Di ruangan yang penuh warna mencolok hingga menyakitkan mata, terlihat seorang perempuan tertidur terlentang sambil membaca novel yang ditemukan di kolong jembatan.
Nama gadis itu adalah Celsi Kielh, yang kini beranjak 20 tahun. Namun, kehidupan sehari-harinya hanya dihabiskan dengan berbaring sambil membaca novel dan berkhayal menikahi pria tampan kaya raya sehingga ia tidak perlu repot-repot lagi mencari uang di masa depan.
Anehnya, Celsi memilih jurusan psikologi. Sebenarnya, niat awalnya hanya untuk bertemu dengan seorang psikopat yang pada akhirnya akan mencintainya, seperti di dalam novel-novel yang sering ia baca. Namun, sampai sekarang ia belum bertemu psikopat itu, yang ada hanya stres dengan pelajaran.
Akhirnya, Celsi menyesali keputusan untuk mengambil jurusan itu dalam hidupnya. Bukan Celsi yang mendapatkan ilmu, melainkan dia yang merasa harus berjuang untuk "mengatasi psikologinya" sendiri.
Kembali ke Celsi, kini ia memecahkan keheningan di kamar yang luas namun terasa sempit karena penuh dengan warna dan barang-barang di sekitarnya.
"Apa-apaan ini, ceritanya pemeran utama pria berhati dingin banget. Biasanya, di novel-novel, pria kejam bisa diluluhkan sama pemeran utama wanitanya. Lah, ini pemeran wanitanya malah dibunuh karena bosan, keterlaluan banget!" ucap Celsi dengan kesal.
Celsi terus berkomentar tanpa sadar bahwa kamarnya kini mulai bercahaya, karena pandangannya hanya tertuju pada sampul novel yang bergambar bunga mawar hitam dengan latar belakang gelap. Hingga akhirnya, cahaya itu semakin terang dan menutupi pandangannya, barulah Celsi menyadari keanehan tersebut.
"Ada apa ini?" tanyanya sambil menutup mata.
Setelah beberapa menit, Celsi membuka matanya. Namun, anehnya, ia hanya melihat warna putih tanpa ujung di sekelilingnya.
"Gue di mana ini?"
"Mimpi kah ini?"
"Ada ujungnya atau nggak, sih?"
Celsi terus berbicara sendiri sampai akhirnya berhenti setelah melihat robot seperti yang ada di film Boboiboy.
"Selamat datang di Pintu Sistem. Perkenalkan, saya adalah Sistem Keseratus di novel Black Love."
Celsi menatap robot di depannya dengan bingung.
"Maksudnya apa?" tanyanya.
"Tuan, jangan sok Inggris, nilai saja buruk tapi bangga," jawab robot itu.
Celsi merasakan jantungnya seolah tertusuk.
"Lalu, apa maksudnya ini?" tanya Celsi lagi.
"Anda akan menjalani misi di novel Black Love dan menjadi orang keseratus yang menjalankan misi ini."
"Maksudnya, kenapa gue bisa ada di sini?"
"Karena Anda mengomentari jalan cerita novel Black Love. Itu berarti Anda tidak setuju dengan jalan ceritanya dan diberi kesempatan untuk mengubahnya."
"Serius, gue?" Celsi menunjuk dirinya sendiri.
"Ya, tentu saja. Siapa lagi yang ada di depan saya?"
"Lalu, bagaimana dengan orang-orang sebelum gue?" tanya Celsi lagi.
"Novel yang Anda baca itu sudah diubah oleh pemain sebelumnya."
"Lah, payah banget. Sudah tahu jalan ceritanya masih saja meninggal."
Sistem hanya menggelengkan kepalanya saat tuannya meremehkan misi ini.
"Tuan, jangan menyesal setelah tahu rumitnya cerita novel Black Love ini, dan jangan sampai termakan omongan sendiri."
"Enteng, tuh. Terus, gue masuk ke tubuh siapa?"
"Saya bukan Tuhan yang bisa memindahkan jiwa seseorang. Saya hanya bisa membawa tubuh Anda sendiri ke dalam novel Black Love. Soal yang lain, itu urusan atasan saya."
Celsi membelalakkan matanya.
"Tunggu dulu, kalau saya terbunuh, berarti mati beneran, dong?"
"Benar, Tuan, jadi jangan anggap remeh masalah ini."
Celsi melotot. "Ogah, nggak mau gue jalanin misi ini!"
Celsi berlari menjauh dari robot itu.
Sistem menatap sedih pada tuannya, lalu cahaya putih kembali menerangi ruangan, membuatnya semakin terang.
"Apa lagi ini?" teriak Celsi sambil menutup mata karena silau.
Untuk kedua kalinya, Celsi membuka mata dan mendapati dirinya berada di ruangan yang bernuansa hijau dan biru.
Celsi memandang sekeliling sampai akhirnya menatap foto keluarga yang ada namanya.
Celsi kembali terkejut saat membaca setiap nama yang ada pada foto itu.
"Serius, gue benar-benar ada di dunia novel dan parahnya gue jadi pemeran utama wanita yang akhirnya mati?"
Celsi panik sendiri, karena cerita ini sudah kejam sejak awal meskipun akhirnya tidak terlalu kejam.
"Sistem laknat ini di mana, sih? Gue nggak terlalu tahu jalan ceritanya, kalau salah langkah gimana?" ocehannya dengan kesal.
"Halo, Tuan."
"Anjir!" Celsi terkejut saat tiba-tiba sistem muncul tepat di depannya.
"Maaf, Tuan."
"Bisa nggak kalau datang jangan tepat di depan gue, tapi dari belakang?" omel Celsi sambil memukul kepala robot itu.
"Baik, Tuan. Lain kali saya akan datang dari belakang."
"Oh ya, kalau boleh tahu, sekarang kita berada di bab berapa?"
"Tuan bodoh, kalau bertanya soal bab, Tuan tidak akan berada di kamar nyaman ini, tapi sudah berada di ruangan penyiksaan."
Sistem meragukan apakah tuannya bisa menyelesaikan misi ini atau tidak.
"Jangan ngegas, dong, Sistem laknat. Gue kan cuma ingat bab terakhirnya doang," ujar Celsi.
"Baiklah, cerita belum dimulai. Nanti malam baru dimulai."
"Oh, begitu. Terus, apa yang terjadi di bab 1? Gue lupa."
"Kesempatan Tuan bertanya hanya sekali, apakah yakin ingin membukanya sekarang?
"Yakinlah. Untuk apa bab lainnya kalau bab satu saja gue lupa."
"Baik, Sistem sedang memproses."
Setelah beberapa lama, akhirnya bab 1 terbuka.
--
Bab 1
Dimalam yang gelap suara Peluru memecahkan keheningan yang tergantikan dengan suara tangisan pilu yang menyayat hati bagi yang mendengarnya, kecuali orang yang menyebabkan ini semua.
Kehangatan keluarga yang baru saja terjadi beberapa menit yang lalu berubah saat pria kekar dengan pakaian serba hitam mendobrak pintu yang berlapis emas hingga hancur seketika, bisa dibayangkan betapa besarnya tenaga pria itu.
"Dor...."
Suara tembakan itu membuat semua penghuni Mansion ketakutan.
"Aaah...."
"Dor...."
"Dor...."
Lagi dan lagi suara memilukan terdengar berirama. Ditambah jerit tangis dan teriakan memilukan mengalun merdu bak suara melodi.
Lantai yang mula bewarna putih kini telah berganti warna menjadi warna merah darah dan genangan darah bercucuran di mana-mana.
Terlihat seorang gadis kecil tergeletak layu melihat pandangan mengerikan itu ditambah jeritan dan tawa menggelegar memenuhi mansion.
Badan gadis itu seolah tidak bertenaga lagi untuk menghindar atau lari dari peristiwa itu.
Air mata terus bercucuran membasahi pipi chubby gadis cantik itu, Isak tangis terdengar dari gadis cantik itu yang bernama Laura Kielh yang kini beranjak berumur 18 tahun.
" TIDAK....."
"Mommy"
Suara keras namun serak merdu keluar dari bibir indah Laura saat mommy diperkosa dan disiksa tepat didepannya. Belum sempat kakinya berdiri untuk membantu mommy, namun tangan kekar nan berurat memeluk pinggangnya dengan tidak berperasaan.
Laura menoleh kesamping melihat siapa orang yang memeluknya dengan tidak berperasaan itu, tatapannya bertemu dengan pria yang menatapnya tajam tanpa sadar tatapannya terkunci seolah ada lubang gelap yang menghisap sehingga tidak bisa teralihkan ke yang lain.
" Don't bother"
Hingga akhirnya Laura tersadar saat mendengar suara berat nan dingin dari pria itu. Yang menarik tengkuknya dengan kasar dimana mommy berada.
" Hiks.... mommy"
Laura meronta-ronta untuk melepaskan diri dari pria itu namun sialnya tenaganya tidak cukup kuat untuk menandingi kekuatan lelaki itu.
" Please jangan lakukan ini" mohon Laura pada orang-orang yang melakukan itu dengan Isak tangisnya.
Laura menutup matanya tidak sanggup melihat pemandangan itu.
" Kielh penyambutannya gimana? Tanya pria itu dengan seringainya.
Namun Khiel tidak bisa menjawab karena bibirnya sudah robek dan lidahnya sudah sudah tidak ada lagi ditempat. Hanya derai air mata yang membasahi pipinya.
"Speak up Kielh" ejek pri itu lagi yang masih memeluk Laura yang kini tengkuknya diarahkan kepada Khiel.
"Explain to me why hiks.....?" Tanya Laura yang terus berusaha melepaskan diri dari pria bejat yang di yakini dalang dari semua ini.
Pria itu bernama Xavier Magath dalang dari semua yang terjadi saat ini.
Xavier memutar tubuh Laura hingga berhadapan dengannya. Tersenyum srimk dengan tatapan tajam menatap Laura penuh kebencian.
" Tanya ke papi Lo, karena semua apa yang terjadi pasti ada sebab dan akibatnya bukan"
Xavier menatap penuh kebencian pada Kiehl. Karena keserakahan Khiel hidupnya menjadi gelap. Diusianya ke 10 tahun Xavier harus melihat kejadian yang sungguh kejam dan juga penderitaan itu semua ulah dari Khiel.
Sejak kejadian itu Xavier hidup di jalanan dengan siksaan yang didapat dari orang-orang dan akhirnya Xavier diadopsi oleh seorang pria yang berkata akan merubah hidupnya.
Dan akhirnya Xavier tau apa arti kata 'merubah hidupnya' setelah tinggal dengan pria itu. Hidupnya tambah gelap dengan pelatihan-pelatihan yang sangat tidak manusiawi. Ditambah pelecehan pria itu, namun Xavier bertahan sampai bisa membalaskan dendam ya.
Hingga akhirnya Xavier bisa membalaskan dendam ya dan terlepas dari siksaan dan pelecehan pria tua itu.
Xavier kembali menatap Khiel dengan pandangan dingin. Srimks kembali terukir di bibirnya.
" Jangan sampai mati sebelum tubuhnya masih berbentuk setelah itu bereskan sampai ke akar-akarnya"
" Baik tuan"
" Jangan hiks..." Mohon Laura dengan pandangan berkaca-kaca.
"Help yourself" bisik Xavier lalu membius Laura setelah itu membopong tubuh Laura menuju mansion ya.
...
Setelah membaca ulang bab 1 , Celsi menelan ludahnya susah payah.
" Anjir gitu banget"
Setelah membaca ulang Bab 1, Celsi menelan ludah dengan susah payah.
"Serius, gila banget," gumamnya.
Celsi bergidik ngeri setelah membaca ulang Bab 1.
Itu berarti malam ini tragedi tersebut akan terjadi. Celsi harus menghindarinya dengan melarikan diri atau kabur dari mansion ini dan menghindari pria bernama Xavier itu.
Celsi menatap sekitarnya, tetapi Sistem sudah tidak ada lagi di kamarnya. Celsi menghembuskan napas panjang dan mengepalkan tangan ke atas untuk memulai misinya.
"Baiklah, mari kita mulai," gumam Celsi.
Celsi berjalan menuju ruang tengah untuk bertemu Mommy dan Papinya. Dia mengarahkan pandangan ke sekeliling ruangan, dan netral matanya bertemu sosok wanita yang meskipun sudah berumur, masih terlihat muda dan sedang merangkai bunga.
Celsi berlari menuju wanita tua itu yang merupakan Mommy-nya dalam dunia novel ini.
"Mommy, kita pergi jalan-jalan bareng, yuk!" ajak Celsi sambil memeluk Mommy dari belakang.
"Eh, Celsi sayang..."
Mommy berbalik arah dan memeluk Celsi dari depan.
"Ayo dong, Mommy," pinta Celsi lagi.
Sekarang, Celsi berdiri di depan Mommy, menatapnya dengan penuh harap.
"Tidak bisa, sayang, nanti ada acara perkumpulan keluarga."
"Itu kan malam, sebentar saja boleh, kan?"
"Tidak bisa, sayang."
Celsi cemberut, otaknya berkelana memikirkan cara untuk keluar dari rumah ini. Jika tidak bisa bersama keluarga, maka Celsi akan menyelamatkan dirinya sendiri karena di sinilah hanya Celsi yang asli.
"Kalau begitu, boleh tidak Celsi pergi sebentar? Tidak akan lama, kok, Mommy."
"Tidak bisa, sayang, kamu itu lama kalau siap-siap, apalagi di kamar mandi. Lihat tuh, sudah jam 6 sore."
Celsi cemberut saat melihat jam, berarti kejadiannya akan terjadi empat jam lagi.
"Ya sudah, Mommy, Celsi siap-siap dulu."
Setelah berpamitan, Celsi berlari menuju kamarnya. Percuma saja membujuk Mommy, akhirnya hanya penolakan yang ia dapat. Tidak tahu apa kejadian berdarah akan segera terjadi.
Celsi mengunci kamarnya, lalu berlari menuju jendela dan mengarahkan pandangan ke bawah.
"GILA..."
Celsi ternganga melihat ke bawah, mirip seperti adegan di film Rapunzel.
"OIYA...."
Celsi kegirangan saat menemukan ide cemerlang. Tanpa basa-basi, ia mengikat selimut, kain, dan baju apa saja yang ada. Setelah cukup panjang, Celsi melemparkannya ke bawah.
Begitu tali kain itu menyentuh tanah, sisi lainnya ia ikat ke tiang dekat kasur.
Celsi membaca doa, lalu mulai turun dengan bantuan kain yang telah ia ikat.
"Hap..."
Celsi menepuk tangannya dan berkacak pinggang saat rencananya berhasil.
"Mau ke mana, Nona?"
Celsi tersentak kaget saat mendengar suara serak di belakangnya, berbicara tepat di samping telinganya. Ia memutar badannya, dan kini tatapannya bertemu dengan mata hitam netral.
Celsi menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat pemandangan luar biasa di depannya. Seolah-olah pria itu adalah malaikat yang jatuh dari langit.
Wajahnya yang tampan dengan tatapan dingin, ditambah pakaian hitam yang dikenakannya, menambah pesonanya. Mirip malaikat pencabut nyawa.
Celsi menatap pria di depannya tanpa berkedip. Dia baru sadar saat mendengar suara sistem.
"Orang yang kamu kagumi itu adalah pemeran utamanya."
"Hah..."
Celsi tersentak kaget, mundur selangkah, dan menatap pria itu dengan waspada.
"Kenapa Xavier ada di sini? Bukankah seharusnya malam nanti?" batin Celsi kebingungan.
Xavier menaikkan alisnya saat melihat perubahan mimik wajah Celsi yang tadinya terpesona, kini ketakutan.
Wanita itu diyakini adalah anak satu-satunya dari Khiel yang bernama Celsi.
'Menarik,' batin Xavier dengan seringai di bibirnya.
Akhirnya, Xavier membuka suara setelah keheningan yang cukup lama.
"Mau kabur ke mana, Nona?"
'Haduh, gue panik banget, sumpah. Tangan gue udah keringat dingin. Apa yang harus gue jawab?' batin Celsi.
"Ehmmm..."
Celsi berusaha menetralkan ekspresinya, seolah tidak tahu siapa pria yang ada di depannya.
"Heh... emang lo siapanya gue?" ucap Celsi ketus.
"Malaikat kematian," jawab Xavier dengan senyum menyeramkan.
Celsi melotot, tetapi segera menormalkan kembali ekspresinya.
"Garing juga candaannya."
"By the way, lo ada urusan apa di mansion gue?" tanya Celsi, berusaha bersikap santai dan tenang di hadapan Xavier.
"Revenge."
'Jujur amat nih orang,' batin Celsi sambil menahan gemas. Kalau bukan malaikat maut, mungkin Celsi sudah jatuh cinta pada Xavier.
"Tidak baik balas dendam. Meskipun kamu merasa puas, apakah yang hilang dari kamu akan kembali dengan membalas dendam? Jawabannya tidak," ucap Celsi bijak.
Xavier terkekeh mendengar ucapan enteng wanita di depannya.
Celsi menelan ludahnya susah payah saat merasakan aura mencekam dari pria itu. Ia menghindari tatapan Xavier yang sungguh menyeramkan.
Xavier menarik tengkuk Celsi dan kembali berbicara.
"Heh... baiklah kalau begitu, gue akan bantai keluarga lo dan gue mau lihat reaksi lo. Revenge, yes or no?"
"Kalau begitu, itu sama saja kita seperti orang yang melakukan itu. Gue cuma akan mendoakan agar dia mendapatkan balasan yang setimpal," jawab Celsi sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Baik, gue pegang kata-kata lo," ucap Xavier dengan seringai.
"Sudah, excuse me."
Celsi menatap tajam Xavier, lalu menyenggol lengannya dengan sengaja dan melanjutkan langkahnya. Namun, tiba-tiba kepalanya terasa pusing, dan akhirnya ia pingsan.
Xavier menangkap tubuh Celsi setelah memberinya suntikan bius, lalu membawanya ke mobil.
Celsi mengejapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya matanya terbuka dengan sempurna. Celsi mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
' lagi-lagi gue bangun di ruangan berbeda'
Celsi menatap sekelilingnya yang hanya bewarna hitam kecuali selimutnya yang bewarna merah tidak ada ventilasi hanya ada lampu remang-remang.
Celsi bahkan tidak bisa mengetahui keadaan luar hal itu membuat Celsi bergidik ngeri.
Celsi berusaha memanggil system dalam batinnya namun tidak ada sahutan dari system.
Celsi berusaha mengingat-ingat apakah ada ruangan seperti ini didalam novel.
" Ada" teriak spontan saat mengingatnya.
Celsi sekarang berada diruang penyiksaan Xavier yang berada di Mension ya dan kamar ini adalah penjara pemerkosaan.
Didalam novel Black love terdapat adegan-adegan +++ yang sungguh kejam.
Celsi meneguk ludahnya susah payah saat mengingat adegan itu, saking sadisnya Celsi hanya membaca sedikit adegan itu dan pada akhirnya Celsi tidak tau apa yang terjadi selain adegan ranjang. Hehehe....
Celsi meratapi nasibnya yang harus terjebak dalam novel laknat ini. Tidak ada jalan lain selain menyelesaikan misi ini, namun Celsi ragu apa bisa kembali hidup-hidup.
" Hiks...hiks..."
Tangis Celsi pecah. Celsi tidak ragu jika orang-orang sebelumnya gagal menjalankan misi ini.
Celsi tidak tau harus berbuat apa, kerena di ruangan ini terdapat CCTV.
Tiba-tiba saja terdapat layar lebar yang menayangkan adegan berdarah sama seperti yang terjadi di novel bab 1 yang bedanya tidak ada pemeran utama wanitanya.
Tubuh Celsi bergetar hebat saat menonton Vidio itu teryata rasanya beda saat hanya membaca saja dan melihat secara live.
" Xavier anjing, setan mati aja sana hiks..." Maki Celsi tanpa sadar.
Celsi menutup tubuhnya dengan selimut dan telinganya ia tutupi agar tidak terdengar suara yang membuat Celsi takut. Berusaha tertidur walaupun sulit akhirnya Celsi tertidur.
Walaupun situasi tidak bersahabat.
Xavier yang sejak tadi menatap layar yang memperlihatkan Celsi dan segala tingkahnya membuat Xavier puas namun ada mimik wajah seolah Celsi sudah tau apa yang telah terjadi hal itu membuat Xavier tertarik untuk mengorek lebih dalam informasi apa yang diketahui Celsi. Ditambah Celsi menyebutkan nama aslinya yang jarang orang tau nama aslinya kecuali orang terdekatnya, selain itu mereka hanya mengenalnya sebagai Zildan.
Seringai menyeramkan tersungging di bibir Xavier. Lalu kembali menonton Vidio hasil karyanya selama empat jam penuh baru akhirnya Vidio penyiksaan itu selesai.
Ditemani Wine yang menemaninya menonton Vidio yang menyenangkan. Setelah selesai Xavier meneguk wine terakhirnya setelah itu meninggal ruangan kerjanya.
Xavier berjalan menuju ruangan Celsi yang berada di ruangan bawah tanah. Di setiap langkahnya penuh dengan aura mengintimidasi dan tatapan datar membuat siapapun yang berpapasan bergetar hebat. Bahkan para pelayan memutar balik arahnya.
Xavier melewati Lorong-lorong hingga akhirnya tiba di depan pintu yang bewarna hitam yang berada di paling pojok bersebelahan dengan gudang.
Xavier membuka pintu dengan sidik jarinya sesuai sensor setelah itu pintu terbuka dan terlihat lah jenjang yang menurun kebawah.
Xavier kembali berjalan dan pada akhirnya kembali bertemu dengan pintu yang berwana sama dimana Celsi berada.
Xavier membuka kenop pintu dan disuguhi dengan pemandangan gelap nan remang-remang. Tidak ada benda lain selain kasur dimana Celsi tertidur sekarang.
Xavier berjalan menuju ranjang lalu menarik selimut yang menutupi tubuh Celsi namun tidak ada tanda-tanda Celsi terbangun dari tidurnya.
Xavier menatap datar melihat kedamaian Celsi tidur, seolah apa yang terjadi padanya bukanlah hal yang serius.
" Sepertinya kurang pertunjukannya"
Tanpa penasaran Xavier menarik rambut Celsi.
Celsi terbangun dari tidurnya saat merasakan rambutnya yang ditarik seseorang dengan sangat kuat.
"Shit...."
"Aw...."
Celsi merasakan kesakitan, berusaha melepaskan jambakan di rambutnya.
Xavier melepaskannya setelah melihat Celsi terbangun.
Xavier mencubit kedua pipi Celsi dengan kedua tangannya dan tatapannya bertemu dengan netral biru Celsi.
Celsi merintih kesakitan akibat ulah Xavier, tidak cukup rambutnya yang merasakan sakit sekarang pipinya pun ikut terasa sakit.
Sepertinya ini karma untuk Celsi karena setiap hatinya menghayal bertemu psikopat sungguh Celsi menyesal mengkhayal kan itu, karena nyatanya tidaklah seindah yang digambarkan di novel-novel.
Dan juga tidak ada ganteng-ganteng pria yang menatap tajam yang ada seram yang dirasakannya.
' System gue mau balik hiks..' batin Celsi yang terus memohon.
"Anjing...."
Tubuh Celsi terhempas ke lantai dingin yang bewarna hitam.
"Aw...."
Celsi menatap Xavier penuh amarah, hatinya tidak pernah henti-hentinya mengutuk dan memaki Xavier.
Xavier tanpa merasa bersalah berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Celsi yang terduduk mengenaskan di bawah lantai sana.
Cukup segitu saja untuk pembukaan hari ini. Xavier akan melakukannya secara perlahan dan melihat sampai mana perempuan itu akan bertahan.
Sedangkan Celsi sudah mengepalkan tangannya menahan amarah dan kekesalannya yang menumpuk dalam hatinya, rasanya Celsi ingin membunuh Xavier anjing itu. Biarkan saja ia kemakan omongan sendiri yang penting harga dirinya tidak jatuh.
" Tuan anda tidak bisa melakukannya yang ada tuan kembali ke awal lagi untuk memulainya lagi. Misi Anda hanya merubah nasib pemeran utama pria dan wanita dan juga tuan tidak bisa membunuh pemeran utama prianya yang ada tuan lah yang terlebih dahulu terbunuh. Tolong tuan sadar diri"
Celsi menoleh kebelakang menatap System dengan sinis. Celsi bangkit dari duduk yang mengenaskan dan duduk di tempat yang lebih baik yaitu ranjangnya.
Celsi memikirkan bagaimana cara untuk merubah nasib para pemeran pria tanpa mendapatkan siksaan.
Niat awal Celsi ingin membuat pemeran utama prianya mencintai pemeran utama prianya namun itu semua harus dipikirkan ulang, karena di dalam novel pemeran utama sudah melakukan berbagai cara namun tidak pernah berhasil dan setelah melihat bagaimana pemeran utama prianya Celsi menjadi tambah tidak yakin.
Di novel pemeran utama wanitanya telah melakukan berbagai cara seperti orang tidak tertarik, benci namun nihil. Lalu pemeran utama wanitanya juga berakting lemah dan tersakiti namun juga nihil malah pemeran utama prianya makin bersemangat menyiksa pemeran utama wanitanya dan akhirnya pemeran utama wanitanya pasrah saja hal itu membuat pemeran utama prianya bosan, akhirnya pemeran utama wanitanya dibunuh. Terus cara apalagi yang harus Celsi lakukan?"
Celsi memijit-mijit kepalanya yang terasa sakit. Stress akan cobaan hidup.
'system" panggil Celsi dalam batinnya.
Tidak ada pergerakan System tetap berdiri diam tanpa pergerakan.
'system'
'SYSTEM....'
Nihil tetap saja tidak ada jawabannya. Celsi menatap tajam System.
" Maaf tuan saya tidak bisa membaca batin, tadi saya berkata seperti itu karena melihat dari mimik wajah tuan"
"Huf...."
Celsi menghela nafas panjang. Celsi tidak bisa bertanya apa-apa, karena ada kamera pengintai .
Celsi kembali mengarahkan pandangannya ke arah di mana sistem berada, namun nihil, tidak ada siapa-siapa lagi yang ada, hanya Celsi seorang di ruangan besar nan gelap tanpa penerangan, kecuali lampu kecil tepat di atas Celsi.
Celsi menghela napas panjang lalu mengambil selimut yang telah berada di lantai dengan keadaan mengenaskan. Selimut itu sedikit robek, namun masih bisa dipakai. Celsi menyelimuti badannya, seketika ruangan terasa sangat dingin, bahkan badan Celsi sudah kedinginan.
"Xaviar, anjing..."
"Dah lah, lebih baik gue tidur dulu."
Setelah itu, Celsi menyelimuti seluruh badannya dan tertidur akibat kelelahan batin dan juga pikiran.
Xaviar, yang melihat di layar handphone, mengangkat satu alisnya. Ini tidak sesuai ekspektasi; seharusnya Celsi sedih akan kepergian orang tuanya dan keluarganya yang lain, namun ini nihil, tidak ada sedikit pun raut kesedihan yang ada, hanya raut marah dan kesal.
Xaviar tersenyum sinis, dengan tajam menatap handphone, lalu mengaktifkan pendingin agar Celsi tersiksa.
Setelah itu, ia menyimpan handphone di saku tanpa melihat reaksi Celsi. Ada yang lebih menarik daripada itu, yaitu mangsanya yang kini berada di depannya. Keadaan mangsanya tidak bisa dikatakan baik; dia adalah musuh dari pengkhianat perusahaan, dan seluruh keluarganya serta keturunannya kini berada di penjara, menyaksikan kematian satu per satu keluarganya.
Xaviar akan menghabiskan seluruh nyawa hingga ke akar-akarnya agar tidak ada lagi sampah yang mengganggu kehidupannya, baik itu dendam ataupun yang lainnya.
Akhirnya, tersisa wanita pengkhianat yang telah menyaksikan kekejaman Xaviar sejak tadi.
Lihat saja, tubuh wanita itu sudah bergetar ketakutan dengan air mata yang turun deras.
Xaviar berjalan menuju tempat wanita pengkhianat itu, yang kini tubuhnya sudah bergetar hebat.
"How are you?" tanya Xaviar.
Xaviar mengangkat tangan kekarnya, lalu mengelus pipi yang dipenuhi bedak itu dengan kasar, menancapkan kukunya ke pipi pengkhianat itu tanpa perasaan.
"Ah... s-sir..."
"Ampun, tuan. Saya tidak akan melakukannya lagi."
Xaviar tambah menancapkan kukunya ke pipi yang kini telah mengeluarkan darah, mengalir ke jari-jari tangan Xaviar yang panjang dan indah.
"Ah..."
"Poor thing," ejek Xaviar setelah itu menampar pipi wanita itu dengan keras.
Xaviar mengambil tissue yang diberikan bawahannya dan melapnya, terkesan menggoda. Bahkan wanita yang baru saja disiksa nya menatap terpesona kepada Xaviar.
Xaviar melemparkan belati yang berada di sakunya tepat di kedua mata wanita itu.
"Ah..."
Teriak wanita itu kesakitan, berusaha melepaskan belati itu dari kedua matanya dengan tangan yang bergetar.
Xaviar menonton pertunjukan itu sambil meminum wine-nya. Setelah pertunjukan selesai, wanita itu akhirnya bisa melepaskan belati itu dari kedua matanya, namun kedua matanya ikut keluar—sungguh pertunjukan yang luar biasa.
Dering handphone berbunyi saat ingin bermain-main dengan wanita pengkhianat itu.
"What..."
".............."
"HM."
Setelah percakapan panjang dari si penelepon, walaupun dibalas singkat, Xaviar tidak membuat malam menjadi pagi.
Xaviar menatap tajam mangsanya dengan suara basahnya yang mampu membuat setiap orang yang mendengar bergidik ngeri.
"Nyalakan pemanas dan jangan ada yang membuka pintu ini. Biarkan wanita ini mati bersama mayat-mayat seluruh keluarganya," perintah Xaviar, lalu pergi dari penjara itu.
Setelah itu, bawahannya melakukan tugas yang diberikan oleh Xaviar.
Xaviar menjalankan mobilnya menuju mansion.
Setelah sampai, Xaviar turun dari mobil menuju mansion dengan langkah mendominasi dan penuh perhitungan.
"Tuk..."
"Tuk..."
"Tuk..."
Setiap langkah yang dikeluarkan Xaviar dapat membuat seluruh orang bergetar ketakutan.
Xaviar kembali melihat layar handphonenya yang menampilkan Celsi yang tertidur nyenyak.
...
Pagi pun tiba, burung-burung berkicau dengan sinar matahari yang indah, membuat siapapun akan terbangun dari tidurnya untuk melakukan aktivitas seperti biasa.
Namun bukan di ruangan serba hitam ini, yang tidak bisa merasakan ataupun melihat sinar matahari.
Celsi masih tertidur nyenyak dengan selimut yang masih menutup keseluruhan tubuhnya.
Hingga tidurnya terganggu oleh cahaya yang sangat terang.
Celsi membuka matanya, lalu terduduk dari tidurnya, menatap sekelilingnya yang kini dipenuhi oleh cahaya lampu di setiap sudut ruangan. Sungguh sakit sekali mata Celsi melihat cahaya yang terlalu terang.
Celsi mendengar suara langkah yang semakin dekat, namun ia tidak sanggup untuk membuka matanya.
"Open," perintah Xaviar.
Celsi menggelengkan kepalanya.
Xaviar menekan dagu Celsi dengan kuat.
"Open," perintah Xaviar lagi, semakin menekan kuat dagu Celsi.
"Ah...."
Rintih Celsi, lalu membuka matanya menatap Xaviar yang kini juga menatapnya.
Berbeda dari hari sebelumnya, kini Celsi menatap Xaviar dengan berani.
"Gue tahu Lo cuma mau balas dendam sama keluarga gue, lalu membuat gue juga merasakan apa yang Lo rasakan selama ini, kan? Poor thing," ucap Celsi dengan berani.
Xaviar tambah menekan kuat dagu Celsi, menatap tajam dengan aura mengintimidasi.
"So what?"
Xaviar menaikkan alisnya, lalu melepaskan cengkeramannya.
"Harusnya Lo cari tahu lebih dalam kenapa ayah gue membunuh keluarga Lo," ucap Celsi yang berusaha mempengaruhi Xaviar.
Di dalam cerita, dikatakan bahwa keluarga Kiehl memiliki niat membunuh keluarga Xaviar, namun membiarkan anak-anak hidup, tetapi sampai sekarang niatnya masih sebuah misteri.
"So?" ucap Xaviar, menatap tajam Celsi.
"Nah, itu masih misteri. Tapi menurut gue pasti ada sesuatunya, nggak mungkin lah melakukan pembunuhan tanpa ada alasannya," ujar Celsi sambil menepuk dada bidang Xaviar.
Celsi menumpang kedua dagunya dengan kedua tangannya, menduga-duga dan mengingat-ingat lebih dalam apa yang tertulis di novel Black Love itu.
Xaviar menatap datar Celsi yang sangat santai.
Xaviar tidak peduli apapun; intinya adalah balas dendam.
Celsi kembali mengingat-ingat apa yang terjadi di bab 2, namun bab 1 saja sudah berbeda dari cerita. Seharusnya keluarganya yang meninggal, namun ini seluruh keluarganya bahkan sampai keturunannya juga ikut meninggal, menyiksa Celsi seorang yang masih bertahan hidup.
Di bab 2, kalau tidak salah, pemeran utama wanitanya disuruh membersihkan seluruh mansion, namun pemeran utama wanitanya tidak dapat menyelesaikan tugasnya, sehingga diperkosa dengan kejam. Celsi membelalakkan matanya saat mengingat kejadian di bab 2 itu.
Celsi menjadi gelisah, soalnya bisa dihitung jari saat-saat Celsi membantu mamanya membereskan rumahnya. Selebihnya waktunya dihabiskan di kamar dengan membaca novel dan dan juga menghayal di kelilingi cogan.
Celsi memutar otaknya cara apa agar bab 2 ini tidak terjadi.
Xaviar yang sejak tadi memperhatikan mimik wajah Celsi yang terus berubah hingga akhirnya bosan.
" Berdiri "
Celsi kembali ke alam sadar saat mendengar suara serak nan seksual itu.
Celsi langsung berdiri lalu tepat berada disampingnya.
"Se.."
Celsi lebih dulu memotong pembicaraan Xaviar.
" Lo pasti lelah semalaman bergadang kan, sini gue pijitin "
Celsi berjinjit lalu memijit bahu kekar Xaviar yang keras itu.
Lagi dan lagi Celsi di tipu kerena novel - novel sialan yang selama ini Celsi baca semenjak berumur 16 tahun. Nggak ada tuh menahan nafas saat jarak dekat dengan seorang pria adanya grogi dan takut yang menguasai dirinya.
Xaviar menatap tajam Celsi yang berani menyentuhnya.
Xaviar memegang kedua tangan Celsi lalu menghempaskan ya keranjang.
Menindih Celsi dan meletakkan kedua tangan Celsi di atas, Xaviar melepaskan dasinya hingga memperlihatkan dada bidang Xaviar walaupun tidak terlalu nampak. Mengingat kedua tangan Celsi mengunakan dasi.
Sedangkan Celsi sejak tadi sudah was - was, ditambah tubuhnya kini ditindih tidak lagi bisa bergerak dengan bebas.
Celsi kembali mengingat - ingat hal apa yang penting bagi Xaviar agar bisa terlepas dari cengkraman Xaviar.
Coba saja kalau bukan tubuh Celsi, sudah Celsi biarkan saja jika keperawatannya hilang, namun ini tubuhnya asli .
" Kalau Lo lepas gue, gue akan bantu Lo untuk menguasai dunia gimana ?, Itu kan impian Lo sejak dulu " ujar Celsi kembali menegosiasi.
Itu sudah dijelaskan di dalam novel Balck love yang mengatakan jika Xaviar memimpikan menjadi penguasa dunia namun impiannya tidak bisa dicapai karena penghianatan orang - orang terdekatnya sehingga membuat Xaviar menjadi buronan dan akhirnya pemeran utama wanita yang bersama Xaviar menjadi pelepasan amarah dari seorang Xaviar.
' Nggak papakan nya kalau menjadi penghianat negara yang pentingkan ini cuma dunia novel bukan asli ' batin Celsi.
Xaviar kembali di kagetkan dengan perkataan Celsi yang tidak ada satupun orang yang mengetahuinya selain Xaviar seorang.
Hal itu membuat Xaviar tambah tertarik terhadap mainannya ini.
Xaviar mengeluarkan tangannya, menyentuh tulang pipi Celsi dengan kuat hingga bibirnya kini sudah mirip seperti ikan koi.
" Nggak butuh "
Tangan kekar Xaviar terangkat menyentuh dan mengelus pipi Celsi menjalar ke bibir tipis yang bewarna pink, namun tidak ada ekspresi diwajahnya.
' Dasar batu, jadi buronan baru tau rasa ' batin Celsi yang terus mengumpat.
" Lo harus tau, gue adalah peri yang jatuh dari kayangan dan gue tau apa yang akan terjadi di hidup Lo kedepannya dan tadi gue kasih contoh, gue tau impian masa kecil Lo yang tidak diketahui orang - orang dan tugas gue di bumi ini untuk membuat Lo menjadi manusia normal yang memiliki hati, soalnya sudah diperhitungkan kalau Lo meninggal hati Lo masih batu maka bumi tidak akan menerima Lo bahkan surga neraka tidak juga menerima Lo " ucap Celsi ngawur.
" Oh..."
Jawaban santai dari Xaviar mampu membuat Celsi menahan kekesalannya.
Celsi menggertakkan giginya menahan amarahnya yang ingin keluar.
Padahal tadi Celsi sudah merangkai kata dalam benaknya namun jawaban yang diberikan tidak lebih dari dua suku kata.
" Lo percaya yes or no " tanya Celsi yang masih menahan kekesalan dengan memberikan senyum terbaiknya.
Namun Xaviar dapat melihat senyum itu hanya kepalsuan dan sejak tadi Xaviar menikmati mimik wajah dari Celsi.
Hingga akhirnya perkataan melantur dari Celsi membuat Xaviar tersenyum tipis namun tidak disadari Celsi walaupun jaraknya sudah sangat dekat bahkan hembusan nafas menggelitik pipi.
" Buktikan dengan cara keluar dari kamar ini, gue tunggu selama semalam dan kalau Lo berhasil gue tidak akan mengurung Lo namun kalau Lo tidak bisa lepas maka Lo jadi jalang gue " ucap Xaviar setelah itu beranjak dari ranjang meninggalkan kedua tangan Celsi yang masih terikat.
" Woy setan tunggu dulu jangan main pergi nih tangan gue masih terikat " teriak Celsi namun tidak dihiraukan Xaviar.
Sebelum menutup pintu Xaviar menatap Celsi yang seperti cacing kepanasan yang berusaha melepaskan diri.
" Heh...katanya peri masa melepaskan diri dari ikatan itu aja nggak bisa " ejek Xaviar setelah itu barulah menutup pintunya dengan kasar.
" Brak..."
" Xaviar anjing, babi , syetan, gigolo, laknat, sialan, batu, fuck you " umpat Celsi mengeluarkan semua umpatan yang Celsi tau.
" Woy system sialan " panggil Celsi tidak lagi memedulikan CCTV yang dipantau Xaviar. Itu urusan belakangan.
" Iya tuan ada apa ?"
Celsi mencari - ceri keberadaan system sialan itu namun tidak terlihat sedikitpun batang hidungnya.
" Lepaskan ikatan gue " pinta Celsi walaupun tidak tau dimana system laknat itu berada yang membuat Celsi harus mendapatkan masalah ini.
Setelah merasa ikatannya terlepas, Celsi memegang kedua pergelangan tangannya yang sudah memerah dan sedikit membiru.
" System sialan bawa gue ke Amerika "
" Nggak bisa tuan "
" Lah kenapa nggak bisa Lo aja menghilang bisa "
" Saya tidak menghilang tuan , tapi saya hanya tidak terlihat. Selama ini saya berada di samping tuan "
" Terus kenapa Lo nggak bantu gue tadi "
" Atasan saya hanya menyuruh saya menemani tuan "
" Ok Lo kan sama - sama dari listrik dan logam, nah sekarang Lo buka pintu kamar itu bisa nggak " tanya Celsi lagi.
" Bisa tuan "
Celsi berbinar lalu dengan cepat berlari kearah pintu yang bewarna hitam.
Setelah berada tepat didepan pintu Celsi kembali berkata.
" Ayok buka "
" Baik tuan "
Setelah menunggu selama satu menit akhirnya pintu yang bewarna hitam itu terbuka dengan cepat Celsi berlari kearah tangga itu soalnya tangga itulah satu - satunya jalan selainnya hanya tembok.
Celsi kembali dihadapkan dengan pintu yang bewarna hitam.
" System buka lagi " pinta Celsi lagi.
" Baik tuan "
Setelah menunggu selama satu menit akhirnya pintu kembali terbuka.
Celsi memegang kenop pintu lalu kembali berjalan dan ....
" hap..."
" Aw..."
Celsi membentur dada bidang seseorang.
Celsi membuka matanya terkejut saat melihat Xaviar tepat berada didepannya dengan tatapan tajamnya.
" Lihat gue bisa keluar, So Lo lepasin gue "
Celsi berkacak pinggang dengan senyum kemenangan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!