NovelToon NovelToon

Dilema Cinta

Bab 1: Pertemuan Tak Terduga

Aisha melangkah pelan di sepanjang trotoar basah yang dihiasi sisa-sisa hujan sore. Harum tanah yang basah bercampur dengan udara sejuk, membuatnya merasa lebih tenang setelah seharian bekerja. Rutinitasnya yang sederhana, berangkat dan pulang kerja tanpa banyak gangguan, selalu jadi penenang baginya. Namun, tanpa disangka, hari itu sesuatu yang tak biasa terjadi.

Ketika melewati sebuah kafe kecil di pinggir jalan, tanpa sengaja ia bertabrakan dengan seseorang. Aisha terhuyung sejenak, lalu buru-buru meminta maaf tanpa melihat wajah orang yang ia tabrak.

"Maaf, saya terlalu terburu-buru..." ucap Aisha kikuk.

"Hei, tak apa," balas pria itu sambil tersenyum tipis, suaranya dalam dan ramah.

Aisha tertegun sejenak, baru menyadari bahwa ia menumpahkan kopi pria itu. “Oh, kopi Anda... Saya benar-benar minta maaf. Biar saya ganti,” katanya canggung, sambil merogoh tasnya.

Pria itu tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, hanya kopi. Lebih baik kita cari tempat duduk sebentar. Lagipula, tidak sering kan kita bertemu dengan cara seperti ini?"

Aisha menatapnya bingung, tapi akhirnya ia mengangguk. Pria itu menunjuk kursi kosong di dalam kafe, dan mereka pun duduk. Perlahan-lahan Aisha mulai merasa nyaman, meskipun masih ada rasa canggung yang menghinggapinya.

"Namaku Arya, kebetulan aku sering ke sini,” pria itu memperkenalkan diri sambil tersenyum hangat.

"Aisha," balasnya pelan, tidak berani menatap langsung ke mata Arya yang tajam dan memikat.

"Sibuk kerja?" tanya Arya, mencoba mencairkan suasana.

Aisha mengangguk, mencoba tersenyum. "Ya, begitulah. Rutinitas biasa."

“Hmm, rutinitas itu memang membosankan, ya. Kadang kita butuh sesuatu yang berbeda,” Arya berkomentar sambil menatapnya tajam.

Aisha tersipu. “Mungkin memang butuh sedikit kejutan kecil, seperti bertemu dengan orang baru yang tidak disangka-sangka?”

Arya tertawa kecil. “Seperti sekarang ini? Kalau begitu, siapa tahu kejutan itu memang datang untukmu.”

Aisha merasakan pipinya semakin memerah. “Bisa saja Anda ini,” ujarnya sambil tersenyum, masih merasa tak percaya dengan situasi yang sedang ia alami.

Percakapan ringan itu terus berlanjut. Arya berbicara dengan santai, penuh humor dan misteri, membuat Aisha tak henti-hentinya menebak-nebak siapa dia sebenarnya. Tanpa ia sadari, waktu berjalan cepat, dan kafe mulai sepi. Aisha menatap jam tangannya.

"Saya harus pulang sekarang. Sudah malam," katanya dengan sedikit berat hati.

Arya tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja, kita bisa bertemu lagi. Kapan-kapan datang ke sini lagi, siapa tahu kita berpapasan."

Aisha hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Setelah melambaikan tangan, ia berjalan menjauh dari kafe, namun sosok Arya dan percakapan mereka terus terngiang dalam benaknya.

Saat tiba di rumah, Aisha disambut oleh Dani, sahabatnya yang sudah seperti saudara. Mereka sudah mengenal sejak kecil, dan Dani adalah tempatnya berbagi segala cerita, termasuk hari-hari biasa yang monoton. Namun, malam itu, Aisha sedikit bingung ingin berbagi atau menyimpan cerita pertemuannya dengan Arya.

"Ada apa? Kamu terlihat sedikit aneh," kata Dani sambil memperhatikannya.

Aisha tersenyum samar. "Oh, tidak ada apa-apa. Cuma sedikit kelelahan, mungkin."

Dani mengerutkan kening. "Lelah atau lagi kepikiran sesuatu, nih? Biasanya kamu cerita apa saja. Jangan-jangan ada yang spesial hari ini?"

Aisha tertawa kecil, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Enggak kok, Dan. Cuma hari yang biasa."

Dani memperhatikan Aisha dengan tatapan curiga. "Aisha, kamu tahu aku bisa baca wajahmu, kan? Kalau kamu enggak mau cerita, ya enggak apa-apa. Tapi aku tahu ada sesuatu yang kamu sembunyikan."

Aisha terdiam sejenak, merasa kikuk. "Iya, ada sedikit cerita, sih. Tapi cuma kejadian kecil, kok."

Dani tersenyum, tampak puas. "Nah, ceritain dong, jangan bikin aku penasaran."

Aisha akhirnya mengalah. “Tadi aku ketemu orang di kafe, enggak sengaja nabrak dia, dan kami ngobrol sebentar.”

Dani tertawa kecil. "Wah, jadi kamu udah mulai tabrak-tabrak orang sekarang? Siapa orangnya?"

“Aku enggak tahu banyak tentang dia, namanya Arya,” jawab Aisha dengan pelan. “Dia ramah, menyenangkan, tapi juga agak misterius.”

Dani mengangguk. "Arya, ya? Jangan-jangan dia salah satu dari cowok keren yang cuma muncul di film?"

Aisha tertawa, meski dalam hatinya, ia tak bisa menepis kenyataan bahwa pertemuan itu memang terasa berbeda. "Mungkin cuma kebetulan. Lagipula, aku enggak tahu apa-apa tentang dia."

Dani menatap Aisha, seakan ingin tahu lebih banyak. “Kamu tertarik, kan?”

Aisha menggigit bibirnya, sedikit ragu. "Enggak tahu juga. Aku cuma merasa... penasaran.”

Dani hanya tersenyum, tapi di dalam hatinya ada kekhawatiran. Ia tak pernah melihat Aisha begitu antusias tentang seseorang. Meski mereka berbicara ringan, Dani bisa merasakan ada sesuatu yang berubah.

Keesokan harinya, ketika Aisha kembali ke kafe yang sama, ia tak sengaja melihat Arya lagi. Kali ini, Arya duduk sendirian di sudut kafe sambil membaca buku. Aisha ragu-ragu, tapi Arya sudah melihatnya lebih dulu dan melambaikan tangan.

"Aisha! Ke sini lagi?" sapanya hangat.

Aisha mendekat dengan canggung. "Kebetulan lewat saja."

Arya tersenyum. "Kebetulan yang menarik, ya. Ayo duduk."

Tanpa sadar, Aisha duduk dan mereka pun kembali terlibat dalam percakapan. Arya memimpin pembicaraan, bertanya banyak tentang Aisha, pekerjaannya, hal-hal yang ia sukai, bahkan mimpi-mimpinya.

"Apa yang kamu cari dalam hidup, Aisha?" tanya Arya dengan serius.

Pertanyaan itu membuat Aisha terdiam sejenak. "Aku... enggak tahu, mungkin kebahagiaan yang sederhana. Hidup damai, enggak banyak drama."

Arya mengangguk pelan, namun di matanya ada kilatan misterius. "Terkadang, drama adalah bumbu yang membuat hidup lebih menarik, kan?"

Aisha tersenyum ragu. "Mungkin, tapi aku lebih suka yang tenang."

Arya menatapnya intens. "Siapa tahu kamu akan menemukan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang mengubah cara pandangmu."

Obrolan mereka terhenti sejenak saat Dani datang dan melihat Aisha bersama Arya. Tatapan Dani menjadi serius. Ia mendekati meja mereka dengan ekspresi bingung.

"Hey, Aisha," sapanya pelan, sambil menatap Arya seolah ingin mencari tahu siapa dia.

"Oh, Dan! Ini Arya, orang yang aku ceritain kemarin," kata Aisha memperkenalkan mereka berdua.

Arya mengulurkan tangan dan tersenyum pada Dani. "Senang bertemu, Dani."

Dani menjabat tangan Arya, tapi wajahnya tetap serius. "Senang bertemu juga."

Di tengah percakapan singkat mereka, Dani merasakan sesuatu yang aneh. Tatapan Arya yang begitu penuh misteri dan perhatian berlebihan pada Aisha membuat Dani tidak nyaman. Ia mulai merasa bahwa Arya bukan orang biasa, dan kekhawatirannya semakin besar.

Dngan perasaan campur aduk yang melanda Aisha, Arya, dan Dani. Di balik senyuman Arya, ada sebuah misteri yang tersimpan, dan Aisha tak bisa menahan rasa penasaran yang semakin kuat. Dani, di sisi lain, merasa perlu melindungi Aisha dari seseorang yang bisa jadi hanya memberikan ketidakpastian dan risiko. Ketiganya kini terjebak dalam jalinan perasaan yang rumit, dan jalan cerita mereka baru saja dimulai.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hallo semuanya, ketemu sama cerita baru mommy lagi ya. Mohon dukungannya, kalau suka bisa lanjut dan kasih rating ⭐⭐⭐⭐⭐. Kalau ga suka tinggalin aja ya atau skip.

Terima kasih.

Bab 2: Ketertarikan yang Meningkat

Setelah pertemuan tak terduga di kafe, Aisha merasa hidupnya mulai berubah. Ada getaran baru dalam hari-harinya, sebuah antusiasme yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Sosok Arya, pria penuh misteri yang muncul tanpa diduga, membuat pikirannya terus teringat.

Bodoh ga sih aku ini, kok ga bisa tidur selalu kepikiran sama dia. Ada apa dengan aku coba. Padahal berawal dari ketidak sengajaan, tapi kenapa rasanya disini ada sesuatu yanh berbeda.

Masa iya cinta? Aku kan ga tahu cinta itu kayak mana? Jatuh cinta aja belum pernah tapi kalau mengagumi itu ya biasa saja.

Duh, kok aku jadi gini. Dani, Dani, ya cuma dia yang harus aku hubungi sekarang biar lega. Batin Aisha.

Kring!

Aisha telp Dani tapi hanya bertuliskan.

Berdering.

Tidak kunjung di angkat pula, lagi dan lagi Aisha berusaha menghubungi sabahatnya itu. Tetap saja nih.

Keluh dan kesal Aisha, "kenapa sih orangnya? Padahal aku butuh dia?"

Tanpa sengaja mata Aisha melihat jam dinding di kamarnya. "Pantas saja, udah molor tuh anak!"

Jam dinding menunjuk jam 12.45.

Lirih Aisha dengan menyimpan Hpnya. "Besok ajalah, kalau aku ingat!"

Benar saja pagi hari, Aisha yang sibuk kesiangan langsung, otw ke kantor dengan mata pandanya. Bahkan ketika di kantor, Aisha sulit berkonsentrasi pada pekerjaannya. Bayangan percakapan mereka di kafe terus menghantui pikirannya, dan ia merasa seakan ada sesuatu yang tidak selesai. Akhirnya, saat istirahat makan siang, Aisha mengeluarkan ponselnya dan menatap nomor telepon yang Arya berikan kemarin.

"Hm... apakah aku terlalu cepat kalau aku menghubungi dia duluan?" Aisha bergumam pelan, merasa ragu.

Sebelum sempat berpikir panjang, pesan dari Dani masuk ke ponselnya.

> Dani: "Hei, ada apa telp semalam? gimana nih? Masih kepikiran sama si misterius itu? Jangan lupa makan, ya. Jangan sampai cuma gara-gara satu pria misterius, kamu jadi lupa semuanya. ;)"

Aisha tersenyum membaca pesan itu dan membalas cepat.

> Aisha: "Masih kok, enggak tahu kenapa. Padahal semalam aku mau telp buat cerita. Tapi di sini ajalah! Mungkin ini pertama kalinya aku benar-benar tertarik sama seseorang..."

Tak lama, Dani membalas dengan cepat.

> Dani: "Oke! Serius nih? Jadi kamu udah jatuh cinta sama dia? Padahal baru ketemu dua kali, Sha."

> Aisha: "Aku enggak bilang jatuh cinta. Tapi ada sesuatu yang menarik dari dia, Dan. Seperti... aku ingin tahu lebih banyak. Masa kayak gitu cinta sih, Dan. Lagian kamu tahu kan aku belum pernah jatuh jatuhan sama cinta."

Dani menghela napas panjang saat membaca balasan Aisha. Meski ia ingin mendukung sahabatnya, hatinya tidak sepenuhnya bisa menerima kehadiran Arya begitu saja. Namun, Dani menyembunyikan kekhawatiran itu.

> Dani: "Oke, oke. Kalau memang kamu penasaran, mungkin kamu bisa ngobrol lagi sama dia. Tapi hati-hati, Sha. Jangan mudah terbawa perasaan, apalagi kalau orang itu masih belum kamu kenal sepenuhnya. Kamu harus bisa bertahan yang mudah terayu dan tergoda, nanti tahu tahu aku.di kasih kabar udah jadian lagi."

Aisha membaca pesan Dani dan merenungkannya. Benar, ia memang baru mengenal Arya, tapi ada sesuatu yang membuatnya tak bisa mengabaikan rasa penasarannya. Lupa sudah untuk membalas pesan sahabatnya itu, dia memilih dengan yang lain yang berkecamuk di dalam hatinya.

Sementara Dani, hanya menggelengkan kepalanya saja.

Pasti dia hubungi tuh orang! Udah ketebak Sha! Kamu ga sadar kalau kamu cinta buta, cinta pada pandangan pertama. Aku berharap kamu ga sakit hati kelak. Batin Dani.

Sedangkan Aisha dengan sedikit keberanian, Aisha akhirnya mengirim pesan pada Arya.

> Aisha: "Hai, Arya. Ini Aisha. Apa kabar?"

Tak butuh waktu lama, pesan balasan dari Arya masuk, dan jantung Aisha berdebar kencang.

> Arya: "Hai, Aisha. Senang kamu menghubungi. Aku baik, terima kasih. Kamu sendiri bagaimana?"

> Aisha: "Aku juga baik. Cuma… penasaran, apa kita bisa bertemu lagi?"

> Arya: "Tentu saja. Bagaimana kalau malam ini, di kafe yang sama?"

Aisha merasa senang tapi juga gugup. Entah mengapa, bertemu lagi dengan Arya membuat perasaannya bergejolak. Malam itu, ia datang lebih awal ke kafe yang mereka sepakati, berusaha menenangkan dirinya.

Arya datang tak lama setelah Aisha tiba. Dengan senyuman khasnya, ia duduk di depan Aisha, membuat suasana terasa hangat dan nyaman.

"Aku senang kamu datang lagi," kata Arya membuka pembicaraan.

Aisha tersenyum malu. "Sebenarnya, aku yang penasaran. Kamu... sepertinya bukan orang biasa. Entah kenapa aku merasa begitu."

Arya tertawa kecil, tatapannya tetap penuh misteri. "Orang biasa juga bisa memiliki kehidupan yang tidak biasa, bukan?"

Aisha tersenyum, merasa senang dengan jawaban Arya yang ambigu tapi menarik. Mereka mulai berbicara tentang berbagai hal; tentang pekerjaan, kehidupan, bahkan mimpi. Aisha merasa Arya adalah pendengar yang baik, seseorang yang bisa membuatnya nyaman berbicara tanpa merasa dihakimi.

Namun, di tengah percakapan, Arya tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang membuat Aisha tertegun.

"Aisha, apa yang kamu cari dalam hidup?"

Aisha menatap Arya sejenak, bingung. "Aku... mungkin, kebahagiaan yang sederhana. Hidup yang tenang, tanpa banyak konflik atau drama."

Arya mengangguk, memperhatikan setiap kata yang diucapkan Aisha. "Kadang hidup tidak bisa sesederhana itu. Ada saat-saat di mana konflik muncul tanpa bisa kita hindari. Bukankah konflik membuat kita lebih menghargai kedamaian?"

Aisha termenung, mencoba mencerna kata-kata Arya. "Mungkin kamu benar. Tapi, aku lebih suka menjalani hidup tanpa komplikasi yang berlebihan."

Arya tersenyum penuh arti. "Bagus. Itu artinya kamu tahu apa yang kamu inginkan."

Obrolan mereka terus berlanjut, dan tanpa terasa waktu sudah larut malam. Aisha merasa ada begitu banyak hal yang ia pelajari dari Arya hanya dalam satu malam. Ia terpesona dengan caranya berpikir, ketenangan yang ia pancarkan, dan kata-katanya yang bijaksana.

Namun, ketika Aisha pulang, Dani menunggunya di rumah dengan tatapan serius.

"Aisha, kamu ke mana saja tadi malam?" tanya Dani, wajahnya penuh kekhawatiran.

Aisha terkejut melihat Dani yang tampak cemas. "Aku... ketemu Arya. Kami ngobrol di kafe, itu saja."

Dani menghela napas. "Sha, aku tahu kamu penasaran sama Arya, tapi aku nggak bisa mengabaikan perasaanku. Aku merasa ada yang aneh dengan dia."

Aisha mengernyit. "Maksudmu, aneh bagaimana?"

"Aku enggak tahu. Mungkin cuma perasaanku saja. Tapi aku enggak ingin kamu terluka," jawab Dani, menatap Aisha penuh ketulusan.

Aisha terdiam. Kata-kata Dani membuatnya berpikir, namun di sisi lain, pesona Arya begitu kuat hingga ia tak bisa begitu saja mengabaikannya. Berakhir dengan Aisha yang terombang-ambing antara rasa penasaran pada Arya dan keraguan yang ditanamkan Dani. Di tengah misteri yang menyelimuti Arya, Aisha mulai merasakan bahwa perasaannya mungkin akan membawanya ke arah yang tak terduga.

Bersambung.

Bab 3: Bayangan Masa Lalu

Aisha bangun lebih awal dari biasanya, untung saja sudah tidak bermata panda lagi. Namun pikirannya masih terpaku pada percakapan semalam dengan Arya dan Dani. Setiap kata yang diucapkan Dani kembali terngiang, membuat perasaannya bimbang antara rasa penasaran pada Arya dan kekhawatiran akan kemungkinan yang buruk. Tetapi pesona Arya, dan setiap tatapan misteriusnya, membuat Aisha sulit untuk melupakan semuanya.

Biarlah takdir yang menentukan, aku hanya wayangnya saja. Semoga saja kekhawatiran Dani tidak menjadi nyata, tapi jika terjadi aku masih punya Dani untuk bersandar. Batin Aisha.

Saat tiba di kantor, Dani menghampirinya saat istirahat makan siang. Wajahnya serius, seakan ada sesuatu yang ingin dibicarakannya.

"Aisha," Dani mulai dengan suara pelan, namun tegas, "aku ingin kamu benar-benar berpikir dua kali tentang Arya."

Aisha menghela napas. "Dan, kenapa sih kamu selalu meragukan dia? Memangnya salah kalau aku ingin mengenal seseorang yang menurutku menarik?"

"Bukan begitu, Sha," Dani menatapnya dalam, terlihat khawatir, "aku cuma... entahlah, ada firasat yang nggak enak setiap kali kita bicara soal dia."

"Firasat nggak enak? Kamu bahkan belum kenal dia, Dan. Kenapa kamu bisa secepat itu menilai seseorang?"

Dani terdiam sejenak, raut wajahnya bingung dan cemas. "Karena... karena aku cuma nggak ingin kamu terluka. Aku nggak mau lihat kamu kecewa sama orang yang kita bahkan nggak tahu asal usulnya."

Aisha merasakan kekhawatiran Dani. Baginya, Dani adalah sahabat yang selalu ada, tetapi kali ini, ia merasa Dani terlalu mencampuri hidup pribadinya.

"Dan, aku tahu kamu khawatir. Tapi aku ini sudah dewasa. Aku bisa jaga diri sendiri," balas Aisha lembut, namun tegas.

Dani menatapnya, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi memilih untuk diam. "Baiklah," katanya akhirnya, "aku cuma berharap kamu hati-hati."

Tak lama setelah percakapan itu, ponsel Aisha berbunyi. Sebuah pesan dari Arya muncul di layar.

> Arya: "Hai, Aisha. Apakah kamu punya waktu luang sore ini?"

Aisha membaca pesan itu sambil tersenyum, lalu membalas cepat.

> Aisha: "Hai, Arya. Aku tidak terlalu sibuk. Ada apa?"

> Arya: "Aku ingin menunjukkan sebuah tempat. Kalau kamu tertarik, tentu saja."

> Aisha: "Tempat apa? Terdengar menarik."

> Arya: "Bisa dibilang, tempat yang cukup berarti untukku. Mungkin bisa membantumu mengenalku lebih dalam."

Aisha merasa semakin penasaran, lalu menyetujuinya. Setelah jam kerja, ia menuju tempat yang telah disepakati. Arya menunggunya di sebuah taman kecil yang tenang di pinggir kota, jauh dari keramaian. Di bawah pepohonan rindang, Arya berdiri sambil menatap kolam kecil di depannya. Saat melihat Aisha datang, ia tersenyum lembut.

"Aku suka tempat ini," kata Arya perlahan, suaranya tenang, "selalu ada perasaan damai setiap kali aku datang ke sini."

Aisha tersenyum, merasakan ketenangan yang sama. "Taman ini memang indah. Nyaman dan rindang. Seperti ada kenangan di sini, ya?"

Arya mengangguk sambil memandang sekeliling taman. "Tempat ini punya banyak kenangan untukku, beberapa indah, beberapa... sulit untuk dilupakan. Tapi aku merasa di sini, semuanya terasa lebih ringan."

Aisha menatap Arya dengan pandangan penuh penasaran. "Kalau boleh tahu, kenangan seperti apa yang kamu maksud?"

Arya tersenyum samar, seolah menghindari pertanyaan itu. "Mungkin bukan kenangan yang menyenangkan. Tapi kita semua punya masa lalu, bukan?"

Aisha tersenyum kecil. "Iya, tapi aku ingin tahu lebih banyak tentangmu, Arya. Sejujurnya, kamu membuatku penasaran."

Arya terdiam, seolah mempertimbangkan apakah akan membuka diri atau tidak. Akhirnya, ia berkata pelan, "Aku pernah kehilangan banyak hal dalam hidupku, Aisha. Hal-hal yang kupikir akan selalu ada. Tapi ketika mereka hilang, aku belajar untuk menghargai setiap momen dalam hidup."

Aisha mendengarkan dengan serius, merasa empati pada sisi Arya yang tampaknya penuh luka. "Aku bisa merasakan itu dari cara kamu bicara. Kamu... mungkin masih menyimpan beban itu."

Arya mengangguk perlahan. "Mungkin. Kadang beban itu terasa terlalu berat, tapi tempat ini mengingatkanku bahwa ada hal-hal yang lebih besar dari rasa sakit."

Aisha tersenyum, mencoba menenangkan Arya. "Aku senang kamu menunjukkan tempat ini padaku, Arya. Mungkin kamu belum siap berbagi Semuanya, tapi aku ada di sini kalau kamu butuh teman."

Arya tersenyum lembut, menatap Aisha dengan penuh arti. "Kamu baik, Aisha. Terlalu baik. Kadang aku takut kalau-kalau kebaikanmu akan membuatmu terluka."

Aisha terkejut dengan perkataan Arya bahkan tidak paham. "Kenapa kamu berkata seperti itu? Apa maksudmu, Arya?"

Arya hanya tertawa kecil, lalu menatapnya dengan mata yang sulit dibaca. "Kadang, kita bertemu dengan orang-orang yang membawa kita ke jalan yang berbeda. Jalan yang mungkin tidak kita rencanakan. Aku cuma ingin kamu tahu, kalau suatu saat kamu merasa aku bukan seperti yang kamu bayangkan... aku harap kamu bisa memaafkanku."

Aisha bingung, mencoba memahami kata-kata Arya. "Apa maksudmu, Arya? Apa kamu menyimpan sesuatu dariku?"

Arya menghela napas, seolah ada sesuatu yang ingin ia katakan tetapi terhalang oleh sesuatu yang tak terlihat. "Mungkin suatu hari kamu akan tahu, Aisha. Untuk sekarang, cukup tahu bahwa aku hanya ingin menjalani hari ini dengan bahagia."

Percakapan mereka mengalir begitu saja, tanpa disadari waktu berlalu dengan cepat. Aisha merasa ada begitu banyak hal yang ia pelajari tentang Arya hanya dalam satu malam. Ia merasa semakin terikat dengan pria itu, dan rasa penasaran yang membuncah di hatinya semakin kuat.

Namun, di penghujung malam saat Aisha hendak pulang, Arya menahan lengannya sejenak.

"Aisha," panggilnya lembut.

"Iya?" Aisha menoleh, jantungnya berdegup kencang.

"Aku cuma ingin kamu tahu, bahwa meskipun ada hal-hal yang belum bisa aku ceritakan sekarang, aku tidak ingin menyakiti perasaanmu. Kamu adalah seseorang yang penting buatku."

Aisha tersenyum malu, hatinya bergetar mendengar kata-kata Arya. "Terima kasih, Arya. Aku juga merasa hal yang sama."

Arya tersenyum, namun di balik senyum itu ada bayangan yang sulit diartikan. "Selamat malam, Aisha."

Ketika Aisha sampai di rumah, pikirannya terus dipenuhi dengan bayangan Arya dan kata-katanya yang penuh teka-teki. Ucapannya seolah memberi tanda bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dan lebih rumit di balik sosok pria itu. Di sisi lain, kata-kata Dani masih terngiang, seolah memperingatkan Aisha untuk berhati-hati.

Aisha duduk di kamarnya, merenung, dan bertanya-tanya tentang keputusan hatinya. Ada perasaan kuat yang menyuruhnya untuk tetap di sisi Arya, meski ia tahu mungkin akan ada risiko di balik keputusan itu.

Berakhir dengan Aisha yang merenung dalam diam malam ini, penuh rasa penasaran tentang rahasia apa yang mungkin disembunyikan Arya, serta keinginan untuk menggali lebih dalam hubungan mereka yang semakin rumit.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!