Di sebuah Mension ada seorang anak perempuan remaja yang sedang sibuk di dalam kamar nya.dia sedang bersiap siap untuk berangkat ke sekolah,
sebagai murid kelas 11 di salah satu SMK yang ada di kota bandung
Jarak Mension ke sekolah lumayan jauh , menempuh waktu kurang lebih 30 menit karena dia menggunakan motor.
Dia bernama Naira Azizah putri ,biasa di panggil Naira , keluarga nya memanggil dia putri, Gadis berparas cantik, berkulit putih, bulu mata nya lentik, dan tinggi badan nya sekitar 156cm.
Dia tinggal bersama kedua orang tua nya bernama Tania dan Alvin,dia mempunyai satu adik , yang bernama Naya Aulia biasa di panggil Lia , Adiknya kelas 9 SMP dan sekolah nya tidak jauh dengan sekolah sang kakak.
"Mom, Lea pamit mau berangkat dulu,''kata Naira saat keluar dari kamar.
"Apa kamu enggak sarapan dulu Nai ?"ucap kedua orang tuanya.
Nai bawa bekal mom dad , nanti aja makannya . Oh ya Lia mana ?"tanya Nai kepada orang tua nya ,
Belum sempat orang tua nya menjawab pertanyaan Naira, Naya lebih dulu keluar dari kamar nya."Aku udah siap kak, Ayo berangkat," kata Naya.
"Ayo Lia ,tapi kamu enggak sarapan dulu Lia,"kata Naira.
"Sudah kak", balas Naya.
"Yaudah ,mom dad Naira sama Naya berangkat dulu", pamit Naira sembari mencium punggung tangan sang mommy dan Daddy nya disusul Naya .
"Iya anak anak mommy dan Daddy yang rajin ya belajar nya ,hati hati di jalan,"balas orang tua nya.
"Iya mom dad ,"Assalamu'alaikum ," kata Naira dan Naya bersamaan.
"Waalaikum 'salam ,"balas orang tua nya."
***
Naira dan Naya pun pergi ke sekolah dengan motor masing masing ,
Motor yang di pakai ke sekolah adalah motor keluaran terbaru. sebenarnya mereka berdua bisa saja memakai mobil karena mommy dan Daddy nya menawarkan membeli yang baru untuk mereka.tapi mereka tidak mau merepotkan orang tua nya dan juga agar lebih menghemat.
Selama kurang lebih 30 menit menggunakan motor, mereka pun sampai di sekolah masing masing.
Setelah melewati gerbang sekolah ,Naira menuju tempat parkiran motor. banyak siswa siswi yang menggunakan motor seperti dirinya, karena kebanyakan menggunakan motor dan ada juga yang di antar menggunakan mobil.
Tetapi Naira tidak merasa minder karena dia tau tujuan nya ke sekolah untuk belajar, bukan untuk bergaya dan memang dia berasal dari keluarga kaya raya.
Apalagi semenjak Daddy nya pergi ke luar negeri, mommy nya juga bekerja sebagai desainer untuk biaya sekolah mereka,dia sadar bahwa biaya sekolah nya mahal .
Mommy nya sesekali ke butik untuk melihat karyawan nya bekerja, sedangkan Daddy nya bekerja sebagai CEO perusahaan besar di kota Bandung .
Sesudah memarkir kan motornya , Naira berjalan ke kelas nya di lantai 3. Naira masuk kelas 11 SMK B di Bandung terdapat kelas A-E masing masing dari kelas 10- sampai kelas12.
Naira menghampiri temannya yang duduk di bangku sebelah nya.
"Hai cit udah lama kamu datang nya ," sapa Naira .
"Baru aja nai ,ayo kita ke lapangan sebentar lagi kita upacara bendera ," ajak nai.
"Ayo cit ", balas Naira .
Temannya Naira bernama citra kirana, biasa di panggil cit. Pertama kali dia kenal pada masa MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah). Dan hari mereka turun sekolah resmi sebagai siswa siswi SMK NUSA BANGSA .
Saat mereka melangkah ke luar dari kelas , mereka berpapasan dengan seorang siswa .
"Eh Ara kamu baru datang, ayo kita turun ke lapangan," ajak Naira.
Ciara adalah sepupu perempuan Naira ,dia bernama lengkap Ciara Cantika Aulia .Ciara adalah anak dari pasangan Maura dan Bagas.
Citra juga sudah mengenal Ara ,dan sekarang mereka menjadi teman .
Iya nai , tunggu yah aku antar dulu tas ku ke kelas," jawab nya sambil berlalu.
Ciara tidak sekelas dengan Ara ,karena dia di kelas sebelah 11D.
Perlu diketahui juga bahwa Naira dan citra sudah terbiasa menggunakan kata aku kamu , jadi mereka tidak terbiasa memanggil sebutan Lo gue sekali pun itu kepada orang yang baru di kenal .
***
Di Lapangan sekolah sudah berbaris siswa siswi kelas 10 sampai kelas 12 SMK beserta Kepala sekolah dan juga dewan guru. Mereka akan melaksanakan upacara bendera yang wajib dilakukan setiap hari Senin.
Upacara bendera berlangsung dengan khidmat,sampai saat nya kepala sekolah melakukan pidato dan memberi arahan untuk siswa siswi dan untuk kakak kelas nya agar memberikan contoh yang baik untuk adik - adik kelas nya.
Sampai satu kejadian yang tak terduga di lapangan , ada seorang guru BK dan di iringi langkah salah satu siswa berjalan di belakang nya .
Hal yang menjadi pusat perhatian adalah siswa itu sangat tampan , berperawakan tinggi, kira kira 180 cm , kulit nya putih, tapi wajahnya sangat datar.
Mata semua peserta upacara tertuju padanya, siswa itu tampak tidak suka karena menjadi pusat perhatian peserta upacara, dan mendengar celotehan guru BK menggunakan mikrofon "ini adalah contoh yang tidak boleh Di tiru , menjadi Kakak kelas saja terlambat bagaimana nanti nya ," ucap guru BK tersebut.
Siswa tersebut diam saja dengan tatapan dingin nya , dia memperhatikan setiap barisan depan peserta upacara, seperti sedang mencari seseorang.
Naira yang sedang berdiri paling depan barisan kelas nya juga sedang fokus ke arah siswa yang tengah berdiri ke lapangan.
Akhirnya siswa itu menangkap sosok yang di cari nya , mata mereka saling bertemu dan senyum laki-laki itu terbit.
"Siapa laki laki itu " gumam Naira dalam hati nya .
***
Pelaksanaan upacara bendera sudah selesai dan semua siswa siswi kembali ke kelas masing masing . Naira duduk bersebelahan dengan citra dan mereka berada di barisan depan bagian bagian di pojok kanan.
Seorang guru masuk ke kelas mereka dan ada seorang siswa laki laki mengiringi langkah nya.
"Selamat pagi anak anak, disini ibu ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama ibu Dewi Pertiwi , kalian bisa panggil Bu Tiwi," ucap guru perempuan tersebut dengan ramah.
"Pagi Bu Tiwi,"ucap semua siswa serempak .
"Ibu akan menjadi wali kelas kalian dan ibu berharap kita bisa menjadi keluarga di sini. Kalian dengar," ucap Bu Tiwi lagi.
"Iya Bu ...," Balas siswa siswi di kelas tersebut.
"Ibu juga membawa salah satu siswa seperti kalian ,namun saat masa MPLS dia tidak turun karena masih di luar kota ," ucap Bu Tiwi.
"Silahkan perkenalkan nama kamu ke teman teman mu !" Perintah Bu Tiwi.
Tanpa basa basi siswa tersebut memperkenalkan diri nya , " perkenalkan nama saya Nauval algantara , terserah kalian mau panggil apa ," ucap nya santai.
Teman teman sekelas nya memperhatikan Nauval terutama para siswi karena merasa kagum dengan ketampanan wajah Nya.
Nauval memperhatikan wajah teman teman nya sekilas dan kembali tertuju pada siswa memiliki mata indah dan bulu mata lentik yang dia lihat di lapangan tadi .
Sebuah senyum terbit di bibir nya hanya untuk Naira . Ditatap oleh Nauval membuat Naira kaget dan juga sedikit salah tingkah.
Setelah memperkenalkan diri, Nauval duduk di bangku barisan nomor 2 yang terletak di belakang Naira. Dia tersenyum saat Naira menoleh ke belakang .
Proses belajar mengajar pun sedang berlangsung dan Bu Tiwi memberikan pelajaran bahasa inggris.
Putri berdiri di samping Tian, mengenakan gaun pengantin berwarna merah muda yang anggun. Meski hatinya masih dipenuhi dengan kebingungan, senyumnya tak bisa dipungkiri. Di sekeliling mereka, suasana pernikahan berlangsung meriah. Keluarga dan teman-teman berkumpul, menantikan momen indah ini dengan penuh antusiasme.
Tian, yang tampak tampan dalam tuxedo hitamnya, memandang Putri dengan penuh cinta. "Putri, ini adalah hari kita. Kita akan memulai babak baru dalam hidup kita," katanya dengan suara yang lembut namun tegas. Ia meraih tangan Putri, menggenggamnya erat seolah ingin memberinya kekuatan.
Putri menatap Tian dengan tatapan campur aduk. "Tian, aku... aku tidak tahu harus berkata apa. Ini semua terlalu mendadak," ucapnya, suaranya bergetar. Dalam hatinya, ia merasa tidak siap, namun ada pula rasa bahagia yang menggelora.
Tian tersenyum, terlihat sabar. "Aku mengerti, Putri. Tapi aku ingin kamu tahu, aku sudah mempersiapkan ini karena aku mencintaimu. Aku ingin kita bersama, selamanya."
Belum sempat Putri merespons, upacara dimulai. Suara musik lembut mengalun, dan para tamu mulai mengambil tempat. Ketika mereka melangkah maju menuju altar, Putri merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia melihat wajah-wajah penuh harapan dan cinta dari teman-teman dan keluarganya. Di antara kerumunan itu, ia juga melihat Naira dan Nauval, yang baru saja menikah, memberikan dukungan penuh.
Ketika mereka berdiri di hadapan penghulu, Putri merasa sedikit lebih tenang. Momen ini terasa sakral, dan ia berusaha mengingat semua hal baik tentang hubungan mereka. Tian dan Putri saling memandang, dan dalam tatapan itu, mereka menemukan ketenangan.
Upacara dimulai dengan ucapan sambutan dari penghulu, diikuti dengan janji-janji suci. Saat giliran Tian untuk berbicara, ia menatap Putri dengan penuh keyakinan. "Aku berjanji untuk mencintaimu, menghormatimu, dan menjagamu dalam setiap keadaan. Kamu adalah cahaya dalam hidupku."
Putri merasakan air mata haru menggenang di matanya. "Dan aku berjanji untuk mencintaimu tanpa syarat, mendukungmu dalam setiap langkah, dan menjadi teman sejatimu," jawabnya, suaranya penuh emosi.
Ketika mereka saling menukar cincin, Putri merasakan berat yang menghilang dari pundaknya. Momen itu membawa kejelasan bagi hatinya. Ia tahu bahwa meskipun ada ketidakpastian, cintanya pada Tian adalah nyata.
Setelah ucapan janji, penghulu mengumumkan mereka sebagai suami istri. Sorak sorai dan tepuk tangan menggema di ruangan. Putri dan Tian saling berpelukan, merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Dalam hati, Putri mengingat semua rasa bingung yang mengisi kepalanya, namun saat ini, semua itu terasa tidak berarti dibandingkan dengan cinta yang mereka miliki.
Pesta pernikahan dimulai dengan semarak. Musik mengalun, dan para tamu mulai menari. Putri dan Tian berdansa bersama di tengah ruangan, dikelilingi oleh teman-teman dan keluarga yang bersukacita. Senyum tak pernah pudar dari wajah mereka, dan dalam momen itu, Putri merasa seolah semua keraguannya lenyap.
Hari ini adalah hari bahagia mereka. Hari di mana mereka merayakan cinta dan komitmen yang baru saja dimulai. Dalam tawa dan tarian, Putri menemukan kekuatan baru dalam diri dan cintanya. Ia tahu, meskipun perjalanan hidup tidak selalu mudah, mereka akan menghadapi segalanya bersama. Dan di sampingnya, ada Tian yang siap menjadi pendukung setianya.
Cinta mereka, yang tumbuh dari sebuah pertemanan, kini telah membara menjadi sebuah ikatan yang tak terpisahkan. Dan seperti Naira dan Nauval, Putri dan Tian siap memulai petualangan baru dalam hidup mereka, dengan penuh harapan dan impian untuk masa depan yang cerah.
Malam Pertama Tian dan Putri: Harmoni dalam Keheningan
Malam telah larut. Cahaya lampu kamar hotel yang redup menciptakan suasana yang intim dan tenang. Putri duduk di tepi ranjang, masih mengenakan gaun pengantinnya yang indah, namun wajahnya terlihat sedikit tegang. Hari ini, ia telah melalui banyak emosi; kejutan, kebingungan, dan akhirnya, penerimaan. Pernikahannya dengan Tian terasa seperti mimpi, sebuah mimpi yang belum sepenuhnya ia pahami.
Tian, yang telah berganti pakaian menjadi kemeja dan celana panjang yang nyaman, menghampiri Putri. Ia duduk di sampingnya, tangannya menyentuh lembut bahu Putri. "Putri," katanya dengan suara lembut, "aku tahu hari ini sangat menegangkan untukmu."
Putri mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Aku masih belum percaya ini benar-benar terjadi. Semuanya terasa begitu cepat."
Tian tersenyum, memahami perasaan Putri. "Aku mengerti. Tapi aku ingin kamu tahu, aku tidak pernah memaksamu. Aku mencintaimu, Putri, dan aku ingin menghabiskan hidupku bersamamu." Ia meraih tangan Putri, menggenggamnya erat. "Aku akan selalu ada untukmu, selalu mendukungmu, selalu mencintaimu."
Putri menatap Tian, melihat ketulusan dalam matanya. Ia merasakan kehangatan dan kenyamanan dalam sentuhan Tian. Perlahan, ketegangan di hatinya mulai mereda. Ia menyadari bahwa ia tidak sendirian. Ia memiliki Tian, yang selalu ada untuknya.
Mereka berbincang lama, berbagi cerita tentang masa lalu, mimpi, dan harapan untuk masa depan. Tian menceritakan tentang impiannya untuk membuka usaha bersama Putri, dan Putri menceritakan tentang keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya. Mereka saling mendengarkan, saling mendukung, dan saling memahami.
Di antara percakapan mereka, tercipta keheningan yang penuh makna. Keheningan yang dipenuhi dengan cinta, kepercayaan, dan harapan. Keheningan yang menjadi saksi bisu atas awal dari perjalanan baru mereka.
Tian menarik Putri ke dalam pelukannya. "Terima kasih, Putri," bisiknya di telinga Putri. "Terima kasih telah menerimaku, dan terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku."
Putri membalas pelukan Tian, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang selama ini ia cari. "Terima kasih juga, Tian," jawabnya, suaranya bergetar. "Terima kasih telah mencintaiku."
Malam itu, mereka menghabiskan waktu berdua, saling berbagi kehangatan dan cinta. Mereka tidak terburu-buru, tidak ada tekanan, hanya ada ketenangan dan kebersamaan. Mereka saling memahami, saling menghargai, dan saling mencintai. Malam pertama mereka bukanlah tentang nafsu, tetapi tentang cinta, kepercayaan, dan komitmen. Itu adalah malam yang penuh dengan keheningan yang harmonis, yang menjadi awal dari sebuah perjalanan baru yang penuh dengan harapan dan impian. Perjalanan yang akan mereka lalui bersama, saling mendukung, saling menguatkan, dan saling mencintai, selamanya. Malam itu, di tengah keheningan, mereka menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Mereka menemukan harmoni dalam keheningan cinta mereka.
Dua minggu menjelang pernikahan yang seharusnya menjadi momen paling bahagia dalam hidup Ciara berubah menjadi mimpi buruk. Ketika ia melihat Vino, calon suaminya, bergandengan tangan mesra dengan wanita lain, hatinya hancur berkeping-keping. Tidak ada penjelasan, tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan Vino. Ia merasa dikhianati dan dibiarkan tenggelam dalam rasa sakit yang menusuk.
Malam itu, Ciara duduk sendirian di kamarnya, air mata mengalir deras. Di antara isak tangisnya, sebuah pikiran muncul—kalau Vino bisa mempermainkannya, mengapa ia tidak bisa melakukan hal yang sama? Bukan untuk balas dendam semata, tapi untuk mengembalikan harga dirinya. Saat itu, sebuah nama muncul di benaknya: Alvian Dharmawan, kakak kandung Vino yang selama ini dikenal sebagai pria yang pendiam, tenang, dan dewasa.
Pikiran itu semakin kuat di kepalanya. Alvian sering memperlihatkan perhatian lebih padanya, meski ia selalu menganggap itu sebagai sikap seorang calon kakak ipar. Tapi sekarang, Ciara berpikir untuk memanfaatkan perhatian itu.
"Memulai Permainan"
Keesokan harinya, Ciara sengaja mengirim pesan kepada Alvian.
"Kak Alvian, bisa kita bertemu? Aku butuh bicara soal sesuatu yang penting."
Alvian merespons dengan cepat.
"Tentu, Ciara. Ada apa? Kamu baik-baik saja?"
Ciara tersenyum tipis membaca pesannya. Dia selalu perhatian, berbeda dengan Vino, pikirnya. Mereka sepakat bertemu di sebuah kafe kecil yang tenang di pinggir kota.
Saat bertemu, Ciara langsung menumpahkan isi hatinya. Ia menceritakan betapa hancur hatinya setelah melihat Vino dengan wanita lain, meski ia sengaja menyembunyikan niat balas dendamnya. Alvian mendengarkan dengan seksama, tatapannya dipenuhi rasa simpati dan marah kepada adiknya.
"Vino keterlaluan," gumam Alvian sambil mengepalkan tangan. "Aku tak menyangka dia bisa berbuat seperti itu padamu. Kalau kau butuh seseorang untuk mendukungmu, aku selalu ada, Ciara."
Mendengar itu, Ciara menatap Alvian dengan mata yang tampak rapuh. "Kak Alvian, aku hanya butuh seseorang yang bisa membuatku merasa dihargai lagi. Aku lelah dengan rasa sakit ini."
Alvian, tanpa ragu, menggenggam tangan Ciara. "Aku di sini untukmu. Kau pantas mendapatkan kebahagiaan, bukan rasa sakit."
Hubungan mereka semakin intens. Alvian mulai sering mengajak Ciara makan malam, mengantarnya pulang, dan mengirim pesan setiap malam untuk memastikan ia baik-baik saja. Di sisi lain, Ciara mulai menikmati perhatian yang diberikan Alvian. Meski awalnya ini hanya bagian dari rencana balas dendam, perlahan-lahan ia mulai merasa nyaman.
Sementara itu, Vino tampak tidak menyadari perubahan sikap Ciara. Ia tetap sibuk dengan kegiatannya dan wanita yang entah siapa. Ciara bahkan tidak peduli lagi jika Vino mencurigainya. Ia terlalu fokus pada hubungannya dengan Alvian yang mulai terasa lebih nyata.
Suatu malam, Alvian mengajak Ciara berjalan-jalan di taman. Di bawah rembulan, ia menatap Ciara dengan penuh kehangatan. "Aku tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat, tapi aku harus jujur," katanya pelan.
"Apa itu, Kak?" tanya Ciara, meski ia sudah bisa menebak jawabannya.
"Aku mencintaimu, Ciara," ujar Alvian tegas. "Sejak pertama kali aku melihatmu, aku tahu kau berbeda. Tapi aku menahan perasaanku karena kau tunangan Vino. Sekarang aku tak bisa lagi berpura-pura. Aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu, jika kau memberiku kesempatan."
Kata-kata itu membuat Ciara terdiam. Ia merasa dilematis. Di satu sisi, ia masih terluka oleh pengkhianatan Vino dan berniat membalas dendam. Tapi di sisi lain, ia tak bisa menyangkal bahwa ia mulai merasakan hal yang sama terhadap Alvian.
Saat hubungan mereka semakin dalam, Vino akhirnya mulai curiga. Ia mendapati Ciara semakin sering menghindarinya dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Alvian. Ketika ia mencoba mengonfrontasi Ciara, jawaban yang diterimanya membuatnya terkejut.
"Kenapa kau peduli, Vino? Bukankah kau sudah punya wanita lain?" tanya Ciara dengan nada tajam.
"Itu hanya salah paham, Ciara!" sergah Vino. "Aku mencintaimu! Kau calon istriku!"
Ciara tertawa pahit. "Mencintaiku? Kalau begitu, apa penjelasanmu soal wanita itu?"
Vino terdiam, tak mampu menjawab. Di saat yang sama, Alvian muncul. Ia berdiri di belakang Ciara, melindunginya seperti seorang ksatria.
"Vino, kau sudah kehilangan hak untuk berbicara soal cinta," ujar Alvian dingin. "Jika kau benar-benar mencintainya, kau tak akan menyakitinya."
Konfrontasi itu membuat semuanya semakin rumit. Ciara tahu bahwa ia harus membuat keputusan: tetap melanjutkan rencana balas dendamnya atau menerima perasaan Alvian yang tulus.
Di tengah kekacauan itu, ia mulai menyadari satu hal—cinta dan dendam tak pernah bisa berjalan beriringan. Dan di antara dua pria itu, ia harus memilih yang benar-benar mencintainya, bukan sekadar melukai yang lain.
Ciara yang mendengar pengakuan Alvian Dharmawan yang mengatakan mencintainya pun senang. karena tinggal sedikit lagi rencana nya berhasil untuk balas dendam kepada vino , Menikah dengan Alvian Dharmawan dan menjadi kakak ipar vino adalah hal yang paling sakit untuk vino lihat apalagi dengan Ciara bermesraan dengan Alvian sang kakak dari vino
"Menciptakan Luka yang Lebih Dalam"
Malam itu, setelah mendengar pengakuan cinta dari Alvian, Ciara merasa senang sekaligus puas. Rencananya semakin mendekati keberhasilan. Ia tahu bahwa menikah dengan Alvian, kakak Vino, akan menjadi pukulan yang tidak pernah bisa dilupakan oleh mantan tunangannya.
“Kalau Vino bisa mempermainkan aku, aku juga bisa menghancurkan dunianya,” pikir Ciara dengan senyum licik.
Alvian, yang tidak tahu apa-apa tentang rencana licik Ciara, semakin menunjukkan perhatiannya. Ia mulai sering mengajak Ciara bertemu, mengenalkannya pada beberapa rekan kerja, bahkan menunjukkan niat serius untuk melamar Ciara.
Beberapa hari setelah pengakuan itu, Ciara sengaja mengunggah foto-foto bersama Alvian di media sosial. Foto-foto itu memperlihatkan kebersamaan mereka di restoran mewah, di taman, dan bahkan di rumah keluarga Dharmawan. Ia tahu bahwa Vino akan melihatnya, dan ia berharap foto-foto itu menjadi duri di hati mantan tunangannya.
Benar saja, Vino melihat foto-foto itu. Hatinya dipenuhi rasa marah dan sakit yang mendalam. Ia tidak pernah menyangka bahwa Ciara akan mendekati Alvian, kakak kandungnya. Baginya, ini adalah penghinaan yang sulit diterima.
Suatu malam, Vino datang menemui Ciara. Wajahnya penuh amarah. "Ciara, apa yang kau lakukan dengan kakakku? Kau tahu ini salah!"
Ciara hanya tersenyum dingin. "Salah? Apa yang salah, Vino? Aku hanya mencari kebahagiaan. Bukankah itu yang kau lakukan saat menggandeng wanita lain di belakangku?"
"Itu berbeda! Aku tidak pernah berniat meninggalkanmu, Ciara!"
"Tapi kau melakukannya," Ciara memotong dengan tegas. "Dan sekarang, aku hanya membalas apa yang kau lakukan. Bedanya, aku tidak melakukannya diam-diam. Aku ingin kau melihat semuanya."
Vino terdiam, tidak mampu membalas. Untuk pertama kalinya, ia merasakan bagaimana rasanya dihancurkan oleh seseorang yang ia sayangi.
Apakah Ciara akan memilih Alvian? Ataukah ia tetap menjalankan balas dendamnya pada Vino?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!