"Tisya, nanti kamu kalau ke sekolah jangan bawa motor ya."
"Kenapa yah?" Tanya Tisya.
"Mau dipinjam Om Juan."
"Juan lagi Juan lagi, kenapa ga beli motor sendiri sih, kalau pinjam lebih dari tiga kali tuh tandanya butuh, harus beli." Omel Nia ibu Tisya.
Semua keluarga sudah berkumpul di meja makan. Nia mengolesi beberapa lembar roti tawar dengan selai nanas dan kacang lalu memasukkan ke dalam kotak bekal.
"Buat bekal ke sekolah, jangan jajan sembarangan."
Tisya memasukkan kotak bekal ke tas sekolahnya lalu melahap nasi telur di piringnya.
"Emangnya Om Juan mau kemana yah?" tanya Tisya
"Ga tau, tapi keliatannya Ratih mau pulang palingan buat jemput Ratih."
Setelah sarapan selesai, Tisya pamitan lalu mengambil kunci mobil ayahnya. Ini adalah kali pertama Tisya mengendarai mobil ke sekolah.
"Hati-hati Tis jangan sampai lecet." Pesan Ayah
"Siap bos." jawab Tisya sambil hormat tangan.
...----------------...
Tok.. tok...
Pintu kamar terbuka dan keluar lah seorang pria dengan seragam rapi khas guru SMA.
"Pak ada telepon dari tuan."
Bian meraih ponsel dari tangan pembantunya lalu menjawab telepon papanya
"Halo pa ada apa?"
"Ponsel kamu kemana kok dari semalem ga bisa dihubungi?"
"Ponsel Bian lowbat pa, ini baru Bian nyalain."
"Ya sudah papa kira kamu kenapa, papa sama mama nanti sore mau pulang, tolong kamu jemput di bandara ya."
"Iya pa, nanti biar dijemput Amin."
"Papa nyuruhnya kamu bukan Amin, ada yang mau papa bicarakan."
"Hmmmhh iyaaa."
Bian memutuskan saluran teleponnya lalu ia berjalan ke meja makan. Berbagai menu makanan sudah siap disajikan. Bian meraih piring lalu mengambil setengah centong nasi goreng dan tiga paha ayam.
Selesai sarapan Bian memanggil para pembantunya dan menyuruh mereka menghabiskan sarapan di meja.
"Nanti sore mama papa pulang."
Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Bian, namun para pembantu paham apa yang harus mereka kerjakan.
...****************...
"Kringgggg.......... "
"Baris-baris semua berbaris ke lapangan." ucap beberapa anggota OSIS sambil berlari.
Semua siswa berlari ke lapangan lalu berbaris sesuai kelasnya.
"Ada apa sih kok tumben semua dikumpulin di sini? "
"Ga tau juga gue." Jawab Vio.
"Cek... cek." Seorang guru berdiri di depan
"Selamat pagi anak-anak, sengaja saya mengumpulkan kalian di sini. Sebelumnya perlu kalian ketahui bahwa Pak Agus selaku guru BK sekarang sudah pensiun, dan untuk sementara saya yang akan menggantikan posisi Pak Agus."
"Hah OMG Pak Bian jadi guru BK?" Ucap Vio
"OMG OMG, gue mau tiap hari masuk BK kalau gurunya Oppa Bian my darling." ucap Farah.
"Yeee kalian mah." ucap Tisya sambil sedikit mendorong pundak Farah hingga Farah jatuh sambil menarik tangan Vio dan Vio menarik rok Tisya. Mereka berada di barisan belakang dan jatuh bersamaan.
"Ada apa di belakang ribut-ribut?" Tanya Bian.
Dua anggota OSIS berjalan ke belakang dan menyuruh mereka bertiga untuk maju ke depan.
"huuuuuuu."
"Stop stop." Bian menyuruh diam para siswa yang menyoraki mereka.
Tisya, Vio, dan Farah berbaris di samping Bian. Bian berjalan di hadapan mereka dan berhenti di hadapan Tisya.
"Apa ini?" Bian menunjuk pipi Tisya.
"Blush on pak." Jawab Tisya.
"Apa? Blush on? kamu itu mau sekolah apa mau ke pesta? ini lagi apa?" Bian menunjuk beberapa helai rambut Tisya yang keluar dari pinggir pipinya.
Bian menahan mereka bertiga untuk tetap di sampingnya, setelah sepuluh menit Bian menyuruh semua siswa kembali ke kelas kecuali ketiga orang tersebut.
"Kamu dan kamu tetap di sini, ambil sapu di pojok sana bersihkan lapangan ini, dan kamu ikut saya." Bian berjalan duluan sedangkan mereka bertiga masih diam di tempat.
"Ihh ini gara-gara lo sih." ucap Farah
"kok gue?"
"Udah-udah buruan."
Tisya berjalan ke kantor BK, setibanya di depan kantor ia takut untuk masuk.
Bian tiba-tiba keluar lalu menyuruh Tisya untuk masuk.
"Duduk." Perintah Bian.
Tisya duduk di kursi hadapan Bian.
"Latisya Andini." Ucap Bian
"Iya pak, saya."
Bian tersenyum sedikit lalu menatap Tisya yang terus menunduk. Bian mengambil tisu basah dari laci meja lalu memberikan pada Tisya.
"Bersihkan wajah kamu."
Tisya mengambil tisu tersebut lalu hendak pergi ke kamar mandi.
"Di sini." Tegas Bian.
Tisya mengambil selembar tisu lalu mengusapkan ke wajahnya.
"coba lihat." ucap Bian
Tisya menunjukkan tisu bekas ke Bian. Terlihat tisu tersebut terdapat warna pink pink.
"Sudah pak." Ucap Tisya.
"Rapikan jilbab kamu." Perintah Bian lagi.
"Hijab itu jangan buat main-main, pakai yang benar dan rapi, jaga mahkota kamu."
setelah jilbab Tisya rapi Bian tidak menyuruh Tisya keluar begitu saja, ia menyuruh Tisya membersihkan kamar mandi di kantor guru dan setelah selesai baru Tisya boleh pergi.
"Huhh dasar Pak Bian keterlaluan banget." Ucap Tisya sambil duduk di samping Vio dan Farah.
"Lo mah enak dihukum di ruangan, lah kita di lapangan dilihat banyak orang, malu dong kitaaaa huwaaaaaa." Ucap Vio
"Enak dari mananya, gue disuruh bersihin kamar mandi guru cuy mana bau banget, iyuhhhh apa ga pernah dibersihin tuh kamar mandi."
Kriiiinggggggg....
Bel istirahat berbunyi. Mereka bertiga pergi ke kantin dan memesan es serta bakso.
.
.
Sore harinya Bian menjemput papa mamanya di bandara.
"Mah pah." panggil Bian.
Bian melajukan mobilnya dan berhenti di salah satu restoran bintang lima.
"Bi gimana?"
"Apanya pah?"
"Masalah tadi yang papa bicarakan di mobil."
"Bian belum siap menikah pah."
"Usia kamu sudah hampir 30 loh Bi." Ucap Mayang, ibu sambung Bian.
Pesanan mereka tiba, Bian langsung menyeruput minuman pesanannya.
"Papa tahu kamu itu bukan belum siap menikah, tapi kamu hanya belum siap melanjutkan perusahaan papa." Ucap Arta.
"Yaaahhh papa tahu sendiri kan, Bian ga suka terjun di dunia bisnis pa."
"Kamu kan bisa belajar Bi, anak teman mama ada kok yang bisa ngajarin kamu." Ucap Mayang.
"Siapa ma?" Tanya Arta.
"Sonia."
"Ga mau." Jawab Bian.
"Dia itu pinter lo Bi, dia cantik, tubuhnya bak model luar negeri, cekatan, sopan."
Bian yang tadinya sedang makan tiba-tiba meletakkan sendoknya dan membuat Mayang berhenti bicara.
"Mama." Ucap Arta.
Arta mengeluarkan selembar kertas dari tasnya dan menunjukkan ke Bian.
"Bian sudah baca pa."
"Kamu baca dimana?"
"Di laptop papa, kebetulan Bian ga sengaja buka laptop papa, tiba-tiba muncul dokumen itu."
"Terus bagaimana pendapat kamu? kamu mau?"
"Entahlah Bian pikirkan dulu."
"Papa tunggu jawaban kamu besok pagi, kalau kamu ga jawab berarti papa anggap kamu mau." ucap Arta.
Mayang yang sedang menikmati spagetinya merasa ada yang disembunyikan dari mereka.
"Ada apa mas?" tanya Mayang.
Arta maupun Bian tidak menjawabnya, mereka kembali menyantap hidangan di hadapannya hingga habis.
"Tis kamu dandan yang rapi ya nanti malam mau ada tamu." Ucap Nia
"Dandan yang cantik gimana bu kan biasanya juga gini." Jawab Tisya.
"Ya yang lebih spesial aja, soalnya tamunya juga spesial." Ucap Nia.
"Emangnya siapa yang mau kesini? Pak Presiden?" Tanya Tisya.
Nia tersenyum kemudian keluar dari kamar Tisya.
"Emangnya Gue ga cantik ya kok ibu suruh gue dandan cantik."
Tisya kemudian berdiri di depan cermin sambil muter-muter.
"Gue cantik kok, body gue juga kaya gitar Spanyol, cuma ga banyak yang tau aja."
Ya, Jika keluar rumah Tisya selalu memakai baju yang longgar dan berhijab. Ia mulai menggunakan hijab setelah ia lulus smp. Baginya menggunakan hijab lebih nyaman dari pada menggunakan pakaian yang terbuka sebab itu dapat mengundang hawa nafsu lawan jenis.
Tisya keluar kamar dengan gamis berwarna hitam dipadukan dengan jilbab pashmina maroon.
"Assalamualaikum." Ucap seseorang dari luar.
"Waalaikumsalam, masuk masuk." Jawab ayah Tisya.
Nia dan Tisya keluar menemui tamunya lalu bersalaman.
"Ini Tisya ya, udah gede sekarang." Ucap Arta
"Iya Ta, udah prawan hahaha." jawab ayah Tisya.
"Silahkan duduk jeng." Ucap Nia pada Mayang.
Mayang melihat seisi rumah Tisya dan membuat Nia tidak suka. Sebab tatapan mata Mayang sedikit tidak enak.
"Gimana kabar kamu, Pras?"
"Ya gini gini aja Ta, pagi kerja malam istirahat."
Pras dan Arta berbincang-bincang soal bisnisnya sedangkan Mayang dari tadi asik main hp sambil senyum-senyum. Sebenernya Arta sudah memberi kode pada Mayang namun Mayang tidak menggubris.
"Jeng Mayang dicicipi kuenya, ini buatan saya sendiri loh." Ucap Nia.
"Oh iya nanti saya cicipi, makasih ya." Jawab Nia.
"Buk mereka siapa?" Bisik Tisya.
"Calon mertua kamu?"
"Haaahhh." Tisya kaget dan tanpa ia sadari suaranya dapat didengar Arta dan Pras.
"Ada apa Tis?" Tanya Pras.
"Ehh engga yah."
Pras dan Arta kemudian melanjutkan ngobrolnya sedangkan Nia pergi ke dapur untuk memeriksa apakah makan malamnya sudah siap apa belum.
Tisya bengong, ia masih tidak percaya dengan ucapan ibunya.
"Ahh ibu pasti becanda, anaknya aja ga ada masak mereka calon mertua gue." batin Tisya.
'Tok Tok'
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab mereka bersamaan.
"Itu dia yang ditunggu-tunggu datang juga, Tis bukain pintunya." Perintah Pras.
Tisya berjalan membuka pintu, saat pintu terbuka ia melihat pria memakai baju maroon dan celana hitam dari belakang.
"Iya, silakan masuk."
Pria tersebut membalikkan badannya dan Tisya sangat terkejut.
"Pak Bian." Ucap Tisya.
"Ya, ada apa?"
"Pak Bian ngapain di sini?" Tanya Tisya.
"Mau bertemu dengan Pak Pras." Jawab Bian.
"Mau ngapain? Mau laporin kalo saya di sekolah nakal? Besok aja jangan sekarang, sekarang lagi ada tamu, jangan buat ayah saya malu." Ucap Tisya.
"Mendingan sekarang bapak balik aja deh, lagian ga baik bertamu malam-malam, bapak juga tau rumah saya dari siapa." Bian hanya diam saja sedangkan Tisya hendak menutup pintu kembali namun tiba-tiba Nia datang.
"Loh Tis kok ga disuruh masuk sih, kasian di luar dingin loh."
"Ehh engga kok bu, ini ada orang yang mau tanya alamat, dia salah rumah." Jawab Tisya.
Nia geleng-geleng kepala.
"Tante." Ucap Bian sambil mencium tangan Nia.
"Masuk nak, sudah ditunggu orang tuamu di dalam." Jawan Nia.
Bian masuk ke rumah Tisya sedangkan Tisya masih terdiam di depan pintu.
"Orang tuanya? hahhh jangan-jangan."
"No no ga mungkin, ga mungkin Pak Bian, dia kan udah tua, OMG."
Tisya terus komat kamit di depan pintu sedangkan semua sudah siap di meja makan.
"Tis, Tisya kamu ngapain sih kok malah diam di situ."
"Ehh ee iya bu."
Tisya masuk berjalan ke meja makan. Tisya berjalan mendekati Nia sebab tidak ada kursi kosong lagi.
"Bu aku duduk dimana?" Bisik Tisya.
"Hah bukannya kursinya pas 7 ya." ucap Nia
Nia melihat kursi di samping Bian masih kosong.
"Tuh"
"Buukk."
"Tisya."
"Ihhh ibu."
"Dek tukaran kursi dong." mohon Tisya pada adiknya yang duduk di antara Pras dan Nia.
"Ga mau." Jawab adiknya.
"Ayolah dek pleasee."
"Ehemm" dehem Pras.
Daripada ayahnya marah dengan terpaksa Tisya duduk di samping Bian.
Makan malam berlangsung hangat dengan diselingi obrolan-obrolan ringan.
"Kita ke ruang tamu lagi yuk, ga enak ngobrol di depan makanan." Ajakan Pras
Setibanya di ruang tamu Pras kemudian mengeluarkan selembar kertas dari laci meja yang sudah ia siapkan.
"Tis, Bian pasti kalian bingung kenapa malam ini ada acara seperti ini." Ucap Pras.
Pras kemudian memberikan kertas yang ia pegang kepada Tisya. Tisya membacanya dengan seksama. Sesekali ia menatap ke arah Pras.
"Yahh ini maksudnya apa?" Tanya Tisya.
Tisya mengembalikan kertas pada ayahnya lalu memberikan kepada Bian.
"Saya sudah baca om." Jawab Bian.
"Jadi gini Tisya, Bian dulu kakek kamu, Bram itu teman dekat saya, kita berdua merintis bisnis dari nol bareng-bareng. Hingga akhirnya bisnis kita bisa berkembang. Namun suatu ketika Bram terkena masalah, setengah uang perusahaan dibawa kabur asistennya. Bram datang ke rumah saya dan meminta bantuan kepada saya. Sebenarnya saya iklas membantu Bram, namun mungkin Bram sungkan hingga akhirnya dia menulis surat perjanjian ini. Tak lama surat ini kita buat kakek kamu mendadak serangan jantung lalu beliau meninggal. Waktu itu kamu masih di dalam kandungan sedangkan Bian mungkin sudah SD kalau ga salah. Kebetulan saat itu ibu mu baru pulang dari USG dan perkiraan anaknya perempuan, jadilah surat perjanjian ini." Jelas Arta.
Tisya masih belum percaya, ia terdiam namun berbeda dengan Bian, ia tampak biasa saja dan tidak terkejut sama sekali.
"Jadi gimana Tisya? Kamu mau?" Tanya Pras.
"Emm di surat itu kan tidak tertulis nama Tisya kan yah, hanya cucu kakek, cucu kakek kan bukan hanya Tisya, ada Mba Ratih juga." Jawab Tisya.
"Iya di surat tersebut tidak ada nama kamu, soalnya kamu belum lahir belum tahu anak ayah mau dikasih nama apa, kalau soal Mba Ratih dia itu anaknya Om Juan, sedangkan Om Juan itu bukan anak kandung kakek, dia anak sambung kakek." Jawab Pras.
"Kalau ga mau juga ga maksa kok, lagian jaman sekarang udah ga musim jodoh-jodohan." Ucap Mayang.
Nia menatap Mayang tak suka.
"Mama." Tegur Arta.
"Ya kalau anaknya ga mau ya ga usah dipaksa to pa, lagian kan dia juga masih kecil, masih sekolah ya kelihatannya."
"Mama." Ucap Arta.
Mayang diam lalu ia kembali memainkan ponselnya.
Setelah acara selesai Arta dan Mayang berpamitan pulang, sedangkan Bian masih ingin bicara dengan Tisya.
Tisya dan Bian duduk di gazebo depan rumah Tisya, sedangkan orang tua Bian sudah kembali ke rumah.
"Bapak sudah tahu rencana ini?" Tanya Tisya.
"Ya belum lama ini saya tahu."
"Bapak tahu kalau itu saya orangnya?"
Bian hanya menggelengkan kepala.
Hening tidak ada pembicaraan sama sekali, hingga akhirnya Bian berpamitan untuk pulang.
"Eh pak bentar-bentar."
"Ya."
"Emmm saya mau perjodohan ini disembunyikan aja ya, kalau kita ketemu di sekolahan kita layaknya guru dan murid aja ya hehe."
"Oh oke."
Bian berjalan menaiki motornya lalu keluar dari halaman rumah Tisya.
...----------------...
Keesokan harinya Tisya datang ke sekolah dengan wajah cemberut, tidak ada goresan senyum sama sekali.
"Lo kenapa Tis muka lo kusut gitu?" Tanya Vio.
"Iya nih biasanya kalau datang langsung heboh." Sambung Farah.
"Hwaaaaa gue ngantuk, semalem gue kurang tidur." Jawab Tisya.
Setelah Bian pulang Tisya masih duduk di gazebo. Ia memikirkan bagaimana nasib masa depannya.
"Widihhh gue tau nih pasti semalam lo maraton drakor ya?" Tanya Farah.
"Enak aja lo bilang."
"Emm kalo ga lo semalam lembur kerjain tugasnya Pak Bian kan?" tanya Vio
"Hah tugas Pak Bian, emang ada?" Tanya Tisya balik.
"Loh ada, minggu lalu dishare di grup sama Agus." Jawab Vio.
Tisya mengeluarkan ponselnya lalu membuka dokumen yang dikirim agus, dan benar ada materi serta tugas yang harus dikerjakan di rumah.
"Mampus gue belum kerjain lagi, mana ada 50 soal."
Tisya segera mengeluarkan bukunya, namun tiba-tiba saja Bian sudah masuk kelas.
"Selamat pagi."
"Pagi pak." Jawab para siswa bersamaan.
"Ketua, tolong kumpulkan tugas yang kemarin saya kirimkan ke kamu." Perintah Bian.
"Baik pak." Jawab Agus.
Agus berjalan keliling ruangan untuk mengambil buku tugas masing-masing siswa.
"Mana buku kamu Tis?" Tanya Agus.
"Gus, gue lupa belum kerjain, nanti gue susulin ya, ya ya Gus." Bisik Tisya.
"Bentar gue bilang Pak Bian dulu." Jawab Agus.
"Gus gus ga usah bilang Pak Bian nanti biar gue aja yang susulin sendiri." Sambung Tisya.
"Oh oke deh kalau gitu." Jawab Agus.
Agus kemudian berjalan ke ruangan Bian mengantarkan buku tugasnya, sedangkan Bian masih di dalam kelas menyiapkan laptopnya untuk melanjutkan materinya.
"Ada yang tidak mengerjakan?" Tanya Bian.
"Tidak pak." Jawab para siswa bersamaan.
"Bagus, hari ini kita bahas materi yang sudah saya kirimkan minggu lalu."
Bian di depan menjelaskan materi dari A sampai Z namun di belakang Tisya malah sibuk mengerjakan tugasnya.
"Bisa dipahami?" Tanya Bian.
"Bisa pak."
Bian kemudian menuliskan beberapa soal lalu menunjuk beberapa siswa untuk maju mengerjakan di depan.
"Yang duduk di pojok belakang, maju." Perintah Bian.
Saking fokusnya Tisya mengerjakan ia tidak dengar saat Bian memanggilnya.
"Tis, Tisya." Panggil Vio yang duduk di sampingnya.
"Apa sih bentar lagi kelar." Jawab Tisya.
Bian berjalan mendekati Tisya dan langsung mengambil buku di hadapan Tisya.
"Eh ehh." Ucap Tisya.
'Mampus gue'
Bian Langsung menyobek buku Tisya dan membuangnya ke lantai.
"Jam istirahat nanti kamu ke ruangan saya." Perintah Bian.
"I.. iya pak." Jawab Tisya.
Bel berbunyi, jam pelajaran Bian selesai. Ia menutup kelas lalu kembali ke ruangannya.
"Ihh kalian kok ga bilang sih kalau Pak Bian manggil gue." Ucap Tisya.
"Gue udah manggil lo tapi lo malah marah-marah."
Bel istirahat berbunyi, semua siswa keluar kelas menuju kantin kecuali Tisya.
"Beb sorry ya gue ga berani nemenin lo." Ucap Vio.
"Heem beb gue juga ga berani." Ucap Farah.
"Udah-udah kalian pergi aja ke kantin."
Tisya berjalan menyusuri koridor sekolahan. Setelah tiba di depan ruangan Bian ia tidak langsung masuk. Ia duduk terlebih dahulu di kursi untuk mengumpulkan keberaniannya.
Dari jendela Bian bisa menangkap bayangan Tisya di depan. Ia tahu Tisya sudah di depan namun ia tidak mau memanggilnya.
"Kamu ngapain duduk di sini?" Tanya Bu Lela
"Emm mau ketemu Pak Bian buk." Jawab Tisya.
"Kamu diBK lagi? perasaan kemarin kamu udah diBK, makannya jadi murid jangan suka melanggar aturan." Oceh Bu Lela.
Bu Lela masuk ke ruangan Bian sambil membawa dua kotak bekal.
"Assalamualaikum Pak Bian." Ucap lembut Bu Lela, berbeda saat ia mengoceh di depan Tisya.
"Waalaikumsalam." Jawab Bian.
Lela menarik kursi di depan Bian dan meletakkan kotak bekalnya di meja.
"Kok Pak Bian belum cari makan keluar sih, lagi diet ya." Ucap Lela
"Oh engga bu saya lagi nunggu murid saya, tadi udah janjian mau ke ruangan saya." Jawab Bian.
"Saya kirain lagi diet, ini saya bawakan salad buah buat bapak, siapa tahu bapak suka." Ucap Lela.
"Iya makasih ya bu."
"Sama-sama Pak Bian, nanti kalau suka kabari saya ya nanti saya buatin lagi hehe." Ucap Lela.
Lela keluar dari ruangan Bian dan berpapasan dengan Tisya yang hendak masuk.
"Jangan ganjen-ganjen." Pesan Lela pada Tisya.
"Idih orang situ yang ganjen." Jawab Tisya lirih.
Tisya membuka pintu ruangan Bian dan mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam, duduk." Jawab Bian
Tisya duduk di hadapan Bian yang sedang mengoreksi tugas teman-temannya.
"Kenapa kamu tidak mengerjakan tugas saya?"
"Saya mengerjakan pak, tapi bukunya bapak sobek." Jawab Tisya.
"Kamu tahu apa itu PR? "
"Pekerjaan Rumah." Jawab Tisya
"Kenapa tidak kamu kerjakan di rumah?"
"Ya bapak kan tahu semalam saya ada acara, mana sempet saya ngerjainnya."
"Dasar bocah banyak alasan, itu kan tugas dari minggu lalu." Ucap Bian dan Tisya langsung diam.
Bian mengeluarkan selembar kertas yang berisi soal-soal dan menyuruh Tisya mengerjakan di ruangannya.
"Setelah istirahat jam siapa?" Tanya Bian.
"Pak Budi." Jawab Tisya.
"Pak Budi kosong, kamu kerjakan di sini sampai selesai." perintah Bian.
Bian berjalan keluar meninggalkan Tisya sendirian mengerjakan tugas.
Setelah sekiranya Bian sudah jauh ia mengeluarkan ponselnya untuk membuka Goo**e.
"Untung gue bawa hp haha"
Tisya menulis dengan cepat sebelum Bian kembali lagi.
'Ehem'
Suara batuk Bian dari luar. Tisya segera menyimpan ponselnya di saku roknya lalu berpura-pura memikir.
Bel masuk kelas berbunyi, Bian masuk ke kelas Tisya dan menyampaikan tugas dari Pak Budi.
"Sebelum pulang nanti tolong ketua mengumpulkan tugasnya ke ruangan saya." Perintah Bian.
Bian berjalan keluar kelas menuju kantor guru. Ia mengobrol dengan beberapa guru yang kebetulan sedang tidak ada jam mengajar.
"Permisi, Pak Bian ada paket." Ucap satpam.
"Oh iya pak, terimakasih." Jawab Bian.
Bian menerima paket tersebut lalu berjalan kembali ke ruangannya. Ia membuka pintu dan melihat Tisya sudah menyelesaikan tugasnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!