Aulia adalah perempuan berusia 24 tahun, ia berasal dari salah satu suku Sulawesi Tenggara. Namun mereka tidak tinggal di sana. Orang tuanya merantau hingga menduduki kota Ambon dan telah menetap di sana. Ada satu adat yang sangat dibencinya, tidak boleh menikah dengan seseorang yang tidak semarga dengannya dan tidak pula menikah dengan seseorang yang memiliki strata rendah. Perjalanan cinta berkisah saat dirinya menginjak kelas 11, peliknya Aulia menyukai seorang pria yang tidak seharusnya ia cintai.
Perasaan itu tumbuh begitu saja, mungkin karena seringnya berinteraksi dan mata yang sering bertemu, hingga memicu gejolak aneh di jantung, lalu memberikan sinyal ke otak untuk menyimpan gambaran wajahnya ke dalam memori dan membuatnya terus-terusan memikirkan pria itu.
Pria yang menjadi sepupunya yang kini telah menjadi pria spesial dalam hati Aulia, tidak tahu saja jika ada aturan keras untuk tidak menyukai sesama sepupu. Aturan dalam suatu daerah, suku bahkan keluarga begitu sulit ditembus, seperti yang dirasakan oleh Aulia.
Pertama kalinya ia bertemu dengan sepupu laki-lakinya itu. Pria itu bernama Andika. Andika bersama orang tuanya sudah lama tinggal di pulau Sulawesi Selatan, Ia pulang kampung untuk merayakan lebaran bersama keluarga besar dan tinggal di rumah tantenya bernama Rahmah. Rumah dinas hanya memiliki satu kamar, tidak terlalu besar laki-laki dan perempuan tidur di ruang tengah yang sempit itu. Rahmah adalah seorang guru di sekolah dasar dan memiliki lima anak laki-laki yang sudah dewasa, Andika juga tidur di sana.
Malam hari, Aulia dan Bella yang merupakan sepupu sekali, tidur di rumah Rahmah juga merupakan bibinya, sebab jika pulang pun sudah terlalu larut sementara jarak rumah Aulia begitu jauh, sama halnya dengan Bella. Aulia melihat Andika masih menonton film horor di laptop yang di bawahnya, ia pun ikut bergabung dengan santainya, sementara Bella sudah terlelap.
"Kamu menyukai film horor?" Pria itu membuka obrolan, Aulia mengangguk dengan tatapan serius ke layar laptop.
"Kamu tidak takut? Sekarang sudah malam" Tanyanya lagi. Kali ini Aliyah memberanikan diri menatap wajah itu, sebenarnya ia sangat malu, apalagi dengan jarak hanya sejengkal tangan di ruangan dalam kondisi remang-remang.
"Takut, jika wajah hantunya jelek" Jawab Aulia malu. Dua anak manusia yang masih berkutat dengan film horor Indonesia, sedangkan waktu terus berjalan, tak terasa film itu selesai, Aulia maupun Andika bersiap untuk tidur. Namun, entah kenapa mata Aulia kesulitan untuk terpejam, seperti ada sesuatu yang membuatnya terjaga, ia tidak tahu apa itu.
"Kenapa belum tidur?" Sebuah pertanyaan keluar dari mulut Andika, rupanya laki-laki itu masih belum memejamkan matanya, sorot matanya tertuju pada perempuan yang mengenakan jilbab coklat.
"Pertanyaan bodoh" Batin Aulia
"Belum ngantuk kak" Jawabnya singkat. Kedua mata mereka bertatapan, ada gejolak aneh dalam diri Aulia, ia tidak mengerti apa itu. Sebab baru kali ini ia merasakannya.
"Kemari lah sebentar!" Pinta Andika dengan wajah sayu, Aulia dengan polosnya beranjak dari pembaringan dan menghampiri sepupunya. Namun, siapa sangka, pria itu dengan sigap menarik tangan Aulia dan mendekapnya, serta mencium bibir Aulia dan memainkan lidahnya di dalam sana. Sungguh Aulia bergeming, dengan mata melotot ke arah pria di bawahnya. Tiga detik adegan yang tak pernah sedikitpun terlintas dibenaknya kini terjadi dalam hidupnya
"Apa tadi?" Bisiknya dalam benaknya. Aulia memunggungi Andika, tidak ada ucapan di antara kedua manusia itu. Begitu cepat peristiwa tak senonoh itu terjadi, Aulia dengan perasaan yang masih berkecamuk dan keheranan berusaha menutup matanya rapat-rapat dan menjauhkan dirinya dari pria bejat itu.
Ia tahu, dirinya habis dilecehkan oleh saudara laki-lakinya, tapi sulit baginya untuk bercerita. Ia tidak pernah berani mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi, semua yang terjadi dalam dirinya selalu ditutup rapat-rapat. Tinggal di Desa dengan orang-orang yang masih memiliki pemikiran sempit akan sangat kesulitan harus mengungkapkan apa yang terjadi.
Korban maupun pelaku akan menjadi sasaran omongan orang-orang kampung, itulah sebabnya ia tidak memiliki keberanian itu, apalagi Aulia adalah tipe perempuan yang sangat menjaga citra dirinya dan kedua orang tuanya.
Secerah mentari mengeluarkan sinar terangnya, menyinari Bumi belahan Indonesia bagian Timur. Aulia terbangun dan seketika itu, muncul gambaran jorok dalam ingatannya, tanpa sepatah kata pun ia buru-buru beranjak dan meninggalkan orang-orang yang masih tidur di ruang tengah.
Tak banyak orang-orang bangun, hanya segelintir orang yang dilihat Aulia pagi itu. Sementara Andika, pria itu sudah bangun sejak azan berkumandang, ia memandangi Aulia sekilas melihat bibirnya dan pria itu pun tersenyum simpul. Entah apa yang dipikirkannya. Namun, itu pasti sesuatu yang tidaklah baik.
"Aku sungguh bejat telah melakukannya pada adik sepupuku sendiri... Benar kata orang, pesona sepupu perempuan tidak ada tandingannya, mudah bermaksiat jika terus berdekatan dengannya" bisiknya pelan sambil tersipu malu.
Ciuman pertama bagi Aulia, yang sudah dijaga selama tujuh belas tahun, hilang selama tiga detik bersama Sepupu gilanya, dirinya tidak menyangka akan kehilangan ciuman pertama bersama saudara laki-lakinya yang tidak seharusnya dilakukan. Ia menyimpannya untuk sang suami. Namun, di ambil paksa oleh-nya.
Aulia hanya merasa kesal, tapi ia tidak bisa marah, watak kalem itu benar-benar merugikan dirinya, sebab ia tidak tahu harus bagaimana untuk melindungi harga dirinya bahkan saat diinjak pun ia masih bergeming.
Kini Aulia sudah berada di rumahnya, ia melihat beberapa ekor ayam sedang mematuk beras di atas tanah, yang diberikan oleh ayahnya. Ia langsung masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Aulia berdiri di depan cermin, menyentuh bibir yang habis dicium oleh Andika.
"Apakah aku sudah berciuman? Seperti itukah rasanya?" Bisiknya pelan sambil memandangi bibirnya yang merah itu.
Hari itu adalah hari Minggu, Aulia bergegas mengumpulkan pakaian kotor yang akan di cuci di sungai, setelah mengumpulkan semuanya ia pun membawanya ke sungai, di sana ia melihat ibunya sedang mencuci piring. Dengan langkah tergesa-gesa ia menghampiri ibunya dan menurunkan baskom berisi pakaian di samping ibunya.
"Tidur di mana kamu semalam?"
"Di rumah Tante Rahmah, kenapa kalian tidak ke sana?" Tanya Aulia dengan suara datar
"Ayahmu lelah, setelah berkebun kami istirahat"
"Oh"
Orang tua Aulia adalah seorang petani, setiap harinya mereka pergi ke kebun, menanam singkong, sayur, ubi talas. Penghasilan di kampung mereka hanya mengandalkan hasil laut dan gunung, setiap tahun akan ada panen cengkeh tetapi jika penghasilan bulanan, mereka mengandalkan hasil jahe, cabai dan ikan.
Kebutuhan mereka sehari-hari mengandalkan hasil kebun, dan laut, sangat mudah bagi mereka untuk mencukupi kehidupan sehari-hari tanpa repot-repot membeli ke pasar. Udara di sana masih sangat jernih, lingkungan yang masih asri bahkan tidak ada kendaraan beroda dua maupun empat, membuat hawa di pedesaan sangat sejuk dan sangat baik bagi kesehatan paru-paru.
.
.
.
.
Lanjut part 2
Aulia telah menyelesaikan kegiatan mencucinya, sekaligus mandi di sungai. Ia kembali pulang setelah menjemur pakaian di atas tumpukan batu di pinggiran sungai. Saat berada di depan pintu rumah, samar-samar ia mendengar suara pria yang begitu familiar di telinganya.
"Suara itu? Bukankah, dia adalah pria itu?" Batinnya bertanya lirih, dengan perasaan tak tenang ia masuk dan dugaannya benar, pria itu adalah seseorang yang mengambil ciuman pertamanya. Ia buru-buru masuk ke kamarnya setelah melewati ruang tamu.
Aulia masih mendengar dengan sangat jelas perbincangan yang dilakukan oleh Andika dan ayahnya. Andika adalah pria yang berusia dua puluh lima tahun dan sekarang telah bekerja menjadi kurir POS.
Aulia segera mengambil setelan baju rumahan berbahan hitam, ia mulai menyisir rambutnya, tidak lupa mengoleskan lipstik di bibir tipisnya. Setelah itu, ia mengambil buku biologi dan mulai membuka halaman 59, ia mulai serius membaca satu persatu setiap kata dan kalimat dalam lembaran buku biologi itu, hingga terdengar ketukan pintu kamarnya.
Aulia beranjak dan membukanya, ia terkejut karena orang di hadapannya sekarang adalah pria yang tidak ingin ia temui
"Ada apa?" Tanyanya dengan suara datar
"Bisakah kita mengobrol di luar?" Aku memutar bola mata malas. Namun, aku tetap mengikuti langkahnya hingga tiba kami di teras.
Ia menarik salah atau kursi bambu dan menjatuhkan bokongnya di atas kursi itu, sementara Aulia memilih berdiri dengan tatapan malas ke arah Andika.
"Duduklah!" Dengan perasaan berat Aulia melakukannya, mereka duduk bersebelahan, Aulia memandangi wajah tampan itu, wajah berbentuk oval, garis alis yang tebal serta bulu mata yang sangat lentik, bagaikan bulu mata seorang bidadari yang jika dibandingkan dengannya, itu terlihat sangat jauh, seperti langit dan Bumi.
"Aku akan tinggal di sini selama tiga bulan, dan aku tidak terlalu dekat dengan keluarga di sini... Bisakah kamu menemaniku untuk sekadar jalan-jalan?" Aulia melirik dengan sorot terkejut, ia berpikir yang akan di ucapkan Andika adalah ucapan maaf atas perbuatannya terhadapnya.
"Oke" Jawab Aulia dingin, menggambarkan ekspresi masam di wajahnya, bukan jawaban tidak yang keluar melainkan jawaban mengiyakan padahal di dalam hatinya, ia ingin menolak. Namun, perasaan tidak enakan ke orang lain menjadi belenggu dan penghalang hingga membuatnya menderita.
"Aku minta maaf soal semalam" Aulia melirik pria di sampingnya dan merenggut kesal sekaligus malu karena mengingatkan dirinya pada peristiwa semalam.
Andika bercerita banyak hal tentang dirinya di kota, cerita tentang saat dirinya kuliah, sampai pada hubungan asmaranya. Aulia hanya mengangguk walaupun ada beberapa yang membuatnya tidak mengerti. Namun, ia tetap mendengarkan dengan saksama. Tak terasa ada sedikit ruang di hati Aulia untuk menerima Andika, perempuan remaja itu menarik seutas senyum ketika melihat Andika yang sedang asik bercerita.
"Aku tidak menyukai mataku, sebab ia begitu mudah terpesona dan menerima siapa saja yang memiliki wajah rupawan" Aulia berbisik dalam benaknya, merasa kesal dengan sikapnya yang seperti wanita murahan. Ia tiba-tiba menyukai pria di sampingnya, pria yang menodai bibirnya yang seharusnya tidak diambil secara paksa.
Perbincangan itu mulai mengasikkan bagi Aulia, hingga ia terus-menerus tertawa, bibirnya terus menyunggingkan senyum manis tatkala Andika bercerita horor nyata yang pernah dialaminya selama tinggal di kota, tempat kelahiran Sultan Hasanuddin. Ia tidak lagi memedulikan tentang perbuatan bejat Andika, dan perlahan-lahan mulai menerima kehadiran sosok baru itu
Mungkin inilah yang dinamakan darah panas, perempuan remaja yang sangat dijaga oleh orang tuanya untuk tidak pacaran di usia itu karena pikiran yang mudah kelabui apalagi memiliki watak kalem akan sangat mudah disetor seperti yang dirasakan Aulia.
Rasa nyaman yang diberikan Andika seperti obat bius, yang perlahan-lahan membuat mata terlena hingga tertidur lelap tanpa kesadaran penuh. Perasaan perempuan remaja itu mulai lemah, hingga inilah saatnya bagi laki-laki itu melancarkan aksinya.
Andika mulai menarik tangan Aulia untuk masuk ke dalam rumah, tak ada seorangpun kecuali mereka berdua, sementara kedua orang tua Aulia telah pergi ke kebun yang jaraknya lumayan jauh, kakak Aulia pergi ke rumah tantenya yang berada di dekat pantai. Hanya tersisa dua insan dalam ruangan sepi.
"Apa yang mau kamu lakukan? Jangan macam-macam yah!" Seru Aulia mengambil sikap siaga. Pria itu tiba-tiba memeluk Aulia dan berbisik
"Biarkan seperti ini, aku hanya ingin memelukmu" Aulia tidak berkutik, ia pasrah tanpa berontak. Entah kenapa suara parau itu menghentikan ia dari memberontak dan perlahan-lahan tangannya mulai membalas pelukan itu. Aulia tidak sadar, bahwa tidak seharusnya ia membalas pelukan itu atau mengasihani laki-laki itu.
"Jantungku berpacu sangat cepat, ini pertama bagiku merasakan pelukan dengan seseorang yang bukan mahramku, kenapa aku bisa menikmati adegan ini?" Gumamnya pelan.
Perlahan-lahan pelukan melonggar, keduanya saling bertatapan mata pria itu mulai sayu dan mulai mendekatkan wajahnya ke arah Aulia. Perempuan polos itu tidak menghindar, entah ia mengharapkannya atau tidak mengetahui apa yang akan dilakukan Andika padanya.
Tiba-tiba saja bibir keduanya saling bersentuhan, bagaikan listrik membuat Aulia melotot ia dengan sigap mendorong dada bidang laki-laki itu.
"Kau melecehkan ku lagi?! Kenapa kau menciumiku?" Tanya Aulia dengan mata berkaca-kaca, jujur saja ia sangat membenci laki-laki dihadapannya ingin sekali bercerita tetapi ia tidak berani. Ia sangat bodoh karena masih tidak bercerita tentang apa yang dialaminya.
"Maaf, aku khilaf" Andika melepas tubuh Aulia dari dekapannya dan membiarkan Aulia berlari ke kamarnya. Andika berdiri mematung dan menghela napas berat. pria itu berjalan menuju teras, dan mengeluarkan sebungkus rokok surya, ia menarik sebatang rokok dan mulai menyulut api pada sumbu rokok yang disebatnya.
Asap rokok mengepul ke atas tatkala pria itu menghisap rokok dan mengeluarkannya dari mulut dan lubang hidungnya, menatap sinar matahari yang sangat terik. Sementara, Aulia menangis sendu di dalam kamarnya.
"Kenapa dia melakukannya lagi? Apa aku sehina itu? Aku tidak sedang merayunya bahkan berpikir mesum tentangnya, tapi mengapa dia melakukan hal itu lagi?" tuturnya kesal.
"Bukankah kakak laki-laki akan menjaga adik perempuannya, tapi kenapa aku menjadi korban pelecahan dari sepupuku sendiri, aku ingin menceritakan semuanya kepada ibuku tapi aku sangat malu mengatakannya" lirihnya dengan suara sendu. Air matanya terus mengalir membasahi pipinya, dengan perasaan lelah ia pun membaringkan tubuhnya di atas kasur dan mulai menutup matanya walau air mata masih terus mengalir.
Ia memang telah jatuh pada Andika tapi tidak sepantasnya Andika melakukan hal tak senonoh itu padanya, apalagi tidak ada hubungan spesial di antara mereka, membuatnya kacau dan dilema untuk bercerita, di satu sisi ia tidak ingin kedua orang tuanya bertengkar. Namun, di sisi lain ia tidak mau menjadi korban pelecehan sepupunya apalagi dirinya masih sekolah, apa yang akan dikatakan oleh teman-temannya nanti saat tahu dirinya menjadi korban pelecehan.
.
.
.
Lanjut part 3
Seiring berjalannya waktu, dua anak manusia itu sudah saling menerima satu sama lain, tak ada hubungan yang mengikat mereka, tak ada ucapan ikatan yang dikeluarkan dari mulut pria itu. Namun, sikap dan tindakannya menggambarkan bahwa dirinya adalah milik perempuan muda itu. Pria itu seperti kembali pada masa pubernya, merasakan kembali asmara yang bergejolak di jiwanya, sampai mengekang gadisnya untuk menutup mata pada pria lain, ia sedang haus akan cinta, haus akan kasih, hingga merasa takut akan kehilangan kekasihnya itu.
Perempuan polos itu sedang terjerat oleh cinta yang baru pertama ia rasakan, hingga dirinya tak mampu mengendalikan hasrat keji yang memberontak saat ini, ia telah dikendalikan oleh cinta yang berhasrat sampai lupa, bahwa dirinya mungkin akan merasakan kekecewaan.
Dua anak manusia itu, tidak lagi memedulikan norma dan hukum kehidupan, mereka tengah dibutakan oleh nikmatnya surga dunia tanpa memedulikan lengkara yang sedang menanti. Mereka lupa bahwa mereka seperti bentala dan nabastala yang tidak akan pernah menjadi amor fati, mereka aksa yang akan selamanya menjadi misteri.
Suatu ketika, Aulia berjalan-jalan sore seorang diri, menikmati sandyakala hingga baskara tenggelam di balik gunung dan digantikan oleh bulan. Perempuan itu berdiri di tengah pantai sembari menatap langit yang dipenuhi gemintang. Ia tidak tahu bahwa ada seseorang yang sedang merasakan renjana di dalam sebuah gubuk. Puas ia menikmati malam, ia pun beranjak pergi dari tempat kakinya berpijak, perlahan-lahan menjauhkan diri dari pantai itu.
Aulia telah sampai di rumahnya, ia pun masuk dengan perasaan tenang, kemudian menuju dapur untuk mengambil segelas air. Namun, dihentikan oleh seseorang, tangannya ditarik ke sebuah sudut pintu dan menekannya ke tembok. Tatapan pria itu begitu menusuk jantungnya, membuatnya sedikit ketakutan akibat cengkeraman tangan yang menyakitinya.
"Mengapa kau pergi begitu lama? Apa yang kau lakukan di luar sana? Apakah kau sedang menjalin kasih dengan seseorang sampai selarut ini kau pulang ke rumah?" Pertanyaan intimidasi terdengar cukup jelas ditelinga Aulia. Perempuan itu merintih tapi tak dipedulikan oleh Andika, seakan tengah dirasuki oleh Iblis sampai tak memiliki welas asih pada perempuan muda itu.
"Aku hanya menikmati bulan seorang ini, membayangkan pria lain tidak pernah terlintas dalam pikiranku, apalagi harus menjalin kasih. Aku sungguh kesakitan, bisakah kau melepas ku?" Jawabnya pelan dengan air mata yang sudah mengalir, membasahi pipinya.
"Tahukah engkau, di setiap detik berlalu hati ini seperti dirajam oleh duri-duri kerinduan. Kau pergi tanpa mengabari ku, apakah kau sedang berencana membunuhku? Tidakkah kau merasakan ketidakberdayaan ku tanpa dirimu, hatiku seperti jelaga yang habis terbakar" Tuturnya dengan bulir air mata yang mengalir dari sudut matanya. Aulia merasa bersalah telah melukai pria itu.
"Aku minta maaf. Percayalah kau adalah seseorang yang akan terus hidup dalam aksaku, bahkan jika daksaku menjadi sebuah debu sekali pun, perasaan terhadapmu akan selalu sama. Saat ini, besok dan selamanya"
Perasaan keduanya seperti sudah terjalin berabad-abad lamanya, seperti sepasang kekasih yang telah melalui segala macam penderitaan, sampai membangun hubungan yang sangat kuat. Entah apakah kisah mereka akan terus amerta? atau seperti kisah bulan dan matahari yang tak akan bersatu.
Aulia pun kembali ke kamarnya, kedua orang tuanya sudah terlelap sejak beberapa waktu yang lalu, menyisakan dua sejoli yang sulit memejamkan mata.
Di sebuah rumah, dua sepasang kekasih itu saling menahan rindu tersekat oleh ruang yang membuat mereka kehilangan kebersamaan. Sekat itu menjadi batasan untuk mereka tidak bertemu karena waktu telah malam.
Di sisi lain, Andika menatap langit-langit kamar, dengan posisi tangannya bersandar di atas dahinya, ia terlihat seperti meratapi sesuatu yang membuatnya menjadi begitu sedih, kala ia teringat beberapa hari yang lalu ia menelepon ayahnya dan mempertanyakan sesuatu.
Kilas balik
Andika harus berjalan menuju pantai yang jaraknya satu kilo meter dari rumah yang ia tempati sekarang, untuk mencari jaringan karena di kampungnya masih sangat kesulitan untuk mengakses internet. Sore itu ia sangat bersemangat untuk menyampaikan perihal penting mengenai perasaanya, apalagi usianya saat ini sudah tidak muda lagi, dan ia sangat mendambakan seorang istri.
Tibalah ia di pantai, sangat banyak orang di sana. Beberapa orang menyapanya dan berbicara singkat dengannya. Setelah menemukan jaringan, Andika pun menghubungi nomor ayahnya, bunyi gawainya berdering menandakan bahwa sambungan teleponnya telah masuk ke notifikasi gawai ayahnya.
Tiba-tiba suara berat dari ujung telepon terdengar, Andika menyapanya dengan halus dan menanyakan kabar ayahnya itu.
"Ayah, aku menyukai seorang perempuan di sini" Setelah sekian lama berbasa-basi akhirnya ia memberanikan diri untuk menyampaikan niatnya itu.
"Siapa perempuan yang kau sukai?" Terdiam sejenak untuk menarik napas, kemudian mengembuskan perlahan-lahan.
"Dia Aulia ayah, sepupuku... Aku sangat mencintainya"
"Anak pamanmu?" Andika mengiyakan. Dari balik telepon terdengar napas berat yang menandakan ketidaksetujuan dari ayahnya membuat Andika gulana dan menatap jauh ke laut lepas.
"Kamu tidak bisa bersama dengannya, carilah perempuan lain yang bukan dari sepupu pertamamu. Dia adalah keponakan ayah dan ibumu, dalam hukum adat persaudaraan seperti itu tidak diperkenankan untuk menikah, kalian sudah seperti saudara kandung, itulah sebabnya pernikahan antara sepupu pertama sangat di larang keras" Jelas pria paruh baya itu.
Andika merasa kakinya lemas ketika mendengar penjelasan ayahnya, bibirnya membisu dan merasakan sakit yang teramat dalam di relung hatinya.
"Baiklah, aku akan mencari perempuan lain" Setelah mengucapkan kalimat yang memberatkan hati, ia menutup teleponnya. Ada kegelisahan dalam jiwanya tatkala ia mengatakan kalimat itu, ia tidak ingin menjadi penghianat dalam cinta yang telah dirajutnya bersama, apalagi telah membangun kenangan indah dan telah melewati batas-batas cinta yang tak seharusnya mereka lakukan. Namun, karena renjana yang telah membara membuat matanya gelap dan melakukan hal itu bersama Aulia, yang seharusnya ia jaga sampai ia benar-benar menikahinya.
Andika sungguh menyesal, di lain sisi hatinya benar-benar terjatuh pada pesona Aulia, ia tak bisa berpaling walau tak bersama dengannya, jiwanya telah diberikan sepenuhnya pada perempuan yang menjadi sepupunya itu. Biarkan daksanya dimiliki oleh perempuan lain tetapi tidak dengan atmanya.
"Tuhan, mengapa Engkau memberikan takdir sejahat ini kepada kami, dia adalah perempuan yang ku pilih untuk menjadi kekasih hidupku, merajut cinta bersama dan menjalani kehidupan dengan santai bersamanya. Namun, kini cintaku dipatahkan oleh amor fati fana yang yang tak akan pernah bisa relakan" Setitik air mata mengalir dari sudut matanya. Pria itu mengambil guling dan memeluknya sangat erat membayangkan bahwa ia sedang memeluk kekasihnya itu. Sangat sakit yang dirasanya sampai air matanya jatuh tanpa sadar.
Berjuta untaian rindu, berbisik menyerbu kalbu. Rintihan kasih yang telah menjadi belenggu, menyimpan kesedihan mereka, berlari dari rasa denial meninggalkan tempat sendu yang menyimpan rindu.
.
.
.
Lanjut part 4
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!