilnya meninggalkan kontrakan Melisa. Membuat Melisa bengong saja melihat tingkah atasannya.
Dasar kutub utara... - Melisa
Dan kalau tidak ingat bahwa dia butuh kerja dan uang, dan betapa sulitnya mencari kerja di ibu kota ini, Melisa pasti akan cari kerja di tempat lain. Tapi yah, sudahlah. Dijalani saja yang saat ini sudah ada di depan mata. Lagi pula, dimana lagi bisa dapat kerjaan semudah di toko roti Kalista tersebut.
Melisa sudah mendapatkan ojeknya. Dia naik dan langsung menuju ke tempat kerjanya.
Sesampainya di toko kue, Melisa langsung di beri seragam oleh Sintya. Melisa pun mulai bekerja setelah mendapat arahan dari perempuan yang ternyata sebaya umurnya dengan dirinya.
Melisa mulai memasukkan roti-roti ke dalam plastik. Kemudian menyusunnya pada rak-rak pajangan. Namun tanpa dia sadari Sintya dan semua karyawan melihat kepada dirinya, yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.
"Seperti pinang di belah dua ya Bu?" ucap salah seorang karyawan.
"Iya, mirip banget ya?" kata yang lainnya.
"Apa dia reinkarnasi dari Ibu Bos ya bu?" sahut yang lain lagi.
"Hus, dalam islam mana ada hal-hal kaya gitu. Ngaco kamu." bantah Sintya, yang tidak percaya dengan yang namanya reinkarnasi.
"Tapi kan katanya, kita emang punya tujuh kembaran yang tersebar di seluruh dunia kan?" kata karyawan lain.
"Iya juga sih. Eh, sudah-sudah, kerja sana!" Sintya membubarkan grup ngerumpinya.
Para karyawan kembali bekerja. Namun saat mereka semua asik menata toko, tiba-tiba pintu toko ada yang membuka. Seorang pria memakai pakaian casual dengan sepatu sport dan jaket bermereknya masuk dan melihat-lihat ke dalam toko. Dia juga memakai kaca mata hitam.
"Oh, lo Kei?" ucap Sintya.
"Ngapain pagi-pagi lo ke sini?" tanya Sintya lagi kepada pria tersebut.
"Gue nyari kue untuk Hotel Sin. Buat besok." jawab pria bernama Kei itu.
"Berapa banyak?" tanya Sintya.
"100 box ya. Besok lo antar sebelum jam 9." jelas Kei.
"Oke. Kuenya kayak biasa kan?" tanya Sintya lagi.
"Iya..."
"Sip, udah gue catat. Di minum dulu tehnya Kei." tawar Sintya.
Kei langsung mengambil tehnya. Namun saat Kei meminum tehnya, tiba-tiba saja Melisa datang dan menghampiri Sintya.
"Bu, rotinya udah aku susun semua. Apa ada yang lain lagi?" tanya Melisa.
Kei yang mengalihkan pandangannya pada karyawan baru itu pun langsung terkejut luar biasa. Sampai-sampai teh yang sudah di dalam mulutnya ke sembur keluar lagi. Membuat bajunya dan Sintya terkena imbas semburannya.
"Kei...!" Pekik Sintya yang terkejut.
"Sorry... sorry... Aku kaget Sin." Kei lalu bangun dan berjalan mendekati Melisa.
Kei memperhatikan Melisa dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Membuat Melisa heran dengan sikap Kei.
"Siapa dia Sin?" tanya Kei dengan matanya tidak berkedip melihat Melisa.
"Namanya Melisa. Karyawan baru gue." jawab Sintya seraya membersihkan wajahnya dengan tisu.
"Hai kenalin, aku Kevin. Kamu boleh panggil aku Kei. Kamu siapa?" tanya Kei seraya mengulurkan tangannya. Melisa pun langsung menyambut uluran tangan Kei.
"Aku Melisa." ucap Melisa seraya tersenyum kepada Kei.
Dan saat Kei dan Melisa saling berpegangan tangan, Radit datang dan melihat mereka....
*Bersambung
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hai... buat kalian yang belum baca Cerai Yuk?! Seasons pertama, Author sarankan untuk baca Cerai Yuk Seasons pertama dulu ya. Biar kalian lebih paham dengan kisahnya. Terimakasih... 🙏😇
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!