"Naomi di mana suamimu? apakah dia tidak ke sini? ini kan tujuh bulan kandunganmu?." tanya nyonya Widuri kepada putri semata wayangnya.
Yah malam ini adalah hari peringatan tujuh bulan kehamilan Naomi Tias Widuri. Acara di laksanakan di kediaman tuan Subroto dan nyonya Widuri selaku kedua orang tua Naomi.
Acara tampak meriah dan ramai, namun tidak dengan hati Naomi, dari tadi siang Naomi mencoba untuk menghubungi suaminya yaitu Hendra Malik Ahmad, namun ponsel tidak aktif.
"Mungkin sebentar lagi mas Hendra datang ma, tadi pagi Naomi juga sudah bilang kok sama mas Hendra kalau malam ini kita akan mengadakan acara tujuh bulanan."
"Ah suamimu itu memang susah kalau di ajak kumpul keluarga, apa lagi acara-acara begini, mana dia akan datang." nyonya Widuri yang sedikit kesal dengan menantunya tersebut.
"Mungkin mas Hendra sedang ada meeting ma, makannya telat."
"Ah bela terus itu suami kamu, ya sudah mama mau menemui para tamu undangan dulu, kamu hubungi lagi si Hendra." nyonya Widuri yang mengusap pundak Naomi lalu berjalan pergi.
Naomi kembali membuka sebuah aplikasi warna hijau di ponselnya untuk menghubungi suaminya. Namun lagi-lagi tidak ada jawaban dari Hendra.
"Aduh kamu di mana sih mas.. kenapa ponselmu tidak aktif, padahal semua keluarga sudah menunggu mu, jika seperti ini mama dan papa akan semakin tidak suka kepada mu." gerutu Naomi terus menatap ke layar ponsel.
Setelah menunggu hampir satu jam lebih, akhirnya acara tujuh bulanan dan pengajian di mulai, karena hari juga semakin larut malam. Kini Naomi hanya diam menunduk ia merasa kecewa di hari perayaan tujuh bulan tanpa suami di sampingnya.
Waktu sudah menunjukan pukul 9 malam, dan acara pun berjalan dengan lancar, semua para tamu undangan dan keluarga Naomi satu persatu sudah meninggalkan kediaman tuan Subroto.
Naomi dari tadi masih menatap ke arah ponselnya yang tidak memperlihatkan tanda-tanda balasan dari Hendra.
"Sudah malam, lebih baik tidur di sini saja." ucap tuan Subroto lalu duduk di depan putrinya.
"Tidak pa.. nanti mas Hendra akan marah jika Naomi tidak ada di rumah."
"Naomi-Naomi kenapa sih kamu masih memikirkan suamimu itu, suamimu saja tidak perduli dengan mu."
"Pa.. bukankah papa yang bilang bahwa surga Naomi terletak pada suami, papa juga yang bilang Naomi harus patuh kepada suami."
Tuan Subroto seketika menghela nafas cukup panjang. "Baiklah.. hati-hati kalau pulang, hubungi papa jika sudah sampai rumah." ucap tuan Subroto.
Naomi hanya mengangguk pelan, lalu beranjak berdiri dari tempat duduk bersiap untuk pulang.
Sepanjang jalan Naomi tidak sadar jika dia ketiduran di dalam mobil, hingga pak Wicak selaku sopir pribadinya membangunkannya.
"Nyonya.. nyonya.." Pak Wicak yang sedikit menepuk tangan Naomi.
Naomi yang mendapat sentuhan di tangannya seketika membuka matanya. "Eh iya pak."
"Sudah sampai nyonya." ucap pak Wicak.
"Oh iya..." Naomi seketika berjalan dengan pelan sambil memegangi perut buncitnya turun dari dalam mobil.
"Hati-hati nyonya." pak Wicak yang mencoba membantu majikannya.
Setelah keluar dari dalam mobil, Naomi mengedarkan pandangannya menatap ke halaman rumah, di sana Naomi melihat belum ada mobil suaminya.
"Apakah mas Hendra belum pulang juga?." ucap Naomi pelan sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
Di depan pintu Naomi sudah di sambut oleh bik Irma selaku Art di rumah tersebut. Bik Irma mendekat ke arah Naomi sambil membawakan tas yang di tenteng oleh Naomi.
"Apakah bapak belum pulang bik?." tanya Naomi.
"Belum nyonya.. dari tadi rumah ini sepi, hanya ada saya dan pak Leman saja." jawab bik Irma.
Naomi seketika menarik nafasnya dengan berat. "Ya sudah siapkan saya teh hangat ya, dan antar ke atas." perintah Naomi.
"Baik nyonya."
Naomi seketika merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur, sambil mengusap perut yang semakin hari semakin membesar.
"Kenapa daddy mu sekarang berubah ya sayang? apakah kamu juga merasa? apa ini cuman perasaan mommy aja? iya mungkin perasaan mommy saja, kita tidak boleh berfikir jelek tentang daddy, pasti daddy sedang sibuk mencari uang untuk kita." ucap Naomi yang berbicara dengan utun di dalam perut.
Hari semakin larut malam, hingga waktu sudah menunjukan pukul 12 malam, Naomi belum juga merasa mengantuk, cemas dan gelisah menjadi satu. Beberapa bulan ini Hendra kerap pulang larut malam, bahkan sampai pagi hari menjelang subuh. Ingin sekali rasanya Naomi mencari tahu apakah benar suaminya itu sibuk lembur di kantor, atau malah melakukan hal yang aneh-aneh di luar sana.
Dari arah jendela kamar, terlihat ada sorotan cahaya, Naomi bisa menebak jika itu adalah sorotan cahaya mobil suaminya. Masih di posisi yang sama Naomi memiringkan tubuhnya menatap ke arah jendela dan membelakangi pintu kamar. Tidak lama pintu kamar pun terbuka. Naomi yang dari tadi membuka mata seketika langsung memejamkan matanya.
Dari lubuk hati yang paling dalam ingin sekali Naomi mengatakan, dari mana? kenapa pulang larut malam sekali? apa kamu lupa hari ini hari apa? namun niatan itu enggan untuk di lakukan nya, karena Naomi tahu pertanyaan itu akan menjadi pertengkaran di antara mereka berdua.
Saat Hendra masuk ke dalam kamar, Naomi bisa mencium aroma parfum seorang wanita. Apa lagi saat Hendra mendekat mencium pipi Naomi, aroma parfum itu semakin jelas menusuk hidungnya.
Kini perasaan Naomi semakin campur aduk, karena Naomi tahu betul aroma parfum suaminya tidak seperti itu. "Dari mana kamu mas? kenapa ada bau parfum wanita menempel di tubuhmu?." ucap Naomi di dalam hati.
Naomi yang terus berfikiran negatif tentang suaminya mencoba untuk tenang. Ia tidak mau pikiran-pikiran buruk itu mempengaruhi kandungannya. Apa lagi kandungannya sekarang semakin besar, Naomi tidak ingin anak yang ada di dalam kandungannya ikut stres akibat ibunya.
Saat Naomi mulai terlelap tidur, tiba-tiba ia kembali terbangun, saat mendengar suara suaminya yang sedang berbicara dengan seseorang lewat telfon.
"Iya sayang, besok aku akan kesana lagi, tapi agak sorean ya?."
Deg..
Pikiran yang tadinya sudah tenang kini kembali amburadul saat Naomi mendengar suaminya berbicara dengan kata sayang kepada seseorang di telfon.
"Sayang? siapa yang mas Hendra panggil sayang malam-malam begini?." Naomi terus memperhatikan percakapan suaminya.
"Udah dulu ya, mas capek mau tidur." ucap Hendra lagi.
Naomi mendengar Hendra kembali meletakan ponsel di atas meja, lalu merebahkan tubuhnya di samping Naomi. Kini Hendra memeluk Naomi dari samping, sesekali mengusap perut buncit Naomi.
"Selamat bobok anak daddy.." ucap Hendra lalu memejamkan matanya.
Pagi hari yang amat cerah, Naomi sudah lebih dulu bangun untuk menyiapkan sarapan dan membuatkan kopi untuk suaminya. Walaupun Naomi mempunyai seorang Art, dia tetap ingin melayani suaminya selayaknya istri pada umumnya.
"Biar aku saja bik yang membuatkan kopi mas Hendra."
Bik Irma seketika mengangguk lalu memberikan sebuah cangkir dan kopi kepada Naomi, lalu kembali merapikan makanan di atas meja makan.
Dari lantai dua, Naomi melihat suaminya sudah bangun dan berjalan menuruni anak tangga sambil menenteng tas kerjanya. Naomi yang melihat suaminya sedikit heran, karena hari ini adalah hari minggu kenapa suaminya sangat rapi seperti ingin pergi ke kantor. Naomi pun berjalan menuju ke meja makan sambil membawa secangkir kopi.
"Loh mas, bukannya hari ini hari minggu, kok kamu pakai jas?." tanya Naomi.
Hendra semakin mendekat ke arah Naomi, dan dengan cepat Naomi menarik kursi untuk suaminya.
"Iya sayang.. hari ini aku ada meeting lagi mendadak, sebenarnya malas, karena hari minggu adalah hari keluarga, tapi bagaimana lagi, aku sebagai direktur yang menggantikan mu di perusahaan papa harus siap dalam menyelesaikan pekerjaan." jelas Hendra.
Naomi yang sebenarnya merasa tidak puas dengan jawaban suaminya hanya mengangguk pelan, lalu ia duduk di kursi tepat berada di depan Hendra.
"Mas.." panggil Naomi.
Hendra yang sedang fokus menatap ponselnya seketika menatap ke arah Naomi. "Iya sayang.."
"Apa kamu lupa kemarin hari apa? bukankah aku sudah memberi tahu mu dari pagi."
Hendra yang mendengar ucapan Naomi sedikit berfikir mencoba mengingat-ingat kemarin hari apa. "Astaga.. aku lupa sayang.. aku lupa kalau tadi malam adalah tujuh bulan kehamilan mu."
"Padahal aku, mama, dan papa sudah menunggu di sana, tapi kamu gak datang mas." Naomi yang menunjukan muka sedih.
Hendra yang melihat ekspresi istrinya seketika beranjak berdiri dan mendekat ke arah istrinya. "Maaf ya sayang.. maaf banget, tapi itu kan tidak di sengaja, karena aku terlalu fokus bekerja, jadi aku lupa." Hendra yang berdiri di belakang Naomi dan sesekali mencium kepala Naomi.
Naomi yang mendengar suaminya terlihat tulus untuk meminta maaf seketika mengangguk pelan.
Hendra yang mendapat permintaan maaf dari istrinya seketika tersenyum, lalu sedikit menunduk sambil mengusap perut istrinya.
"Aduh jagoan daddy.. maaf ya sayang, tadi malam daddy ngga ikut perayaan tujuh bulan kamu, lain kali daddy akan sigap di samping kalian, love you." Hendra yang mencium perut Naomi.
Naomi yang mendengar ucapan Hendra seketika tersenyum. "Iya daddy, ya sudah di minum dulu itu kopinya, keburu dingin."
Hendra kembali duduk di kursinya, lalu menikmati kopi di atas meja. "Siapa yang buat kopi ini sayang?." tanya Hendra.
"Kenapa sayang? ngga enak ya?."
"Sedikit kurang manis sih.." jawab Hendra.
Dengan sigap Naomi segera berdiri."Benarkah? aku buatkan yang baru ya?."
"Tidak.. tidak perlu sayang.. kamu duduk saja, biar Irma yang membuatkan nya." ucap Hendra.
Naomi yang mendapat tolakan dari Hendra seketika hanya mengangguk pelan dengan raut wajah yang sedikit kecewa, ternyata kopi buatannya tidak di sukai oleh suaminya.
"Tidak begitu sayang.. kopinya enak kok, cuman kurang manis saja, tapi kamu ngga perlu repot-repot untuk membuat lagi, kan ada Irma, nanti kamu capek." Hendra yang melihat raut wajah Naomi seketika berubah.
Setelah sarapan selesai, Hendra segera pamit untuk pergi ke kantor walaupun hari itu adalah hari minggu. Naomi sebagai seorang istri mengantarkan suaminya hingga ke depan rumah.
"Ya udah aku pamit dulu ya sayang, jangan capek-capek, biar Irma yang mengerjakan pekerjaan rumah, kamu istirahat saja."
"Iya mas.. oh ya aku lupa ingin ngasih tahu kamu."
"Ngasih tahu apa?." tanya Hendra.
"Minggu depan sudah jatahnya aku USG, kamu bisa kan nemenin aku ke rumah sakit?."
Hendra membelai rambut Naomi dengan sangat lembut. "Tentu bisa dong sayang, pasti akan aku temani, kamu tenang saja."
"Beneran loh mas, nanti kamu lupa lagi."
"Iya.. nanti kalau lupa, ingatkan lagi."
Naomi hanya mengangguk pelan lalu mencium tangan suaminya.
Mobil berwarna putih kini sudah melaju pergi meninggalkan halaman rumah, dan Naomi kembali masuk ke dalam rumah. Sebenarnya Naomi sedikit curiga dengan suaminya, karena tidak biasanya Hendra pergi ke kantor di hari minggu.
"Apa benar mas Hendra ada meeting di hari minggu? apa jangan-jangan.. ah Naomi berhenti berfikiran negatif tentang suamimu, itu dosa." Naomi seketika menjatuhkan tubuhnya ke sebuah sofa lalu menikmati acara TV.
Tidak terasa hari pun semakin sore, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Naomi yang sedang membuat jus alpukat di dapur seketika menatap ke arah jam dinding.
"Sudah jam empat, kok mas Hendra belum juga pulang? apa dia akan pulang larut malam lagi?." Naomi seketika teringat dengan seseorang yang di panggil suaminya dengan sebutan sayang tadi malam.
Saat Naomi sedang duduk di meja makan sambil menikmati jus alpukat, tiba-tiba dari arah kamar Art, Naomi melihat bik Irma berjalan ke arah nya sambil menenteng tas. Naomi melihat bik Irma tampak begitu rapi bahkan menggunakan riasan wajah.
"Mau ke nama bik? kok rapi bener?." tanya Naomi.
"Ah iya nyonya saja mau minta izin secara mendadak, kalau sore ini di rumah saya sedang ada acara, tidak lama nanti malam saya sudah kembali lagi."
"Acara.. acara apa?."
"Itu nyonya biasa arisan ibu-ibu." jawab bik Irma.
Naomi yang melihat pakaian yang di kenakan Irma sedikit terbuka menjadi sedikit aneh. Tidak biasanya Irma mengunakan pakaian terbuka seperti itu, yah walaupun umur Naomi dan Irma tidak terpaut terlalu jauh, sedikit tua Irma tiga tahun. Irma adalah Art baru di tempat Naomi, mungkin baru sekitar tiga bulanan yang di carikan oleh orang tua Naomi. Karena Irma lebih tua tiga tahun dari Naomi, maka dari itu Naomi memanggilnya dengan sebutan bik, karena sudah terbiasa dulu saat memanggil Art-Art di rumah kedua orang tuannya dengan sebutan bik.
"Ya sudah, hati-hati tapi jangan sampai larut malam ya, nanti di cariin bapak, karena saya juga di rumah sendiri." ucap Naomi.
"Iya nyonya.. hanya sebentar, setelah arisan selesai, saya akan segera pulang."
Naomi hanya mengangguk, dan Irma pun berjalan keluar dari dalam rumah sambil menenteng tas kecil berwarna putih. Saat Irma berjalan meninggalkan Naomi, tiba-tiba parfum yang Irma kenakan tercium oleh Naomi. Naomi merasa tidak asing dengan bau parfum tersebut.
"Kenapa aroma parfum bik Irma seperti aroma parfum yang ada di baju mas Hendra, apakah aku tidak salah..." Naomi yang kembali teringat aroma parfum yang menempel di kemeja suaminya.
"Ah.. mungkin penciuman ku saja yang bermasalah, secara aku kan sedang hamil." Naomi yang mencoba berfikir positif karena selama hamil penciuman Naomi sedikit sensitif.
Matahari yang tadinya masih terlihat cerah, kini telah terbenam sempurna. Di dalam kamar Naomi terus menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul tujuh malam.
"Apa maksud akal di hari minggu kantor masih buka sampai jam segini, sepertinya dulu waktu aku masih menjadi direktur di perusahaan papa tidak pernah bekerja di hari minggu, apa lagi sampe larut malam."
Naomi seketika teringat dengan seseorang yaitu Sindi selaku sekretaris suaminya di kantor, sebelum menjadi sekretaris suaminya, dulu Sindi juga sekretaris pribadinya. Naomi yang teringat dengan Sindi seketika meraih ponsel di atas meja.
"Kenapa aku tidak menghubungi Sindi saja, dan tanya dengannya."
Naomi mencoba menghubungi Sindi, dan tidak lama telefon pun di angkat.
"Selamat malam bu Naomi, ada yang bisa saya bantu?." tanya Sindi.
"Halo sin.. iya aku mau tanya, apakah mas Hendra masih ada di kantor?."
"Hah?." Sindi yang sedikit kebingungan. "Sebentar.. bukankah ini hari minggu ya buk, seharusnya semua atasan dan karyawan yang lainnya libur."
"Loh kata mas Hendra tadi pagi dia ada meeting mendadak, seharusnya kamu sama dia dong."
"Maaf buk setiap hari minggu semua karyawan harus off begitu pun dengan pak Hendra, dan hari minggu tidak ada jadwal apapun untuk pak Hendra, termasuk meeting." jelas Sindi.
"Hah.." Tidak hanya Sindi, bahkan Naomi pun menjadi bingung, lalu kalau tidak meeting kemana suaminya. "Jadi sekarang kamu di mana Sin?." tanya Naomi.
"Saya sedang berada di Bogor buk, untuk menghadiri acara keluarga."
Naomi seketika mengusap jidat nya. Ia benar-benar merasa pening. "Oh begitu.. ya sudah aku hanya mau tanya saja, maaf ya Sin sudah mengganggu waktu kamu bersama keluarga."
"Tidak apa-apa buk.. selamat malam dan selamat istirahat." ucap Sindi dan Naomi pun hanya membalas terimakasih lalu mematikan sambungan telfon.
Naomi kembali meletakkan ponsel di atas meja, lalu duduk di ujung ranjang tempat tidur. "Apakah mas Hendra membohongiku? pantas saja aku merasa ada yang menjanggal, tidak biasanya dia pergi ke kantor di hari minggu, lalu kamu ke mana mas jika tidak ke kantor?." Naomi yang tiba-tiba merasa kesal karena di bohongi.
Naomi yang merasa sangat suntuk dan panas di dalam kamar meskipun AC sudah ia nyalakan mungkin karena ia emosi suasana menjadi panas, ia pun mencoba untuk keluar dari dalam kamar.
Naomi melihat rumah terlihat sepi. Bahkan tidak melihat wujud Irma, biasanya jam segini Irma sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam atau membersihkan beberapa pekerjaan yang belum kelar.
"Apa bik Irma juga belum pulang? padahal ini sudah jam tujuh lebih, gimana sih.." Naomi yang semakin merasa kesal.
Naomi terus berjalan menuju ke pintu depan, ternyata di luar rumah ada pak Wicak dan pak Leman tukang kebun di rumah tersebut sedang ngopi sambil main catur.
Pak Leman yang melihat majikannya keluar dari rumah malam-malam sedikit terkejut. "Nyonya.. apa nyonya perlu sesuatu?." Pak Leman yang beranjak berdiri lalu di ikuti oleh pak Wicak.
"Tidak pak.. apa bik Irma belum pulang ya? padahal ini sudah malam."
"Irma.. saya.. saya tidak tahu itu nyonya." jawab pak Leman. "Memangnya Irma tadi keluar ya? saya kira malah ada di dalam rumah."
"Sepertinya belum nyonya, saya tahu tadi dia keluar, dan bilang sama saya jangan kunci pintu gerbang dulu sebelum dia pulang." sahut pak Wicak.
"Loh memang pak Agus kemana, kok bapak yang jaga gerbang?." tanya Naomi tentang pak Agus security di rumah tersebut.
"Oh itu nyonya pak Agus sedang libur hari ini, katanya istrinya mau melahirkan." jawab pak Wicak.
"Kok saya ngga tahu kalau pak Agus libur?."
"Katanya sudah izin sama pak Hendra nyonya, makanya tidak izin dengan nyonya."
Naomi yang mendengar ucapan pak Wicak hanya mengangguk pelan.
"Ya sudah.. nanti kalau Irma sudah pulang bilang sama dia suruh buat bubur ayam ya pak, dan suruh antar ke atas..." perintah Naomi.
"Baik buk.." sahut pak Wicak.
Naomi kembali masuk ke dalam rumah sambil memegangi perut besarnya.
"Duh kasihan ya nyonya Naomi, apa ngga sebaiknya kamu bilang saja." ucap pak Wicak kepada pak Leman.
"Duh saya ndak berani kang.. takutnya fitnah, toh saya juga gak punya bukti.."
Pak Wicak seketika menarik nafasnya panjang. "Ya iya sih.. saya jadi kamu pasti juga takut."
"Saya yakin suatu saat nyonya Naomi juga akan tahu kang tanpa kita beri tahu."
Pak Wicak yang mendengar ucapan pak Leman hanya mengangguk-ngangguk. Lalu kembali fokus pada papan catur di depannya.
Tidak terasa ternyata Naomi ketiduran di kamar, ia terbangun karena ketokan pintu di kamarnya.
"Iya masuk.." teriak Naomi dengan suara sedikit sendu.
"Maaf nyonya, baru saya buatkan bubur jam segini.." Irma yang masuk ke dalam kamar Naomi sambil membawa nampan yang berisi semangkok bubur ayam dan susu.
"Bik ini sudah jam berapa? kenapa baru pulang? saya sudah nunggu dari tadi loh.." Naomi yang sedikit kesal.
"Maaf nyonya.. tadi jalannya macet, jadi agak telat." jawab Irma.
"Ya sudah lain kali jangan di ulangi lagi, saya ngga mau ya punya Art suka keluyuran di luar bahkan sampai pulang malam."
"Iya nyonya, saya tidak akan mengulanginya lagi."
"Ya susah mana bubur nya, anak saya sudah kelaparan di dalam perut."
Naomi kini sudah duduk di atas ranjang tempat tidur, dengan bantal menjadi sandaran nya. Irma seketika memberikan semangkok bubur ayam kepada Naomi.
Saat Irma memberikan bubur ayam kepada Naomi, Naomi menjadi salah fokus dengan bekas merah yang berada di leher Irma, tidak hanya satu, bahkan ada beberapa bekas merah di sana. Tanpa di jelaskan itu bekas apa, Naomi sudah tahu bahwa itu adalah bekas cup*ng.
Irma yang mendapat tatapan dari Naomi seketika langsung menutup bekas merah itu dengan telapak tangannya.
"Kalau begitu saya keluar dulu nyonya.. jika membutuhkan sesuatu nyonya bisa panggil saya." Irma yang berjalan pergi keluar dari dalam kamar begitu saja.
Naomi tidak menjawab ucapan dari Irma. Naomi tahu betul sebelum Irma tadi sore berpamitan untuk pulang, bekas merah itu belum ada. Naomi benar-benar semakin di buat pusing, walaupun Irma hanya sebatas Art di rumah tersebut, setahu Naomi Irma belum menikah, dan Naomi tidak mau jika pekerja di rumahnya berbuat yang tidak-tidak di luar sana dan mempengaruhi nama baiknya.
"Belum kelar mas Hendra yang membohongiku, sudah ada bik Irma yang semakin membuat aku pusing..." gerutu Naomi.
Dari dalam kamar Naomi mendengar suara suaminya dari lantai bawah. Naomi tidak sabar untuk menginterogasi suaminya kemana saja dia hari ini kalau tidak pergi ke kantor.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!