Hai, namaku Puteri Maharani, dan mereka biasa memanggilku Puteri. Aku terlahir dari keluarga sederhana dan kami tinggal di kota Bandung.
Aku adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Adikku bernama Krisna Aditama, yang usianya 5 tahun lebih muda dariku.
Ayahku bernama Nura, dan ibuku bernama Monica. Kehidupan kami memang biasa saja. Semenjak memutuskan keluar dari rumah Oma, kami kini tinggal dirumah kontrakan kecil. Namun kami sangat bahagia walaupun kehidupan kami sangat sederhana.
********************
Kala itu, aku baru saja bekerja di sebuah perusahaan besar di kota ini. Disana aku berkenalan dengan banyak teman, dan salah satunya bernama Wulan, ia 8 tahun lebih tua dariku, dan sosok Wulan selalu mengayomiku.
Ditempat kerja, akupun mudah membaur dengan teman-teman baruku. Hingga tak terasa sudah 1 tahun berlalu.
Suatu hari teman-temanku berencana untuk berendam, refreshing ke Ciater setelah selesai bekerja. Mereka mengajaku, dan itu kali pertama aku pergi bersama teman-teman diluar pekerjaan.
Awalnya aku menolak, tetapi teh Wulan langsung turun tangan menelpon ayahku, meminta izin agar aku bisa ikut bersama mereka.
"Halo yah, ini Wulan..".
"Iya Wulan, Tumben telepon, ada apa? Apa Puteri buat masalah ditempat kerja?." Ayahku bertanya dengan sedikit keheranan.
"Enggak kok yah, Wulan telepon karena mau minta izin, untuk mengajak Puteri. Malam ini rencananya kami mau pergi berendam ke Ciater!" jelas Wulan.
Telepon tersebut tiba-tiba hening, ayah tidak segera menjawab pertanyaan Wulan, seolah tengah berpikir, kemudian beliau bertanya.
"Boleh ayah bicara dengan Puteri?"
"Ooh boleh yah, sebentar!" Wulan memberikan teleponnya kepada Puteri
" Halo yah!" Dengan sura yang sedikit gemetar.
"Teh, kamu mau ikut ke Ciater?",
" Hmm i-iya yah, itu juga kalau diizinkan sama ayah", jawabku ragu.
"Siapa aja yang ikut?? Ada cowoknya??"
Tiba-tiba saja jantungku berdebar kencang saat mendengar pertanyaan beliau, pasalnya ayahku tentu tidak akan mengizinkan, karena beliau begitu khawatir kepadaku, apalagi jika tahu aku pergi bersama cowok.
" A-ada yah, hmm... itu temennya teh Wulan yang bawa mobil ," jawabku lirih.
Rasanya percakapan meminta izin ini hanya akan sia-sia saja, pergi malam-malam ketempat jauh dan baru, tanpa pengawasan beliau, mustahil akan diizinkan.
"Tolong kasih teleponnya sama Wulan, ayah mau bicara!!", tanpa menjawabnya aku pun segera menyerahkan gagang telpon itu kembali kepada teh Wulan.
" Iya yah ini Wulan..", sahut Wulan begitu menerima gagang telpon dariku.
"Wulan, ayah titip Puteri yah, ayah kali ini izinkan karena Puteri pergi bersama Wulan, ayah percaya sama Wulan, Wulan bisa jagain Puteri disana, jangan macam-macam ya, hati-hati dijalan, jangan ngebut bawa mobilnya, semoga kalian selamat sampai tujuan dan kembali pula dengan keadaan selamat, kalau ada apa-apa langsung telepon atau sms ayah ya!!", cerewet ayahku yang mengizinkan, dengan amanah pada teh Wulan.
"Baik yah Wulan pasti bakal jagain Puteri dan ingat pesan-pesan ayah, terima kasih karena sudah mengizinkan Puteri ikut bersama kami , dan Wulan pastikan Puteri akan baik-baik saja dan pulang dalam keadaan selamat", jawabnya dengan senang. Kemudian telepon pun ditutup dengan salam oleh keduanya.
**************************
Sebenarnya pria yang ikut dengan kami ada 3 orang, karena si pria yang menyetir mobil mengajak kedua temannya. Kami bersembilan orang, dengan 6 wanita dan 3 pria dalam 1 mobil.
Akhirnya kami pun sampai ditempat yang kami rencanakan, yaitu salah satu tempat wisata berendam air panas belerang Ciater Subang, pada pukul 12 tengah malam.
Dikarenakan acaranya dadakan, maka aku dan kedua temanku termasuk teh Wulan tidak membawa baju ganti, alhasil kami hanya duduk-duduk bermain air dan merendamkan kaki saja, sambil mengobrol diiringi canda tawa bersama teman-teman yang lain, namun telponku terus berdering.
Jujur saja aku merasa risih karena hampir 5 menit sekali telepon itu berdering dan membuat teman-temanku yang lain mengejeku.
Aku bangkit dari pinggiran kolam menuju meja penyimpanan barang, mengambil ponselku, lalu menjauh dari mereka, untuk menerima telepon.
"Iya ada apa yah?". Jawabku sedikit berbisik.
"Kamu sudah sampai teh? Dari tadi ayah telepon kok gak diangkat-angkat!"
"Sudah yah, ini ponselnya ditas, teteh lagi ngobrol sama temen-temen, jadi gak kedengeran!" Jawab Puteri bohong, padalah dari tadi ia sudah mendengar ponselnya berdering, namun ia abaikan.
"Ya sudah, jangan terlalu lama main airnya, nanti kamu masuk angin!!
"Iya yah!!!" Kemudian aku menutup teleponnya. Dan kembali duduk bersama teman-temanku.
20 menit kemudian teleponku terus berdering lagi, aku pun segera bangkit lagi dari pinggiran kolam, menghampiri meja, dan kulihat panggilan masuk dari ayah, dari sebrang sana kulihat tawa teman-temanku yang mengejeku.
" Cie yang dari tadi di telpon nya bunyi mulu!, kenapa kagak diangkat Put?, pasti cowok nya ya!," Ledek salah seorang temanku.
"Cowok? Gak salah tuh, paling juga ayah nya yang nelponin, kan si Puteri jomblo!," Balas teman yang lain.
" Hahaha dasar anak ayah!, malam minggu aja yang telepon ayah!, yang ngapel ayah!, kerja juga dianter jemput ayah!, kamu udah gede Put, masa iya gak punya pacar, cari pacar dong!, kamu kan masih muda! Maennya kurang jauh nih hahahaha".
Seketika senyumku hilang dan menjadi murung, mendengar ucapan mereka, mungkin maksud kata-kata mereka hanya bercanda, tetapi candaan itu jelas tidak ku sukai, hingga aku begitu risih mendengar telponku yang terus berdering.
Teh Wulan yang menyadari perubahan ekspresiku, lalu mendekat dan mencoba menghiburku, ia mengatakan jika aku tidak perlu memperdulikan ledekan mereka, abaikan saja, tidak perlu dimasukan ke dalam hati.
Namun memang benar kata mereka, yang menelponku terus menerus itu adalah ayahku lagi, yang sedang khawatir dengan keadaanku disini.
Bete dan risih, itu adalah jawabanku apabila ditanya bagaimana kesan-kesanku selama berada disini. Aku tidak menikmatinya sama sekali.
********************
Sekitar pukul 3 subuh kami pun memutuskan untuk pulang, diperjalanan kami menemukan tukang bubur dan berencana ingin mengisi perut terlebih dahulu, karena kedinginan setelah berendam tadi malam.
Setelah makan kami pun melanjutkan perjalanan berkeliling-keliling sambil menunggu pagi untuk pulang ke rumah masing-masing.
Namun karena jam masih menunjukan pukul 4.30, maka kami memutuskan untuk ikut ke toilet sambil istirahat sejenak di rumah Risa, salah satu teman kami yang kebetulan dirumahnya sedang kosong.
Pria yang mengantar kami lalu melanjutkan perjalanannya setelah menurunkan kami didepan gang rumah Risa. Mungkin karena kelelahan, kamipun hanya ngobrol-ngobrol ringan sambil tiduran diatas karpet di ruang tengah rumahnya.
Tanpa terasa pagi pun tiba, aku memutuskan untuk pulang bersama teh Wulan karena kita searah.
Sesampainya dirumah, orang yang pertama membukakan pintu adalah ayahku, dengan tatapan khawatir beliau bertanya,
" Kenapa telepon ayah dari semalam gak kamu angkat teh? Ayah khawatir, kamu tuh anak gadis, gak pernah main apalagi malam-malam begitu, ketempat yang jauh pula!", ucap beliau dengan lirih.
Aku memang sengaja tidak mengangkat teleponnya lagi, setelah teman-teman meledekku.
"Sinyal jelek yah dan baterainya semalam lowbat gak ada buat charge hp nya", jawabku berbohong.
" Apa kamu sudah sarapan?", tanya ayah lagi.
" Sudah"
Kemudian ayah mengusap kepalaku dan berkata,
" Yasudah kamu istirahat dulu, kamu gak pernah begadang, jangan sampai kamu sakit!"
Aku hanya menjawab "baik yah" , Lalu pergi menuju kamarku.
Jujur saja terkadang aku benar-benar risih dengan keadaan begini, ayah memperlakukanku seperti anak kecil, padahal usiaku sudah 19 tahun, sudah seharusnya aku mempunyai pacar, diantar jemput oleh pacarku, dan malam mingguan, seperti teman-teman yang lainnya, tetapi apa? aku justru diejek oleh mereka habis-habisan karena aku jomblo dan itu membuatku kesal.
Hari itu aku habiskan dengan mengurung diri di kamar untuk merenung, begini ya rasanya, ketika kita dibully oleh orang?.
Sakit sekali dan seperti menyisakan trauma yang membekas, karena takut terjadi lagi. Ledekan mereka tidak parah memang, tapi cukup meninggalkan jejak didalam ingatanku.
Setelah hari itu Puteri mulai menunjukan sikap yang sedikit berubah, karena tidak mau diejek terus oleh teman-temannya Puteri pun memutuskan untuk mencari pacar.
Saat sedang bersiap-siap untuk pulang kerja, ia bertemu dengan temannya bernama Deni. Ia adalah kenalan Puteri yang pernah bekerja diperusahaan itu, namun resign karena satu dan lain hal, kala itu ia sedang bersama temannya bernama Rahman, iseng ingin menemui Puteri, untuk meminta informasi lowongan kerja dikarenakan temannya itu baru saja di PHK.
Kebetulan hari itu Puteri tidak dijemput Ayah, jadi ia punya waktu luang untuk mengobrol, kemudian mereka sama-sama menuju cafe terdekat. Setelah mengobrol panjang lebar, mereka pun bertukar nomor telepon lalu pulang.
Singkat cerita Puteri sudah sampai dirumahnya, kemudian ponselnya berdering memunculkan nomor baru yang ia tidak kenal. Puteri mengangkat teleponnya, ternyata itu Rahman, temannya Deni, ia sengaja meminta nomor Puteri, karena sepertinya Rahman tertarik padanya.
Hampir setiap hari Rahman dan Puteri berkomunikasi, selain lewat telpon, tak jarang juga mereka ketemuan walau hanya sekedar nongkrong di warung kopi.
Komunikasi mereka yang intens itu menjadikannya lebih akrab, Puteri yang memang dasarnya seorang gadis baik-baik dan awam tidak mau ambil pusing dengan status Rahman yang masih menganggur.
Hari demi hari Rahman dan Puteri semakin dekat, hingga akhirnya Rahman memutuskan untuk menyatakan cinta pada Puteri.
Puteri yang sudah baper dan nyaman dengan Rahman pun berniat untuk menerima Rahman sebagai kekasihnya. Ia begitu yakin bahwa Rahman memang mencintainya dengan tulus. Hal itu dibuktikan oleh Rahman, ia dengan setia menggantikan ayah untuk selalu menjemput Puteri sepulang kerja.
Hingga tanpa disadari, semakin hari Rahman seolah menikmati statusnya sebagai pengangguran. Bagaimana tidak, setiap pulang menjemput, dengan royalnya Puteri selalu mentraktirnya makan dan membelikan bensin untuk kekasihnya itu, tak jarang juga Puteri tak segan-segan memberi Rahman uang untuk sekedar jajan atau membeli rokok untuknya..
Hingga suatu hari, Rahman bersama kedua saudari sepupunya berencana ingin tripple date disebuah cafe didaerah dago atas, dengan bangga Rahman menggandeng tangan Puteri dan memperkenalkannya kepada kedua saudari Rahman beserta kekasihnya masing-masing, menikmati malam minggu yang romantis di cafe yang terletak di daerah dago atas itu..
Dengan nuansa malam yang dingin, diiringi suara merdu sang vocalist yang berada dicafe, membuat Puteri merasa bahwa kehadirannya begitu beruntung, karena akhirnya ia merasakan, berada ditengah kaum muda mudi yang sedang asik bermalam minggu ria, sebab hal itu tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Ketika sedang asik mengobrol, tiba-tiba Rahman berbisik kepadanya."Yank, nanti besok kita main kerumah Ima yuk, Ima besok ulang tahun dan mau bikin party di rumahnya", jelas Rahman kepadaku.
Ima adalah salah satu saudari sepupunya yang kini sedang berada ditempat yang sama denganku. Hanya saja meja kami sedikit berjauhan.
" Boleh yank, jam berapa? kebetulan aku besok gak lembur, nanti kamu jemput aku aja lalu kita kerumah Ima," , jawabku kemudian.
"Tapi yank, aku gak punya uang untuk kado nya Ima, kamu yang beliin ya!!!," Pinta Rahman kepadaku.
Sudah menjadi rahasia umum setiap kencan atau jalan-jalan kemanapun Puteri lah yang mengeluarkan uang.
"Hu'um, emang mau ngasih kado apa yank??," Tanyaku pada Rahman.
"Terserah kamu aja, yang penting kita harus bawa kado, kalo enggak malu lah, ngapain kita kesana kalo gak bawa apa-apa??,", lanjut Rahman kemudian sambil mengaduk-ngaduk minumannya.
********************
Hari esok pun tiba, dimana Ima berulang tahun yang ke 20 tahun. Sepulang kerja, aku mampir ke sebuah toko membeli hadiah, yaitu sepasang kaos couple untuk dikenakan Ima dan kekasihnya, karena kala itu aku mendengar Ima ingin mengenakan kaos couple dengan kekasihnya jika kelak mereka pergi berkencan lagi.
Dengan hanya menebak, kupilihkan baju hitam dengan ukuran M untuk pria dan S untuk wanita, yang menurutku sesuai dengan ukuran Ima dan kekasihnya lalu ku bungkuskan dengan box berwarna merah muda, serasi dengan pitanya seperti warna kesukaan Ima.
Sampailah kami ditempat pesta, acaranya berlangsung sangat meriah, walau tanpa kehadiran orang tua mereka dan hanya dihadiri oleh anak-anak muda seusia kami.
********************
Rahman pun mengajak ku duduk di taman belakang, yang berada tidak jauh dari tempat pesta. Aku yang kala itu tidak berpikir yang aneh-aneh mengikuti kemana Rahman membawaku.
Kami pun duduk sambil memandangi mereka yang tengah asik berpesta, ada yang berdansa, ada pula yang sedang fokus menikmati makanan yang disajikan, atau hanya sekedar ngobrol-ngobrol sambil menikmati minuman ringan.
Tiba-tiba Rahman menolehkan wajahnya ke arahku. Dan ia menciumku.. Benar.. Rahman mencium bibirku dengan tanpa ragu.
Jantungku berdegup kencang tak karuan.. Apa itu? pikirku bertanya-tanya bagaiman bisa terjadi.. secepat itu?.. my first kiss?. OH MY GOD.. apa aku bermimpi?..
Cuuuup.. lalu Rahman mencium bibirku lagi lebih lama dari yang sebelumnya..Ya memang kami berciuman disini.., tentu saja dengan perasaan was-was, karena takut akan ada yang melihat kami.
Itu adalah ciuman pertamaku dengan seorang pria, ya walau Rahman bukan pacar pertamaku tetapi aku baru pertama kali menyerahkan bibirku untuk dikecup pria.
Setelah dia melepaskan pagutannya dibibirku kemudian dia mengucapkan terima kasih, karena telah menemani nya ke pesta saudarinya itu, dan juga karena aku mau bersamanya, sekalipun statusnya sampai hari ini masih seorang pengangguran.
********************
Tidak terasa waktu pun sudah menunjukan pukul 10 malam, itu artinya sudah waktunya aku untuk pulang kerumah sebelum ayahku mengomel.
Ya hari itu ayah sebenarnya berniat menjemputku, tetapi ku bilang tidak perlu, karena Rahman akan menjemputku sepulang kerja lalu kami akan menghadiri party dari saudarinya Rahman. Ayah mengizinkan, dengan syarat jam 10 sudah harus pulang.
Akupun segera pamit pada Ima dan yang lainnya dan Rahman pun menyalakan motor, lalu aku naik dan kamipun melaju meninggalkan tempat itu..
Waktu menunjukan pukul 11 malam.. Ya Tuhan jantungku berdegup semakin kencang, bagaimana ini.. Gumamku dalam hati, bukan karena aku mengingat kejadian yang tadi, tetapi apa yang harus ku katakan kepada Ayahku kelak ketika aku sampai dirumah..
Aku pamit kepada ayahku dan berjanji pulang pukul 10 malam sudah dirumah, tetapi apa sekarang, sudah pukul 11 malam dan aku masih berada di jalan, pikiranku terus meracau dan semakin gelisah
30 menit kemudian Puteri sampai didepan pintu rumahnya tepat pukul 11.30 malam.
TOK TOK TOK, Puteri mengetuk pintu tidak lama pintu pun terbuka menampakan sosok ayahnya dengan wajah datar dan berkata, "Jam berapa ini? MASUK!", ayahku mulai meninggikan suaranya.
Kemudian aku pun masuk, dan Rahman pergi meninggalkan halaman rumahku. Aku hanya menunduk saja karena sudah pasti tahu ayahku akan marah karena aku ingkar janji. " Maaf yah tadi dijalan macet", bohongku kepada ayah.
"Jangan kamu kira ayah bisa kamu bodohi PUTERI, ayah memang sudah tua, tapi jangan pernah kamu lupa bahwa ayah juga pernah muda, ayah seperti ini karena mengkhawatirkanmu, kamu seorang perempuan, tidak baik pulang malam seperti ini, dimana tanggung jawab kamu?? apa kamu senang bila dipandang buruk oleh orang lain?? Ayah ini orang tuamu, Tanggung jawab ayah menjagamu hingga kamu menemukan Imam mu, dan menyerahkan tanggung jawab ayah pada suamimu, jadi selagi itu belum terjadi maka patuh lah, karena tidak ada orang tua yang senang melihat anaknya dipandang rendah oleh orang lain, apalagi kamu seorang wanita yang harusnya bisa kamu jaga harkat dan martabat kamu", bentak ayah kepadaku.
Ayah tidak pernah begini sebelumnya, beliau menjadi lebih over dalam menjagaku, padahal sekarang aku sudah punya Rahman yang siap menjagaku.
Aku tahu ayah pasti kecewa, " Maaf yah, teteh janji gak akan ngulangi lagi, maaf karena sudah bikin ayah kecewa", kemudian aku pun berlari menuju kamarku.
Didalam kamar aku hanya terisak, pertama kalinya ayah membentakku, hal itu benar-benar membuatku takut, tapi aku juga mengerti perasaan beliau. Aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, maka wajar bila beliau khawatir, maaf ayah aku sedah mengecewakanmu dan membuatmu khawatir lagi.
Kemudian aku mengingat kembali ciuman pertamaku dengan Rahman, yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, akan terjadi malam ini dan itupun dilakukan bersamanya.
Hari berganti hari, Rahman semakin menujukan sifat aslinya, ia seolah memanfaatkan Puteri untuk memenuhi segala inginnya, meminta dibelikannya ini itu tanpa memikirkan apakah Puteri mempunyai uang atau tidak.
Hal yang membuat Puteri kesal adalah, Rahman yang mulai sering ingkar janji, berkali-kali ia berdusta, namun sampai suatu ketika Puteri sudah tidak bisa memaafkannya lagi.
Tanpa terasa hubungan Puteri dan Rahman sudah di bulan ke 3 usia pacaran mereka.. Tapi Puteri sudah terlihat jenuh, ia baru menyadari bahwa hubungannya tidak ada perkembangan karena Rahman tak kunjung mencari pekerjaan juga..
Ayah Puteri adalah tipe orang tua yang tidak gegabah dalam menegur anak gadisnya itu, terlebih setelah kejadian malam itu ia pun semakin menyadari bahwa anak gadisnya kini sudah tumbuh menjadi seorang wanita muda.
Kemudian Puteri memutuskan hubungannya dengan Rahman karena suatu kejadian, kala itu Rahman membuat Puteri harus menunggu satu jam lewat dari waktu ia pulang kerja karena lembur.
Puteri hampir-hampiran tidak bisa pulang, karena melewatkan angkot terakhirnya, yang menuju ke arah rumah Puteri.
Saat itu belum ada ojek online, sedangkan uang Puteri tidak cukup untuk naik taxi karena sisa gajinya sudah habis oleh Rahman. Sehingga tidak ada opsi lain selain meminta tolong kepada ayahnya untuk menjemputnya pulang.
"Halo Ayah, teteh masih ditempat kerja, Rahman belum datang jemput, disini udah mulai sepi teteh takut yah, hiks hiks hiks", isak Puteri kala menelpon ayahnya.
Sang ayah yang kala itu sedang berada ditempat kerja karena shift malam merasakan dadanya bergemuruh kala mendengar putri semata wayangnya menangis terisak-isak ditelpon karena kekasihnya tak kunjung menjemput.
Dengan perasaan panik sang ayah mencoba menenangkannya, " Teh, coba teteh liat dulu angkot terakhir masih ada atau engga, kebetulan ayah sekarang lagi sibuk, nanti ayah hubungi lagi ya."
Puteri pun mengikuti saran sang ayah, ia berjalan menyusuri pangkalan angkot terakhir yang menuju ke daerah rumahnya.
"Alhamdulillah yah masih ada satu angkot, tapi disini gelap dan sepi gak ada penumpang lainnya", suara Puteri gemetar saat bercerita ditelpon kepada ayahnya tentang kondisi di area tersebut, pasalnya angkot terakhir itu hanya diisi sopir dan satu penumpang pria dibelakang, sehingga sang ayah pun semakin merasa panik.
"Teh, teteh duduk didepan aja dekat supir, ayah akan izin dulu untuk jemput teteh, nanti teteh turun didepan gang saja, biar ayah yang antar teteh sampai rumah", bujuk sang ayah..untuk menenangkan putrinya.
Sebenarnya ayah begitu panik tetapi sebisa mungkin menyembunyikan kepanikannya kala berbicara dengan putrinya itu.
Memang ayah bekerja dikota sebelah yang jaraknya kurang dari 1 jam jika ditempuh dengan motor, sedangkan jarak dari gang pinggir jalan menuju rumah pun cukup jauh bila ditempuh jalan kaki sekitar 15-20 menit, kecuali dengan motor 10 menit pun sudah sampai.
Puteri pun mengikuti saran ayahnya duduk disamping pak sopir, angkot terakhir itupun lumayan lama ngetem dikarenakan masih menunggu penumpang yang lain.
Disisi lain karena panik memikirkan sang putri, Ayah lalu bergegas menyelesaikan pekerjaannya dengan pikiran yang kacau tanpa ia sadari ia telah melakukan kesalahan yang fatal dengan pekerjaannya.
Angkot yang ditumpangi Puteri pun pergi. 20 menit kemudian angkot sudah tiba di sisi jalan tepat dengan gang rumah Puteri, lalu Puteri pun menelpon ayahnya dan mengatakan bila ia sudah sampai didepan gang.
Tibalah ayah digang tersebut,kemudian mengantarkan Puteri sampai kerumah.. TOK TOK TOK, Puteri mengetuk pintu.. "Assalamualaikum mah".. dan tak lama pintu pun terbuka..
"Waalaikumsalam, kenapa teteh baru pulang?", tanya sang mamah..
" Ia tadi Rah..." belum selesai Puteri menjawab sang ayah sudah menimpali kata-katanya.
"Tadi si Rahman gak jemput Puteri bu, jadi ayah yang jemput Puteri dari gang depan".. Ayah memang memanggil mamaku dengan sebutan ibu, berbeda dengan kedua anaknya yang memanggil mama dengan sebutan mamah.
" Loh kok bisa, memang Rahman kemana?? terus kerjaan ayah gimana??", tanya mamah kepada kami.
"Rahman bilang mau jemput tapi setelah ditunggu-tunggu gak datang juga, ditelpon dirijek terus", jawabku.
" Bu, ayah langsung balik ke tempat kerja ya, tadi kerjaan ayah belum selesai", kemudian ayah pamit menyalakan kembali motor nya.
"Hati-hati yah jangan ngebut bawa motornya", pesan mamah pada ayah, kemudian motor pun berlalu sambil dijawab ayah, " Iya bu".
Setelah selesai berganti baju kembali kedepan menemui mamah, " Ayah udah pergi lagi mah??", tanyaku pada mamah.
"Sudah teh", jawab mama sambil mengunci pintu dan duduk disebelahku. Kemudian beliau bertanya, " Kamu dan Rahman kenapa?? belakangan ini Rahman sering sekali ingkar janji untuk menjemput dan membiarkan kamu menunggu, dan parahnya malam ini sampai kamu pulang selarut ini???", tanya mamaku dengan wajah panik dan bertanya-tanya.
Aku hanya menarik nafas dan menjawab pertanyaan mamaku dengan mengangkat kedua bahuku sebagai jawaban tidak tahu..
Belakangan ini Rahman memang sering mengingkari janjinya, setelah ku tanyakan alasan kepadanya, dia hanya menjawab dengan alasan yang tidak masuk akal..
Entah mengapa kata-katanya belakangan ini tidak bisa dipercaya dan itu membuatku sangat kesal, bukan karena dia tidak menepati janjinya, hanya saja membuatku hampir tidak bisa pulang, hingga aku harus meminta ayahku yang sedang bekerja sampai meninggalkan pekerjaannya demi menjemputku..
"Teh, semoga kedepannya ini tidak terjadi lagi, apa kamu tidak melihat begitu paniknya ayah kamu sampai meninggalkan pekerjaannya?? bergegas menjemputmu karena khawatir putri semata wayangnya belum pulang kerumah hingga larut malam, bagaimana bila terjadi sesuatu padamu atau pada ayahmu karena ia panik??", kemudian mamah mengusap kepalaku sebelum aku menjawab pertanyaannya beliau kembali bertanya," Kamu sudah makan malam?? bila belum makanlah dulu lalu istirahat, jangan begadang, jaga kesehatanmu, kita bahas nanti lagi saja, mamah tidur duluan ya", kemudian mama beranjak dari tempat duduk menuju kamarnya.
Hal yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya, ternyata begitu besar rasa cinta ayah kepadaku sampai melakukan apapun untuk putrinya, dia tidak memperdulikan yang lain, sungguh merasa bersalah aku pada ayah, hanya agar tidak diolok-olok lagi oleh temanku, dan agar ayah tidak terlalu protective padaku, aku harus berpacaran dengan orang yang salah.
Iya benar, orang yang salah, sebenarnya sejak awal pun Puteri menyadarinya jika ia memacari pria yang salah, pasalnya selain pengeretan lelaki itu pun begitu sombong, padahal ia hanya seorang pengangguran, tetapi gayanya begitu tinggi, tak jarang barang yang dipamerkan pun adalah hasil dari ia meminta sampai mengemis-ngemis untuk dibelikan oleh Puteri.
Bahkan disaat ia membuat Puteri menunggu 1jam ditempat kerja, ia sedang berkumpul bersama saudari dan teman nya yang hedon, dengan memamerkan hp apel terbaru yang ia dapat hasil dari kredit tentu saja menggunakan uang Puteri sebagai dp nya.
Puteri memang baik, teramat baik malah, sampai ia sering diperalat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan memanfaatkan kebaikan serta kepolosannya, ia orang yang mudah merasa iba, karena pikirannya yang selalu positif kepada orang lain.
Dan hari ini ia mulai tersadar dengan semua yang terjadi, ternyata ini semua hanya akal-akalan Rahman yang sengaja memanfaatkan perasaan Puteri untuk menopang hidupnya dan memenuhi keinginannya, karena ia seorang pengangguran, Puteri yang buta akan cinta Rahman pun tak pernah menyadari maksud dari pria itu sebelumnya.
Selama ini ia mengabaikan perhatian serta kasih sayang ayah tercintanya dan menganggap semua yang dilakukan beliau adalah pengekangan yang membuatnya risih karena terus diolok-olok oleh temannya dan lebih memilih pria modus yang jelas-jelas tidak tulus padanya.
Puteri merenung diatas tempat tidurnya mengingat kembali semua yang telah terjadi belakangan ini dan tanpa sadar telah membuatnya meneteskan air mata. Larut dalam kenangan itu membuat Puteri pun tertidur.
Keesokan harinya Puteri bangun siang karena kebetulan itu adalah hari libur kerja, sehingga mamah tidak membangunkannya pagi-pagi seperti biasa,
Dengan mata sembabnya, ia pun segera mandi dan bersiap-siap membantu sang mamah untuk memasak hingga terdengar suara pintu diketuk.. TOK TOK TOK.
Mamah yang sedang mengiris bawang hendak membukakan pintu namun dicegah oleh Puteri, ia beranjak dari dapur menuju ruang depan untuk membuka kan puntu.
CEKLEEEK dan pintu pun terbuka
"Ayah baru pulang??".. tanya Puteri ketika melihat ayahnya didepan pintu tetapi tidak mendengar suara motornya.
" Iya teh", kemudian ayah membuka sepatu lalu masuk kedalam.
Ayah berlalu menuju kamar, setelah mengganti baju ayah duduk didepan tv sambil mengeluarkan rokok nya.
"Yah sebentar ibu buat kan kopi dulu ya," Kata mamaku sedikit berteriak dari arah dapur,dan hanya dijawab anggukan oleh ayah sembari berkata "Ya".
Puteri pun kembali kedapur bermasuk untuk membantu mamah membuatkan kopi untuk ayah karena mamah sedang sibuk memasak di dapur.
"Yah ini kopinya, ayah tadi matiin motornya dimana kok teteh gak denger ada suara motor datang?", tanyaku kepada ayah sambil menyodorkan secangkir kopi kepada beliau.
" Tadi didepan ketemu ua kamu, jadi ayah matikan motornya, ngobrol sebentar lalu pulang, kalo harus dinyalakan lagi tanggung, jadi ayah dorong motornya", Jawab ayahku kemudian.
Aku memandangi ayah terlihat guratan lelah diwajahnya, dan sepertinya ayahku sedang ada masalah. Aku enggan bertanya dan membiarkan beliau menyeruput kopi hitam kesukaannya dan sebatang rokok favoritnya, lalu akupun kembali ke dapur membantu mamah bersih-bersih karena setelah makanan yang ia masak selesai waktunya makan siang untuk kami.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!