"Hey apa yang kalian lakukan pada cucuku?" sergah Arsya Sinklair ketika mendapati cucunya Arqueena Arsila Sinklair tengah di dorong oleh saudara tirinya.
Pria tua renta itu berjalan dengan tertatih-tatih dengan tongkat sebagai penyangganya. Ia paling tak suka jika Arqueena atau biasa di panggil Queen diganggu oleh Riana yang notabennya adalah saudara tirinya.
Yah, setelah kepergian Arumi ibu kandung Queen. Romi menikah lagi dengan janda anak satu. Arsya pernah terang-terangan melarangnya. Namum, Rommy sangatlah keras kepala, bahkan tanpa restunya, ia mempersunting Liana sebagai istrinya dan ibu sambung untuk Queen.
Arqueena Arsila Sinklair, gadis cantik dengan pahatan sempurna bukan hanya wajah tapi tubuhnya pun juga sempurna . Ia harus menerima kenyataan pahit ketika ibu tiri dan saudari tirinya tak menyukainya. Gadis cantik itu bukannya rela mendapatkan perlakuan tak adil seperti itu, ia akan melawan jika tak ada Kakeknya disana. Ketika ada sang Kakek ia layaknya gadis lemah yang tak sekalipun membalas. "Kakek, mereka jahat hiks," serunya dengan air mata yang dibuat-buat. Ia berusaha berdiri dan bersembunyi di belakang Arsa sebagai tamengnya.
"Bukan aku, Kek. Dia yang nyari gara-gara duluan," jelas Riana berusaha membela diri.
Hanya Arsa lah yang begitu menyayangi Queen, hingga apapun yang menimpa gadis itu. Ia akan maju melindunginya. "Alasanmu saja, Riana. Kau kenapa selalu mengganggu cucuku huh?"
Tak ada perlawanan dari Riana, gadis itu diam dengan rasa takut yang mendera. Berbeda dengan Queen, gadis itu malah terkekeh geli di belakang tubuh Arsa ketika pria tua itu memarahinya. Itulah hiburannya tersendiri kala Riana yang sekarang mengaku kalah di depannya. Biasanya, Queen lah yang harus mengalah di depannya karena Papa kandungnya lebih percaya pada Riana ketimbang dirinya. "Ayo kamu ikut Kakek. Jangan ladeni dia," serunya Arsya sembari menarik pergelangan tangan kanan Queen.
Wajah Queen menoleh kebelakang tepatnya ke arah Raina, senyuman mengejek ia lontarkan untuk gadis yang sudah mengepalkan tangannya itu, tatapan Raina mengibarkan api permusuhan pada Queen.
Queen yang melihat itu tak takut sekalipun, ia mengacungkan jari tengahnya ke arah Rania hingga membuat wajah gadis itu merah padam. Rania terlampau emosi melihat tingkah Queen yang seperti itu. "Awas saja lo, Quee. Nanti gue bikin perhitungan sama lo," gumamnya dengan hati dongkol. "Lo bersikap kayak gitu cuma topeng saja, awas aja kalau kakek tua itu mati. Aku yakin tidak ada lagi yang peduli sama lo, apalagi Papa. Cih najis," monolognya lagi.
Sebenarnya awal pertemuan mereka nampak baik-baik saja dan saking menerima satu sama lain. Tapi ketika Rania dah Liana mulai meracuni pikiran Rommy, Queen mulai menggangu ketentraman Rania maupun Liana. Meskipun ia pernah disalahkan oleh Rommy, tapi Queen tetaplah Queen. gadis itu terus saja melancarkan aksinya tanpa peduli raut kebencian di wajah Rommy.
Dalam benaknya, ia tak peduli selama masih ada kakeknya yang terus berada di garda terdepannya.
...****************...
Malam menjelang suasana kediaman Sinklair nampak sepi tak seperti biasanya ketika masih ada Rommy dan Liana. Yah, dia pasang sejoli yang tak lagi muda itu pergi honeymoon yang kesekian kalinya. Entahlah, Queen rasa mereka menginginkan seorang bayi darah daging mereka sendiri.
"Kamu tidur yang nyenyak. Ingat, langsung tidur jangan nonton drakor sampai matanya sembab. Besok kamu harus sekolah, Sayang," ujar Arsya mengusap lembut rambut hitam milik Queen.
"Siap kakek," sahutnya, gadis cantik itu secepat kilat pergi dari ruang makan itu meninggalkan Rania dan Arsya yang hanya berdua saja di meja makan.
"Kamu juga tidur," ujar Arsya dengan sekilas menatap Rania yang sedari tadi mengaduk-aduk makanannya. "Dan tolong di catat, Rania. Berhentilah menggangu cucuku, baik di sekolah ataupun di rumah. Harusnya kau paham dengan bahasaku," timpalnya dengan sorot mata yang tak biasa.
"Iya, Kek," hanya itu yang mampu di jawab Rania, meskipun ia membela dirinya, akan tetapi alasan itu takkan di terima oleh Arsa. Di matanya, Queen lah cucunya yang tak merasa salah sedikitpun.
Tanpa berkata-kata lagi, Rania berlalu tanpa pamit pada Arsya. Dan hal itu yang tak disukai pria renta pada sosok Rania bahkan Liana. "Etikanya sangat di sayangkan," gumamnya dengan gelengan kepalanya. "Apa yang diajarkan Liana pada anaknya?" ucap Arsa bertanya-tanya.
Berbeda dengan Queen, gadis cantik itu tengah asik mematut wajahnya di depan cermin. Tanpa izin dari Arsa tentunya, ia akan pergi bersama ketiga temannya ke arena yang akan membuatnya melupakan segalanya.
"Aku cantik, tapi Algar kenapa gak pulang-pulang sih dari sana. Apa iya dia gak kangen aku," gumamnya, sekilas ia melirik wallpaper ponselnya yang menunjukkan wajah tampan rupawan kekasihnya.
Tingg..
[Queen, gue ada di depan gang. Lo cepet kesini kalau gak mau gue tinggal.]
Yah, itu chat dari salah satu teman Queen yang sudah standby. Gadis cantik itu memakai jaket kulit hitam seperti biasanya tanpa memperlihatkan pakaian seksi yang di kenakan sekarang ini. Jika kepergok oleh Arsa, bisa-bisa pria tua renta itu takkan mau lagi memanjakannya.
Queen berjalan mengendap-endap menuruni tangga dengan tas jinjing dan highheels di tangannya.
"Gue aduin lo, Queen," sarkas seseorang yang tiba-tiba muncul dengan ponsel yang menyorot ke arah Queen. Wajah Queen menatap ke arah sumber suara. Disana ada Rania yang tengah tersenyum meledek kearahnya.
"Terserah lo ulet bulu, Kakek sayang gue, mana mungkin percaya sama lo yang otaknya hanya sejengkal," tegas Queen berlalu begitu saja dengan memutar bola matanya dengan malas. "Buang-buang waktu gue aja," batinnya.
Selang beberapa menit, Queen masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Erlina dan kedua temannya disana. Mereka nampak antusias mengamati wajah cantik Queen yang terlihat kesal.
"Ngapa lo?" tanya Amel yang duduk di sebelah Queen. "Berantem lagi sama bokap, emak atau uler keket!" cecar Amel, ia sudah paham dengan masalah yang dihadapi Queen setelah kematian Arumi.
"Uler keket. Dia mantau gue tadi pakai rekam gue segala," jelasnya.
"Gak ada kerjaan lain lagi kayaknya tuh bocah," cerocos Avida yang ikut menimpali. "Gak disekolah, gak di rumah bikin gedek. Kalau gue jadi lo, mungkin udah gue bunuh dia sama babonnya," imbuhnya.
"Ya kalau negara kita bukan negara hukum, udah gue pastiin kalau gue yang bakal ambil tindakan itu," sahut Amel wajahnya layaknya psikopat yang siap memangsa korbannya.
"Sadis bet," seloroh Erlina dengan tawanya.
"Yah lo bayangin aja, Lin. Si Queen kayak upik abu dirumah itu. Apalagi om Rommy gak ada rasa care lagi sama nih bocah. Untung masih ada Kakek Arsha, kalau gak, mungkin dia jadi Cinderella yang disulap jadi upik abu," terangnya dengan emosi yang mendera, begitulah sifat Amel. Gadis tomboy yang tak suka jika teman-temannya di ganggu oleh siapapun.
Bersambung...
"Ayok, Queen. Lo harus bisa lupain masalah lo, kita joget dan happy -happy malam ini," teriak Avida dengan suara tujuh oktavnya. Pasalnya sekarang keempatnya berada di sebuah bar besar, dengan dentuman musik DJ yang terus saja mengalun dahsyat di indera pendengarannya.
"Kalian aja deh, gue nanti nyusul," sahut Queen sembari meneguk jus yang di pesannya. Yah, hanya segelas jus bukan minuman yang memabukkan seperti para teman-temannya, ia masih waras akan hal itu. Jika semuanya tepar, lalu siapa yang akan membantunya nanti jika tidak ada yang sadar. Bisa-bisa keempat gadis itu akan menjadi santapan Om-om penghuni bar ini.
Dan Queen masih memikirkan Arsha, pria tua itu nanti akan tau jika dirinya keluar dan mabuk-mabukan. Mengingat pria tua itu, Queen merasa gelisah, ia takut jika Rania sampai nekat memberikan rekaman itu pada Kakeknya. "Tidak mungkin, lagipula Kakek tidak akan percaya begitu saja," gumamnya meyakinkan diri.
Queen menghembuskan nafasnya dengan kasar, tatapannya beralih ke arah ketiga teman-temannya. "Mungkin gabung aja biar otak gue kagak ribet sama ulet itu," timpalnya, ia melangkahkan kaki jenjangnya kearah lantai menari.
Semua mata melihat ke arah Queen ketika gadis itu mulai beraksi. Wajah cantik dengan tubuh sintal itu sangat mahir berjoget hingga membuat lawan jenisnya mulai terangsang. Dress dengan tali spageti hingga menampakkan leher bahkan belahan dadanya, ditambah dengan penutup paha yang hanya sejengkal. Sungguh, Queen saat ini menjadi sorotan utama di bar itu.
"Joget terus, Queen. Lupain masalah lo," teriak Amel yang juga ikut heboh dengan tariannya.
Tak ada jawaban dari Queen, gadis itu terlalu fokus pada jogetan nya hingga tak menyadari sorot mata tajam terlampau menusuk melihat ke arahnya.
"Siapa dia? kenapa gue gak pernah melihatnya?" tanya seseorang pria yang berada di lantai VIP. Ia bisa melihat dengan jelas tempat yang tengah berjoget ramai itu dari skat kaca besar. Pria itu masih mengenakan kemeja yang ditekuk hingga sikunya. Urat tangannya begitu tercetak jelas disana. Bahkan ia tanpa sadar mendorong tubuh wanita yang sedari tadi duduk di pangkuannya.
"Perfect ini mah, gue mau tidurin dia sebulan full kalau mau," sarkas Arkana ketika melihat kearah pandang Alvarez.
"Otak lo selakangan mulu, Ar. Kuping gue gedek dengerinnya," sungut Erdio sembari memukul pelan bahu Arkana.
Arkana berdecih, "kayak lo kagak aja, Er. Lo pikir hidup tanpa selakangan enak apa!" Sarkasnya.
"Tergantung siapa yang menjalaninya. Kalau lo ya gitu-gitu aja." Sahut Erdio.
Alvarez merasa terganggu dengan ocehan kedua temannya di tambah rayuan wanita malam itu yang membuatnya risih malam ini. "Gue bakalan dapetin dia malam ini," ujar Alvarez hendak berdiri, meninggalkan dua temannya dan wanita panggilan itu. "Dan untukmu, aku akan transfer nanti," jelasnya.
Langkah penuh wibawa dilayangkan Alvarez ke arah lantai joget disana. Yah, tepatnya ke arah Queen yang masih aktif berjoget tanpa lelah.
"Lo yakin si Varez bisa dapetin cewek itu!" seru Eldio menunjuk ke arah Alvarez yang ikut menari di sebelah Queen.
"Yakin sih, lo kan tau gimana pesona Varez. Siapapun bisa dia dapetin dengan mudah. Kita lihat aja dari sini, gue yakin Varez bisa seret tuh cewek ke kamar," timpalnya dengan penuh percaya diri.
Berbeda dengan Alvarez yang masih setia berjoget disana, tubuhnya dengan sengaja menyentuh kulit mulus Queen ketika gadis itu tak menyadarinya.
"Siapa dia? tampan sekali," bisik Adiva ketika ia menyadari kehadiran Alvarez yang terus saja mepet pada Queen.
Erina melihat ke arah mata Adiva memandang, matanya membulat ketika tau siapa pria yang tengah mendekati salah satu temannya.
"Dia Tuan Alvarez Giordano Nandau, pria kaya yang memiliki kejayaan tertinggi di negara bahkan mancanegara," jelas Erina. "Mungkin dia mabuk, Div. Dia itu terkenal kejam, mana mungkin mau disini bahkan berjoget dengan orang ramai seperti ini," imbuhnya.
Adiva hanya manggut-manggut mendengarnya, meskipun suara DJ begitu menggema. Namun, ia masih mengerti dengan perkataan-perkataan yang dilontarkan Erina padanya.
Srieek...
"Akhh___ apa yang lo lakuin?" pekik Queen ketika tiba-tiba pinggangnya ditarik hingga membuat tubuhnya terbalik dan menabrak dada bidang seseorang.
Yah, yang melakukan itu adalah Alvarez. Pria yang sedari tadi sudah berancang-ancang menaklukkan Queen.
Cuppp...
Tanpa di duga, Alvarez mendaratkan sebuah ciuman pada bibir Queen tanpa permisi. Bukan hanya menempel saja, bahkan Alvarez memberikan sedikit lumatan lembut pada bibir ranumnya.
Dengan kasar, Queen mendorong dada Alvarez dengan kasar. "Lo gila huh?" suara itu bertubrukan dengan suara musik dj hingga tak ada yang tau jika Queen tengah memakai seseorang disana.
Bibir Alvarez tersungging senyuman tampangnya, ibu jarinya mengusap lembut bibir Queen yang basah karena ulahnya. "Bibir sangat manis," hanya itu yang di dengar oleh Queen ketika pria yang tak sekalipun di kenalnya itu memeluknya bahkan menciumnya.
Plakkk...
"Bangsat," umpat Queen setelah menampar Alvarez , ia tak suka harga diriku di injak-injak apalagi yang dilakukan oleh pria itu di depan umum. Meskipun tak ada yang menghiraukannya, Namun, Queen tidak bisa mentolerir hal semacam itu.
Wajah Alvarez menoleh kesamping setelah mendapatkan hadiah tak mengenakkan dari Queen. Tangannya terkepal erat dengan tonjolan di leher yang mulai kelihatan di mata Queen.
"Lo..."
"Kita pergi yuk!" ajak Erina dengan setengah sadar. Ia menggeret Queen agar mengikuti langkahnya ketika melihat wajah Alvarez menampakkan raut emosi yang mendalam.
"Ngapain lo bawa gue pergi sih, Rin. Gue mau kasih pelajaran tuh orang," tegas Queen hendak masuk lagi ke dalam bar, Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Adiva dan Amel juga ikut keluar dari dalam bar.
"Kita pulang saja, Queen. Gue rasa kita udah gak aman ada di dalam," ucap Amel dengan memijit pelipisnya.
Queen memicingkan matanya ke arah ketiganya, "kalian itu mabok, gak perlu nasehatin gue yang masih waras ini," paparnya tanpa rasa takut sekalipun.
"Gue masih waras, Queen. Kita pulang saja," tegas Amel kembali menyeret Queen agar mau mengikuti langkahnya. Walaupun berat, Amel dan yang lainnya berusaha sekuat tenaga. Jika mereka membiarkan Queen masuk lagi, mereka takut jika pria yang di tampar Queen akan membuat perhitungan pada gadis cantik itu.
Lebih baik pergi dari pada gue puyeng dan nambah puyeng batin Amel.
"Gue gak terima harga diri gue diinjak-injak gini. Kalian dengar tidak!" Teriaknya ketika tak ada yang mendengarnya sama sekali. "Kalian budek!" sarkasnya.
Ketiganya tetap sama , tak ada yang menjawab celotehan Queen yang sudah seperti toa masjid.
Bersambung...
Dengan berjalan mengendap-endap dengan highheels berada di tangannya seperti biasa. Queen terus saja melangkahkan kakinya layaknya maling yang hendak mencuri barang berharga di kediaman Sinklair. Sepi dan sunyi, hal itulah yang di lihat oleh mata Queen hingga membuatnya menghembuskan nafasnya dengan lega. "Untungnya Kakek tidur," serunya dengan mengusap dadanya berulang kali.
Dengan cahaya temaram, kaki Queen hendak menaiki anak tangga. Tapi ia urungkan ketika tiba-tiba lampu menyala dengan terang.
ctekk...
"Dari mana saja kamu?" suara bass itu membuat Queen meneguk ludahnya dengan kasar. Keringat dingin tiba-tiba luruh di dahi mulusnya tanpa permisi.
Dengan gerakan pelan, wajah cantik itu menoleh ke arah sumber suara. Matanya membulat ketika mendapati Kakeknya berada disana dengan tatapan yang begitu tak bersahabat.
"Ka-kek!" suara tercekat seakan bibirnya sulit untuk terbuka.
"Dari mana kamu?" Tanyanya lagi dengan penuh penekanan.
"Ak-ku dari rumah teman, Kek," dalihnya. Mana mungkin ia berbicara jujur pada si Kakek pikir Queen.
Mata Arsha memicing, "selarut ini!"
"Iy-a."
"Apa kamu ingat perintah Kakek setelah kamu selesai makan?" tanyanya sembari berjalan pelan dengan bantuan tongkatnya. "Jawab, Queen?" sentaknya.
Queen terjingkat kaget mendengar bentakan yang ditujukan Arsha. Baru pertama kalinya pria tua itu memarahinya disertai bentakan.
"Maafkan queen, Kek. Queen ngaku salah," seru Queen, tubuhnya meluruh sembari memegang kaki Arsha dengan kuat. "Queen janji gak bakal ulangi," tambahnya, terdengar suara penuh penyesalan yang dikeluarkan Queen untuk Arsha.
"Kenapa kamu bohongi kakek, Queen? Kamu itu anak gadis, tidak baik keluyuran malam-malam seperti ini. Berbahaya," tegasnya. Sorot matanya tersirat kelegaan ketika cucunya salam keadaan baik-baik saja. Sedari tadi, ia merasakan kecemasan yang kuat biasa setelah Raina memberitahunya. Awalnya Arsha tak percaya, tapi ketika melihat sendiri kamar Queen kosong barulah rasa cemas seketika menggerogoti hatinya. "Jawab kakek, Queen. kamu dari mana?" tanyanya lagi.
"Ak-ku dari bar, Kek." Suara lirih itu begitu menyakitkan untuk Arsha. Tubuhnya tiba-tiba mundur perlahan sembari memegang dadanya dengan kuat.
"Kakek." panggilnya sembari berusaha menangkap tubuh Arsha agar tak terjatuh. "Kek, aku memang ke bar. Tapi aku berani bersumpah kalau aku tidak mabok ataupun melakukan hal negatif lainya. Aku hanya ingin menghilangkan stres ku saja, Kek," jelas Queen dengan nada gemetar. Tanpa sadar air matanya luruh di pipi mulus itu.
"Apa salah kakek padamu, Queen? kenapa kamu berbuat seperti itu?" tanyanya ada nada putus asa dari pria tua renta tersebut.
Queen tak menjawab pertanyaan Arsha, ia berusaha membawa tubuh tua itu agar duduk di sofa seperti sebelumnya.
"Kakek tolong jangan salahkan diri Kakek lagi, Queen minta maaf karena udah bikin Kakek kecewa. Dan Queen janji gak bakalan balik kesana lagi demi Kakek," terangnya berusaha meyakinkan Arsha.
Arsha menggeleng, "Kakek sudah tidak percaya padamu," timpalnya dengan sorot mata lurus kedepan. Percayalah, Queen yang melihat hal itu merasa tersakiti. Di dunia ini hanya Kakeknya yang begitu besar rasa cinta dan kasih sayang untuknya selain almarhum Mamanya.
"Kek, maafin queen. Queen harus gimana lagi bisa bikin Kakek percaya sama aku," lirihnya, ada rasa frustasi ketika sang kakak tak mempercayai lagi. Ia berpikir, Kakeknya akan angkat tangan atas dirinya setelah ini.
"Ikuti mau Kakek dan Kakek akan memaafkan kesalahanmu," jelasnya, wajah Arsha menoleh ke arah Queen yang sudah di banjiri air mata.
"Iya, Kek. Queen janji bakalan nurut sama Kakek," sahutnya tanpa pikir panjang.
"Besok malam temani Kakek, jangan banyak alasan ataupun menolak. Karena itu jalan satu-satunya agar Kakek memaafkan mu," jelasnya. Pria itu berdiri meninggalkan Queen yang mengembangkan senyumannya disana. Hatinya lega ketika Arsha tak memberatkan dirinya atas maaf yang berusaha di dapatkannya.
"Nih gara-gara ulet itu. Aku yakin dia mau ambil muka biar kakek pindah haluan. Dasar stres, belum cukup ambil Papa bahkan kasih sayangnya. Sekarang berusaha pepetin Kakek gue. Jangan harap bisa," gumam Queen meluruhkan punggungnya dengan bersandar di sofa. "Untung Kakek gak minim pemikirannya," tambahnya.
"Kasian banget ya! Abis di marahin," ejek Riana yang muncul di balik tembok.
Tak ada reaksi dari Queen, gadis itu memutar bola matanya malas ketika mendengar suara yang membuatnya muak. "Dih, bahagia! Lo pikir bisa menang adepin gue," sarkas Queen tanpa melihat kearah lawan bicaranya.
"Iya dong, sebentar lagi kakek bakalan sayang sama gue dan acuin lo. Udah kebukti kan kalau gue selalu di atas lo, termasuk bokap lo aja lebih care sama gue," serunya, terlihat senyuman pongah dan penuh kemenangan di wajah itu. "Dan yah, jangan lupain Nando. Bukannya dia waktu deket sama lo malah nyeleweng ke gue. Itu tandanya gue lebih segalanya dari lo, Upik Abu," jelasnya dengan senyuman sinisnya ke arah Queen.
Queen berdecih, "terus gue harus bilang wow gitu. Muka pas-pasan aja udah belagu. mending lo gedein buah cerry lo itu biar Nando gak ngelirik buah melon gue," sarkasnya, gadis cantik itu berlalu dari sana meninggalkan Riana yang mulai emosi karena ucapan Queen.
"Sialan, dasar Queen gila," ingin sekali ia berteriak. Namun, semuanya hanya angan semata karena ia takut terdengar oleh Arsha.
Ia menunduk dengan mata menatap ke arah dadanya, kepunyanya memang tak sebesar milik Queen. Ia merasa insecure sedari dulu ketika berhadapan dengan Queen di sekolahnya. Tapi rasa insecure itu tiba-tiba lenyap ketika Mamanya menikah dengan Papa Queen. Dunianya seakan cerah, hingga ia berusaha menandingi apapun yang Queen miliki termasuk kecantikannya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!