Mentari pagi bersinar terang hari ini, alarm jam pun berbunyi memberikan suara bising. Tangan itu berusaha menggapainya kemudian mematikan alarm.
"Hooaaamm."
Dengan lunglai gadis remaja itu bangkit dari ranjang menuju kamar mandi, hatinya suram berkebalikan dengan cuaca hari ini. Mengusap cermin di kamar mandi menatap diri dari atas sampai bawah.
"Sepertinya aku tidak akan pernah menemui mu om ganteng, ah... Menyedihkan!" Gerutunya.
Gadis itu adalah Mia, anak dari Jack Adinata. Usianya kini sudah 17th, Ia telah tumbuh menjadi seorang gadis. Cantik... meski tubuhnya yang sedikit besar. Mia akan cantik sekali jika ia bisa menurunkan sedikit saja berat di tubuhnya.
Selama 8 tahun ia berambisi cepat tumbuh, dan yang ia yakini agar cepat tumbuh adalah dengan banyak makan. Ya, tidak salah sama sekali. Banyak makan agar cepat tumbuh... Tumbuh menjadi besar.
Setiap hari ia hanya mengkonsumsi susu, makanan berat dan yang utama... coklat. Mungkin ia rela kehilangan apapun asal bisa memakan coklat sesukanya.
Seusai mandi ia bergegas mengenakan pakaian sekolah dan bersiap-siap berangkat sekolah, tekadnya hari ini ia ingin memulai diet. Keinginan untuk menjadi wanita cantik belum lah surut, itu masih menjadi prioritas utama dalam agendanya.
Mia menuruni tangga, disambut ceria oleh adiknya Cristopher. Mia meringis saat mengingat dulu adiknya dinamakan Cristopher oleh Opanya. Alasan aneh, karena dulu Daddy tidak di beri nama dengan nama yang berawalan C.
Opa menyukai nama berbau luar negeri, padahal Opa asli orang Semarang, mungkin karena terlalu mencintai Oma. Dan nama Jack dari ide Oma, saat itu Opa hanya bisa pasrah. Padahal waktu itu Daddy ingin dinamakan Crishtian, Mia geli mendengarnya.
Dan saat adiknya lahir Opa tidak menyia-nyiakan nama yang sudah ia siapkan. Dengan ancaman akan terus tinggal di rumah kami, Daddy mau tidak mau menurutinya.
Mia sering memanggilnya Crist saja, karena bila Cristhop atau Cristhoper... Mia merasa menjadi tokoh Anna dalam film Frozen.
"Hahahaha, Anna tidak sebesar diriku." bathin Mia.
Crist menarik Mia menuju meja makan, disana sudah ada Daddy dan Mommy-nya.
"Selamat pagi semua!" Mia menyapa dengan senyum andalannya. Senyum yang sama seperti Maya, Manis.
"Pagi matahari Daddy."
"Jangan panggil begitu, aku bukan anak kecil lagi Dad."
"Loh, matahari tidak kecil... matahari be-"
Maya membekap mulut Jack.
"Tidak apa-apa Mommy, aku memang besar dan aku mensyukurinya." Mia tersenyum simpul.
Jack merasa tidak enak, ia tidak ingin menyinggung anak kesayangannya itu. Maya mencubit perut Jack gemas.
"Aaww..."
"Kenapa Daddy?" Mia mengambil roti dan mengoleskan selai nuttela dengan telaten.
"Tidak..." Jack meringis sambil mengusap perutnya yang masih nyut-nyutan.
"Mia sayang, kamu mau pergi ke Korea?"
Maya melotot mendengar suaminya berkata seperti itu, semenjak Maya melahirkan Cristhoper. Jack sikapnya berubah menjadi seperti Mertuanya Tuan Adinata. Usil dan tidak tau tempat, membuat Maya menggelengkan kepala setiap hari.
"Untuk apa ke korea? Daddy mau liburan?"
"Jangan dengarkan Daddy mu ini, kamu sudah sempurna... Kamu cantik dengan caramu sendiri"
"I know Mom... Kau selalu mengingatkan hal itu. Tenang saja, aku tidak minder... Aku bahagia dengan keadaanku saat ini!"
"Memangnya Daddy bicara apa? Tentu saja Mia adalah gadis yang paling cantik dan sempurna, Daddy tidak keberatan membeli pabrik coklat di swiss jika kau mau."
Maya memutar bola matanya malas, suaminya benar-benar harus di sumpal mulutnya agar tidak asal bicara. Mia terkekeh mendengar keinginan Daddy-nya itu.
"Mungkin nanti Daddy, selain aku bisa makan sepuasnya... Aku bisa menjual semua coklat itu, menjadi pengusaha coklat tidaklah buruk!"
Maya senang, Mia bukan pribadi yang pesimis dan sensitif. Ia selalu berfikir positif dan tidak mau ambil pusing, sikap cueknya menurun dari Tantenya Catherine.
Dan salah satu sifat yang tidak menghilang adalah sifat usilnya. Maya menghela nafas menyayangkan sifat jelek mertuanya yang menurun pada anak dan suaminya kini.
"Aku berangkat ya Daddy, Mommy... Bye Crist... Nanti siang kita main ya!" Mia pamit dengan riang.
Maya dan Jack melepas kepergian Mia setelah mobil Mia menghilang dari pandangan mereka.
"Tidak terasa anak gadis ku beranjak dewasa... Aku merasa sedih sekaligus senang." Jack menerawang.
"Kenapa?"
"Karena sebentar lagi ia pasti dibawa pergi oleh pasangan hidupnya... Aku akan kehilangan matahariku." ucap Jack lirih.
"Berarti Daddy sudah merestui Mia dengan Angga?"
Jack langsung menatap tajam Maya "Tidak akan, matahariku tidak cocok untuknya!" Jack selalu kesal jika mendengar nama pria itu disebut oleh Maya
"Mommy menghubunginya? Apa Mommy menyukainya?" Jack merajuk Maya tidak menghiraukannya memilih pergi ke dalam rumah.
Entah bagaimana kabar Erlangga sekarang, karena sejak kepergian Maya dari Bandung itu adalah terakhir kali Maya bertemu dengannya. Sehari setelah Maya kembali ke Jakarta, Angga pergi ke London mengurus salah satu perusahaannya disana.
Maya hanya menjadi pendengar yang baik bila Mia mencurahkan hatinya betapa ia rindu dengan Om ganteng pujaannya itu. Maya selalu mendukung dan memberi semangat.
"Bila jodoh pasti bertemu. Jika tidak, belajarlah menjadi pribadi yang bijak. Yang terbaik untuk kita belum lah terbaik dimata Tuhan."
Aku kembali dengan cerita yang ku harap membawa angin segar, karena ini cerita remaja... terus dukung aku ya dengan vote, rate dan like dari kamu. Enjoy!!
SMA ***
Mia sampai 15 menit sebelum bel berbunyi, dengan perlahan ia menuruni mobil. Besar tubuhnya membuat Mia sulit bergerak, bulir keringat terlihat menghiasi dahinya.
"Makasih ya pak Hasan, nanti aku kasih kabar klo udah pulang."
"Siap Nona Mia."
Mia pun memasuki sekolah dengan riang. Mia menyapa semua guru yang berpapasan dengannya. Selain ramah dan ceria, Mia adalah salah satu murid berprestasi di sekolahnya. Ia tidak pernah sombong meski menyandang nama keluarga besarnya.
"My big girl sudah datang ternyata." Laras berseru.
Mia menoleh dan tersenyum manis, ia tidak pernah tersinggung meski di bilang besar atau sebagainya. Ia selalu beranggapan "Kenapa harus marah jika itu fakta?"
"Iya donk, gendut bukan alasan untuk jadi pemalas!" Celetuk Mia.
"Uhh... Dalam sekali kata-kata lo. Langsung tepat sasaran ke ulu hati gue!"
Mia terkekeh mendengar rajukan sahabatnya ini. Gadis cantik dengan tubuh semampai, yang kadang membuat iri Mia. Mia menatap takjub pada sahabatnya Laras.
"Kenapa ngeliatin gue kaya gitu?"
"Gue pengen punya badan kaya lo, tapi ga bisa... Gue terlalu keji membiarkan coklat-coklat lezat itu nganggur." Mia mendesah pura-pura sedih.
"Hei, Ga sadar lo?. Badan lo tuh enak banget buat di peluk!!! Gue aja pengen peluk lo terus, empuk dan lembut." Laras bergelayut memeluk Mia.
Mia membiarkan Laras memeluknya, sudah kebiasaan Laras melalukan hal itu. Bahkan sempat ramai siswa lain menyebut mereka penyuka sesama jenis.
"Udah ah peluknya, Udah mau masuk kelas!" Mia melepas pelukan Laras yang cemberut.
"Seenak itu meluk Mia?" Haris sang ketua kelas datang saat bel akan berbunyi.
Laras segera membentangkan tangannya "Tidak untuk lo, atau lelaki lain manapun," Laras berdiri di depan Mia seolah menjadi tameng "Kalian para lelaki hanya mau memanfaatkan Mia karena keluarganya yang kaya dan terpandang, gue tau itu."
"Seburuk itu pandangan lo?"
"Kalian sama saja dengan-" Mia membekap mulut Laras dan menggelengkan kepalanya.
"Apa ini karena Farel yang sempat ngedeketin lo? Gue dengar dia taruhan sama teman se gengnya buat jadiin lo pacar, Mia."
"Stsss... Guru udah masuk tuh. Mau berdiri dilapangan lagi? Hem?" Mia menginterupsi, malas membahas yang menurutnya tidak penting.
Mia benar-benar gadis tangguh, tidak pernah mengambil pusing siswa-siswi yang berbicara buruk dibelakangnya. Mengejeknya karena tubuhnya yang gemuk.
"Gue bukan dia dan tidak seperti dia, lo jangan dengarin kata Laras!" Haris masih berbicara sambil berbisik. Laras menatap malas pada Haris.
Mia menganggukkan kepalanya, tentu saja Haris tidak begitu. Mia dan Haris berteman dari Sekolah Dasar, jadi Mia cukup mengenal karakter Haris.
"Hei, boleh kenalan... aku Farel kelas 2A. Kamu yang kemarin menang olimpiade Sains kan?"
"Kamu asik juga ya ternyata, tau gitu kita kenalan dari dulu."
"Aku suka sama kamu... Mau kan jadi pacar aku?!"
"Bercanda kali, mana mau gue sama cewe gendut. Ya ampun, liat dia aja rasanya jadi gerah."
"Pacar asli gue tuh Raisa, liat sendiri kan bodynya sexy banget!. Itu baru namanya cewe cantik!"
Mia memejamkan matanya, saat mengingat semua kenangan buruk yang sebulan lalu dialaminya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, kembali fokus pada pelajaran sambil tersenyum riang.
🌷🌷🌷
Bel istirahat berbunyi, seluruh siswa keluar dari kelasnya masing-masing.
"Mia, mau ke kantin gak?" Laras bangkit dari kursinya, karena ia tidak sarapan perutnya jadi keroncongan.
"Hm... Gimana ya. Lagi mau mulai diet." Kekeh Mia.
"Wah, pasti dikit lagi hujan. Lo mau diet? Ga percaya ah!"
"Betul sekali, gue gak mau nyiksa diri. Yuk, ke kantin!"
Laras bersorak riang, ia jadi ada teman makan. Satu yang perlu diketahui, melihat Mia makan dapat membuat nafsu makan kita naik.
Saat berjalan ke kantin tanpa sengaja Mia berpapasan dengan Farel, Farel bersikap seolah tidak pernah mengenal Mia. Ia bersikap acuh sambil menggandeng pacarnya Raisa mesra.
Mia hanya tersenyum manis, sungguh ia tidak ingin perduli pada orang yang hanya menaruh luka padanya.
"Babe, coba lihat kakinya yang besar. Kira-kira berapa ya ukuran sepatunya?" Raisa mengejek saat berjalan melewati Mia.
Laras yang mendengar itu tersulut emosi "Hei, pecundang!"
Langkah Farel dan Raisa terhenti, mereka menoleh ke arah Laras dan Mia. Mia mengurut pangkal hidungnya, akan terjadi perang setelah ini.
"Siapa yang lo sebut pecundang?" Nada suara Farel dingin.
"Pacar lo itu, tolong mulutnya dijaga. Jangan sukanya nyinyir, hati gak sama dengan wajah. Busuk!"
"Kenapa lo yang ribut, yang disindir diam aja tuh!" Celetuk Raisa.
Mia benar-benar malas, ia sama sekali tidak tersinggung. Mia merangkul Laras "Apa yang ia bilang benar, tidak ada yang salah. Udah ya... kita ke kantin saja, gue udah lapar."
"Yah, makanlah yang banyak biar badan lo makin besar." Farel menyahut Raisa terkikik geli dan pergi, Laras sudah dibatas emosinya, dengan sekuat tenaga Mia menahan sahabatnya itu.
"Mia, apa-apaan seh... Jangan diem aja donk di bully gitu. Jadi kebiasaan!"
"Gue ga merasa di bully koq, nanti juga capek sendiri."
Laras hanya bisa pasrah menuruti keinginan Mia. Haris melihat kejadian itu mengepalkan tangannya, ia geram pada Farel yang bukannya minta maaf malah menambah masalah dengan Mia.
Please rate, vote dan likenya yach!
Sertakan commentnya agar aku lebih baik lagi, Enjoy!
Dibalik pohon rindang terdapat dua insan yang sedang mabuk asmara, mereka bercumbu seolah tidak ada hari esok. Bibir yang saling bertaut menimbulkan bunyi saat lidah itu membelit.
"Hhmmm." Si wanita mendesah menikmati permainan sang lelaki, tangannya bergerilya menjamah setiap lekuk tubuhnya. Meremas dengan lembut ketika sampai di puncak gunung kembar wanita itu.
"Cari kamar hotel sana, klo ga mampu gue bayarin!"
Pasangan itu terkesiap mendengar seseorang yang memergoki mereka.
"Shit, apa mau lo sih Har??" Farel mengumpat kesal.
Raisa sibuk merapikan bajunya sambil menunduk malu. Farel membisikkan sesuatu kemudian ia pergi.
"Tunggu aku di apartement pas pulang sekolah ya, sana ke kelas!" Sebelum itu Farel mengecup pelipis Raisa.
Haris berdecak jijik. "Ck, cewe modelan Raisa lo suka... Lo gak tau aja dia barang bekas."
"Jaga mulut lo, sok tau!"
"Nanti juga lo tau sendiri tanpa gue bongkar kedoknya di depan lo."
Farel tak menghiraukan, ia sibuk menyalakan sebatang rokok di antara jepitan jarinya.
"Gue ga kaya lo yang suka kasur berjalan." Farel menghembuskan asap lewat hidungnya.
"Brengsek lo! Klo ga suka, jangan bikin anak orang sakit donk!"
"Dia ga terlihat sakit tuh, kayanya juga kejadian kemarin ga berpengaruh." Farel merasa sedikit kesal, jauh di dalam hatinya. Merasa pendekatannya tidak menaruh dampak apa-apa pada Mia yang selalu riang.
Farel akui, Mia sosok yang enak di ajak berbagi cerita. Cerdas dan tidak sensitif, ia merasa jadi diri sendiri ketika itu. Namun egonya bangkit saat Mia biasa saja. Mia tidak marah saat Farel ketahuan membohonginya.
"Gue lebih tau dia kaya gimana, dia bukan cewe manja dan cengeng macam pacar lo."
Farel terkekeh "Tinggal bilang aja seh klo lo suka dia, ambil gue ga butuh!"
"Susah ngomong sama tembok kaya lo." Haris memilih pergi dari pada berujung adu tinju dengan sahabatnya itu.
Farel tertawa miris melihat kepergian Haris.
🌷🌷🌷
"Bye big girl, besok kita jelong-jelong ke mall ya." Laras melambaikan tangan perpisahan. Karena sudah waktunya pulang sekolah.
Mia tertawa kecil "Liat besok ya! Gue gak janji."
Mia akan memasuki mobil namun terhenti kala namanya dipanggil.
"Mia!"
"Haris... ada apa?"
"Besok ada waktu ga? Anterin gue ke toko buku."
Mia berfikir sejenak, mungkin besok bisa sekalian pergi dengan Laras.
"Ok, pulang sekolah ya." Mia memastikan sambil tersenyum manis.
"Gue suka liat senyum lo." Haris keceplosan
"Hah?" Mia seperti mendengar sesuatu yang aneh.
"Ngga, maksud gue... Udah ya gue pulang dulu." Haris langsung melesak pergi dengan wajahnya yang merah padam.
Mia hanya memandang penuh tanya sambil menggelengkan kepalanya. Di lain tempat Farel melihat interaksi Mia dan Haris, timbul rasa kesal.
"Ngapain gue ngurusin dia?" Farel melajukan mobilnya meninggalkan sekolah.
🌷🌷🌷
Sore itu cuaca agak mendung, langit yang menghitam menandakan akan turun hujan. Farel membawa mobilnya dengan kecepatan sedang, saat di persimpangan jalan mobilnya dihadang oleh 2 motor besar.
Farel terkejut, ia ketakutan bahwa pengemudi motor itu begal. Salahnya memilih jalan yang sepi, niatnya memotong jalan agar cepat sampai apartement.
"Aduh, mana 3 orang. Gue pasti kalah." Batin Farel.
Tok tok tok
Kaca mobil diketuk dengan keras, Farel menegang. Ia menahan nafas dalam ketika suara salah satu begal itu terdengar.
"Turun!!! Klo ga mau kaca mobil lo gue ancurin."
Please rate, vote dan likenya yach!!
Tinggalkan jejakmu berupa komentar agar aku lebih baik lagi, Enjoy!!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!