“Sekali lagi saya mohon maaf, usia anak anda di perkirakan maksimal hanya tinggal empat bulan lagi dari sekarang,” sang dokter mengatakan diagnosanya setelah memeriksa alat ekg yang di tanam di dada seorang pemuda.
Wajah seorang pria paruh baya, istrinya dan seorang pemuda berusia 13 tahun yang duduk di antara kedua orang tuanya langsung tersentak kaget. Sang ibu langsung memeluk anaknya dan menangis tersedu sedu sedangkan sang ayah langsung diam menunduk sambil mengepalkan kedua tangan nya di atas lututnya, wajahnya terlihat menahan tangis sampai gemetar. Sang pemuda tertunduk diam, dia tidak bisa bicara apa apa, sudah sejak lama harapannya pupus untuk bisa hidup dan dia sama sekali tidak memikirkan masa depannya yang terlihat gelap.
Tidak ada yang bisa di lakukan, sang pemuda pasrah di vonis usianya hanya tinggal empat bulan lagi, bahkan air mata saja tidak keluar dari matanya. Dokter berkali kali minta maaf di depan sang ayah yang masih mengeluarkan semua isi hatinya. Mendengar itu, tangan sang pemuda naik memegang baju ayahnya. Sang ayah yang wajahnya memerah karena emosi dan matanya yang berkaca kaca menoleh melihat anak semata wayangnya yang sedang melihat dirinya dengan senyum getir di wajahnya.
Sang ayah langsung memeluk pemuda yang masih di peluk ibunya. Suasana haru mengisi ruangan praktik dokter jantung yang hanya bisa menunduk merasakan suasana haru di ruanganya. Setelah itu, sang ayah dan sang ibu membawa pemuda itu pulang ke rumah. Sang pemuda langsung naik ke atas masuk ke dalam kamarnya meninggalkan ayah dan ibunya yang saling merangkul sambil menangis. Setelah menutup pintu kamar dan menguncinya, sang pemuda merosot bersandar di pintu, dia duduk di depan pintu meringkuk mendekap lututnya.
Wajahnya terbenam di lututnya, “kenapa tidak sekarang saja aku mati, aku sudah kosong, aku tidak punya harapan, aku sudah tidak mau hidup,” kata kata itulah yang terlintas di benaknya. Kedua tangannya meremas rambutnya, ingin rasanya dia berteriak, ingin rasanya dia mengumpat kalau dunia ini tidak adil dan lebih baik dia tidak usah di lahirkan sekalian. Walau ingin menangis, dia tidak bisa menangis. Sang pemuda berdiri, dia berjalan terhuyung menuju mejanya dan tidak sengaja melanggar lemari bukunya.
“Klotak,” sebuah buku jatuh di belakangnya, sang pemuda menoleh melihat buku yang jatuh di lantai, dia berbalik dan mengambilnya kemudian membawanya ke meja belajar, dia membuka bukunya, ternyata buku itu adalah buku miliknya ketika dia di rawat di rumah sakit saat usianya baru 10 tahun. Isinya adalah keinginan keinginan dirinya yang dia tulis dan akan dia lakukan ketika dia sembuh nanti. Ada sekitar 100 daftar apa yang ingin dia lakukan di hidupnya, mulai dari yang simpel seperti membeli buku gambar sampai cita cita besar menjadi astronot.
“Semua ini percuma kan hahaha, empat bulan lagi aku sudah tidak ada di dunia,” pikirnya dalam hati.
Sang pemuda benar, waktu empat bulan bukanlah waktu yang lama, dalam sekejap tiga setengah bulan sudah berlalu tanpa dia sadari, alat ekg yang di tanam di dada nya yang memperlihatkan sisa detak jantungnya sudah semakin sedikit. Dia menyadari kalau dirinya akan meninggal sebentar lagi, orang tua sang pemuda membawa sang pemuda kembali rumah sakit untuk di rawat karena sang pemuda sudah lemas dan sulit untuk berjalan. Ketika sudah di tempatkan di ruangan khusus yang penuh dengan peralatan medis yang canggih, sang pemuda hanya mampu menatap ke langit langit dalam keadaan sendirian.
“Ah...sebentar lagi aku pergi, sayang sekali pemandangan yang ku lihat adalah atap rumah sakit ini lagi, andai saja aku bisa keluar dan berbaring di padang rumput, menatap langit sambil merasakan hangatnya matahari, mungkin aku rela pergi kapan saja,” ujar sang pemuda.
Selama hidupnya, sang pemuda selalu di rumah dan hanya pergi jika dirinya di rawat di rumah sakit atau hanya sekedar di rumah sakit. Air mata menetes membasahi pipinya, dia menoleh melihat keluar jendela yang terbuka lebar, tangannya naik terjulur ke arah jendela, sinar matahari menerpa tangannya, sang pemuda tersenyum ketika merasakan hangatnya sinar matahari di tangannya. Suasana kamar sangat hening dan hanya terdengar suara mesin ekg yang mengukur detak jantung pasien.
“Waktu ku sepertinya tidak sampai dua minggu lagi, seandainya aku terlahir kembali, semoga aku bisa berumur panjang dan bisa keluar untuk berpergian melihat dunia,”
Tangannya kembali turun, dia memejamkan matanya dan memasrahkan hidupnya kepada yang kuasa. Air matanya kembali mengalir namun dia tersenyum dan terlihat tenang. Akhirnya, “tiiiiiiiit,” alat ekg berbunyi panjang tanda jantung pasien sudah berhenti berdetak. Para perawat dan seorang dokter masuk ke dalam kamar, dokter langsung memeriksa sang pemuda dan memeriksa alat yang tertanam di dadanya,
“Ambil alat kejut, cepat,” teriak dokter.
“Baik dok,”
Beberapa perawat mendorong alat kejut jantung yang berada di sudut ruangan menuju ke samping sang dokter, langsung saja sang dokter bersiap siap melakukan prosedur kejut jantung, seorang perawat membuka pakaian sang pemuda. “clear,” “bzzt,” alat kejut menyetrum dada sang pemuda sampai membuat tubuhnya berguncang dan melompat sedikit di atas ranjang. Sang dokter menoleh melihat mesin ekg, dia mencoba sekali lagi “bzzt,” tubuh sang pemuda kembali melonjak dan melompat tapi tidak ada perubahan di alat ekg.
Sang dokter membuka penutup kepalanya dan membuka maskernya, wajahnya terlihat murung dan dia melihat jam tangannya,
“Tolong di catat, waktu kematian jam 5 sore, segera kabari keluarganya,” ujar sang dokter.
Sang dokter, dia melihat para perawat tidak bergerak namun gemetar ketakutan, “grek,” terdengar suara ranjang bergerak.
“Um...dok, kok saya masih hidup ?” tanya seseorang di belakang dokter.
Mendengar suara di belakangnya, bulu halus sang dokter mulai berdiri, dengan perlahan dia menoleh ke belakang, ternyata sang pemuda yang terlihat kurus sudah duduk di atas ranjangnya dan melihat sang dokter dengan wajah bingung. Sang dokter secara reflek langsung melihat alat ekg, yang tampil di layarnya hanyalah garis lurus tanpa detak sama sekali dan indikator angka menunjukkan angka nol. Sang dokter mengambil lengan sang pemuda dan memegang nadinya, “duk...duk...duk,” sang dokter dapat merasakan detak jantung sang pemuda, untuk lebih memastikan nya lagi dia menggunakan stetoskop nya ke dada sang pemuda dan detak nya berbunyi, namun tetap saja dia tidak melihat perubahan di mesin ekg.
“Kok...bisa ?” tanya sang dokter dengan wajah bingung.
******
Ya, pemuda itu adalah aku, namaku Rio Renata, saat itu usia ku 13 tahun dan aku di vonis meninggal di usia 13 tahun, kenyataannya aku sekarang berusia 18 tahun dan sudah kelas 11 sma. Apa yang terjadi dengan ku sulit di jelaskan dengan kata kata, menurut dokter jantung yang memeriksa ku saat itu, teknisnya jantung ku sudah mati ketika aku berusia 13 tahun tapi ada keajaiban terjadi, ketika di lihat menggunakan alat ronsen, jantung ku berdetak namun detaknya tidak terdeteksi oleh mesin ekg.
Dokter melakukan prosedur menggunakan alat endeskopi untuk memeriksa bagian dalam tubuh ku, semua normal termasuk jantung ku. Terakhir, karena dunia medis membutuhkan penjelasan dengan fenomena aneh yang terjadi pada diri ku, seorang dokter bedah jantung memohon pada kedua orang tua ku agar aku di bedah untuk memastikan apa yang terjadi di dalam diriku. Tentu saja orang tua ku yang tidak mengerti mengijinkan nya karena takut terjadi sesuatu yang aneh pada diriku. Bedah pun di lakukan dan hasilnya sangat mengejutkan dunia medis.
Seluruh organ ku normal, tapi jantung ku berubah, jantung ku terlihat seperti terbuat dari kristal padat yang sangat keras namun berdetak seperti jantung normal dan berubah warna menjadi biru. Tidak ada penjelasan apapun mengenai kondisi ku dan yang membuat pada dokter yang membedah ku tercengang adalah selesai di teliti dan semua peralatan di cabut, lubang yang menganga di dada ku tertutup sendiri tanpa meninggalkan bekas sama sekali dan aku mendadak sadar dari bius ketika masih di dalam kamar operasi.
Setelah itu, karena tubuh ku pulih seperti sedia kala, aku di perbolehkan pulang namun setiap seminggu sekali aku harus kembali untuk memeriksakan kondisiku. Sejujurnya saat itu aku sendiri tidak mengerti, aku malah mengira diagnosa yang mengatakan usia ku hanya tinggal empat bulan itu salah atau hanya untuk bercanda. Begitu sampai rumah, aku langsung membuka buku catatan ku yang berisi 100 hal yang ingin aku lakukan.
Tentu saja aku langsung melakukan semuanya, mulai dari makan kristal krim yang selalu di larang, mandi di sungai, bersepeda keliling kota, main arcade, pergi ke pegunungan dan lain sebagainya. Selama setahun aku habiskan hanya untuk memenuhi 100 hal yang ingin aku lakukan dan semuanya terpenuhi tanpa terkecuali. Karena sekolah ada di salah satu dari 100 hal yang ingin aku lakukan, aku pun lulus smp dengan gemilang, aku yang selama ini belajar sendiri di rumah bersama guru privat dari sekolah khusus, sekarang bisa masuk ke sekolah, namun karena aku belum bisa berteman dan tidak tahu caranya, aku sendirian di kelas.
Bagiku itu tidak masalah, karena sudah bisa hidup dan menikmati suasana sekolah saja sudah cukup bagiku. Karena dalam setahun itu aku mencoba semua olah raga termasuk bela diri yang temasuk di dalam 100 hal yang ingin aku lakukan, ketika aku berusia 14 tahun, tubuh ku menjadi besar sekali, tinggi dan kekar. Saat ini adalah saat saat yang membahagiakan di dalam hidupku, aku terus bersekolah sampai akhirnya sekarang aku berada di kelas 11 sma dan usia ku sudah menginjak usia 18 tahun dan tinggi ku mencapai 180cm.
Tentu saja setiap minggu aku masih pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisiku sampai sekarang dan tetap saja jantung ku adalah jantung kristal. Aku tidak tahu sampai kapan kondisi ku akan bertahan, jadi setelah selesai aku mengejar 100 keinginan ku, aku mulai mencari hal baru. Kebanyakan teman teman sebaya ku di kelas selalu membicarakan hubungan mereka dengan lawan jenis dan nikmatnya berpergian beramai ramai ke suatu tempat.
Sejujurnya aku ingin sekali mencoba dan merasakan berinteraksi dengan lawan jenis dan hal hal lain yang biasa di lakukan oleh seorang remaja untuk mengisi masa muda ku, tapi aku tidak tahu bagaimana memulainya, kisah ku baru di mulai ketika aku bertemu dengan seorang gadis aneh yang akan mengubah seluruh kehidupan ku ke arah yang berbeda. Semua bermula ketika sepulang sekolah aku ke atap untuk bersantai dan berjemur, kemudian melihat seorang gadis yang berdiri di tepi atap sambil melihat ke bawah.
Rio terpana melihat gadis cantik berambut panjang hitam dan bertubuh jenjang, berdiri di tepi atap sambil melihat ke bawah dengan kedua tangannya terentang, gadis itu memakai seragam putih abu abu yang sama dengan dirinya. Dia berjalan jalan di tepi atap dan berputar putar seperti menari, tentu saja Rio yang melihat nya menjadi khawatir gadis itu akan jatuh,
“Hei...hati hati,” teriaknya.
Mendengar suara Rio, gadis itu menoleh melihat Rio dan tersenyum, dia langsung melompat turun dari tepi atap kemudian dia menghampiri Rio dan berdiri tepat di depan Rio.
“Halo kakak senior,” sapanya.
Rio melirik bagian dadanya yang tertulis namanya di bet. Nama gadis itu Sarah Kurniawan dan sepertinya dia kelas 10 karena memanggil Rio dengan sebutan senior.
“Lo ngapain, bahaya tau,” balas Rio.
“Main aja, abis bosen di bawah,” balas Sarah.
Sarah membungkuk kemudian memicingkan matanya melihat bet di dada Rio, dia mendongak ke atas melihat wajah Rio yang sedang melihatnya dari bawah.
“Nama kakak Rio ya ? gue Sarah, kelas 10-2, salam kenal,” ujar Sarah.
“Iya..salam kenal Sarah,” balas Rio.
“Kakak ngapain kesini ?” tanya Sarah.
“Ah gue sih hanya mau santai dan berjemur aja sebelum pulang,” jawab Rio.
“Oh sama dong, gue juga, gue cuman ingin main aja kesini,” balas Sarah.
“Tapi lo berdiri di tepi atap gitu bahaya, kalau jatuh gimana, tinggi loh,” balas Rio.
“Iya kakak, tenang aja, kalau jatuh pun gue tidak akan apa apa,” jawab Sarah.
“Lo ini jangan suka menantang maut gitu, kalau terjadi sesuatu dan lo tidak bisa bangun lagi gimana, elo harus menghargai hidup lo,” ujar Rio yang merasa sudah pernah melewati kematian, menasihati Sarah.
“Hehe kakak lucu ya, gue udah pernah mati sekali kak, jadi gue tidak akan mati lagi,” balas Sarah.
“Panggil aku Rio saja, tidak usah pakai kak, gue ga biasa di panggil seperti itu, lalu maksud lo kalau lo pernah mati apa ?” tanya Rio bingung.
“Pernah mati ya pernah mati, tapi gue hidup lagi dan beginilah gue sekarang,” jawab Sarah.
“Gue ga ngerti maksud lo, sudahlah, lain kali hati hati ya,” ujar Rio.
Rio berbalik dan berjalan, tapi tiba tiba, “blugh,” Sarah hinggap di punggungnya, Rio bisa merasakan sensasi empuk, kenyal dan hangat yang dia belum pernah rasakan sebelumnya menjamah punggungnya, kedua tangan juga kaki Sarah memeluk Rio dan jari jarinya berubah menjadi panjang berkuku seperti cakar.
“Maaf ya Rio, lo harus lupa lo pernah ketemu gue, jangan salahin gue ya,”
“Crep,” tiba tiba Sarah menggigit pundak Rio, tentu saja Rio yang tidak merasa apa apa berjalan dengan santai saja, tiba tiba kedua tangan Sarah melepaskan pelukannya dan menepuk nepuk punggung Rio,
“Udah, kalo udah cepet turun, lagian ngapain sih nemplok segala ?” tanya Rio santai.
“Hihak hisa hepas (tidak bisa lepas),” jawab Sarah dengan suara aneh karena giginya menancap di leher Rio.
“Hah...ngomong apa ?” tanya Rio santai.
“Hihah hisa hepas hobflok (tidak bisa lepas goblok),” jawab Sarah yang semakin keras memukul punggung Rio.
“Oh maksud lo ga bisa lepas ?” tanya Rio.
Sarah yang giginya tersangkut langsung menggerakkan kepalanya, Rio menoleh sedikit melihat wajah Sarah yang ketakutan dan pucat. Tangan Rio yang besar memegang kepala Sarah dan menariknya ke atas, “plop,” gigi taring Sarah yang panjang tercabut dan luka Rio langsung menutup seketika tanpa mengeluarkan darah. Rio melepaskan Sarah, “blugh,” Sarah terjatuh dan langsung merangkak mundur ke belakang merapat kepada dinding.
“Lo...lo makhluk apa ?” tanya Sarah ketakutan.
“Apa sih maksud lo, gue ga ngerti,” jawab Rio.
“Da..darah lo kenapa dingin....dan kenapa badan lo keras ?” tanya Sarah.
“Oh gara gara gue sering olah raga kali ya, gue juga belajar bela diri sih setahun penuh, ngomong ngomong lo barusan ngapain ya,” jawab Rio sambil mengangkat tangannya.
“Gue...mau hilangin ingatan lo dengan mengambil darah lo sedikit karena lo ketemu gue di atap, tapi....ga bisa, lo makhluk apa ?” tanya Sarah.
“Manusia lah, lo pikir gue hewan aneh gitu ?” tanya Rio.
“Ga mungkin, lo bukan manusia,” jawab Sarah.
“Waduh ini anak kena penyakit ngayal ya....dah lah, gue turun, males ngeladenin lo,” ujar Rio.
Rio berbalik dan berjalan turun, “eh..tu...tunggu,” teriak Sarah memanggil Rio, namun Rio terus berjalan menuruni tangga. Tiba tiba, “blugh,” Sarah melompat dan mendarat tepat di depan Rio dan telapaknya langsung mendarat di dada Rio sampai menghentikan langkah Rio,
“Gue bilang tunggu,” ujar Sarah.
“Apa lagi sih, gue jadi ga mood nih, gue mau jalan jalan aja di taman,” balas Rio.
“Lo...siapa sih ?” tanya Sarah.
“Rio, kelas 11-3, napa ?” tanya Rio.
“Bukan ituuuuu....aduh gimana ya jelasinnya, ok deh gue duluan, tadi gue udah pernah mati kan, gue kena leukimia waktu umur 10 tahun dan di vonis cuman bisa bertahan hidup 2 tahun kalau tidak di rawat, keluarga gue kurang mampu jadi mereka ga bisa bayar pengobatan gue, akhirnya gue mati di usia 12 tahun tapi gue hidup lagi dan gue sekarang dhampir, wanita setengah vampir setengah manusia, setelah gue cari tau ternyata ada nenek moyang gue yang vampir jadi kekuatannya menurun ke gue, percaya ga lo,” ujar Sarah.
Rio langsung memegang kening Sarah di depannya dan dia memegang keningnya sendiri, Rio mengangguk angguk,
“Lo normal kok, coba penyakit ngayal lo di ilangin, dah ya,” ujar Rio yang terlihat malas meladeni Sarah.
“Gue kaga ngayal, parah lo, lagian ngapain lo pegang jidat gue,” teriak Sarah.
“Ngecek lo waras apa ga,” balas Rio.
“Aduuuh susah amat sih ngajak ngomong orang bebal kayak lo, udah ah, tolong jangan bilang siapa siapa kalau gue dhampir dan lo ketemu gue di atap, gue ga mau cari temen dan gue ga mau mencolok,” ujar Sarah marah.
“Sip, gue ga akan bilang siapa siapa karena gue ga mau di anggep gila,” ujar Rio.
“Huh....ok janji ya,” ujar Sarah berbalik.
Sarah langsung berjalan di koridor untuk kembali ke kelasnya mengambil tas, Rio yang melihat Sarah semakin menjauh hanya menggelenkan kepalanya sambil tersenyum. Dia berbalik dan melangkah turun untuk pulang ke rumahnya.
******
Keesokan harinya, di saat jam istirahat dan Rio masih menyalin tulisan di papan tulis, di kursi depannya duduk seorang gadis berambut panjang dan bertubuh jenjang yang sangat cantik dalam posisi menyamping, kaki naik sebelah ke lututnya dan melihat dirinya sambil menopang pipinya di kursi tempat dia duduk.
“Trus ? lo ngapain ke kelas gue ? kelas 10 semua di atas kan ?” tanya Rio sambil menulis.
“Ngawasin lo lah supaya lo ga cerita sama siapa siapa,” jawab Sarah.
“Itu lagi, dah gue bilang gue ga bakal cerita, lagian siapa yang bakal percaya,” balas Rio.
“Ya tetep aja, gue ga mau menarik perhatian kalau sampe bocor, jadi jangan sampai lo keceplosan,” balas Sarah.
“Lo udah jadi pusat perhatian, sadar dikit dan ilangin penyakit ngayal lo, cakep cakep sinting,” balas Rio sambil menulis.
“Bodo amat, lo ganteng ganteng bebal,” balas Sarah.
Seluruh siswa pria teman sekelas Rio terpana melihat kecantikan Sarah dan dalam sekejap Sarah menjadi pusat perhatian seluruh kaum adam di kelas Rio. Mereka bertanya tanya siapa gadis yang duduk di depan Rio namun tidak berani mendekat karena Sarah selalu menggeram dan menatap tajam siapapun yang mendekat.
Setelah selesai menyalin dan memasukkan kembali bukunya ke dalam tas, Rio berdiri dan berjalan keluar kelas dengan kedua tangan masuk ke saku, namun ketika berjalan dia sedikit heran karena semua pria di kelas menoleh melihat dirinya, dia langsung menoleh ke belakang dan melihat Sarah mengikutinya dari belakang,
“Lo ngapain ngikutin gue ?” tanya Rio.
“Idih, kegeeran lo, pintu keluar kan cuman satu, emang lo mau kemana sih ?” tanya Sarah.
“Toilet, ikut ?” tanya Rio.
“Ogah, gue tunggu depan,” jawab Sarah.
“Lah ngapain sih ?” tanya Rio.
“Kan udah gue bilang tadi, memastikan lo ga ngomong ke siapapun,” jawab Sarah.
“Emang lo pikir di toilet gue ngomong ama siapa hah, stress lo,” balas Rio.
“Bodo, udeh sih cepetan, risih tau di liatin orang,” balas Sarah.
“Lah lo yang kesini,” balas Rio.
Rio berjalan keluar dan Sarah mengikutinya dari belakang. Ketika melihat punggung Rio yang lebar, tiba tiba Sarah tersenyum sinis, “syuuut,” dia langsung memukul kan tinjunya ke arah belakang Rio, tapi Rio bergeser sedikit dan menaikkan tangannya, “tap,” Rio menangkap tinju Sarah.
“Tuh kan, lo bukan orang,” balas Sarah.
“Lo maen bokong aja ya, lagian banyak kali yang bisa kayak gue,” balas Rio.
“Eh denger ya, orang yang kena tinju gue kepalanya pasti pecah, boro boro bisa nangkep, tangannya pasti ancur,” balas Sarah.
“Ya ya...udah ah, ngomong yang normal normal aja napa, misal film ini bagus atau ga, trus komik ini udah baca atau belom, gitu, hal hal umum dan nyata,” balas Rio.
“Jadi lo pikir gue ga normal hah...grrrrrr,” ujar Sarah.
“Berenti ngayal, normal deh,” balas Rio.
“Gue ga ngayal, musti berapa kali sih gue ngomong,” balas Sarah mulai kesal.
Rio berjalan kembali dan Sarah tetap mengikuti Rio, setelah di dalam toilet dan sedang mencuci tangan, Rio melihat dirinya sendiri di cermin. Dia memegang dadanya yang berdegup,
“Hmm baru kali ini jantung gue berdegup kenceng kayak gini, tapi nyaman,” ujar Rio.
Dia mencuci wajahnya dan membasuh dengan handuk kecil yang dia bawa, setelah itu dia keluar kembali,
“Lama,” ujar Sarah yang bersender di dinding pada saat Rio keluar.
“Lo masih di sini ?” tanya Rio.
“Iya lah, lo ga mungkin lepas dari gue,” jawab Sarah.
“Terserah lo lah, mau ke kantin ga ?” tanya Rio.
“Gruyuuuk,” yang menjawab pertanyaan Rio adalah perut Sarah, dia langsung memegang perutnya sendiri dan wajah nya memerah, Rio tersenyum dan mengajak Sarah ke kantin dengan memiringkan kepalanya, Rio berbalik dan berjalan sementara Sarah mengikutinya, tiba tiba Rio berbalik dan menatap Sarah di belakangnya,
“Oi kalau jalan tuh ya, di sebelah gue, jangan di belakang, jadi kayak buntut tau ga, ga enak banget rasanya,” ujar Rio.
“Rese...ya udah, cepetan jalan,” balas Sarah yang masih berwajah merah.
Rio berbalik dan berjalan kembali, kali ini Sarah berjalan bersama di sebelah Rio walau mereka tidak bicara sama sekali. Murid murid yang melihat mereka langsung berkasak kusuk,
“Eh itu kakak kelas 11 kan ?” tanya seorang siswi.
“Iya, biasanya dia sendirian, yang di sebelahnya siapa tuh,” balas siswi di sebelahnya.
“Cakep amat ya tuh cewe, tapi ya....berat kayaknya,” balas seorang siswa.
“Yah elo mah kelaut, saingan lo berat,” balas siswa di sebelahnya.
Namun ada beberapa siswa yang nampaknya seangkatan dengan Sarah, menatap Sarah dengan tatapan yang sinis sambil berkerumun. Rio yang mendengar percakapan bisik bisik para murid yang tidak di kenalnya, melirik melihat Sarah yang berjalan santai di sebelahnya.
“Dia narik perhatian banget sih, sayang sinting,” ujar Rio dalam hati.
Setelah sampai kantin dan membeli makanan, keduanya duduk di sebuah meja kosong yang memang di sediakan untuk makan di tempat. Keduanya duduk bersebrangan, Rio yang melihat Sarah sedang menikmati makananya merasa penasaran karena dua buah taring besar yang menghiasi mulutnya. Dia menjulurkan tangan nya ke gigi Sarah,
“Ini beneran ga sih ?” tanyanya.
“Klak,” sebuah taring tercabut oleh tangan Rio, “aaaaaw,” teriak Sarah sambil memegang mulutnya dan berdiri,
“Ho hafain hih habut hihi hue (lo ngapain sih nyabut gigi gue) ?” tanya Sarah marah.
“Hah...sori, mainan lo patah,” jawab Rio mengembalikan giginya.
“Udah numbuh lagi, liat,” Sarah membuka mulutnya memperlihatkan gigi taringnya yang sudah tumbuh kembali.
Melihat taring Sarah tumbuh lagi, Rio langsung melihat patahan taring Sarah yang sedang dia pegang dan megamatinya dengan sangat serius,
“Bagus banget nih maenan, bisa tumbuh sendiri ? beli dimana ? berapa duit ?” tanya Rio sambil melihat taring Sarah.
“Grrrrrrrr.....masih ga nyadar juga....ampuuuuuuun, otak lo isinya apa sih ?” teriak Sarah sambil berdiri.
“Jangan teriak teriak napa, nih gue balikin,” balas Rio menaruh taringnya di depan Sarah.
“Buang aja, buat apaan, ngapain juga lo kembaliin,” balas Sarah sambil kembali duduk.
“Ya udah buat gue,” Rio memasukkan taringnya ke kantung kemejanya.
“Eh...buang...buang...jangan malah lo kantongin,” ujar Sarah sambil menjulurkan tangannya dan maju ke depan untuk mecegah Rio menaruh taringnya di saku.
“Blugh,” tas kecil Rio yang berada di meja tersenggol oleh Sarah kemudian jatuh ke bawah, Sarah langsung melihat ke bawah, dia melihat beberapa benda keluar dari dalam tas Rio, salah satunya adalah sebuah buku yang sudah usang, di beri banyak tempelan dan memiliki beberapa pembatas buku. Dia membereskan barang barang Rio dan memasukkannya ke dalam tas, kemudian dia menaruhnya lagi di meja kecuali bukunya,
“Ini apa ?” tanya Sarah.
“Eh...itu buku gue,” ujar Rio menjulurkan tangannya ingin meraih buku.
“Eit, tukeran ama taring gue, kembaliin,” ujar Sarah menarik buku nya ke belakang.
“Iya iya, nih,” Rio menaruh kembali taringnya di meja.
Tapi Sarah malah membuka bukunya dan membaca bagian depan buku itu, dia melihat tulisan yang acak acakan seperti tulisan anak kecil, kemudian dia memicingkan matanya untuk membaca tulisannya,
“100 hal...hal yag mau....aku....lakukan ? tulisan lo jelek amat sih,” ujar Sarah.
“Itu tulisan waktu gue baru bisa nulis kale,” balas Rio.
“Ga apa apa nih gue baca,” balas Sarah.
“Bacalah, udah kelar semua,” balas Rio.
Sarah membalik lembar pertama, ketika membaca beberapa tulisannya, “pfft,” Sarah menahan tawanya,
“Apa nih...makan eskrim, nyari jangkrik, main sepeda, ke sekolah ?” tanya Sarah.
“Balikin ah,” ujar Rio menjulurkan tangannya.
“Hehe ntar ntar, lucu nih,” balas Sarah yang menyingkirkan bukunya dari jangkauan tangan Rio.
“Itu gue tulis waktu gue umur lima tahun, karena gue ga boleh keluar rumah,” ujar Rio.
Sarah menutup bukunya dan menoleh menatap Rio, dia menaruh bukunya di meja dan Rio langsung mengambilnya,
“Lo ga boleh keluar rumah ?” tanya Sarah.
“Ya, dari umur lima tahun sampe tiga belas tahun,” jawab Rio sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.
“Gara gara ?” tanya Sarah.
“Jantung gue di diagnosa lemah, jadi bokap nyokap gue hati hati banget sama gue, dari makanan sampai kegiatan gue di batesin ama mereka,” jawab Rio.
“Gitu, trus ?” tanya Sarah.
“Ya karena ga bisa kemana mana, gue cuma bisa nulis di kamar, ngeliat tukang baso, gue tulis pengen makan baso, karena gue ga boleh makan baso, ya semacam itu,” jawab Rio.
Rio melihat wajah Sarah, dia sedikit bingung karena bukannya Sarah meledek dirinya melainkan Sarah terlihat sedih dan iba melihat dirinya, seperti dia pernah mengalaminya sendiri,
“Hehe...gue juga ngerti perasaan itu, tapi gue baru di larang keluar waktu umur gue 8 tahun, jadi gue masih sempet keluar,” balas Sarah.
“Oh gitu,” balas Rio.
“Tapi tadi gue liat, udah hampir semua di centang, berarti semua udah terpenuhi kan,” balas Sarah.
“Ya di usia 14 tahun, dalam setahun pas gue tahu gue hidup lagi, langsung gue kebut dan selesai pas tiga bulan setelah gue ulang tahun ke 14,” balas Rio.
“Bentar, barusan lo bilang apa ?” tanya Sarah yang langsung menatap Rio di depannya dengan wajah serius.
“Gue kebut semua dan kelar di umur 14 tah...”
“Bukan itu, ada lagi kan ?” tanya Sarah memotong ucapan Rio.
“Apa ? gue hidup lagi ?” tanya Rio.
“Ya itu, apa maksudnya ?” tanya Sarah.
“Yah ga lama abis gue ulang tahun ke 13, bokap nyokap gue bawa gue ke dokter buat di diagnosa rutin, tapi dokter bilang umur gue tinggal 4 bulan dan bener, ga nyampe 4 bulan gue udah di rumah sakit lagi dan sempet mati selama 15 menit, tapi tiba tiba gue bangun lagi, trus ternyata jantung gue berubah,” jawab Rio.
“Berubah ?” tanya Sarah.
“Jantung gue jadi kristal dan dingin, tapi masih berdetak walau tidak terdeteksi alat ekg rumah sakit, waktu itu pada heboh sampe gue di bedah segala, anehnya gue di bedah dalam keadaan setengah sadar dan lobang di dada gue nutup sendiri, pas udah nutup gue malah bangun dan bikin kaget semua orang hahaha,” jawab Rio.
“Lo...zombie ?” tanya Sarah.
“Enak aja lo, gue bukan zombie, gue orang, nih,”
“Plok,” Rio menarik tangan Sarah dan menempelkan telapak Sarah di dadanya sampai wajah Sarah memerah, namun Sarah bisa merasakan denyut jantung Rio dan langsung menarik tangannya kembali. Dia langsung mengambil smartphonenya dan jarinya menari nari di atas layarnya, Rio melihatnya dengan heran,
“Lo ngapain ?” tanya Rio.
“Bentar......lo ternyata sama kayak gue, separuh orang separuh makhluk mitos,” ujar Sarah.
“Nah kan mulai lagi,” balas Rio.
“Bentar bentar, gue ga nemu makhluk yang punya jantung atau organ kristal,” ujar Sarah.
“Jelas aja, ini kan kondisi medis dan nyata, bukan mitos atau ngayal,” ujar Rio.
“Duh beneran ga ada, gue yakin lo sama ama gue, ntar gue cari lebih detil lagi,” balas Sarah.
“Haaah....terserah lo lah,” balas Rio menggelengkan kepalanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!