NovelToon NovelToon

Pak Guru, Aku Mencintaimu

1. Pengorbanan

Visual ada di dalam ....

Aaah … aaah ….

Suara itu mulai terdengar.

Aaah … aaah ….

Suara itu tidak akan segera hilang. Percuma. Zeo pun menyumbat telinganya dengan bantal.

Setelah kegaduhan sejenak itu, Zeo mulai tenang. Imajinasi mulai merayapi pikirannya. Awan-awan mimpi mulai membawanya terbang. Tiba-tiba sebuah komet datang dengan kecepatan tinggi. Komet melaju tepat mengarah pada kedua tatapan mata Zeo. Zeo pun membelalak. Berusaha menghadapi tabrakan dari komet itu. Namun, bukan komet itulah yang menabrak kedua matanya, melainkan kenyataan.

Heeeh … heeeh …. Desahan itu terdengar samar-samar. Di saat bersamaan, tangan kanan Zeo tengah diremas pelan-pelan oleh seseorang.

Zeo mendesah kesal. Dia memulainya sepagi ini, batin Zeo. Zeo pun mengangkat bantalnya, lalu melemparkannya pada seseorang yang meremas tangannya. Buk! Akhirnya tangannya itu terlepas.

“AAAH!” jerit orang itu, Tiwi, di tengah-tengah suara desahan dari laptopnya.

Meski dengan kedua mata yang masih pekat, Zeo melihat jelas kalau teman sekamarnya itu tengah mengusap kepalanya seakan-akan baru dipukul dengan batu bata. Padahal itu hanya sebuah bantal—bantal yang berusia lima tahun tanpa dijemur sama sekali.

“Apaan sih, Ze!” sentak Tiwi. “Ngagetin aja. Kasian nih dedek bayi.” Tiwi pun mengusap-usap perutnya yang mulai membesar itu.

“Lo yang apaan!” balas sentak Zeo. “Pagi-pagi juga. Udah nonton begonoan.” Zeo menunjuk layar laptop Tiwi dengan membuang muka.

“Sok tahu, lo! Nyebutin namanya aja enggak bisa,” ejek Tiwi.

Zeo mendesah sebal. Jika Tiwi menyangkutkan nama tontonannya itu, akhirnya Zeo mengalah.

“Lagian ini bukan pagi-pagi. Ini udah setengah tujuh. Gue udah bersih-bersih seluruh kamar. Lo yang belum apa-apa. Bersihin badan aja, enggak,” sindir Tiwi.

Zeo langsung menepuk dahinya. Dia sudah terlambat. Meski Zeo sudah terlambat berkali-kali sebelumnya, Zeo tidak pernah terlambat untuk melangkahkan kaki pertama di sekolah barunya. Zeo pun bergegas ke kamar mandi tanpa meneruskan perdebatannya dengan Tiwi.

Karena selalu berbuat onar di sekolah lamanya, akhirnya keluarga Zeo menyerah. Mereka menyuruh Zeo untuk bersekolah di kota tanpa pengawasan mereka. Karena jika terlalu lama di perkampungan, mereka khawatir ulah Zeo akan memperburuk nama keluarga mereka. Zeo pun pergi ke kota bersama Tiwi yang terusir dari keluarganya dan menginap di sebuah kamar kos.

Sebenarnya Tiwi adalah teman satu sekolah Zeo sebelumnya. Karena kehamilannya tanpa memiliki ayah itu, keluarganya pun mengusirnya sehingga Tiwi menumpangkan kehidupannya di atas kehidupan Zeo.

Di saat senggang dan tidak memiliki pekerjaan, Tiwi benar-benar menjadi parasit bagi Zeo. Perempuan itu terus menonton video yang sama dengan memperbesar suara desahan. Zeo selalu menyuruh Tiwi untuk menghentikan kebiasaannya itu. Zeo bahkan pernah menyindirnya dengan akibat yang dimilikinya sehingga perutnya membesar tanpa adanya seorang ayah. Namun, Tiwi tidak pernah sekalipun menyebutkan nama ayah dari anak yang berada di rahimnya itu dan mengatakan penyesalannya. Perempuan itu hanya mengatakan, “Ini bukan akibat dari kesalahan, ya, tapi bentuk pengorbanan gue kepada cinta.”

“Pengorbanan cinta … busuk!” umpat Zeo dengan bergumam setiap kali telah mendengarkan kalimat itu. Bagi Zeo, mengorbankan segalanya demi cinta bukanlah pengorbanan, melainkan kebodohan.

Setelah Zeo berangkat ke sekolahnya, Tiwi pun mengintip keadaan di luar kamar. Saat dirinya benar-benar yakin kalau Zeo telah berangkat ke sekolah, Tiwi pun menutup pintu kamar dan menguncinya. Kemudian dia mematikan laptopnya yang terus mendesah itu. Lalu dia membaringkan tubuhnya di bawah selimut. Di dalam selimut itu, dia mulai menitikkan air mata saat menatap sebuah foto pernikahan berterangkan kegelapan. Laki-laki dalam foto pernikahan itu adalah ayah dari anaknya. Laki-laki itu begitu tampan. Sayangnya perempuan dalam foto itu bukan dirinya.

Tiwi berkata benar, bayi dalam rahimnya itu adalah bentuk pengorbanan. Mengorbankan segalanya demi cinta baginya juga bukan kebodohan. Karena Tiwi benar-benar mengorbankan segalanya, termasuk cintanya.

***

2. Ajakan Kencan

Pengalaman hari pertama sekolah? Zeo sangat berpengalaman tentang itu. Dia sudah memiliki pengalaman itu sebanyak tiga kali dan empat kali untuk sekarang. Dia sudah bisa menebaknya. Saat wajah cantik berasal dari wajah baru di sekolahan, tentu wajah itu akan menarik perhatian seluruh penghuni sekolah. Para laki-laki akan berkumpul untuk memuji anugerah dari dewi itu, sedangkan para perempuan akan mulai menggosipkan kesirikan mereka. Pengalaman seperti itu akhirnya terjadi lagi, benar-benar terjadi di sekolah baru Zeo.

Dengan tenangnya Zeo berjalan melewati banyak pasang mata.Terserah kalian mau memuji atau menghinaku, begitulah pikir Zeo. Zeo hanya berusaha menikmati masa-masa awal sekolahnya yang begitu indah. Karena tidak ada yang abadi di dunia ini, masa-masa itu pun akan segera hilang. Itulah kenapa Zeo bisa sampai terusir dari sekolahnya sebanyak tiga kali.

Biasanya masa-masa berbunga-bunga Zeo itu bertahan setidaknya dalam satu bulan, paling sedikit dua pekan. Namun, di sekolah ini berbeda dari kebiasaan itu. Masa-masa itu hanya bertahan dalam dua hari, tidak lebih. Tiba-tiba sebuah motor melaju cepat dari arah belakangnya. Kecepatan moytor itu mulai menurun saat mendekati posisi Zeo. Di saat itu juga, Zeo dikejutkan oleh seseorang yang menarik pinggangnya sehingga dirinya terbang dan menaiki bagian depan motor itu. Zeo tidak bisa berpikir karena waktunya dipenuhi oleh kejutan dan dia tidak bisa seketika marah karena tidak mampu menerawang wajah laki-laki itu yang tertutup oleh helm.

Akhirnya motor itu berhenti di halaman parkir paling ujung. Zeo tidak yakin apa yang istimewa dari tempat itu, tetapi dia sangat yakin kalau tempat itu sangat sepi. Bahkan tidak ada satu motor lain pun yang terparkir dalam jarak dua meter dari motor ini.

Tak lama kemudian, laki-laki itu pun membuka helmnya sehingga menampilkan wajahnya yang berwarna putih. Zeo bukan orang yang mudah memuji, tetapi dia mengakui kalau laki-laki itu lumayan tampan. ‘Cukup’ dan ‘Sangat’ adalah kata keramat bagi Zeo.

“Pacaran sama gue,” ajak laki-laki itu.

Zeo mengangkat alisnya sebelah. Kemudian dia membuka resleting jaket laki-laki itu. Rupanya laki-laki itu masih mengenakan seragamnya. Kalau bukan teman di kelas yang sama, maka laki-laki itu berada di kelas di bawah Zeo. Sebuah papan nama terpasang di seragam laki-laki itu. “Satria A,” kata Zeo menyebutkan nama laki-laki itu. Kemudian Zeo pun turun dari motor itu. “Nama yang lumayan keren,” puji Zeo. “Tapi …,” Zeo masih menambahkan selaannya. “… Gue cuma tertarik sama yang sangat atau minimal yang cukup, lah.” Zeo bertingkah jual mahal.

“Di sekolah ini, lo enggak bakal bisa dapatin yang lebih dari gue. Dan kalo lo ngelangkahin kaki lo pergi dari gue, lo enggak bakal dapatin siapapun,” ancam Satria dengan senyuman sehingga wajah tampannya tidak menurun sekalipun.

Zeo melipat kedua tangannya di depan dada sembari melirik ke arah belakang. Dia tersenyum miring. Satria pikir siapa dirinya itu. Zeo tahu benar kalau siswa di sekolah ini sangat banyak. Tidak mungkin tidak ada satu pun yang lebih dari Satria. Dengan keangkuhannya yang meratu itu, Zeo pun melangkahkan kakinya menjauh dari Satria.

Satria turut tersenyum miring seiring lenyapnya Zeo dari pandangan. Dia tahu kalau Zeo mengira perkataannya hanya sebagai lelucon. Kenyataannya: lelucon adalah keseriusan bagi Satria.

Benar-benar seperti yang Satria katakan, akhirnya Zeo tidak mendapatkan laki-laki manapun. Semua orang menjauhkan pandangannya dari Zeo. Saat Zeo menyapa, mereka bahkan tidak membiarkan mulut mereka terbuka meski hanya untuk mengeluarkan napas. Tidak perlu diragukan lagi, semua ini adalah ulah Satria.

3. Negoisasi

Zeo berkeliling sekolah selama beberapa waktu. Dia tengah mencari Satria untuk menyelesaikan masalahnya. Namun, Satria tidak ditemukan di tempat-tempat yang memungkinkan. Lagipula tidak mudah mencari laki-laki itu. Tidak ada siapapun yang membantu Zeo atau setidaknya menunjukkan arah jalan kepada Zeo. Mereka lebih takut membuka mulutnya dibandingkan bercanda dengan perempuan cantik itu.

Saat melewati sebuah ruangan, Zeo merasa heran. Itu satu-satunya ruangan yang paling sepi di sekolah ini. Zeo pun memasuki ruangan itu. Setelah melihat seisi ruanngan, Zeo menjadi semakin keheranan, itu adalah sebuah perpustakaan. Bagaimana mungkin perpustakaan yang berisi ribuan buku malah tak terjamah oleh seorang pun?

Ah, tidak. Perpustakaan itu tidak benar-benar tidak terjamah oleh tangan siapapun. Saat Zeo melangkahkan kakinya masuk lebih dalam, Zeo masih menemukan satu-satunya orang di tengah ruangan besar itu. Dia terlihat seperti seorang siswa yang tengah belajar dengan mengenakan sebuah kacamata.

Hampir saja Zeo berbalik. Hampir saja dia tidak bisa mengenali siswa itu. Saat siswa itu mendongak, akhirnya Zeo berhasil mengenali wajah laki-laki itu. Siswa itu adalah Satria. Lekas Zeo mempercepat langkahnya, lalu menggebrak meja itu, Brak!

Satria tidak terkejut sama sekali. Dia hanya menanggapi aksi Zeo dengan mengangkat alis sebelahnya. Dia tidak mengatakan apa pun, tetapi wajahnya seakan mengatakan, “Apa maksud lo?”

“Gue gebrak meja. Kenapa?!” sewot Zeo seakan-akan mampu membaca pikiran Satria.

Satria pun menutup buku-bukunya. Lalu melepaskan kacamatanya itu. Dia bersiap-siap memberikan tanggapan untuk Zeo.

“Apa lo enggak tahu kalau gue udah masuk ke sini, enggak ada satu pun orang lain yang boleh masuk ke sini?” tanya Satria dengan wajah serius.

Zeo mengernyitkan dahinya sejenak. Berusaha memahami perkataan Satria. Kemudian dia tertawa geli.

“Gue enggak perlu izin lo buat masuk ke sini! Lagian gue juga bayar buat sekolah di sini!” seru Zeo menyombongkan dirinya. “Meski nunggak dulu, sih,” tambah Zeo dengan suara rendah.

Satria menunduk dengan tersenyum tipis untuk menahan tawanya. Setelah beberapa saat, dia kembali memasang wajah serius. “Jadi ngapain lo ke sini?”

“Apa yang udah lo lakuin sampai anak-anak satu sekolah cuekin gue?”

“Emangnya apa yang bisa gue lakuin?” Satria bersikap bodoh.

“Enggak usah sok bodoh, deh! Lo pasti udah ngelakuin sesuatu!” seru Zeo yakin.

“Gue cuma nyuruh mereka pilih buat tutup mulut atau enggak dapat contekan buat ujian bulan depan,” sahut Satria dengan tetap tenang sembari membenahi buku-bukunya.

“LOOO‼!” jerit Zeo. Satria memasang wajah menyebalkan, tetapi Zeo tidak bisa bertengkar dengan laki-laki itu. Suara Satria bahkan tidak meninggi sedikit pun.

“Tarik kata-kata lo, enggak?!” kata Zeo memberikan peringatan.

Satria pun bangun dari tempatnya, tetapi tangannya masih menumpu di atas meja. “Berarti lo mau jadi pacar gue,” kata Satria mengambil kesimpulan.

Zeo menggelengkan kepalanya.

“Kalo gitu ya udah, tawaran gue cuma sampai besok.” Satria mulai melangkahkan kakinya pergi.

“HEEEiii …,” teriak Zeo dengan suaranya yang semakin menurun. Satria tidak bisa pergi begitu saja.

“Apa enggak ada pilihan lainnya?” tanya Zeo dengan nada suara putus asa dan kedua tangannya yang menggenggam di bawah.

“Enggak. Soalnya gue lagi butuh pasangan buat pesta ulang tahun gue.” Satria tidak memberikan jalan lainnya.

“Pasangan dansa doang, gimana?” tawar Zeo.

“Oke,” jawab Satria setuju.

Zeo tersenyum senang. Akhirnya dia membuka kepalan tangannya.

“Berarti lo udah kukuh buat hidup menyendiri di sekolah ini,” tambah Satria mengambil kesimpulan.

“Hei!” teriak Zeo karena Satria yang semakin menyebalkan. Zeo terus berteriak, tetapi Satria tidak memedulikan dirinya lagi.

Tangan Zeo pun mengepal lagi. Dia menatap pintu keluar dengan tatapan menyerang. Dia bertekad tidak akan takluk pada ancaman Satria.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!