NovelToon NovelToon

Wanita Warisan Kakak

WWK BAB 01

Bismillah

Sebelumnya maaf kalau ada kesamaan nama tokoh, alamat, ataupun yang lain. Jujur memang ada inspirasi tempat-tempat tertentu, tapi untuk cerita ini murni imajinasi author ya..

Terimakasih,

Enjoy the story...

.

"Tok"

"Tok"

"Tok"

Terdengar ketukan pintu di saat seorang Dokter tengah sibuk berkutat dengan laporan didepannya.

"Masuk". Ucap Dokter cantik yang di ketahui bernama Zevana.

Kemudian, seorang suster terlihat dibalik pintu. Zevana mendongak melihat siapa yang masuk keruangannya.

"Ada apa, Sus?". Tanya Zevana.

"Dok, ada pasien VIP masuk." Jawab Suster sedikit gusar.

"Lahh, Jetpam kemana? Harusnya dia udah masuk gantiin aku." Ujar Dokter cantik itu.

"Nggak tau Dok, dari tadi belum kelihatan." Saut Suster itu dengan raut muka yang sudah panik.

Mengerti tengah dalam kondisi darurat, akhirnya Zevana berlari menuju ruang IGD. Sesampainya diruangan itu, terlihat seorang pria terbaring. Zevana mendekati brangkar, netranya menatap wajah pria itu.

Zevana dengan gesit mengecek keadaan pasien. Tangannya mengarah pada kening pasien. Setelah itu Ia melihat tangan pasien yang menekan perut bagian kanan bawah.

"Apa anda mual dan muntah?" Tanya Sang Dokter pada pasiennya yang hanya mendapat anggukan.

"Pasien mengalami demam, nyeri di perut bagian kanan bawah, pasien juga mengalami mual dan muntah. Kita harus lakukan CT Scan segera, dari gejala sepertinya pasien menderita usus buntu." Terang Zevana pada Suster di dekatnya.

"Cepat minta persetujuan wali untuk tindakan selanjutnya." Imbuh Dokter berparas ayu itu.

"Baik, Dok." Saut Suster tadi seraya melangkah keluar ruangan dengan berkas di tangannya.

Penangan pasien di RS Hermina memang sudah tidak diragukan lagi. Apa lagi untuk pasien naratama. Pasien yang di beri fasilitas plus termasuk bisa memilih Dokter yang disegani.

Seperti saat ini, Zavina baru akan masuk ke ruang OK namun, tangannya dicekal oleh seorang Suster.

"Dok." Ucap Suster.

"Kenapa, Sus?" Tanya Zavina seraya mengernyitkan dahi.

"Emm, itu pasien VIP yang tadi pagi anda tangani tidak mau meminum obatnya." Jelas sang Suster.

Zevana nampak menarik nafas dalam-dalam lalu dihembuskan secara berlahan. Jujur dia sangat lelah dengan kelakuan pasien VIP yang rata-rata banyak maunya.

"Lalu, hubungannya dengan ku?" Tanya Zevana kembali.

"Beliau hanya ingin minum obat dari tangan anda, Dok." Tutur Suster yang masih stay berdiri didepan Zevana.

"Ya Salam, tua bangka kagak inget umur." Umpat Zevana dengan nada kesal.

"Dah, biarin aje. Aku ada operasi darurat, ntar kalo sempet aku kesana." Ucap Zevana seraya melangkah masuk ruang OK.

Nampak Suster itu menghela nafas kasar. Entah apa yang akan pasien itu lakukan padanya nanti. Tadi saja dirinya sudah mendapat bentakan.

...----------------...

Usai melakukan operasi kecil, Zevana keluar dari ruang OK. Ia lanjut mengisi laporan perkembangan pasien. Putri pemilik RS Hermina itu melihat lembar identitas pasien.

"Rayhan Alfarizi William? Rupanya trah William, pantes jadi pasien naratama. Wong ortunya saja temen ayah." Gumam Zevana dalam hati.

Setelah observasi berkala, pasien di pindahkan ke bangsal VIP. Zevana melakukan visit terkahir sebelum perpindahan sift. Dilihatnya pria tampan yang masih menutup mata dan terkulai di atas brangkar rumkit. Ia segera mengecek kondisi pasien lalu meminta Suster mencatatnya. Saat hendak keluar ruangan, Zevana terhenti sejenak. Ia memandangi wajah yang terlelap karena efek obat bius itu.

"MaaSyaaAllah, ganteng sih.. Tapi terkenal dingin, xixixi maaf yak.. Tadi roti sobeknya aku sobek-sobek." Celoteh Zevana dalam hatinya sembari mengukir senyum geli di bibirnya.

Zevana segera keluar dari ruang perawatan dan menyerahkan tugas pada Dokter jaga berikutnya.

"Ck... Elahhh, Jetpam nggak pernah ontime. Kek gitu minta hilal jodoh, yang di atas juga jadi ogah-ogahan." Kesal Zevana ketika melihat kembarannya.

To Be Continued...

WWK BAB 02

"Ck... Elahhh, Jetpam nggak pernah ontime. Kek gitu minta hilal jodoh, yang di atas juga jadi ogah-ogahan." Kesal Zevana ketika melihat kembarannya.

"Elah Je, timbang tiga jam doang." Saut Zevan enteng.

Seketika ucapan Zevan membuat manik mata Zevana melotot.

"Afe loe kate? Tiga jam itu cuman? Wahh gue aduin ke Ibu nanti. Inget, nggak boleh makan gaji buta." Seloroh Zevana tak terima.

"Ck.. Kan.. Kan.. Sukanya ngadu. Lagian ane udah bilang ke Enyak kalau ada jam tambahan di kampus." Jelas Zevan santai.

Zevana memutar bola matanya, ada aja alasan kembarannya ini untuk ngeles.

"Udah.. Buruan tugas, cari Suster Erlina. Ada pasien nu riweh di bangsal VIP, ceunah nggak mau minum obat." Ucap Zevana sebelum melangkah. ( Ada pasien yang ribet di bangsal VIP. Katanya nggak mau minum obat. )

"Kan.. Kan.. Kan.. giliran yang gini aja ane yang kena." Zevan menggerutu sembari memutar badan mengikuti langkah Zevana.

"Mati aja kalo kagak mau minum obat." Sambungnya lagi sebelum memutar badan berlawanan arah dengan Zevana.

"Astagfirullah, JetPam!" Sentak Zevana berbalik menghadap ke arah Zevan.

Seketika Zevana teringat sesuatu, Ia lalu mengejar kembarannya itu dan menepuk bahunya.

"Ck.. Nape lagi, Je?" Tanya Zevan menoleh kearah Zevana.

Zevana mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan bibir ke telinga Zevan.

"Aku minta tolong, carikan informasi biodata seseorang." Ucap Zevana berbisik ditelinga Zevan.

"Siape?" Tanya Zevan kembali masih tetap diposisi mereka.

Zevana kembali berbisik, "Nanti aku chat."

Sontak saja jawaban Zevana membuat Zevan kesal.

"Elah, timbang ngomong doang. Lagian emang ane intel? Ane kagak bisa, sibuk." Ujar Zevan sudah akan melangkahkan kaki.

"Minta bantuan Martin." Ucap Zevana masih tetap berdiri di tempatnya sembari menatap kepergian Zevan.

Zevan lantas menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang.

"Cowok ya, Je?" Tanya Zevan memastikan. Tidak biasanya kembarannya itu meminta tolong untuk dicarikan informasi biodata.

Zevana hanya mengedikan bahu dan berlalu pergi. Tentu hal itu membuat Zevan kembali dibuat kesal. Sungguh, dibuat penasaran itu tidak enak.

...----------------...

Setibanya di rumah, Zevana langsung membersihkan diri. Usai itu dirinya yang sudah merasa sangat lelah menjatuhkan diri di atas kasur nan empuk. Ia teringat untuk mengirimi pesan kepada kembarannya itu. Sejurus itu kemudian jarinya sudah berselancar mengetik pesan dan menekan tombol send.

klunting...

Satu notif terdengar dari ponsel Zevana, pertanda kalau Zevan sedang tidak sibuk saat ini.

{ Serius ente? Rayhan Alfarizi William? Je di mbah google juga banyak. } Balas Zevan.

Membaca balasan dari Zevan membuat dahi Zevana mengernyit. Ia tahu kalau di google banyak informasi tentang Rayhan. Zevana ingin yang signifikan, tentu tidak semua ada di google.

Zevana menarik nafas dan membuangnya berlahan sebagai tanda dirinya untuk tetap sabar menghadapi kembarannya itu. Ia lalu mengetikkan pesan balasan yang langsung mendapat respon dari siempunya kontak.

{ Okke, ane kerjain dengan senyap. Jangan lupa bayarannya. } Tulis Zevan di ruang chat yang hanya Allah, Zevan, dan Zevana yang tahu.

Zevana mengulum senyum manisnya, entah mengapa dirinya penasaran. Ia pernah beberapa kali bertemu dengan sosok Rayhan saat Tuan Rama berkunjung ke pondok. Meskipun tidak bertatap muka secara langsung, namun entah mengapa Zevana penasaran.

Usai bertukar pesan dengan kembarannya, Zevana lebih memilih mengarungi alam mimpi segera. IGD sangat padat hari ini, bahkan jam istirahatnya sangat singkat tadi siang. Tak butuh waktu lama, Zevana sudah terlelap di balik selimut tebal yang membungkus tubuhnya.

Hari berganti...

Zevana membuka kelopak matanya berlahan kala mendengar alarm ponselnya berdering. Adzan subuh pun terdengar merdu di telinganya. Sejenak Ia menikmati suara muadzin masjid pondok nan merdu itu. Hatinya sampai bergetar, air matanya seketika luruh. Kembali Ia mengingat setiap dosa yang diperbuat. Begitu baiknya sang pencipta hingga memberi kesempatan padanya untuk membuka mata kembali. Padahal belum tentu setelah ini dirinya akan berbuat kebaikan.

"Allah" Lirih Zevana masih terisak. Kakinya menekuk hingga sejajar dengan dagu. Lututnya pun jadi tumpuan untuk kepalanya. Tangannya melingkar memeluk kaki. Seketika tangisannya pun pecah.

Entah apa yang Zevana lakukan hingga begitu dalamnya penyesalan yang Ia rasakan. Yang barusan Zevana lakukan adalah bentuk terapi untuk dirinya sendiri. Meluapkan segala beban yang Ia pendam dan rasakan. Berharap setelahnya akan ada rasa lega hinggap di hatinya.

Setelah merasa tenang meski masih sesegukan, Zevana melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi Zevana sudah terlihat segar. Ia lalu membentangkan sajadah dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim. Usai menunaikan dua rekaat wajib, Zevana tak lantas melipat sajadahnya. Ia duduk dengan bibir yang terus melafalkan dzikir. Ujung jemari kanannya sibuk menghitung dzikir dengan ruas-ruas jarinya. Sungguh pemandangan yang menyejukan jiwa.

Terbit pun tiba, Zevana masih setia dengan mukenanya. Kali ini terlihat Ia tengah duduk di sofa dengan tangan yang memegang mushaf. Baru saja Ia hendak membuka mushaf itu, tiba-tiba ketukan pintu terdengar dari luar.

"Tok.."

"Tokk..."

"Tokkk..."

Akhirnya Zevana mengurungkan niatnya dan segera membuka pintu. Terlihat seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu.

"Ibu.." Sebut Zevana kala melihat sosok di balik pintu. Senyum pun terukir di bibir direktur Hermina.

"Ada apa Bu?" Zevana melihat manik mata Ibunya yang teduh. Tatapannya begitu lembut, melambangkan kasih sayangnya pada sang Ibu.

"Jejen telfon kamu katanya nggak aktif. Katanya ada pasien naratama yang mencari mu." Ujar Ibu Zevana yang di tanggapi dengan tatapan bingung oleh Putrinya.

"Astagfirullah, handphone Nana di charge semalem Bu." Saut Zevana.

"Buruan gih telfon balik, dari suaranya kayaknya udah frustasi tuh. Ibu ada urusan soalnya, jadi mungkin ke RSnya agak siangan." Papar direktur Hermina seraya melangkah pergi.

"Lahhh, padahal aku juga jadwal siang hari ini. Feeling ane nggak enak ini." Gerutu Zevana masuk kedalam bilik.

Zevana segera mengaktifkan ponselnya, terlihat puluhan panggilan tak terjawab dan pesan beruntun. Seketika Zevana menghela nafas panjang kala membaca pesan terakhir dari sudara kembarnya.

{ Cepat kemari, atau yang semalam batal. }

Akhirnya mau tidak mau Zevana harus segera bersiap. Saudaranya itu tidak akan mengancam kalau tidak benar-benar mendesak. Selang beberapa menit Zevana sudah siap dengan outfit casualnya.

Dokter cantik itu gegas melajukan mobilnya setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya.

"BRUUMMM"

Sesampainya di rumkit, Zevana dikejutkan dengan keramaian di bangsal naratama. Ia buru-buru berjalan mendekati keramaian itu. Zevana melongo ketika melihat kembarannya sudah acak-acakan.

"Lahhh JetPam, ente kenape?" Serunya ditengah keramaian. Sontak suara Zevana mengalihkan atensi orang-orang disana.

Zevan nampak meraup wajahnya dengan kasar, "Gegare ente, ane jadi di amuk pasien setresss."

To Be Continued ...

WWK BAB 03

Zevan nampak meraup wajahnya dengan kasar, "Gegare ente, ane jadi di amuk pasien setresss."

Tiba-tiba seseorang melempari Zevan sandal.

"BUGHHH"

Sendal itu tepat mengenai pipi kanan Zevan. Zevan melirik seorang pria senja yang menopang tubuhnya dengan berpegangan pada tongkat.

"Ente ya kalo ngomong, ane aduin ke Bapak ente baru tahu rase." Sungut pria senja itu. Kini pria senja itu melangkah mendekati Zevana.

"Nduk, nikah mau ya?" Pria senja itu menatap lekat-lekat wajah ayu Zevana. Zevana yang merasa ditatap pun risi dan buru-buru menundukkan kepala.

"Lahhh, Aki kagak salah denger? Ane kagak ridho ye kalau kembaran ane nikah sama modelan aki-aki." Zevan sudah berdiri tak jauh dari kembarannya.

Pria senja itu melirik kearah Zevan sekilas, lalu kembali menatap wajah Zevana. "Kakek punya cucu laki-laki, dia tampan nan mapan. InSyaaAllah baik juga dari segi sikap maupun agama." Penuturan pria senja itu begitu lembut hingga membuat Zevan berdecak.

"Elahh, tadi sama ane bicaranye kagak gitu. Giliran sama yang bening aje, beuhhh..." Zevan menatap kesal pria senja didepannya.

Fikiran Zevana sudah berceloteh, "Yolo, ini Kakek ngapain malah nyodorin cucunya. Udah gitu rame begini, etdahhh ajuin cuti sebulan boleh nggak ya?" Zevana masih tertunduk karena malu juga risi di tatap oleh pria senja dihadapannya.

Zevana merasa mereka harus menepi untuk mengobrol dari hati ke hati.

"Emm.. Kek, bagaimana kalau ngobrol di bangsal saja? Malu dilihat banyak orang, apa lagi masalah serius dan pribadi. Saya juga punya wali Kek..." Tutur Zevana lembut dan berhati-hati, takut pria senja itu salah faham. Ucapan Zevana hanya mendapat respon anggukan tiga kali oleh pria senja itu.

Akhirnya Zevana, Zevan, dan juga pasien naratama itu masuk ke bangsal VIP. Sebelum melanjutkan pembicaraan, Zevana meminta pasien untuk makan dan minum obat. Zevan yang duduk di sofa hanya melihat kembarannya itu sibuk kesana kemari. Sesekali Ia juga terlihat menggelengkan kepala.

"Jeje, ente digaji sama enyak berapa sampe double-double gitu jobdesknya?" Ucap Zevan memecah suasana hening di kamar itu.

Zevana tersenyum, "Itung-itung nyari pahala, JetPam." Zavina sibuk menuliskan perkembangan pasien pada berkas yang ada di tangannya.

Pria senja itu hanya melihat setiap gerik Zevana, sesekali Ia tersenyum. Sungguh dirinya bagai menemukan sosok cucu perempuan.

"Nduk, siapa wali mu? Kakek ingin melamar mu untuk cucu ku." Pria senja itu kini telah berbaring di brankar rumkit.

Zavina tersenyum sembari menunduk, "Anda adalah sesepuh trah William, bukan? Seharusnya anda tahu siapa wali saya, beberapa kali saya melihat putra dan cucu anda menyambangi pondok."

"Woo, kamu Putri Yai Halim to. Alhamdulillah, luweh gampang kalo gitu." Ujar Pria senja yang di ketahui bernama Panji Putra William itu dengan sumringah. ( luweh gampang \= lebih mudah )

( Di Jawa, ada yang namanya trah, itu adalah nama lain dari keluarga besar. Jadi bisa di katakan trah itu silsilah keluarga atau juga marga.)

Zevan yang mengetahui kalau Kakek itu adalah sesepuh William sontak merasa kaget. Dirinya memang belum membaca biodata pasien. Itu karena pasien tidak mau dicek sama sekali. Bahkan ketika Zevan baru masuk ke ruangan, langsung kena semprot. Sekarang dirinya merasa keki, dia harus segera meminta maaf sebelum semua sampai ke telinga Ibu dan Ayahnya.

"Kek, ane minta maap ye. Omongan ane tadi ntu cuman bercande." Zevan nampak tertunduk.

"Kalau bukan karena ente kembaran Dokter cantik ini, beuhh..." Sesepuh William melihat wajah Zevan yang sudah ketar ketir. Pasalnya Direktur Hermina tidak akan pandang bulu kalau menghukum bawahannya.

Jakun Zevan naik turun, Zevana yang melihat ekspresi kembarannya hanya mengulum senyum. Tentu dia tahu apa yang kembarannya itu khawatirkan.

Zevan mengangkat salah satu alisnya, "Kek, jangan gitu nape? Itu enyak kalo marah bukan maen, etdahhh belum lagi babeh..."

Sontak ucapan Zevan membuat sesepuh William tertawa, tak terkecuali Zevana. Ia sampai menutup mulut dengan telapak tangan agar tidak terlalu berlebihan.

Kakek Panji menghentikan tawanya, Ia teringat akan sesuatu. "Lahh.. Nduk, cucu ku juga ada disini. Semalam aku diminta acc untuk operasi usus buntu." Ujarnya masih setia menatap wajah ayu Zevana, yang hanya di angguki.

"Saya tahu Kek, saya sendiri yang mengoperasinya." Saut Zevana masih setia menundukkan kepala.

"Wooo, jadi semalam kamu nggak bisa datang kesini karena itu." Kakek Panji sudah menduga, dan sekali lagi di angguki oleh Zevana.

"Usai operasi saya oper sift dengan kembaran saya." Tunjuk Zevana kearah Zevan dengan ibu jari kanannya.

"Terimakasih Nduk, orangtua Rayhan sedang dalam perjalanan. Mereka ada di negara tetangga, sedangkan adiknya sibuk dengan dunianya sendiri." Papar Kakek Panji.

Zevana kini mengerti kenapa tak ada seorangpun keluarga yang mendampingi selain asisten pasien.

"Lahh, roma-romanya bakalan lama ini." Gumam Zevan dalam hati. Ia kemudian memberanikan diri untuk berpamitan, karena sudah terlalu lama meninggalkan IGD.

"Kek, aneh sama Jeje pamit dulu ya. Udeh lama nih, takut di IGD ada ape-ape. Bisa-bisa di semprot enyak nanti." Ujar Zevan seraya berdiri dari duduknya.

"Ente aja yang pergi, Dokter cantik biar disini." Kakek Panji berucap seraya melihat Zevan yang sudah akan membuka pintu.

Zevan berbalik, "Lah kocak nih Kakek, Jeje kesini buat kerja bukan nengokin Kakek."

Tiba-tiba pintu di buka oleh seseorang.

"Dok, ada pasien kecelakaan sedang otw." Ucap Suster panik. Saat hendak akan pergi, Suster itu berkata kembali. "Lima orang ,Dok. Satunya kritis, satunya lagi patah tulang." Ujar Suster itu langsung berlalu pergi setelahnya.

"Innalillahi wa innaillaihi roji'un" Ucap Zevana.

Zevan berlalu pergi dari ruang naratama itu. Namun, setelah beberapa langkah, Ia mendapati Zevana belum menyusulnya. Ia pun kembali ke ruangan Kakek Panji tadi.

"Lahh kocak nih bocah. Ayo buruan Je, ente pikir ane bisa membelah diri kek Naruto." Sungut Zevan ketika membuka pintu kamar Kakek Panji dan melihat kembarannya masih duduk diam di sebelah brankar sesepuh William itu.

Zevana menatap tajam kembarannya, "Kan.. Kan... Ane harusnya berangkat siang, JetPam." Zevana berdiri dan menyempatkan diri pamit kepada Kakek Panji.

Saat melewati Zevan yang masih berdiri di ambang pintu, Zevana berkata lirih meski tatapannya menusuk tajam. "Weekend ini harus ada tlaktiran." Ucapnya seraya berlalu mendahului Zevan.

"Lahh bocah..." Gumam Zevan seraya berlari mengejar kembarannya yang sudah masuk kedalam lift.

"TAHAN..." Teriak Zevan saat tahu lift akan tertutup. Zevana pura-pura tidak mendengar teriakan Zevan. Sejurus itu Zevan berlari lebih cepat dari sebelumnya dan hampir saja pintu lift tertutup. Lirikan tajam Ia berikan kepada kembarannya yang cantik meski bibirnya manyun beberapa mili.

To Be Continued...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!